Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok sistem respirasi adalah blok tigabelas pada semester IV dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario C
yang memaparkan Ny.Sera, umur 30 tahun, datang ke dokter dengan keluhan
utama hidung buntu yang hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan
muncul terutama pada malam hari, bergantian kanan dan kiri yang dipengaruhi
posisi pasien saat berbaring. Kadang-kadang keluhan disertai dengan hidung
gatal, bersin-bersin dan terkadang keluar ingus encer.

Ny.Sera juga mengatakan keluhan juga muncul bila mencium bau


parfum dan asap rokok. Keluhan mata gatal disangkal. Ny.Sera mengaku
keluhan ini mulai muncul sejak ia menjabat sebagai manajer bank. Riwayat
penggunaan KB hormonal disangkal. Keluarga tidak mempunyai riwayat
keluhan yang sama. Riwayat penggunaan obat-obatan dalam waktu lama
disangkal.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan
metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

1|Page
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial

Tutor : dr. Miranti Dwi Hartanti

Moderator : M. Raflie Ghifari

Sekretaris Meja : Nyimas Salsabiila Khoirunisaa’

Sekretaris Papan : M. Arif Qobidhurahmat

Waktu : Senin, 02 Juli 2018

Pukul 13.00 – 15.00 WIB

Rabu, 04 Juli 2018

Pukul 13.00 – 15.00 WIB

Peraturan :

1. Menonaktifkan ponsel atau dalam keadaan diam.


2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan argumen.
3. Izin saat akan keluar ruangan.
4. Dilarang makan dan minum.

2.2 Skenario Kasus

Buntu Membawa Sengsara

Ny.Sera, umur 30 tahun, datang ke dokter dengan keluhan utama


hidung buntu yang hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan muncul
terutama pada malam hari, bergantian kanan dan kiri yang dipengaruhi posisi
pasien saat berbaring. Kadang-kadang keluhan disertai dengan hidung gatal,
bersin-bersin dan terkadang keluar ingus encer.

2|Page
Ny.Sera juga mengatakan keluhan juga muncul bila mencium bau
parfum dan asap rokok. Keluhan mata gatal disangkal. Ny.Sera mengaku
keluhan ini mulai muncul sejak ia menjabat sebagai manajer bank. Riwayat
penggunaan KB hormonal disangkal. Keluarga tidak mempunyai riwayat
keluhan yang sama. Riwayat penggunaan obat-obatan dalam waktu lama
disangkal.

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos mentis

Vital sign : TD: 110/70 mmHg, N: 90x/menit reguler, isi dan tegangan cukup,
RR: 22x/menit, T: 37,0oC

Status THT :

 Telinga : membrana timpani utuh, refleks cahaya +/+

 Hidung : cavum nasi sempit, sekret (+/+) berwarna putih, konka


hipertrofi berwarna merah tua, massa (-)

 Tenggorokan : arcus faring simetris, uvula di tengah, tonsil T1-T1


tenang, dinding faring posterior tenang.

2.3 Klarifikasi Istilah


1. Bersin : mengeluarkan udara kuat-kuat secara
spasmodik melalui hidung daan mulut
(dorlan, 2012)
2. Hidung buntu : penyumbatan saluran hidung akibat
peradangan pada lapisan hidung (dorlan,
2012)
3. Ingus encer (Rinorrhea) : sekresi mukus encer dari hidung (dorlan,
2012)

3|Page
4. Membrana timpani : struktur tipis antara meatus acousticus
eksternus dan telinga tengah (dorlan, 2012)

5. Arcus faring : bagian yang melengkung pada ruang


musculo membranosa di belakang rongga
hidung, mulut, dan laring (dorlan, 2012)
6. Konka : sebuah lempeng tulang tipis yang
membentuk bagian bawah dinding lateral
rongga hidung dan membran mukosa yang
melapisi lempeng tersebut (dorlan,
2012).
7. Tonsil : masa jaringan yang bulat dan kecil
khususnya dari jaringan limfoid (dorlan,
2012).
8. Uvula : masa seperti daging yang menggantung
(dorlan, 2012).

2.4 Identifikasi Masalah


1. Ny.Sera, umur 30 tahun, datang ke dokter dengan keluhan utama hidung
buntu yang hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan muncul
terutama pada malam hari, bergantian kanan dan kiri yang dipengaruhi
posisi pasien saat berbaring. Kadang-kadang keluhan disertai dengan
hidung gatal, bersin-bersin dan terkadang keluar ingus encer.

2. Ny.Sera juga mengatakan keluhan juga muncul bila mencium bau parfum
dan asap rokok. Keluhan mata gatal disangkal. Ny.Sera mengaku keluhan
ini mulai muncul sejak ia menjabat sebagai manajer bank. Riwayat
penggunaan KB hormonal disangkal. Keluarga tidak mempunyai riwayat
keluhan yang sama. Riwayat penggunaan obat-obatan dalam waktu lama
disangkal.

4|Page
3. Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos mentis

Vital sign : TD: 110/70 mmHg, N: 90x/menit reguler, isi dan tegangan
cukup, RR: 22x/menit, T: 37,0oC

4. Status THT :
Telinga : membrana timpani utuh, refleks cahaya +/+
Hidung : cavum nasi sempit, sekret (+/+) berwarna putih, konka hipertrofi
berwarna merah tua, massa (-)
Tenggorokan : arcus faring simetris, uvula di tengah, tonsil T1-T1 tenang,
dinding faring posterior tenang.

