Anda di halaman 1dari 35

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Proyek

Pengertian proyek menurut PMBOK (Project Management Body of Knowledge) adalah

serangkaian aktivitas atau tugas yang memiliki tujuan spesifik yang harus dicapai

dengan spesifikasi tertentu, memiliki tanggal mulai dan selesai, memiliki keterbatasan

biaya, memerlukan sumber daya manusia dan non manusia, dan kegiatan multifungsi.

Proyek juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang kompleks, bersifat nonrutin dan

hanya terjadi satu kali yang ruang lingkupnya dibatasi oleh waktu, anggaran, sumber

daya, dan spesifikasi desain penampilan untuk memenuhi kebutuhan konsumen atau

stackholder (Gray dan Lason, 2000). Menurut Heizer dan Render (2006) menjelaskan

bahwa proyek dapat didefinisikan sebagai sederetan tugas yang diarahkan kepada suatu

hasil utama. Menurut Husen (2009) proyek adalah gabungan dari sumber-sumber daya

seperti manusia material, peralatan, dan modal/biaya yang dihimpun dalam suatu wadah

organisasi sementara untuk mencapai sasaran dan tujuan.

Beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa proyek merupakan suatu kegiatan

atau aktivitas sementara yang dilakukan menggunakan berbagai sumber daya terbatas

seperti manusia, material, peralatan, dan modal, jangka waktu terbatas dan harus

memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan agar menghasilkan produk atau jasa yang

sesuai dengan keinginan konsumen maupun stackholders. Proyek memiliki beberapa

karakteristik khusus, yaitu; (a) pekerjaan yang tidak rutin dilibatkan, (b) diperlukan

perencanaan, (c) objek yang spesifik dapat dilihat atau produk yang spesifik dapat

dibuat, (d) pekerjaan di lakukan oleh beberapa orang, (e) pekerjaan diselesaikan dalam
II-1
Bab II Tinjauan Pustaka

beberapa fase, (f) Sumber daya dan sumber dana yang digunakan dalam proyek

dibatasi, (g) Memiliki jangka waktu terbatas.

PMBOK (Project Management Body of Knowledge) yang diterjemahkan oleh Budi

Santoso (2009) mendefinisikan manajemen proyek adalah aplikasi pengetahuan

(knowledges), keterampilan (skills), alat (tools) dan teknik (techniques) dalam aktifitas-

aktifitas proyek untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan proyek. Terdapat tiga fase

dalam manajemen proyek, yaitu: perencanaan, penjadwalan dan pengendalian (Heizer

& Render, 2006). Pada umumnya kegiatan manajemen berfokus pada kegiatan

perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian dari proses yang akan berlangsung

seperti proses produksi atau penghantaran jasa. Manajemen proyek memiliki perbedaan

dari kegiatan manajemen pada umumnya, karena sebuah proyek memiliki batasan-

batasan seperti adanya batasan ruang lingkup dan biaya untuk suatu kegiatan yang

penting, yang dibatasi oleh waktu.

Setiap proyek memiliki tujuan khusus, dan dalam proses pencapaian tujuan tersebut ada

tiga konstrain yang harus dipenuhi, yang dikenal dengan Trade Off Triangle atau Triple

Constraints. Triple Constraints adalah usaha pencapaian tujuan yang berdasarkan

batasan sebagai berikut atau lihat pada Gambar 2.1 Triple Constraint:

a. Tepat mutu, mutu adalah apa yang akan dikerjakan oleh proyek tersebut, produk,

layanan atau hasil yang diraih proyek tersebut atau disebut sebagai kinerja

(performance), harus memenuhi spesifikasi dan kriteria dalam taraf yang

disyaratkan oleh pemilik.

b. Tepat waktu, yang di maksud dengan waktu ialah berapa lama waktu yang di

butuhkan untuk melaksanakan suatu proyek serta apa itu jadwal proyek. salah satu

komponen yang menjadi target utama dalam sebuah proyek. Pada intinya faktor

II-2
Bab II Tinjauan Pustaka

waktu ini adalah bagaimana kita menentukan lamanya waktu yang diperlukan untuk

menyelesaikan sebuah proyek. Komponen waktu begitu berarti, terutama pada saat-

saat yang memang sangat krusial. Terkadang suatu proyek dipaksa untuk selesai

pada waktu tertentu, walaupun berdampak pada membengkaknya biaya.

c. Tepat biaya, dalam proyek kita tidak akan pernah lepas dari biaya, biaya di

butuhkan untuk menyelesaikan sebuah proyek harus di perhitungkan secara matang.

Pada intinya faktor biaya atau cost ini adalah menentukan seberapa besar biaya

yang akan dikeluarkan untuk sebuah proyek. Faktor biaya ini sangat dipengaruhi

oleh 2 faktor sebelumnya, yaitu faktor scope dan faktor time. Secara umum

semakin besar ruang lingkup dan semakin lama waktu, maka akan semakin besar

pula biaya suatu proyek.

Gambar 2.1 Triple Constraint

(sumber : Soeharto, 1999)

2.2 Manajemen Waktu Proyek

Clough dan Sears, (1991) mendefinisikan manajemen waktu proyek sebagai proses

merencanakan menyusun, dan mengendalikan jadwal kegiatan proyek di mana dalam

perencanaan dan penjadwalannya telah disediakan pedoman yang spesifik umtuk

menyelesaikan aktivitas proyek dengan lebih cepat dan efisien. Dengan menerapkan

II-3
Bab II Tinjauan Pustaka

manajemen waktu proyek, dapat mengontrol jumlah waktu yang dibutuhkan oleh tim

proyek untuk membangun deliverables proyek sehingga memperbesar kemungkinan

sebuah proyek dapat selesai sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

2.3 Penjadwalan Proyek

Penjadwalan atau scheduling adalah kegiatan untuk menentukan waktu yang dibutuhkan

dan urutan kegiatan serta menentukan waktu proyek dapat diselesaikan dengan

mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang ada.

