Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diare

1. Pengertian Diare

Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan frekuensi

yang tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair.

(Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1999). Diare adalah kondisi dimana terjadi

frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali/hari) serta perubahan dalam

isi (lebih dari 200g/hari) dan konsistensi (feses cair). (Suzanne, 2002).

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan sejumlah tinja yang lebih

banyak dari biasanya (normal 100-200ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk

cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi

yang meningkat (Mansjoer, 2001).

Diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang

frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari),

(Dinas Kesehatan Kota Lubuk Linggau, 2007). Selain itu diare adalah penyakit

yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya ( 3 atau

lebih per hari ) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari

penderita. (Ridwan . 2007).

9
10

2. Etiologi

Bakteri penyebab diare adalah Shigella SP, Salmonella SP, E.Coli,

Enteruhemmoragic, Helicobakter jejuni, Yersinia Enterocolitica,

M.Tuberculosis, Aromonas SP, Plesiomonas SP. Protozoa penyebab diare

adalah Entemoeba Histolytica, Balantidium Coli, Virus penyebab diare

adalah cyitoraegalovirus. Dan cacing penyebab diare adalah Schisotoma SP,

Trichuris Trichura (Mansjoer, 2001).

Diare juga dapat disebabkan oleh bermacam-macam diantaranya

peradangan usus, keracunan makanan dan minuman, tidak tahan terhadap

makanan tertentu, dan karena kekurangan gizi (Dinas Kesehatan Propinsi

Sumatera Selatan, 2003).

Penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar yaitu: infeksi,

malabsorbsi, alergi, keracunan, immunodefisiensi, dan sebab-sebab lainnya.

Yang sering ditemukan dilapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan

keracunan (Dinas Kesehatan Kota Lubuklinggau, 2007).

3. Klasifikasi Diare

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya

kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan

dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.


11

b. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri

adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan

terjadinya komplikasi pada mukosa.

c. Diare persisten , yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara

terus menerus. Akibat dari diare persisten yaitu penurunan berat badan dan

gangguan metabolisme.

d. Diare dengan masalah lain

Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga

disertai dengan penyakit lain, seperti : demam, gangguan gizi atau

penyakit lainya, Tatalaksana penderita diare tersebut di atas selain

berdasarkan acuan baku tatalaksana diare juga tergantung pada penyakit

yang menyertainya (Dinas Kesehatan Kota Lubuklinggau, 2007).

4. Epidemiologi

Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada balita dari pada anak yang lebih

besar . Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak

perempuan. Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan

minuman yang tercemar atau kontak langsung dengan tinja penderita

(Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan Pemukiman, 1999). Prevalensi diare yang tinggi di negara

berkembang merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan


12

protein yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (Direktorat Jendral

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman,

1999).

Penurunan angka kejadian diare pada bayi di negara-negara maju, erat

kaitannya dengan pemberian ASI, yang sebagian disebabkan oleh kurangnya

pencemaran minum anak dan sebagian lagi karena faktor pencegahan

imunologik dari ASI (Asnil et al, 2003). Perilaku yang dapat menyebabkan

penyebaran kuman enterik dan meningkatkan resiko terjadinya diare antara lain,

tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan,

menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar,

menggunakan air minum yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja,

tidak mencuci tangan sesudah buang air besar (Direktorat Jendral

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman,

1999).

5. Patofisiologi

Proses terjadinya diare dipengaruhi dua hal pokok, yaitu konsitensi feses

dan matilitas usus, umumnya terjadi akibat pengaruh keduanya. Gangguan

proses mekanik dan enzimatik, disertai gangguan mukosa akan mempengaruhi

pertukaran air dan elektrolit, sehingga mempengaruhi konsistensi feses yang

terbentuk peristaltik saluran cerna yang teratur akan mengakibatkan proses


13

cerna secara enzimatik berjalan baik, sedangkan peningkatan matilitas berakibat

terganggunya proses cerna secara enzimatik yang akan mempengaruhi pola

defekasi (Mansjoer, 2001).