2.5 Analisis Masalah


1. Ny.Sera, 30 tahun, datang ke dokter dengan keluhan utama hidung
buntu yang hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan muncul
terutama pada malam hari, bergantian kanan dan kiri yang
dipengaruhi posisi pasien saat berbaring. Kadang-kadang keluhan
disertai dengan hidung gatal, bersin-bersin dan terkadang keluar
ingus encer.
a. Bagaimana anatomi dan histologi pada kasus ?
Jawab :
Anatomi Hidung
Anatomi hidung terdiri dari dua bagian yaitu bagian luar dan
bagian dalam. Hidung bagian luar merupakan bagian yang secara
langsung ditutupi oleh kulit. Pada bagian superior atau batang
hidung terdapat os nasal dan proccessus frontalis os maxillaris,
bagian inferiornya dibentuk oleh beberapa tulang rawan dan
sebagian lagi adalah jaringan ikat serta otot. Ujung hidung bagian

5|Page
luar disebut apex, kearah posterior dan inferior apex berhubungan
dengan bibir melalui columella (Snell, Richard S. 2015).
Hidung bagian dalam, terdiri dari suatu rongga yang dilapisi oleh
epitel. Rongga ini memiliki lubang pada bagian depan yang disebut
nares, lubang belakang yang berhubungan secara langsung dengan
nasopharing yang disebut choana (Snell, Richard S. 2015).
Pada dinding lateral terdapat bentukan yang disebut concha dengan
tiga meatus, yaitu (Snell, Richard S. 2015) : meatus nasi inferior
yang merupakan ruangan diantara concha inferior dan dasar hidung
serta tempat bermuaranya ductus nasolacrimalis, meatus nasi
media yang berupa ruangan diantara concha inferior dan concha
media, disini terdapat orificium dari sinus frontalis, grup anterior
sinus ethmoidalis serta terdapat hiatus semilunaris yang merupakan
orificium dari sinus maxillaris, meatus nasi superior berada diatas
concha media dan disini terdapat beberapa orificum yang
menghubungkannya dengan grup posterior sinus ethmoidal serta
sinus sphenoidalis. Kadang-kadang didapatkan concha suprema
diatas concha superior. Konka suprema, superior dan media berasal
dari lamina lateralis os ethmoidalis, sedangkan concha inferior
merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maxilla.
Vaskularisasi hidung terdiri dari beberapa arteri yang berbeda serta
banyak didapatkan anastomosis yang dibentuk dari arteri-arteri
tersebut. Pada prinsipnya suplai darah pada hidung dalam, terbagi
menjadi dua yaitu suplai darah untuk dinding lateral dan suplai
darah untuk septum nasi. Suplai darah untuk dinding lateral berasal
dari tiga sumber, yaitu (Snell, Richard S. 2015) : a. ethmoidalis
anterior dan a. ethmoidalis posterior, yang mana kedua pembuluh
darah ini merupakan cabang dari a. ophthalmica serta a.
sphenopalatina yang merupakan cabang terminal dari a. maxillaris
interna. Sedangkan untuk septum nasi, vaskulrisasi berasal dari a.
labialis superior, a. palatina mayor serta Plexus Kiesselbach

6|Page
disamping juga berasal dari arteri-arteri yang memperdarahi
dinding lateral hidung.
Inervasi saraf pada hidung meliputi persarafan sensorik oleh
cabang opthalmicus dan maxillaris dari n. trigeminus, n. olfactorius
sebagai saraf pembauan, persarafan motorik pada bagian luar
hidung oleh n. facialis serta persarafan otonom untuk mengatur
diameter dari pembuluh darah arteri dan vena pada hidung bagian
dalam (Snell, Richard S. 2015).
Jaringan limfatik hidung terdiri dari jaringan pembuluh anterior
dan posterior. Jaringan limfatik anterior adalah kecil, bermuara
disepanjang pembuluh fasialis yang menuju leher, melayani bagian
anterior hidung vestibulum dan prekonka. Jaringan limfatik
posterior melayani hampir seluruh bagian hidung, menggabungkan
ketiga saluran utama di daerah hidung belakang melalui saluran
superior, media dan inferior (Snell, Richard S. 2015).
Secara fisiologis hidung memiliki fungsi primer dan sekunder.
Fungsi primer dari hidung ada empat, yaitu sebagai alat
penciuman, sebagai pintu masuk fisiologis udara pernafasan,
sebagai alat penyaring udara serta sebagai alat pengatur suhu dan
kelembaban udara pernafasan. Fungsi sekunder dari hidung adalah
sebagai resonator box (Snell, Richard S. 2015).
Fungsi penciuman dilakukan oleh n. olfactorius melalui
komponen-komponen penunjangnya yang melekat pada lamina
kribriformis, sehingga setiap gangguan aliran udara pada hidung
dapat menyebabkan timbulnya anosmia (Snell, Richard S. 2015).
Pada keadaan yang dianggap kurang menguntungkan, seperti
layaknya sebuah pintu masuk, maka hidung akan melakukan
mekanisme pertahanan dengan membatasi aliran masuknya udara.
Penyempitan jalan masuk udara ini sering terjadi pada keadaan
keradangan seperti pada rinitis. Mekanisme ini kadang-kadang
justru dapat menimbulkan masalah (Snell, Richard S. 2015).