Dalam proses penjadwalan, penyusunan kegiatan dan hubungan antar kegiatan dibuat

lebih terperinci dan sangat detail. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pelaksanaan

evaluasi proyek (Ervianto, 2003). Ada beberapa metode penjadwalan proyek yang

digunakan untuk mengelola waktu dan sumber daya proyek. Pertimbangan penggunaan.

metode-metode tersebut didasarkan atas kebutuhan dan hasil yang ingin dicapai

terhadap kinerja penjadwalan.

2.3.1 Barchart atau bagan balok

Barchart adalah sekumpulan daftar kegiatan yang disusun dalam kolom arah vertikal.

Kolom arah horizontal menunjukkan skala waktu. Saat mulai dan akhir dari sebuah

kegiatan dapat terlihat dengan jelas, sedangkan durasi kegiatan digambarkan oleh

panjangnya diagram batang (Arifin, 2016). Proses penyusunan diagram batang

dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Daftar item kegiatan, yang berisi seluruh jenis kegiatan pekerjaan yang ada dalam

rencana pelaksanaan pembangunan.

2. Urutan pekerjaan, dari daftar item kegiatan tersebut di atas, disusun urutan

pelaksanaan pekerjaan berdasarkan prioritas item kegiatan yang akan dilaksanakan

II-4
Bab II Tinjauan Pustaka

lebih dahulu dan item kegiatan yang akan dilaksanakan kemudian, dan tidak

mengesampingkan kemungkinan pelaksanaan pekerja secara bersamaan.

3. Waktu pelaksanaan pekerjaan, adalah jangka waktu pelaksanaan dari seluruh

kegiatan yang dihitung dari permulaan kegiatan sampai seluruh kegiatan berakhir.

Waktu pelaksanaan pekerjaan diperoleh dari penjumlahan waktu yang dibutuhkan

untuk menyelesaikan setiap item kegiatan.

2.3.2 Kurva S

Kurva S dapat menunjukkan kemajuan proyek berdasarkan kegiatan, waktu dan bobot

pekerjaan yang direpresentasikan sebagai persentase kumulatif dari seluruh kegiatan

proyek. Visualisasi kurva S dapat memberikan informasi mengenai kemajuan proyek

dengan membandingkannya terhadap jadwal rencana, tetapi informasi tersebut tidak

detail dan hanya terbatas untuk menilai kemajuan proyek. Untuk menentukan bobot

pekerjaan, pendekatan yang dilakukan dapat berupa perhitungan persentase berdasarkan

biaya per item pekerjaan/ kegiatan dibagi nilai anggaran, karena satuan biaya dapat

dijadikan bentuk persentase sehingga lebih mudah untuk menghitungnya (Arifin, 2016).

2.3.3 Network planning (Diagram Jaringan Kerja)

Metode ini dikembangkan untuk mengendalikan sejumlah besar kegiatan yang memiliki

ketergantungan yang kompleks. Rencana kerja disusun berdasarkan urutan kegiatan dari

suatu proyek, sedemikian sehingga tampak keterkaitan pekerjaan yang satu dengan

pekerjaan yang lainnya. Dari informasi metode ini, tindakan koreksi dapat dilakukan

yakni dengan memperbarui jadwal. (Putro, 2018)

Diagram jaringan kerja ada 3 macam yang bisa dipakai, yaitu:

1. CPM (Critical Path Method)

II-5
Bab II Tinjauan Pustaka

2. PERT (Programme Evaluation and Review Technique)

3. PDM (Precedence Diagram Method)

2.4 Produktivitas Tenaga Kerja

Produktivitas khusus terhadap pekerja, yaitu perbandingan antara hasil yang diproleh

(output) dengan jumlah sumber kerja yang digunakan (input). Produktivitas pekerja

dikatakan tinggi jika hasil yang diperoleh lebih besar dari input yang digunakan.

Sebaliknya produktivitas pekerja dikatakan rendah jika hasil yang diperoleh relatif lebih

kecil daripada input yang digunakan (Ariany dkk, 2014).

Rumus pengukuran produktivitas pekerja, dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Priduktivitas Pekerja (m2/jam) = Hasil Kerja (m2) / Jam (Durasi Kerja)

2.5 Efisiensi Pekerjaan

Efisiensi adalah tingkat pengendalian biaya atau pengorbanan sumberdaya ekonomi

yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Efisiensi terbagi menjadi dua, yaitu efisiensi waktu dan efisiensi biaya.

Efisiensi waktu adalah tingkat kehematan dalam hal waktu saat pelaksanaan hingga

kapan proyek itu selesai. Berdasarkan pengertian diatas bahwa schedule proyek

merupakan waktu yang direncanakan untuk menyelesaikan proyek tersebut. Dalam hal

ini adalah schedule pelaksanaan khusus pekerjaan dinding lantai 6 sampai dengan lantai

41 . Bahwa terdapat perbedaan waktu antara pelaksanaan pekerjaan dinding dengan

sistem precast dan konvensional. Waktu dalam percepatan proyek terbagi menjadi

a. Waktu Normal yang merupakan taksiran waktu yang paling mungkin untuk

menyelesaikan proyek.

II-6
Bab II Tinjauan Pustaka

b. Waktu dipercepat yaitu taksiran waktu yang memungkinkan untuk mempercepat

penyelesaian proyek.

Efisiensi biaya adalah tingkat kehematan dan pengorbanan ekonomi yang dilakukan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Biaya dalam percepatan proyek dapat

dibagi :

a. Biaya Normal yang merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan

proyek dengan menggunakan waktu normal.

b. Biaya dipercepat yaitu biaya yang dikeluarkan bila proyek diselesaikan dengan

menggunakan waktu yang dipercepat.