6. Manifestasi klinis

Frekuensi defekasi meningkat bersamaan dengan meningkatnya kandungan

cairan dalam feses. Pasien mengeluh karena perut distensi gemuruh usus

(borborigimus), anoreksia dan haus. Kontraksi kosmodik yang nyeri dan

peregangan yang tidak efektif pada anus (tenesmus) dapat terjadi pada setiap

defekasi. Diare dapat eksplosif atau bertahap dalam awitan. Gejala yang

berkaitan langsung dalam diare diantaranya adalah dehidrasi dan kelemahan

(Brunner dan Suddarth, 2002 ).

Mula-mula anak balita menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat,

nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare . Tinja cair,

mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah

kehijau-hijauan karena tercampur empedu, karena seringnya defekasi, anus dan

sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat banyaknya asam

laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan atau sesudah diare. (Ngastiyah, 1997,

Mansjoer et al, 2000, Asnil et al, 2003). Anak-anak yang tidak mendapatkan

perawatan yang baik selama diare akan jatuh pada keadaan-keadaan seperti
14

dehidrasi, gangguan keseimbangan asam-basa, hipoglikemia, gangguan gizi,

gangguan sirkulasi. (Asnil et al, 2003)

7. Pencegahan Diare

Tindakan dalam pencegahan diare ini antara lain dengan perbaikan keadaan

lingkungan, seperti penyediaan sumber air minum yang bersih, penggunaan

jamban, pembuangan sampah pada tempatnya, sanitasi perumahan dan

penyediaan tempat pembuangan air limbah yang layak. Perbaikan perilaku ibu

terhadap balita seperti pemberian ASI sampai anak berumur 2 tahun, perbaikan

cara menyapih, kebiasaan mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas,

membuang tinja anak pada tempat yang tepat, tepat, memberikan imunisasi

morbili (Andrianto, 2000). Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan

pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan

keadaan lingkungan sosialnya menjadi sehat ( Notoadmodjo, 2003).

B. Lingkungan

Sejak pertengahan abad ke-15 para ahli kedokteran telah menyebutkan

bahwa tingkat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut

model segitiga epidemiologi, suatu penyakit timbul akibat beroperasinya faktor

agen, host dan lingkungan. Menurut model roda timbulnya penyakit sangat

tergantung dari lingkungan (Notoadmodjo, 2003). Faktor lingkungan merupakan


15

faktor yang sangat penting terhadap timbulnya berbagai penyakit tertentu,

sehingga untuk memberantas penyakit menular diperlukan upaya perbaikan

lingkungan (Trisnanta, 2000). Melalui faktor lingkungan, seseorang yang keadaan

fisik atau daya tahannya terhadap penyakit kurang, akan mudah terserang

penyakit (Slamet, 2000). Penyakit-penyakit tersebut seperti diare, kholera,

campak, demam berdarah dengue, difteri, pertusis, malaria, influenza, hepatitis,

tifus dan lain-lain yang dapat ditelusuri determinan-determinan lingkungannya

(Noerolandra, 2000).

Masalah kesehatan lingkungan utama di negara-negara yang sedang

berkembang adalah penyediaan air minum, tempat pembuangan kotoran,

pembuangan sampah, perumahan dan pembuangan air limbah (Notoatmodjo,

2003).

1. Sumber Air

Syarat air minum ditentukan oleh syarat fisik, kimia dan bakteriologis.

Syarat fisik yakni, air tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih

dengan suhu sebaiknya di bawah suhu udara sehingga terasa nyaman. Syarat

kimia yakni, air tidak mengandung zat kimia atau mineral yang berbahaya

bagi kesehatan misalnya CO2, H2S, NH4. Syarat bakteriologis yakni, air

tidak mengandung bakteri E. coli yang melampaui batas yang ditentukan,

kurang dari 4 setiap 100 cc air.Pada prinsipnya semua air dapat diproses
16

menjadi air minum. Sumber-sumber air ini antara lain : air hujan, mata air,

air sumur dangkal, air sumur dalam, air sungai & danau.