7|Page
Gambar 2. Anatomi Hidung
Sumber : Snell, Richard S. 2015

Edema mukosa saat mengalami rintis akut akibat infeksi maupun


rhinitis alergika diakibatkan adanya pelepasan dari mediator-
mediator kimiawi oleh sel-sel radang. Berbeda dengan mekanisme
tersebut, maka pada keadaan rhinitis vasomotor akan terjadi edema
mukosa oleh karena pelebaran dari pembuluh-pembuluh darah
hidung akibat pengaruh dari saraf perasimpatik. Namun demikian
sampai saat ini belum jelas benar bagaimana mekanisme kerja dari
saraf otonom sebagaimana kita ketahui, rhinitis vasomotor ini
dipengaruhi oleh emosi, kelembaban udara, suhu, latihan jasmani
dan sebagainya (Snell, Richard S. 2015).

8|Page
Sebagai alat penyaring udara pernafasan, silia berperan untuk
mengarahkan kotoran-kotoran termasuk bakteri kearah faring
untuk kemudian tertelan atau dikeluarkan, sedangkan rambut-
rambut pada bagian anterior berperan untuk menyaring partikel-
partikel yang lebih besar (Snell, Richard S. 2015).
Fungsi pengaturan suhu dan kelembaban dilakukan oleh
pembuluh-pembuluh darah (kavernosa) pada mukosa konka dan
septum, dengan mengatur suhu udara agar mendekati 36° C.
sedangkan pengaturan kelembaban udara dikerjakan oleh kelenjar-
kelenjar tuboalveolar dan bila perlu juga oleh sel-sel goblet,
sehingga akan didapatkan kelembaban yang berkisar antara 75% -
80% (Snell, Richard S. 2015).

Histologi Hidung
Mukosa olfaktori berada diatap rongga hidung di kedua sisi sekat
pembagi, dan di permukaan konkka superior. Epitel dari olfaktori
adalah epitel kolumnar tinggi berlapis semu tanpa sel goblet dan
tanpa silia motil. Lamina ropria dibawahnya mengandung kelenjar
(Bowman). Saraf-saraf kecil yang terletak di lamina propria adalah
nervous olfaktorius. Sel olfaktori memiliki nukleus bundar atau
oval yang terletak diantara sel penunjang dans el basal
(Eroschenko, 2013).

9|Page
Gambar 2. Histologi Hidung
Sumber : Eroschenko, V.P., 2013, Atlas Histologi difiore

b. Bagaimana fisiologi pada kasus ?


Jawab :
Rongga hidung adalah ruang kosong di belakang hidung yang
berada tepat di tengah – tengah wajah yang dilalui udara dan
merupakan tempat pertemuan dari kedua lubang hidung. Rongga
hidung terbagi menjadi 2 yang terpisahkan oleh sirip ventrikal
yang disebut septum nasal. Setiap cavity mempunyai 4 dinding
yaitu dinding medial, lateral, inferior, dan superior. Disamping
rongga hidung terdapat 3 garis horizontal yang menyembul keluar
disebut konka hidung yang berfungsi untuk menghangatkan udara
dan mengirimnya menuju epitel penciuman. Didalam rongga

10 | P a g e
hidung terdapat organ vomeronasal yang berperan terhadap deteksi
feromon (Silverthorn, 2014).

Gambar 3. Sinus Paranasalis


Sumber : Snell, Richard S. 2015

Alat pencium terdapat dalam rongga hidung dari ujung saraf otak
nervus olfaktorius dan timbul pada bagian atas lendir hidung
( olfaktori ). Nervus olfaktori dilapisi oleh sel – sel yang khusus
yang mengeluarkan fibril yang sangat halus tenalin dengan serabut
dari olfaktorius yang merupakan otak kecil, saraf olfaktorius
terletak lempeng etmoidalis (Silverthorn, 2014).

Gambar 4. Bagian-bagian Hidung


Sumber : Sumber : Snell, Richard S. 2015

11 | P a g e
Fungsi Hidung :
1) Organ penyaring udara dalam sistem pernafasan.
2) Organ pembantu penghangat suhu udara yang dihirup.
3) Sebagai indera penciuman.

c. Apa makna keluhan utama hidung buntu ?


Jawab :
Maknanya adalah kemungkinan Ny.Sera mengalami inflamasi
pada mukosa hidung. ( Pulungan A.S. 2013) atau ada
ketidakseimbangan aktivitas parasimpatis. (Rambe A.Y.M, 2003).

d. Apa penyebab dari keluhan hidung buntu ?


Jawab :
Penyebab dari keluhan buntu adalah sebagai berikut (Iskandar,
2007) :
 Aliran udara terhambat karena rongga hidung menyempit
 Inflamasi yang memberikan efek konsolidasi atau secret
mucus berlebih
 Kelainan struktur anatomi yang mempersempit rongga
 Infeksi atau tumor hidung

e. Bagaimana patofisiologi dari keluhan hidung buntu ?