2.6 Manajemen Biaya Proyek

Manajemen biaya proyek adalah pengendalian proyek untuk memastikan penyelesaian

proyek sesuai dengan anggaran biaya yang telah di setujui. Hal-hal utama yang perlu

diperhatikan dalam manajemen biaya proyek menurut Soemardi, (2017) adalah sebagai

berikut:

a. Perencanaan Sumber Daya

Perencananaan sumber daya merupakan proses untuk menentukan sumber daya

dalam bentuk fisik (manusia, peralatan, material) dan kuantitasnya yang diperlukan

untuk melaksanakan aktivitas proyek. Proses ini sangat berkaitan erat dengan

proses estimasi biaya.

b. Estimasi Biaya

Estimasi biaya adalah proses penghitungan kebutuhan sumber daya dalam bentuk

fisik (manusia, peralatan,material) dan kuantitasnya yang diperlukan untuk

menyelesaikan suatu aktivitas proyek. Bila proyek dilaksanakan melalui sebuah

II-7
Bab II Tinjauan Pustaka

kontrak, perlu dibedakan antara estimasi biaya dengan nilai kontrak. Estimasi biaya

melibatkan perhitungan kuantitatif dari biaya-biaya yang muncul untuk

menyelesaikan proyek sedangkan nilai kontrak merupakan keputusan dari segi

bisnis di ana perkiraan biaya yang didapat dari proses estimasi merupakan salah

satu pertimbangan dari kepuusan yang diambil.

c. Penganggaran Biaya

Penganggaran Biaya adalah proses membuat alokasi biaya untuk masing-masing

ktivitas dari keseluruhan biaya yang muncul pada proses estimasi. Dari proses ini

didapatkan cost baseline yang digunakan untuk menilai kinerja proyek.

d. Pengendalian Biaya

Pengendalian biaya dilakukan selama proyek berlangsung untuk mendeteksi apakah

biaya aktual pelaksanaan proyek menyimpang dari rencana atau tidak. Semua

penyebab penyimpangan biaya harus terdokumentasi dengan baik sehingga

langkah-langkah perbaikan dapat dilakukan.

2.7 Biaya Proyek

Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang

atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi

(Hansen dan Mowen, 2006)

Perhatian utama dalam manajemen biaya proyek adalah pada biaya sumber daya yang

digunakan untuk menyelesaikan kegiatan dalam jadwal proyek. Manajemen biaya

proyek meliputi proses-proses yang diperlukan untuk menjamin agar anggaran biaya

yang telah disetujui cukup untuk menyelesaikan semua pekerjaan dalam lingkup

proyek. Kegiatan dalam manajemen biaya termasuk:

II-8
Bab II Tinjauan Pustaka

1. Estimasi biaya yaitu proses pengembangan perkiraan sumber daya moneter yang

diperlukan untuk menyelesaikan aktivitas proyek.

2. Penentuan anggaran yaitu proses menjumlahkan estimasi biaya setiap aktivitas atau

paket pekerjaan untuk membuat baseline biaya.

3. Pengendalian biaya yaitu proses memonitor status proyek untuk memperbaharui

anggaran proyek dan mengelola perubahan terhadap baseline biaya.

2.7.1 Biaya Langsung (Direct Cost)

Adalah seluruh biaya yang berkaitan langsung dengan fisik proyek, yaitu meliputi

seluruh biaya dari kegiatan yang dilakukan di proyek (dari persiapan hingga

penyelesaian) dan biaya mendatangkan seluruh sumber daya yang diperlukan oleh

proyek tersebut. Biaya langsung dapat dihitung dengan mengalikan volume pekerjaan

dengan harga satuan pekerjaan. Biaya langsung ini juga biasa disebut dengan biaya

tidak tetap (variable cost), karena sifat biaya ini tiap bulannya jumlahnya tidak tetap,

tetapi berubah-ubah sesuai dengan kemajuan pekerjaan.

Secara garis besar, biaya langsung pada proyek konstruksi sesuai dengan definisi di atas

dibagi menjadi lima (Asiyanto, 2005):

1. Biaya bahan/ material

2. Biaya upah kerja (tenaga)

3. Biaya alat

4. Biaya subkontraktor

5. Biaya lain-lain

Biaya lain-lain biasanya relatif kecil, tetapi bila jumlahnya cukup berarti untuk

dikendalikan dapat dirinci, menjadi misalnya

1. Biaya persiapan dan penyelesaian

II-9
Bab II Tinjauan Pustaka

2. Biaya overhead proyek

3. Dan seterusnya

2.7.2 Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)

Adalah seluruh biaya yang terkait secara tidak langsung, yang dibebankan kepada

proyek. Biaya ini biasanya terjadi diluar proyek namun harus ada dan tidak dapat

dilepaskan dari proyek tersebut. Biaya ini meliputi antara lain biaya pemasaran, biaya

overhead di kantor pusat/cabang (bukan overhead kantor proyek), pajak (tax), biaya

risiko (biaya tak terduga) dan keuntungan kontraktor.

Nilai keuntungan kontraktor pada umumnya dinyatakan sebagai persentase dari seluruh

jumlah pembiayaan. Nilainya dapat berkisar 8% - 12%, yang mana sangat tergantung

pada seberapa kehendak kontraktor untuk meraih pekerjaan sekaligus motivasi

pemikiran pantas tidaknya untuk mendapatkannya. Pada prinsipnya penetapan besarnya

keuntungan dipengaruhi oleh besarnya risiko atau kesulitan-kesulitan yang akan

dihadapi dan sering kali tidak tampak nyata. Sebagai contoh, keterlambatan pihak

pemberi tugas dalam melaksanakan tugas untuk membayar pekerjaan, dan sebagainya.

Biaya tidak langsung ini tiap bulan besarnya relatif tetap dibanding biaya langsung, oleh

karena itu juga sering disebut dengan biaya tetap (fix cost). Biaya tetap perusahaan ini

didistribusikan pembebanannya kepada seluruh proyek yang sedang dalam pelaksanaan.

Oleh karena itu setiap menghitung biaya proyek, selalu ditambah dengan pembebanan

biaya tetap perusahaan (dimasukkan dalam markup proyek). Biasanya pembebanan

biaya. ini ditetapkan dalam persentase dari biaya langsung proyeknya. Biaya ini

walaupun sifatnya tetap, tetapi tetap harus dilakukan pengendalian, agar tidak melewati

anggarannya. (Husen, 2011).

II-10
Bab II Tinjauan Pustaka

2.8 Rencana Anggaran Biaya

Menurut Mukomoko (1987) dalam jurnal Albert (2015) mengemukakan bahwa

anggaran biaya merupakan bagian terpenting dalam menyelenggarakan pembuatan

bangunan. Menyusun anggaran biaya berarti menaksir atau mengira-ngira harga dari

satuan barang, bangunan atau benda yang akan dibuat dengan teliti dan secermat

mungkin. Dalam menyusun biaya diperlukan gambar-gambar bestek serta rencana kerja,

daftar upah, daftar harga bahan, daftar susunan rencana biaya, serta daftar jumlah tiap

jenis pekerjaan.