2. Pembuangan Kotoran Manusia

Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi

oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh seperti tinja, air seni dan

CO2. Masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok

karena kotoran manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang

multikompleks. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja

manusia antara lain : tipus, diare, disentri, kolera, bermacam-macam cacing

seperti cacing gelang, kremi, tambang, pita, schistosomiasis. Syarat

pembuangan kotoran antara lain, tidak mengotori tanah permukaan, tidak

mengotori air permukaan, tidak mengotori air tanah, kotoran tidak boleh

terbuka sehingga dapat dipergunakan oleh lalat untuk bertelur atau

berkembang biak, kakus harus terlindung atau tertutup, pembuatannya

mudah dan murah (Notoatmodjo, 2003). Bangunan kakus yang memenuhi

syarat kesehatan terdiri dari : rumah kakus, lantai kakus, sebaiknya semen,

slab, closet tempat feses masuk, pit sumur penampungan feses atau cubluk,

bidang resapan, bangunan jamban ditempatkan pada lokasi yang tidak

mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau, disediakan alat pembersih

seperti air atau kertas pembersih. (Notoatmodjo, 2003).


17

3. Pembuangan Sampah

Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik

yang berasal dari rumah tangga atau hasil proses industri. Jenis- jenis

sampah antara lain, yakni sampah an-organik, adalah sampah yang

umumnya tidak dapat membusuk, misalnya: logam/besi, pecahan gelas,

plastik. Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat

membusuk, misalnya : sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan. Cara

pengolahan sampah antara lain sebagai berikut: (Notoatmodjo, 2003).

4. Perumahan

Keadaan perumahan adalah salah satu factor yang menentukan

keadaan higiene dan sanitasi lingkungan. Adapun syarat-syarat rumah yang

sehat ditinjau dari ventilasi, cahaya, luas bangunan rumah, Fasilitas-fasilitas

di dalam rumah sehat sebagai berikut : ventilasi, cahaya, luas bangunan

rumah, serta Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat harus memiliki fasilitas

seperti penyediaan air bersih yang cukup, pembuangan tinja, pembuangan

sampah, pembuangan air limbah, fasilitas dapur, ruang berkumpul keluarga,

gudang, kandang ternak (Notoatmodjo, 2003 ).


18

5. Air Limbah

Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah

tangga, industri dan pada umumnya mengandung bahan atau zat yang

membahayakan. Sesuai dengan zat yang terkandung di dalam air limbah,

maka limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan

gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain limbah

sebagai media penyebaran berbagai penyakit terutama kolera, diare, typus,

media berkembangbiaknya mikroorganisme patogen, tempat berkembang

biaknya nyamuk, menimbulkan bau, yang tidak enak serta pemandangan

yang tidak sedap, sebagai sumber pencemaran air permukaan tanah dan

lingkungan hidup lainnya, mengurangi produktivitas manusia, karena

bekerja tidak nyaman (Notoatmodjo, 2003). Usaha untuk mencegah atau

mengurangi akibat buruk tersebut diperlukan kondisi, persyaratan dan upaya

sehingga air limbah tersebut tidak mengkontaminasi sumber air minum,

tidak mencemari permukaan tanah, tidak mencemari air mandi, air sungai,

tidak dihinggapi serangga, tikus dan tidak menjadi tempat

berkembangbiaknya bibit penyakit dan vektor, tidak terbuka kena udara luar

sehingga baunya tidak mengganggu (Notoatmodjo, 2003).


19

C. Prilaku Ibu Yang Mempunyai Balita Terhadap Kejadian Diare

1. Batasan prilaku

Dari segi biologis, prilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

(mahluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis

semua mahluk hidup mulai dari tumbuh tumbuhan, binatang sampai dengan

manusia itu berprilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing.

Sehingga yang dimaksud dengan prilaku manusia pada hakekatnya adalah

tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan

yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, berkerja,

kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud prilaku (manusia) adalah semua manusia atau aktivitas

manusia, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat

diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).