Jawab :
Adanya paparan pada suatu iritan (faktor pemicu/ triggers :
perubahan temperatur, asap rokok, bau menyengat (bau parfum))
→ disfungsi hidung → disfungsi sistem saraf autonom di mukosa
rongga hidung → rangsangan pada saraf simpatis (hipoaktif) dan
parasimpatis (hiperaktif) → peningkatan permeabilitias kapiler dan
dilatasi arteriola dan kapiler → transudasi cairan, edema, kongesti
hidung → hidung tersumbat
(Irawati dan Niken, 2012).

12 | P a g e
f. Apa kemungkinan penyakit dengan keluhan utama hidung buntu ?
Jawab :
Kemungkinan penyakit dengan keluhan utama hidung buntu
adalah:
 Rhinitis vasomotor : Gangguan fisiologik lapisan
mukosa hidung yang disebabkan
oleh bertambahnya aktivitas saraf
parasimpatis ( Rambe A.Y.M. ,
2003).
 Rhinosinusitis : penyakit peradangan mukosa yang
melapisi hidung (Arivalagan A.
2011).
 Abses septum nasi : Pus yang terkumpul di antara tulang
rawan dengan mukoperikondrium
atau tulang septum dengan
mukoperioteum yang melapisinya
(Prijadi J. 2013).

 Deviasi septum : Didefinisikan sebagai bentuk


septum yang tidaklurus ditengah
sehingga membentuk deviasi
kesalah satu rongga hidung yang
mengakibatkan penyempitan rongga
hidung (Asyari A. 2012).
 Rhinitis akut : Radang akut mukosa nasi yang
ditandai dengan gejala seperti
rhinorea, obstruksi nasi, bersin
bersin, disertai malaise dan
peningkatan suhu tubuh (Pulungan
A.S. 2013).

13 | P a g e
 Rhinitis alergi : Penyakit inflamasi yang disebabkan
oleh reaksi alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia
ketika terjadi paparan ulangan
dengan alergen tersebut (Reinhard
E. 2012).
Kemungkinan pada kasus ini, Ny.Sera mengalami Rhinitis
Vasomotor.

g. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang


dialami?
Jawab :
Berdasarkan Russel (2009), angka kejadian penderita rinitis
vasomotor untuk perbandingannya antara laki-laki dan perempuan
adalah 1:2. Biasanya usia rata-rata puncaknya sekitar 40 tahun.

h. Apa makna dari keluhan muncul terutama pada malam hari,


bergantian kanan dan kiri?
Jawab :
Makna keluhan pada malam hari adalah meningkatnya sistem saraf
parasimpatis pada saat tubuh sedang tidak beraktivitas atau pada
saat tubuh pada keadaan santai. Pada malam hari juga terjadinya
perubahan suhu dan kelembaban. Bergantian kanan dan kiri, untuk
menyingkirkan diagnosis banding dari polip nasal dan merupakan
gejala khas dari rinitis vasomotor (Irawati dan Niken, 2012).

i. Apa makna dari hidung gatal, bersin-bersin dan ingus encer?


Jawab :
Maknanya adalah kemungkinan Ny.Sera mengalami rhinitis.

14 | P a g e
Sintesis :
Definisi dari rhinitis alergi menurut WHO ARIA tahun 2001
adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore,
rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen
yang diperantarai Ig E.

j. Apa etiologi dari hidung gatal, bersin-bersin dan ingus encer ?


Etiologi dari dari hidung gatal, bersin-bersin dan ingus encer
adalah (Irawati dan Niken, 2012):
 Alergi (debu,serbuk sari,bulu binatang)
 Asap rokok
 Bau yang menyengat
 Parfum
 Minuman berakohol
 Makanan pedas
 Udara dingin
 Pendingin dan pemanasan ruangan
 Perubahan kelembaban
 Perubahan suhu luar
 Kelelahan
 Stress/emosi
 Rangsangan benda asing
 Cairan berlebihan dihidung

Kemungkinan etiologi pada kasus adalah parfum, udara dingin,


perubahan kelembaban, dan bau asap rokok.

k. Apa saja faktor pencetus pada keluhan yang dialami Ny.Sera?


Jawab :
Faktor pencetus pada keluhan yang dialami Ny.Sera adalah :

15 | P a g e
 Kelembaban (pada malam hari)
 Bau menyengat (bau parfum)
 Asap rokok
 Udara dingin

Sintesis :

Faktor Pencetus dari dari hidung gatal, bersin-bersin dan ingus


encer adalah (Irawati dan Niken, 2012):
 Alergi (debu,serbuk sari,bulu binatang)
 Asap rokok
 Bau yang menyengat
 Parfum
 Minuman berakohol
 Makanan pedas
 Udara dingin
 Pendingin dan pemanasan ruangan
 Perubahan kelembaban
 Perubahan suhu luar
 Kelelahan
 Stress/emosi
 Rangsangan benda asing
 Cairan berlebihan dihidung

l. Bagaimana patofisiologi dari hidung gatal, bersin-bersin dan ingus


encer?
Jawab :
Adanya paparan pada suatu iritan (faktor pemicu/triggers :
perubahan temperatur, asap rokok, bau menyengat (bau parfum))
→ disfungsi hidung → peningkatan peptida vasoaktif dari sel-sel

16 | P a g e
seperti sel mast → merangsang reseptor H1 pada saraf vidianus →
bersin-bersin.
Adanya paparan pada suatu iritan (faktor pemicu/triggers :
perubahan temperatur, asap rokok, bau menyengat (bau parfum))
→ disfungsi hidung → peningkatan peptida vasoaktif dari sel-sel
seperti sel mast → merangsang reseptor H1 pada saraf vidianus →
merangsang serabut halus C tak bermielin → gatal-gatal.
Adanya paparan pada suatu iritan (faktor pemicu/triggers :
perubahan temperatur, asap rokok, bau menyengat (bau parfum))
→ disfungsi hidung → peningkatan peptida vasoaktif dari sel-sel
seperti sel mast → merangsang reseptor H1 pada saraf vidianus →
merangsang serabut halus C tak bermielin → merangsang sel
goblet, kelenjar, peningkatan permeabilitas → ingus encer
(rinorea)
(Irawati dan Niken, 2012).