Analisa volume (Kubikasi Pekerjaan)

RAB = Σ (Volume) x Harga Satuan Pekerjaan

2.9 Analisa Harga Satuan Pekerjaan

Menurut Albert (2015), analisa harga satuan pekerjaan adalah suatu cara perhitungan

harga satuan pekerjaan konstruksi yang dijabarkan dalam perkalian kebutuhan bahan

bangunan, upah kerja, dan peralatan dengan harga bahan bangunan, standar pengupahan

pekerja dan harga sewa/ beli peralatan untuk menyelesaikan per satuan pekerjaan

konstruksi.

Analisa harga satuan pekerjaan ini dipengaruhi oleh angka koefisien yang menunjukkan

nilai satuan bahan/ panduan untuk merencanakan atau mengendalikan biaya suatu

pekerjaan yang dapat digunakan sebagai acuan/ panduan untuk merencanakan atau

mengendalikan biaya suatu pekerjaan.

Adapun persamaan dari harga satuan pekerjaan ialah sebagai berikut:

Harga Satuan Pekerjaan = Upah + Bahan + Peralatan

Keterangan :

Upah : harga satuan upah x koefisien (analisa upah).

II-11
Bab II Tinjauan Pustaka

Bahan : harga satuan bahan x koefisien (analisa bahan).

Alat : harga satuan alat x koefisien (analisa alat).

2.10 Beton

Menurut Ervianto (2006), Pekerjaan pengecoran beton memiliki sifat tidak dapat

mentolerir kesalahan sedikitpun karena akan menjadikan keterlambatan waktu bagi

pihak kontraktor, sehingga menambah biaya konstruksi. Pelaksanaan pekerjaan beton di

lapangan mengacu pada beberapa peraturan untuk menjamin kualitas beton dari hasil

pengecoran, sebagai yang tercantum dalam dokumen kontrak. Peraturan-peraturan

tersebut adalah :

1. Standar Indonesia

a. Peraturan Umum Bahan Bangunan Indonesia (PUBI) - 1982, NI-3

b. Peraturan Standar Beton 1991 (SK.SNI T-15-1991-03).

c. Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung Tahun 1983

d. Standar beton prategang /pracetak Indonesia

2. ACI: American Concrete Institute, USA

a. SP4, Special publication 34-fromwork for concrete

b. 347-recommendede practice for concrete formwork

c. 318-building code requirements for reinforced concrete

d. American society of testing material (ASTM)

Secara umum sistem struktur komponen beton pracetak dapat digolongkan sebagai

berikut (Nurjaman, 2000)

1. Sistem struktur komponen pracetak sebagian, dimana kekakuan sistem tidak terlalu

dipengaruhi oleh pemutusan komponenisasi, misalnya pracetak pelat, dinding

dimana pemutusan dilakukan tidak pada balok dan kolom/bukan pada titik kumpul.

II-12
Bab II Tinjauan Pustaka

2. Sistem pracetak penuh, dalam sistem ini kolom dan balok serta pelat dipracetak dan

disambung, sehingga membentuk suatu bangunan yang monolit. Pada dasarnya

penerapan sistem pracetak penuh akan lebih mengoptimalkan manfaat dari aspek

fabrikasi pracetak dengan catatan bahwa segala aspek kekuatan (strength),

kekakuan, kelayanan (serviceability) dan ekonomi dimasukkan dalam proses

perencanaan.

2.10.1 Beton Precast

Beton precast adalah teknologi konstruksi struktur beton dengan komponen- komponen

penyusun yang dicetak terlebih dahulu pada suatu tempat khusus (off site fabrication),

terkadang komponen-komponen tersebut disusun dan disatukan terlebih dahulu (pre-

assembly), dan selanjutnya dipasang di lokasi (installation), dengan demikian sistem

precast ini akan berbeda dengan konstruksi monolit terutama pada aspek perencanaan

yang tergantung atau ditentukan pula oleh metoda pelaksanaan dari pabrikasi,

penyatuan dan pemasangannya, serta ditentukan pula oleh teknis perilaku sistem

precast dalam hal cara penyambungan antar komponen join (M. Abduh, 2007).

Precast concrete (beton precast) adalah suatu metode percetakan komponen secara

mekanisasi dalam pabrik atau workshop dengan memberi waktu pengerasan dan

mendapatkan kekuatan sebelum dipasang. Karena proses pengecorannya di tempat

khusus (bengkel pabrikasi), maka mutunya dapat terjaga dengan baik. Tetapi agar dapat

menghasilkan keuntungan, maka beton precast hanya akan diproduksi jika jumlah

bentuk typical-nya mencapai angka minimum tertentu, bentuk typical yang dimaksud

adalah bentuk-bentuk repetitif dalam jumlah besar (Batubara, 2012). Sistem struktur

beton precast merupakan salah satu alternatif teknologi dalam perkembangan konstruksi

II-13
Bab II Tinjauan Pustaka

di Indonesia yang mendukung efisiensi waktu, efisiensi energi, dan mendukung

pelestarian lingkungan (Nurjannah, 2011).

2.10.2 Keuntungan dan Kerugian Beton Precast

Menurut Wahyudi dan Hanggoro (2010) menjelaskan bahwa struktur elemen precast

memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan struktur konvensional, antara lain :

a. Penyederhanaan pelaksanaan konstruksi

b. Waktu pelaksanaan yang cepat

c. Waktu pelaksanaan struktur merupakan pertimbangan utama dalam pembangunan

suatu proyek karena sangat erat kaitannya dengan biaya proyek. Struktur elemen

precast dapat dilaksanakan di pabrik bersamaan dengan pelaksanaan pondasi di

lapangan

d. Penggunaan material yang optimum serta mutu bahan yang baik.