Dilihat dari bentuk respon stimulasi ini maka prilaku dapat dibedakan menjadi

dua :

a. Perilaku tertutup (covert behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas

pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi

pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
20

secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu, disebut covert behaviour atau

unobservable behaviour, misalnya: seorang ibu hamil tahu pentingnya

periksa kehamilan, seorang pemuda bahwa HIV atau AIDS dapat menular

melalui hubungan seks dan sebagainya.

b. Prilaku terbuka (overt behaviour)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktik (practice) yang dengan mudah dapat diamati atau

dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut over biaviour, tindakan nyata

atau praktik (practice) misal, seorang ibu meriksa kehamilannya atau

membawa anaknya ke puskesmas untuk di imunisasi, penderita TB paru

minum obat secara teratur dan sebagainya.

2. Prilaku kesehatan.

Prilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk hidup) yang

bersangkutan. Prilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme)

terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan

ini, prilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (healh maintanance)


21

Adalah prilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga

kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh

sebab itu, prilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu :

1). Prilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit,

serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

2). Prilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.

Perlu dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif,

maka dari orang yang sehat pun perlu diupayakan mencapai tingkat

kesehatan yang seoptimal mungkin.

3). Prilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat

memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya

makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan

seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung

pada prilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

b. Prilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan

kesehatan, atau sering disebut prilaku pencarian pengobatan (healt seeking

behaviour).

Prilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang atau perilaku

ini dimulai dari mengobati sendiri (selftreatment) sampai mencari

pengobatan ke luar negeri.


22

c. Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun

sosial budaya, dan sebagainya. Sehingga lingkungan tersebut tidak

mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang

mengelolah lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatan sendiri,

keluarga, atau masyarakat. Misalnya bagaimana mengelolah pembuangan

tinja, air minum, tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan

sebagainya. Seorang ahli lain (becker, 1979) membuat klasifikasi lain

tentang perilaku kesehatan ini :

1). Prilaku hidup sehat

Adalah prilaku-prilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan

seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.

Perilaku ini mencakup antara lain:

a) Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang

disini dalam arti kualitas (mengandung zat-zat gizi yang diperlukan

tubuh), dan kuantitas dalam arti jumlahnya cukup untuk memenuhi

kebutuhan tubuh (tidak kurang, tetapi juga tidak lebih). Secara

kualitas mungkin di Indonesia dikenal dengan upaya empat sehat

lima sempurna.
23

b) Olahraga teratur, juga mencakup kualitas (gerakan) dan kuantitas

dalam arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga.

Dengan sendirinya kedua asfek ini akan tergantung dari usia, dan

status kesehatan yang bersangkutan.

c) Tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang

mengakibatkan berbagai macam penyakit. Ironisnya kebiasan

merokok ini, khususnya di Indonesia, seolah-olah sudah

membudaya. Hampir 50% penduduk Indonesia usia dewasa

merokok. Bahkan dari hasil penelitian, sekitar 15% remaja kita telah

merokok. Inilah tantang pendidikan kesehatan kita.

d) Tidak minum-minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum miras

dan mengkonsumsi narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya

lainnya), juga cendrung meningkat. Sekitar 1% penduduk Indonesia

dewasa diperkirakan sudah mempunyai kebiasaan minum miras ini.

e) Istirahat yang cukup dengan meningkatkan kebutuhan hidup akibat

tuntutan untuk penyesuaian dengan lingkungan modern,

mengharuskan orang untuk bekerja keras dan berlebihan, sehingga

waktu istirahat berkurang. Hal ini juga dapat membahayakan

kesehatan.
24

f)Mengandalikan stres. Stres akan tejadi pada siapa saja dan akibatnya

bermacam-macam bagi kesehatan. Kecendrungan stres akan

meningkat pada setiap orang. Stres tidak dapat kita hindari, yang

penting dijaga agar stres tidak menyebabkan gangguan kesehatan,

kita harus dapat mengendalikan, tahu mengelolah stres dengan

kegiatan-kegiatan yang positif.

g) Prilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya:

tidak berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks, penyesuaian

diri kita dengan lingkungan, dan sebagainya.