2. Ny.Sera juga juga mengatakan keluhan juga muncul bila mencium


bau parfum dan asap rokok. Keluhan mata gatal disangkal. Ny.Sera
mengaku keluhan ini mulai muncul sejak ia menjabat sebagai
manajer bank. Riwayat penggunaan KB hormonal disangkal.
Keluarga tidak mempunyai riwayat keluhan yang sama. Riwayat
penggunaan obat-obatan dalam waktu lama disangkal.
a. Apa makna keluhan muncul apabila mencium bau parfum dan asap
rokok?
Jawab :
Makna dari keluhan muncul apabila mencium bau parfum dan asap
rokok adalah bau parfum dan asap rokok merupakan faktor

17 | P a g e
pencetus dari keluhan yang dialami Ny.Sera (Irawati dan Niken,
2012).

b. Apa hubungan mencium bau parfum dan asap rokok dengan


keluhan utama Ny.Sera?
Jawab :
Aroma yang kuat akan merangsang sel-sel pada olfaktorius pada
mukosa olfaktorii lalu berjalan ke traktus olfaktorius yang terletak
di hipotamalus sehingga sistem parasimpatik lebih dominan
sehingga timbul gejala ketika mencium bau parfum. Sedangkan
bau rokok akan menyebabkan perubahan mukosa yang ditandai
dengan adanya metaplasia dengan tambahan membesarnya dan
bertambahnya ukuran serta sekret yang dihasilkan kelenjar goblet.
Hipersekresi mukosa ditambah dengan adanya vasodilatasi
membuat aliran udara dalam hidung menjadi tidak lancar dan
akhirnya terjadilah sumbatan hidung (Silverthorn, 2014).

c. Apa makna dari keluhan mata gatal disangkal?


Jawab :
Menyingkirkan DD dari Rhinitis alergi. Dimana definisi dari
rhinitis alergi menurut WHO ARIA tahun 2001 adalah kelainan
pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan
tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantarai Ig E. Mata gatal merupakan suatu respon terhadap
protein spesifik pada zat alergennya yang melibatkan reaksi
inflamasi yang diperantarai IgE (Guyton, 2008).

d. Apa hubungan pekerjaan dengan keluhan yang ia alami?

18 | P a g e
Jawab :
Hubungan pekerjaan yaitu meningkatkan faktor pemicu yang
internal, yaitu stress, juga terpapar udara dingin. Dimana pekerjaan
Ny.Sera sebagai manajer bank memungkinkan Ny.Sera
mendapatkan faktor stress dan juga Ny.Sera selalu terpapar udara
dingin dari AC dalam ruangan (Irawati dan Niken, 2012).

e. Apa makna riwayat penggunaan KB hormonal disangkal?


Jawab :
Makna riwayat penggunaan KB hormonal disangkal adalah
menyingkirkan diagnosis banding dari penyakit Rhinitis Hormonal
(Soepardi, 2014).

f. Apa makna riwayat dalam keluarga dan obat-obatan disangkal?


Jawab :
Makna riwayat dalam keluarga disangkal adalah untuk
menyingkirkan diagnosis banding dari rhinitis alergi, dimana pada
rhinitis alergi adanya riwayat dalam keluarga (atopi) (Irawati dan
Niken, 2012).
Makna dari riwayat obat-obatan disangkal adalah untuk
menyingkirkan diagnosis banding dari rhinitis medikamentosa,
dimana rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa
gangguan respons normal vasomotor yang diakibatkan oleh
pemakaian vasokostriktor topikal (tetes hidung atau semprot
hidung)dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan
sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan bahwa hal ini
disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (drug abuse)
(Irawati dan Niken, 2012).

g. Apa saja klasifikasi dari Rhinitis?


Jawab :

19 | P a g e
Klasifikasi dari Rhinitis adalah (David, 2006) :
I. Allergic (nonoccupational)
II. Infectious: Acute and chronic
a) Viral (common cold)
b) Bacterial
c) Fungal
III. Nonallergic, noninfectious rhinitis/rhinopathy
a) Idiopathic rhinitis (also termed vasomotor)
b) Nonallergic rhinitis with eosinophilia syndrome (NARES)
c) Estrogen-induced rhinitis (pregnancy, menstrual cycle
related, contraceptives)
d) Drug-induced rhinitis (topical a-adrenergic agonists,
vasodilators)
e) Atrophic rhinitis (one form, ozena, is probably bacterial in
origin)
f) Gustatory rhinitis (induced by spicy food)
g) Cold air–induced rhinitis (skier’s nose)
h) Rhinitis due to anatomical abnormalities
i) Rhinitis associated with systemic conditions (vasculitis,
granulomatous diseases).