Salah satu alasan mengapa struktur elemen precast sangat ekonomis dibandingkan

dengan struktur yang dilaksanakan di tempat (cast in-situ) adalah penggunaan

cetakan beton yang tidak banyak variasi dan biasa digunakan berulang-ulang, mutu

material yang dihasilkan pada umumnya sangat baik karena dilaksanakan dengan

standar-standar yang baku, pengawasan dengan sistem komputer yang teliti dan

ketat.

e. Penyelesaian finishing mudah

Variasi untuk permukaan finishing pada struktur elemen precast dapat dengan

mudah dilaksanakan bersamaan dengan pembuatan elemen tersebut di pabrik,

seperti: warna dan model permukaan yang dapat dibentuk sesuai dengan rancangan.

II-14
Bab II Tinjauan Pustaka

f. Tidak dibutuhkan lahan proyek yang luas, mengurangi kebisingan, lebih bersih dan

ramah lingkungan karena pelaksanaan elemen precastnya dapat dilakukan dipabrik

g. Elemen precast yang dihasilkan selalu melalui pengujian laboratorium di pabrik

untuk mendapatkan struktur yang memenuhi persyaratan, baik dari segi kekuatan

maupun dari segi efisiensi

h. Sertifikasi untuk mendapatkan pengakuan Internasional. Apabila hasil produksi dari

elemen precast memenuhi standarisasi yang telah ditetapkan, maka dapat diajukan

untuk mendapatkan sertifikasi ISO yang diakui secara internasional.

i. Secara garis besar mengurangi biaya karena pengurangan pemakaian alat-alat

penunjang, seperti : scaffolding dan lain-lain

j. Kebutuhan jumlah tenaga kerja dapat disesuaikan dengan kebutuhan produksi.

Namun demikian, selain memiliki keuntungan, struktur elemen precast juga memiliki

beberapa keterbatasan, antara lain:

a. Tidak ekonomis bagi produksi tipe elemen yang jumlahnya sedikit

b. Perlu ketelitian yang tinggi agar tidak terjadi deviasi yang besar antara elemen yang

satu dengan elemen yang lain, sehingga tidak menyulitkan dalam pemasangan di

lapangan

c. Panjang dan bentuk elemen precast yang terbatas, sesuai dengan kapasitas alat

angkat dan alat angkut

d. Jarak maksimum transportasi yang ekonomis dengan menggunakan truk adalah

antara 150 sampai 350 km, tetapi ini juga tergantung dari tipe produknya.

Sedangkan untuk angkutan laut, jarak maksimum transportasi dapat sampai di atas

1000 km

II-15
Bab II Tinjauan Pustaka

e. Hanya dapat dilaksanakan didaerah yang sudah tersedia peralatan untuk handling

dan erection

f. Di Indonesia yang kondisi alamnya sering timbul gempa dengan kekuatan besar,

konstruksi beton precast cukup berbahaya terutama pada daerah sambungannya,

sehingga masalah sambungan merupakan persoalan yang utama yang dihadapi pada

perencanaan beton precast.

g. Diperlukan ruang yang cukup untuk pekerja dalam mengerjakan sambungan pada

beton precast

h. Memerlukan lahan yang besar untuk pabrikasi dan penimbunan (stock yard).

2.10.3 Beton Konvensional

Menurut Ervianto (2006), beton konvensional adalah suatu komponen struktur yang

paling utama dalam sebuah bangunan. Suatu struktur kolom dirancang untuk bisa

menahan beban aksial tekan. Beton konvensional dalam pembuatannya direncanakan

terlebih dahulu, semua pekerjaan pembetonan dilakukan secara manual dengan

merangkai tulangan pada bangunan yang dibuat. Pembetonan konvensional memerlukan

biaya bekisting, biaya upah pekerja yang cukup banyak.

2.10.4 Keuntungan dan Kerugian Beton Konvensional

Adapun keunggulan dari beton konvensional

a. Mudah dan umum dalam pengerjaan di lapangan

b. Mudah dibentuk dalam berbagai penampang

c. Perhitungan relatif mudah dan umum

d. Sambungan balok, kolom dan plat lantai bersifat monolit (terikat penuh.

Beton konvensional mempunyai kelemahan-kelemahan sebagai berikut:

II-16
Bab II Tinjauan Pustaka

a. diperlukan tenaga buruh lebih banyak, relatif lebih mahal

b. Pemakaian bekisting relatif lebih banyak

c. Pekerjaan dalam pembangunan agak lama karena pengerjaannya berurutan saling

tergantung dengan pekerjaan lainya

d. Terpengaruh oleh cuaca, apa bila hujan pengerjaan pengecoran tidak dapat

dilakukan.

2.11 Tahapan Pekerjaan Beton

Pada umumnya dalam pelaksanaan pekerjaan beton dilakukan tahapan-tahapan seperti

berikut :

2.11.1 Bekisting

Pekerjaan cetakan beton, atau umumnya disebut dengan istilah bekisting, merupakan

pekerjaan sementara, tetapi walaupun merupakan pekerjaan sementara harus kuat untuk

menahan tekanan beton yang masih cair dan juga harus kuat jika terkena injakan para

pekerja dan pukulan-pukulan yang tidak disengaja. Harus diyakini juga agar tidak

berubah bentuknya selama pekerjaan pengecoran beton sampai beton menjadi keras.

Umumnya pembukaan bekisting dapat dibuka saat beton berusia tiga sampai dengan

empat hari meskipun beton matang pada usia di hari ke dua puluh delapan. Konstruksi

cetakan beton harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dibongkar.

Persyaratan umum dalam mendesign suatu struktur, baik struktur permanen maupun

struktur sementara seperti bekisting setidaknya tiga persyaratan yang harus dipenuhi

yaitu

II-17
Bab II Tinjauan Pustaka

1. Syarat Kekuatan, Yaitu bagaimana material bekisting seperti balok kayu tidak patah

ketika menerima beban yang bekerja,

2. Syarat Kekakuan, Yaitu bagaimana material bekisting tidak mengalami perubahan

bentuk/deformasi yang berarti, sehingga tidak membuat struktur sia-sia,

3. Syarat Stabilitas, yaitu berarti bahwa balok bekisting dan tiang/perancah tidak

runtuh tiba-tiba akibat gaya yang bekerja

Selain itu, perencanaan dan design bekisting harus memenuhi aspek bisnis dan

teknologi sehingga pertimbangan-pertimbangan dibawah ini setidaknya harus dipenuhi.