2). Prilaku sakit(illness behaviour)

Prilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan

penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan

gejala penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya.

3). Prilaku peran sakit(the sick role behaviour)

Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran yang

mencakup hak-hak orang sakit(right)dan kewajiban sebagai orang sakit

(obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit

sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya) yang selanjutnya

disebut prilaku peran orang sakit (the sick role). Prilaku ini meliputi :

a.Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.


25

b. Mengenal atau mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan atau

penyembuhan penyakit yang layak.

c.Mengetahui hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, memperoleh

pelayanan kesehatan dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit

(memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama kepada

dokter atau petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada

orang).

3. Domain Prilaku.

perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan

dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat

tergantung ada karakterisktik atau faktor-faktor lain dari orang yang

bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa

orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda-beda. Faktor-faktor yang

membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan

perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang

bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat

kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik,

sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini


26

sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku

seseorang.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan

totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil

bersama atau resultante antara berbagai faktor, baik faktor internal

maupun eksternal. Dengan ini perkataan lain perilaku manusia dapat

sangatlah kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas.

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi

perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga) domain, ranah atau kawasan yakni:

kognitif (cognitive), efektif (affective), psikomotor (psychomotor). Dalam

perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil

pendidikan kesehatan, yakni :

a) Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

b) Tingkat pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6


27

tingkatan.

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah, kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Contoh: dapat

menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak

balita.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Aplikasi

(aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan


28

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainnya dalam

konteks atau siatuasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan

rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian,

dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah

(problem slving cyclel) di dalam pemecahan masalah kesehatan

dari kasus yang diberikan.

3) Analisa (analysis)

Analisi adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain..

4) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang ada..

5) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.


29

Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang telah

ada.

6) Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian

reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kebidupan sehati-hari

merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus

sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan

bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk

bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap

belum merupakan suatu tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau

tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk

bereaksi terhadap ojek dilingkungan tertentu sebagai suatu

penghayatan terhadap objek.

a) Komponen Pokok Sikap

Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu

mempunyai 3 komponen pokok.


30

1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu

objek.

2) Kehiduan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

4) Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk

siap yang utuh (total attitude). Dalam penetuan sikap yang

utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi

memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya,

seorang ibu telah mendengar tentang penyakit polio

(penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya).

Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan

berusaha supaya anaknya tidak terkena polio. Dalam

berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja

sehingga ibu tersebut berniat mengimunisasikan anaknya

untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena polio. Ibu

ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa

penyakit polio.

b) Berbagai Tingkatan Sikap

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari

berbagai tingkatan.
31

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya

sikap orang terhadap gizi dan dapat dilihat dari kesediaan

dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang

gizi.

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tuas yang diberikan adalah suatu indikasi

dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab

pertanyaan sikap. Karena dengan suatu usaha untuk

menjawab perntanyaan atau mengerjakan tugas yang

diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah,

adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap

tingkat tiga.
32

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah

dipilihnya dengna segala resiko merupakan sikap paling

tinggi. Misalnya, seorang ibu mau menjadi akseptor KB,

meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang

tuannya sendiri.

c) Praktik atau Tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan

(overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu

perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu

kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Sikap

ibu yang positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi

dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai,

agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Disamping

faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari

pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orang tua atau

mertua, dan lain-lain. Praktik ini mempunyai beberapa

tingkatan.
33

1) Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik

tingkat pertama. Misalnya, seorang ibu dapat memilih

makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.

2) Respons terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan ynag benar

dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator

praktik tingkat dua. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan

benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan

kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah

dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut.

Anda mungkin juga menyukai