Jika pada kasus, kemunginan Ny.Sera mengalami Nonallergic,


noninfectious rhinitis/rhinopathy, yaitu idiopathic rhinitis (rhinitis
vasomotor).

3. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos mentis
Vital sign : TD: 110/70 mmHg, N: 90x/menit reguler, isi dan tegangan
cukup, RR: 22x/menit, T: 37,0oC
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?
Jawab :

20 | P a g e
Hasil Pemeriksaan Keadaan Normal Innterpretasi
Keadaan umum: tampak Tidak tampak sakit Abnormal
sakit sedang
TD: 110/70 mmHg 120/80 mmHg Normal
N: 90x/menit, isi dan 60-100x/menit, isi dan Normal
tegangan cukup tegangan cukup
RR: 22x/menit 16-24x/menit Normal
T: 37C 36,5˚C – 37,2 ˚C Normal

4. Status THT :
Telinga : membrana timpani utuh, refleks cahaya +/+
Hidung : cavum nasi sempit, sekret (+/+) berwarna putih, konka hipertrofi
berwarna merah tua, massa (-)
Tenggorokan : arcus faring simetris, uvula di tengah, tonsil T1-T1 tenang,
dinding faring posterior tenang.
a. Bagaimana interpretasi dari hasil status THT Ny.Sera?
Jawab :

Hasil Pemeriksaan Keadaan Normal Interpretasi


Telinga :
 Membran Membran timpani utuh Normal
timpani utuh
 Refleks cahaya Refleks cahaya +/+ Normal
+/+
Hidung :
 cavum nasi cavum nasi sempit Abnormal, edema

21 | P a g e
sempit mukosa hidung
 sekret (+/+) Tidak ada sekret Abnormal, rinorrhea
berwarna putih
 konka hipertrofi Konka berwarna merah Abnormal, hipertrofi
berwarna merah muda
tua
 massa (-) massa (-) Normal
Tenggorokan :
 arcus faring arcus faring simetris Normal
simetris
 uvula di tengah uvula di tengah Normal
 tonsil T1-T1 tonsil T1-T1 tenang Normal
tenang
 dinding faring dinding faring posterior Normal
posterior tenang tenang

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil status THT Ny.Sera?


Jawab :
Adanya paparan pada suatu iritan (faktor pemicu : perubahan
temperatur, asap rokok, bau menyengat (bau parfum)) → disfungsi
hidung → disfungsi sistem saraf autonom di mukosa rongga
hidung → rangsangan pada saraf simpatis (hipoaktif) dan
parasimpatis (hiperaktif) → peningkatan permeabilitias kapiler dan
dilatasi arteriola dan kapiler → transudasi cairan, edema, kongesti
hidung → konka hipertropi berwarna merah tua → cavum nasi
menyempit
Adanya paparan pada suatu iritan (faktor pemicu/triggers :
perubahan temperatur, asap rokok, bau menyengat (bau parfum))
→ disfungsi hidung → peningkatan peptida vasoaktif dari sel-sel
seperti sel mast → merangsang reseptor H1 pada saraf vidianus →
merangsang serabut halus C tak bermielin → merangsang sel

22 | P a g e
goblet, kelenjar, peningkatan permeabilitas → sekret (+/+)
berwarna putih
(Irawati dan Niken, 2012).

c. Bagaimana prosedur pemeriksaan status THT?


Jawab :
Prosedur pemeriksaan status THT adalah sebagai berikut :
1) Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
kepada pasien.
2) Menanyakan identitas pasien.
3) Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan yang akan
dilakukan.
4) Meminta izin pasien untuk melakukan pemeriksaan THT.
5) Pasien dipersilakan duduk, berhadap-hadapan dengan
pemeriksa.
6) Posisi kaki pemeriksa berada di sebelah kanan kaki pasien.
7) Alat-alat berada di sebelah kanan pemeriksa.
8) Pemeriksaan hidung depan (rhinoskopi anterior)
a) Pemeriksa memakai lampu kepala yang cahayanya
diarahkan ke hidung pasien.
b) Melihat bentuk hidung simetris atau tidak.
c) Memasang spekulum hidung pada salah satu lubang
hidung lalu perhatikan mukosa hidung, concha nasales,
lubang hidung (cavum nasi), sekat hidung (septum nasi),
sekret hidung, massa.

9) Pemeriksaan hidung belakang (rhinoskopi posterior atau


nasofaringoskopi)
a) Minta pasien membuka mulut lebar-lebar lalu
semprotkan xyllocain spray secukupnya ke dalam
rongga mulut.