1. Ekonomis,

2. Kumudahan dalam pemasangan dan bongkar, dan

3. Tidak bocor

Konstruksi bekisting untuk struktur penyangga bisa dari perancah kayu atau perancah

baja bersekrup (Scaffolding). Perancah kayu umumnya diletakan dibagian atas gelagar

balok, untuk mencegah bekisting melesak. Perancah kayu dapat disetel tingginya

dengan pertolongan dua batang kayu yang dapat digeser. Perancah ini termasuk tipe

penyangga tradisional. Perancah baja bersekrup (Scaffolding) terdapat di pasaran

dengan bermacam-macam ukuran. Perancah baja semakin banyak digunakan karena

selain pemasangannya yang mudah dan cepat, perancah ini juga mampu menyangga

beban sampai dengan 5-20 kN (500-2000 kg). Perancah baja bersekrup terdiri dari dua

pipa baja yang disambung dengan selubung sekrup atau mur penyetel. Penggunaan

perancah baja bersekrup membutuhkan pengawasan serta ketelitian dalam

pemasangannya. Jika perancah ini dirawat dengan baik, maka dapat dipakai berahun-

II-18
Bab II Tinjauan Pustaka

tahun. Penyetelan dari perancah kayu atau perancah baja bersekrup memerlukan

persyaratan seperti di bawah ini :

1. Perancah harus berdiri tegak lurus. Hal ini berguna untuk mencegah perubahan

bekisting akibat dari gaya-gaya horizontal. Penyetelan dalam arah tegak lurus harus

dengan waterpass

2. Bila beberapa lantai akan dicor berurutan, maka lendutan akibat dari lantai yang

telah mengeras harus dihindarkan dengan menempatkan perancah diperpanjang

sebaik mungkin.

3. Tempat dari perancah perlu di pilih sedemikian rupa sehingga beban-beban dapat

terbagi merata. Hal ini berguna untuk mencegah perubahan bentuk yang berbeda-

beda akibat dari perpendekan elastis perancah yang timbul karena pembebanan dan

perbedaan penurunan tanah.

2.11.2 Pembesian

Pembesian atau juga biasa disebut penulangan untuk beton, biasanya berfungsi menahan

gaya tarik yang terjadi pada beton, karena beton tidak kuat menahan gaya tarik. Peran

perencana dalam menghitung pembesian juga harus memperhatikan jarak besi antar

besi, jangan sampai terjadi agregat kasar tertahan oleh penulangan besi beton sehingga

dibawah penulangan akan keropos. Dalam merencanakan pembesian sebaiknya tidak

terlalu benyak beragam dan ukuran besi yang digunakan, hal ini untuk mengurangi

peluang kesalahan petugas di lapangan.

Pemasangan dan pembengkokan tulangan harus sedemikian rupa sehingga posisi dari

tulangan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun tempat

II-19
Bab II Tinjauan Pustaka

selama pengecoran berlangsung. Pembuatan dan pemasangan tulangan harus sesuai

dengan PBI 1971.

Pemasangan Besi Beton

1. Tulangan harus dipasang sedemikian rupa diikat dengan kawat baja, sehingga

sebelum dan selama pengecoran tidak berubah tempatnya

2. Tulangan pada dinding dan kolom-kolom beton harus dipasang pada posisi yang

benar dan untuk menjaga jarak bersih digunakan Spacers/penjaga jarak.

3. Tulangan pada balok-balok footing dan pelat harus ditunjang untuk memperoleh

lokasi yang tepat selama pengecoran beton dengan penjaga jarak kursi penunjang

dan penunjang lainyang diperlukan.

4. Tulangan-tulangan yang langsung diatas tanah dan diatas agregat (seperti pasir,

kerikil) dan pada lapisan kedap air harus dipasang/ditunjang hanya dengan tahu

beton yang mutunya paling sedikit sama dengan mutu beton yang akan dicor.

5. Perhatian khusus perlu dicurahkan terhadap ketetapan tebal penutup beton. Untuk

itu tulangan harus dipasang dengan penahan jarak yang terbuat dari beton dengan

mutu paling sedikit sama dengan mutu beton yang akan dicor atau disebut dengan

beton decking. Penahan-penahan jarak dapat berbentuk blok-blok persegi atau

gelang-gelang yang harus dipasang sebanyak minimum 4 buah setiap m2 cetakan

atau lantai kerja. Penahan-penahan jarak ini harus tersebar merata.

6. Pada pelat-pelat pada tulangan rangkap, tulangan atas harus ditunjang pada

tulangan bawah oleh batang-batang penunjang atau ditunjang langsung oleh

cetakan bawah atau lantai kerja oleh balok-balok beton yang tinggi. Perhatian

II-20
Bab II Tinjauan Pustaka

khusus perlu dicurahkan terhadap ketepatan letak dari tulangan balok yang

berbatasan.

2.11.3 Pengecoran

Tahap terakhir dari proses ini adalah proses pengecoran. Pada dasarnya beton adalah

berupa bahan campuran dari semen, agregat, dan air dengan perbandingan berat tertentu

yang telah diaduk secara sempurna. Banyak jenis mutu beton yang digunakan untuk

proses konstruksi antara lain mutu beton fc 10 – fc 40. Pemilihan mutu beton tergantung

penggunaanya. Untuk tujuan tertentu kadang-kadang campuran beton perlu

ditambahkan admixtures, misalnya untuk meningkatkan workability, membuat cepat

mengeras, menunda setting time dari beton, mempercepat setting time dari beton

menambah kuat tekan beton, tahan terhadap sulfat dan lain-lain.

Dalam proyek dengan volume dalam jumlah besar, maka untuk campuran beton segar

tidak mengaduk sendiri melainkan memesan jasa pihak lain, sehingga kondisi campuran

siap saji (ready mix) dapat langsung digunakan untuk mengisi pada cetakan yang telah

disediakan.

2.12 Perbandingan Penggunaan Beton Precast dengan Beton Konvensional

2.12.1 Aspek Biaya Produksi

Biaya merupakan suatu komponen penting dalam suatu proyek konstruksi, karena

berpengaruh pada cashflow proyek dan keuntungan proyek. Hal yang penting dalam

faktor produksi adalah penentuan prioritas, komponen yang akan terlebih dahulu

dipabrikasi tentu harus disesuaikan dengan rencana kerja dan metode kerja yang

direncanakan. Untuk mencapaikan kesesuaian pemilihan komponen yang harus

diproduksi lebih dahulu maka dibutuhkan koordinasi antara pabrikator dengan

II-21
Bab II Tinjauan Pustaka

instalator. Area produksi harus tertata dengan baik, mulai dari tempat penumpukan

material dasar, proses pengecoran, proses perawatan beton serta penyimpanan

komponen beton pracetak. Konsekuensi dari metode ini adalah harus menyediakan

lahan kerja yang cukup luas karena lahan penumpukan bahan dan komponen beton

pracetak yang diproduksi memiliki ukuran dan kuantitas yang besar.

2.12.2 Aspek Biaya Erection

Proses penyatuan komponen bangunan yang berupa beton Pabrikasi yang telah

diproduksi dan layak (cukup umur) untuk disatukan menjadi bagian dari bangunan

disebut dengan erection. Kegiatan ini adalah salah satu faktor kunci keberhasilan dalam

pembuatan sebuah bangunan beton pracetak.

2.12.3 Aspek Biaya Koneksi

Proses penyatuan komponen–komponen struktur beton pracetak menjadi sebuah

struktur bangunan yang monolit merupakan hal yang amat penting dalam

pengaplikasian teknologi beton pracetak. Cara penyatuaan pracetak beton dibedakan

menjadi dua. Pertama cara menyatukan beton dan yang kedua adalah cara penyatuan

meterial baja tulangan. Proses penyatuan material beton dengan sambungan basah (in-

situ concrete joint), sambungan kering (las, baut, pin, prestress), yang umum digunakan

sambungan basah (in-situ concret joint) dan sambungan kering (las).

2.12.4 Aspek Biaya Pekerjaan

Biaya merupakan suatu komponen penting dalam suatu proyek konstruksi, karena

berpengaruh pada cashflow proyek dan keuntungan proyek. Salah satu elemenya adalah

biaya beton yang cukup berpengaruh signifikan dikarenakan volume pekerjaan beton

yang sangat besar terutama untuk proyek gedung bertingkat. Biaya pekerjaan beton

II-22
Bab II Tinjauan Pustaka

dapat dibedakan menjadi dua yaitu biaya material beton itu sendiri dan biaya

operasional di lapangan dimana semua komponen pembiayaan mulai dari material yang

digunakan hingga upah tenaga kerja akan dibahas disini.

2.12.5 Aspek Biaya Operasional Lapangan

Secara teori tujuan utama dari penggunaan beton precast adalah untuk mempercepat

proses pelaksanaan di lapangan sehingga mampu menghemat pengeluaran operasional

pekerjaan beton. Tetapi dalam pelaksanaan di lapangan penghematan biaya operasional

tersebut belum dapat dicapai dengan maksimal, sebaliknya terjadi pembengkakan biaya

operasional. Biaya operasional pekerjaan beton di lapangan terdiri dari beberapa

komponen, antara lain:

1. Biaya peralatan karena komponen beton plat lantai yang cukup jauh berbeda,

tetapi pekerjaan beton pada kedua metode tersebut menggunakan alat bantu yang

tidak jauh berbeda.

2. Biaya upah tenaga kerja / tukang Perhitungan besarnya upah tenaga kerja untuk

kedua metode tersebut sama, karena besaran upah tersebut sudah terdapat harga

satuan untuk setiap m3 pekerjaan beton. Tenaga kerja yang meliputi pekerjaan,

tukang, kepala tukang dan mandor.

Perbandingan kualitatif pada struktur kayu, baja, beton konvensional serta precast bisa

dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini:

II-23
Bab II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.1 Perbandingan Kualitatif Struktur Kayu, Baja, Beton Konvensional dan

Beton Precast

Aspek Kayu Baja Beton Konvensional Beton Precast


Pengadaan Semakin Utamanya Mudah Mudah

Terbatas Impor
Permintaan Banyak Banyak Paling Banyak Cukup
Pelaksanaan Sukar, Kotor Cepat, Bersih Lama, Kotor Cepat, Bersih
Pemeliharaa Biaya Tinggi Biaya Tinggi Biaya Sedang Biaya Sedang

n
Kualitas Tergantung Jenis Tinggi Sedang – Tinggi Tinggi
Harga Semakin Mahal Mahal Lebih Murah Lebih Murah
Tenaga Banyak Banyak Banyak Banyak

Kerja
Lingkungan Tidak Ramah Ramah Kurang Ramah Ramah
Standar Ada (sedang Ada (sedang Ada (sedang Belum Ada

diperbaharui) diperbaharui) diperbaharui) (sedang

disusun)

(Sumber : Hasil olahan penulis, 2019)

II-24
Bab II Tinjauan Pustaka

2.13 U-Ditch

U-ditch adalah saluran air berbentuk “U” yang biasanya digunakan untuk saluran

drainase. Type saluran ini banyak digunakan untuk saluran terbuka diatas permukaan

tanah, seperti saluran drainase jalan raya, saluran drainase lingkungan perkotaan,

perumahan, kawasan industri dan lain sebagainya. Saluran ini dilengkapi dengan

tutup/cover yang dirancang hanya untuk dilewati orang (light duty) maupun kendaraan

berat (heavy duty). Penggunaan uditch sebagai saluran air akan lebih ekonomis dalam

jangka panjang. Umur konstruksi dari produk beton sangat jauh jika dibandingkan

dengan saluran pasangan batu. Variasi ukuran sangat beragam untuk sesuai dengan

kebutuhan saluran. Untuk memenuhi kebutuhan kami mengembangkan beragam ukuran

dengan bentuk penampang yang tipikal.