23 | P a g e
b) Tunggu beberapa menit sampai pasien tidak merasa lagi
waktu menelan ludah.
c) Kaca faring dipanasi dengan lampu spiritus ( lebih
tinggi sedikit dari 37° C) supaya nanti tidak menjadi
buram / kabur. Lalu tempelkan pada tangan kita untuk
mengontrol apakah cermin terlalu panas atau tidak.
d) Kembali minta pasien untuk membuka mulut dan
mengeluarkan lidahnya. Tekan lidah dengan spatula
lidah.
e) Masukkan kaca faring ke dalam mulut, dipegang dengan
tangan kanan, seperti memegang pensil, dan diarahkan
ke bawah.
f) Kaca faring dimasukkan ke dalam faring dan mengambil
posisi di depan uvula. Kalau perlu uvula didorong sedikit
ke belakang dengan punggung kaca faring. Lalu kaca
faring disinari dengan lampu kepala.
g) Perhatikan pada cermin: tuba eustachii, fossa
Rosenmuller, choana, massa.
h) Lakukan interpretasi dari hasil rhinoskopi posterior.
10) Pemeriksaan tenggorokan
a) Pemeriksa memakai lampu kepala yang cahayanya
diarahkan ke mulut pasien
b) Pasien diminta membuka mulut.
c) Lidah ditekan ke bawah dengan spatula lidah yang
dipegang dengan tangan kiri.
d) Perhatikanlah tonsila palatina kanan dan kiri serta
keadaan faring pasien.
e) Lakukan interpretasi hasil pemeriksaan tenggorokan.
11) Pemeriksaan Laring
a) Pemeriksaan luar
Inspeksi : warna kulit leher, massa

24 | P a g e
Palpasi : massa

b) Laringoskopi indirek, yaitu melihat laring secara tidak


langsung dengan pencahayaan yang dipantulkan dari
kaca di dalam faring yang disinari lampu kepala. Teknik
pemeriksaan:
i. Minta pasien membuka mulut lebar-lebar lalu
semprotkan xyllocain spray secukupnya ke dalam
rongga mulut.
ii. Tunggu beberapa menit sampai pasien tidak
merasa lagi waktu menelan ludah.
iii. Kembali minta pasien untuk membuka mulut dan
mengeluarkan lidah sepanjang mungkin.
iv. Bungkus bagian lidah yang ada di luar mulut
dengan tisu lalu kita pegang dengan tangan kiri
dengan tenaga yang cukup. Tidak longgar karena
lidah dapat terlepas dari pegangan dan juga tidak
kuat karena pasien akan kesakitan.
v. Kaca laring dipanasi dengan lampu spiritus
( lebih tinggi sedikit dari 37° C) supaya nanti
tidak menjadi buram / kabur. Lalu tempelkan
pada tangan kita untuk mengontrol apakah
cermin terlalu panas atau tidak.
vi. Kaca laring dipegang dengan tangan kanan,
seperti memegang pensil, dan diarahkan ke
bawah.
vii. Kaca laring dimasukkan ke dalam faring dan
mengambil posisi di depan uvula. Kalau perlu
uvula didorong sedikit ke belakang dengan
punggung kaca laring. Kaca laring disinari
dengan lampu kepala.

25 | P a g e
viii. Minta pasien mengucapkan huruf ”i” dengan
tempo yang agak lama agar kita dapat
memperhatikan:
a) Radiks lidah, epiglotis, dan sekitarnya
b) Lumen laring dan rima glottidis
c) Bagian yang terletak kaudal dari rima
glotidis.

5. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus ini?


Jawab :
Anamnesis :
Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan
vasomotor dan disingkirkan kemungkinan rinitis alergi.1 Biasanya
penderita tidak mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan
dimulai pada usia dewasa. Beberapa pasien hanya mengeluhkan gejala
sebagai respon terhadap paparan zat iritan tertentu tetapi tidak mempunyai
keluhan apabila tidak terpapar (David, 2006).
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa
edema mukosa hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau
merah tua (karakteristik ), tetapi dapat juga dijumpai berwarna pucat.
Permukaan konka dapat licin atau berbenjol ( tidak rata ). Pada rongga
hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada
golongan rinore, sekret yang ditemukan bersifat serosa dengan jumlah
yang banyak. Pada rinoskopi posterior dapat dijumpai post nasal drip
(David, 2006).

26 | P a g e
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
rinitis alergi. Test kulit ( skin test ) biasanya negatif, demikian pula test
RAST, serta kadar Ig E total dalam batas normal. Kadang- kadang
ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah
yang sedikit. Infeksi sering menyertai yang ditandai dengan adanya sel
neutrofil dalam sekret (David, 2006).
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan
mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat
(David, 2006).

6. Apa saja kemungkinan penyakit yang dialami Ny.Sera?


Jawab :

Rhinitis Vasomotor Rhinitis Alergi


Mulai Serangan  Dekade ke-3 – 4  Belasan tahun
 Riwayat  Riwayat

terpapar allergen terpapar

(-) allergen (+)


Etiologi Reaksi neurovaskuler Reaksi Ag - Ab
terhadap beberapa terhadap rangsangan
rangsangan mekanis spesifik
atau kimia, juga faktor
psikologis
Gatal dan bersin Tidak menonjol Menonjol
Gatal di mata Tidak dijumpai Sering dijumpai
Test kulit Negative Positive
Sekret Hidung Ada Ada
Eosinofil darah Tidak meningkat Meningkat
Ig E darah Tidak meningkat Meningkat

27 | P a g e
7. Pemeriksaan penunjang apalagi yang diperlukan untuk mendiagnosis
kasus ini?
Jawab :
Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan adalah (Soepardi, 2014) :
a) Skin prick test
b) Kadar IgE
c) Pemeriksaan eosinofil pada sekret hidung
d) Pemeriksaan radiologik sinus
e) Test RAST

8. Apa diagnosis kerja kasus ini?


Jawab :
Rhinitis Vasomotor

9. Bagaimana penatalaksanaan kasus ini?


Jawab :
Pengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor
penyebab dan gejala yang menonjol. Secara garis besar, pengobatan dibagi
dalam (Soepardi, 2014):
a) Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )
b) Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :
 Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk
mengurangi keluhan hidung tersumbat. Contohnya :
Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine (oral) serta
Phenylephrine dan Oxymetazoline (semprot hidung).
 Anti histamin : paling baik untuk golongan rinore.
 Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung
tersumbat, rinore dan bersin-bersin dengan menekan respon
inflamasi lokal yang disebabkan oleh mediator vasoaktif.