2.14 Kelebihan U-Ditch Precast

a. Saluran u ditch dibuat langsung dari area pabrik dengan memiliki kualitas mutu

beton K 350 ke atas (fc’ 30,33 MPa), jadi umur pemakaiannya bisa lebih tahan

lama

b. Proses pemasangan u ditch sebagai saluran air tidak membutuhkan waktu lama,

tenaga kerja dan alat berat yang dibutuhkan minimalisir jadi anggaran biaya untuk

pemasangan juga lebih murah.

c. Pembuatan lebar galian saat pemasangan u ditch tidak terlalu besar, jadi proses

pemasangan saluran u ditch tidak akan menganggu aktivitas disekitar area proyek.

d. Pemanfaatan saluran u ditch sangat cepat, setelah pemasangan selesai saluran ini

dapat langsung dilalui air

II-25
Bab II Tinjauan Pustaka

e. Produk u ditch dapat diaplikasikan secara tertutup menggunakan cover u ditch

sehingga area permukaannya bisa dijadikan jalan setapak lalu lintas.

2.15 Research Gap

Research Gap adalah celah atau kesenjangan penelitian yang dapat dimasuki oleh

seorang peneliti berdasarkan pengalaman atau penemuan yang telah dilakukan oleh

peneliti terdahulu. Tujuan dari penyusunan Research Gap ini adalah untuk mendapatkan

permasalahan serta sebuah jawaban baru terhadap sesuatu yang menjadi permasalahan.

Oleh karena itu, penelitian harus berhadapan dengan sesuatu yang menjadi masalah

didukung oleh pembenaran / justifikasi penelitian yang baik dan berupaya mencari

jawaban yang baru dari masalah yang penting untuk diteliti (Anwar Sanusi, 2012).

Berikut adalah Tabel 2.2 yang berisikan jurnal ilmiah Teknik sipil yang telah dikaji

secara mendalam dan telah ditinjau oleh penelitinya.

II-26
Bab II Tinjauan Pustaka

II-27
Tabel 2.2 Referensi Penelitian Terdahulu (lanjutan)

II-28
Bab II Tinjauan Pustaka

II-29
Bab II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.2 Referensi Penelitian Terdahulu (lanjutan)

II-30
Bab II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.2 Referensi Penelitian Terdahulu (lanjutan)

(Sumber : Hasil olahan penulis, 2019)

II-31
Bab II Tinjauan Pustaka

II-32
Bab II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.3 Tabel Reasearch Gap (lanjutan)

(Sumber : Hasil olahan penulis, 2019)

II-33
Bab II Tinjauan Pustaka

2.16 Kerangka Berfikir

Suatu penelitian yang baik tentunya mempunyai sebuah paradigma penelitian.

Paradigma penelitian diartikan sebagai pola pikir yang menunjukkan hubungan antara

variabel yang akan diteliti yang sekaligus menunjukkan jenis dan jumlah rumusan

masalah yang perlu dijawab melalui penelitian (Sugiyono, 2012). Kerangka berpikir

pada penelitian ini bias dilihat pada Gambar 2.2.


Latar Belakang Identifikasi masalah
Menggunakan metode pelaksanaan u-ditch Indikasi bahwa jika tetap menggunakan
precast, jadwal rencana kerja mengalami metode precast untuk pelaksanaan
keterlambatan sebesar 5% dari rencana dan pekerjaan u-ditch kantilever pada proyek
biaya yang dikeluarkan juga besar. ini akan membutuhkan waktu yang lebih
Untuk mengejar keterlambatan waktu dan lama
meminimalisir pembengkakan biaya maka Pemilihan metode pelaksanaan akan
diperlukan metode pelaksanaan yang lain, berpengaruh pada waktu dan biaya
yaitu dengan metode pelaksanaan proyek
konvensional.
Rumusan Masalah Tujuan Penelitian
Bagaimana perbandingan waktu metode Menganalisis dan mengetahui perbandingan waktu
pelaksanaan u-ditch kantilever precast dengan metode pelaksanaan u-ditch kantilever precast dengan
metode pelaksanaan u-ditch kantilever metode pelaksanaan u-ditch kantilever konvensional
konvensional pada proyek East Connection pada proyek East Connection Taxiway Tahap I.
Taxiway Tahap I? Menganalisis dan mengetahui perbandingan biaya
Bagaimana perbandingan biaya metode metode pelaksanaan u-ditch kantilever precast dengan
pelaksanaan u-ditch kantilever precast dengan metode pelaksanaan u-ditch kantilever konvensional
metode pelaksanaan u-ditch kantilever pada proyek East Connection Taxiway Tahap I
konvensional pada proyek East Connection Mengetahui manakah yang lebih efesien antara
Taxiway Tahap I? metode pelaksanaan u-ditch kantilever precast dengan
Menggunakan manakah yang lebih efesien metode pelaksanaan u-ditch kantilever konvensional
antara metode pelaksanaan u-ditch kantilever pada proyek East Connection Taxiway Tahap I.
precast dengan metode pelaksanaan u-ditch
kantilever konvensional pada proyek East Hasil Penelitian
Connection Taxiwaybesarnya
Diketahui Tahap I?perbandingan waktu metode pelaksanaan u-ditch kantilever precast
dengan metode pelaksanaan u-ditch kantilever konvensional pada proyek East Connection
Taxiway Tahap I.
Diketahui besarnya perbandingan biaya metode pelaksanaan u-ditch kantilever precast
dengan metode pelaksanaan u-ditch kantilever konvensional pada proyek East Connection
Taxiway Tahap I
Diketahui manakah yang lebih efesien antara metode pelaksanaan u-ditch kantilever precast
dengan metode pelaksanaan u-ditch kantilever konvensional pada proyek East Connection
Taxiway Tahap I.
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir

(Sumber : Hasil olahan penulis, 2019)

II-34
Bab II Tinjauan Pustaka

2.17 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan analisis pendahuluan yang ada pada bab sebelumnya, maka dalam kajian

penelitian ini dapat dibuat sebuah hipotesa, “Pada u-ditch kantilever Proyek East

Connection Taxiway Tahap I Bandara Soekarno-Hatta, penggunaan metode

konvensional akan didapatkan waktu pelaksanaan menjadi lebih cepat dibandingkan

dengan menggunakan metode precast dan biaya dimungkinkan lebih efisien juga”.

II-35

Anda mungkin juga menyukai