28 | P a g e
Biasanya digunakan paling sedikit selama 1 atau 2 minggu
sebelum dicapai hasil yang memuaskan. Contoh steroid
topikal :
o Budesonide 1-2 x/hari dengan dosis 100-200
mcg/hari.
o Fluticasone Propionate dengan pemakaian cukup 1
x/hari dengan dosis 200 mcg selama 1-2 bulan.
 Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore
sebagai keluhan utamanya. Contoh : Ipratropium bromide
(nasal spray).

c) Terapi operatif ( dilakukan bila pengobatan konservatif gagal ) :


 Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3
25% atau triklorasetat pekat ( chemical cautery ) maupun
secara elektrik (electrical cautery).
 Diatermi submukosa konka inferior (submucosal diathermy
of the inferior turbinate)
 Bedah beku konka inferior ( cryosurgery )
 Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate
resection)
 Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy )
 Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy ), yaitu dengan
melakukan pemotongan pada n. vidianus, bila dengan cara
diatas tidak memberikan hasil. Operasi sebaiknya dilakukan
pada pasien dengan keluhan rinore yang hebat. Terapi ini
sulit dilakukan, dengan angka kekambuhan yang cukup
tinggi dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi

10. Kompilkasi apa yang dapat timbul pada kasus ini?

29 | P a g e
Jawab :
a) Sinusitis
b) Eritema pada hidung sebelah luar
c) Pembengkakan wajah

11. Bagaimana prognosis kasus ini?


Jawab :
Dubia ad bonam

12. Bagaimana standar kompetensi dokter umum untuk kasus ini?


Jawab :
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan
secara mandiri dan tuntas
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter (Konsil Kedokteran
Indonesia, 2012).
13. Bagaimana pandangan islam pada kasus ini?
Jawab :
Hadits Abudaud No.3369
“Telah menceritakan kepada kami [Utsman bin Abu Syaibah] telah
menceritakan kepadaku [Ahmad bin Ishaq] telah menceritakan kepada
kami [Wuhaib] dari [Abdullah bin Thawus] dari [Ayahnya] dari [Ibnu
Abbas] bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memakai obat yang
dimasukkan ke hidung."

30 | P a g e
2.6 Kesimpulan

Ny.Sera, 30 tahun mengeluh hidung buntu, hidung gatal, bersin-bersin, dan keluar
ingus encer dikarenakan mengalami rhinitis vasomotor.

2.7 Kerangka Konsep

Faktor Pemicu (asap rokok,


parfum, malam hari)

Disfungsi Hidung

Saraf Otonom Saraf Sensoris

Meningkatkan
Meningkatkan rangsangan saraf
Menurunkan
saraf sensoris C
saraf simpatis
parasimpatis

Peningkatan pelepasan
31 | P a g e
neuropeptida
Dilatasi arteri dan
kapiler
Peningkatan vascular dan sekresi kelenjar
permeabilitas kapiler

Transudasi cairan
(edema)

DAFTAR PUSTAKA

Arivalagan A. 2011. Gambaran rhinosinutsitis kronis di RSUP Haji Adam Malik


pada tahun 2011. Medan. Fakultas kedokteran USU.

Hidung gatal
Asyari Hidung buntu
A. . 2012. Pengukuran Bersin-bersin
Sumbatan Hidung Rinorrhea
Pada Deviasi Septum Nasi.
Padang. Universitas Andalas.

David M. Quillen, M.D., and David B. Feller, M.D.2006." Diagnosing Rhinitis:


Allergic vs. Nonallergic".University of Florida Family Medicine Residency
Program, Florida,America: American Family Physician Volume 73, Number
9.

Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

Eroschenko, V.P., 2013. Atlas Histologi difiore. Jakarta. EGC.

Guyton, Arthur C dan John E. Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi
11. Jakarta: EGC.

Irawati, Ninda dan Poerbonegoro, Niken. 2012. Rinitis Vasomotor. Dalam Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi
Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Prijadi J. 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Septum Nasi. Padang,


Universitas Andalas.

Pulungan A.S. 2013. Rinitis Akut et causa infeksi bakteri pada laki-laki dewasa
22 tahun.Lampung, Universitas Negeri Lampung.

Rambe A.Y.M, 2003. Rhinitis Vasomotor. Medan. Universitas Sumatra Utara.

Russel, A.Settipane. 2009. Epidemiology of Vasomotor Rhinitis. WAO Journal.


Vol. 2.

Silverthorn, D. U. (2014). Fisiologi Manusia ( Sebuah Pendekatan Terintegrasi)


(Vol. Edisi 6). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran : EGC.

Snell, Richard S. 2015. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta :


EGC.

32 | P a g e
Soepardi, Afiatu dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala dan Leher. Ed 7. Hal 113-115. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

33 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai