Disusun Oleh:
Nama : Budi Ayu Mira Dewi
NIM. : C2220103
1
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan Oleh :
Mengetahui,
STIKES Bina Usada Bali
Profesi Ners
Ketua Preseptor Akademik
Ns. I Putu Artha Wijaya, S.Kep., M.Kep. Ns. I Made Dwie Pradnya Susila, S.Kep., M.Kes.
NIK. 11.01.0045 NIK. 12.10.0059
LAPORAN PENDAHULUAN
1. KONSEP DASAR
A. Anatomi Fisiologi
1. Otak
dan glukosa otak relatif konstan, hal ini disebabkan oleh metabolisme otak
yang merupakan proses yang terus menerus tanpa periode istirahat yang
berarti. Bila kadar oksigen dan glukosa kurang dalam jaringan otak maka
1
metabolisme menjadi terganggu dan jaringan saraf akan mengalami
disebut korteks cerebri dan sub korteks yang disebut struktural subkortikal.
2
(Syaifudin, 2010).
cerebri terbagi hemisper kanan dan kiri. Hemisper kanan dan kiri ini
cerebri dibagi menjadi lobus-lobus yang diberi nama sesuai dengan tulang
diatasnya, yaitu:
frontalis.
parietalis.
occipitalis.
temporalis.
(Syaifudin, 2010).
150 gr atau 88% dari berat batang otak seluruhnya. Cerebellum dapat
3
dibagi menjadi hemisper cerebelli kanan dan kiri yang dipisahkan oleh
(Syaifudin, 2010).
2. Medula Spinalis
segmennya terdiri dari satu pasang saraf spinal. Dari medulla spinallis
bagian lumbal 5 pasang dan dari bagian sakral 5 pasang serta dari coxigeus
keluar 1 pasang saraf spinalis. Seperti halnya otak, medula spinalis pun
4
mengelilingi canalis centralis sehingga membentuk columna dorsalis,
yang membawa impuls sensorik dari sistem saraf tepi (SST) menuju sistem
saraf pusat (SSP) dan impuls motorik sistem saraf pusat (SSP) menuju
terdapat jaras saraf yang berjalan dari medula spinalis menuju otak yang
disebut jaras acenden dan dari otak menuju medula spinalis yang disebut
berfungsi membawa impuls sensorik dari sistem tepi saraf tepi otak ke
otak dan impuls motorik dari otak ke saraf tepi. Substansi grissea berfungsi
(Syaifudin, 2010).
tubuh sisi kiri akan dihantarkan ke otak sisi kanan dan sebaliknya.
Demikian juga dengan impuls motorik. Seluruh impuls motorik dari otak
5
yang dihantarkan ke saraf tepi melalui medula spinalis akan menyilang
(Syaifudin, 2010).
berasal dari korteks serebri atau batang otak yang seluruhnya (dengan serat
(LMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari sistem saraf pusat
tetapi serat-serat sarafnya keluar dari sistem saraf pusat dan membentuk
sistem saraf tepi dan berakhir di otot rangka. Gangguan fungsi UMN
berjalan pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini tiba di medulla
Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah
6
grisea medula spinalis. Refleks adalah jawaban individu terhadap rangsang
a. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu di kornu motorik atau kornu
ventralis.
cerebellum.
d. Eferen : sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel
efektor. Bila sel efektornya berupa otot, maka eferen disebut juga
7
neuron motorik (sel saraf/penggerak).
jawaban refleks. Dapat berupa sel otot (otot jantung, otot polos atau
(Syaifudin, 2010)
e. Saraf eferen viseral disebut juga sistem saraf otonom. Sistem saraf tepi
(Pearce, 2014)
8
B. Definisi
muatan hipersinkron abnormal dari suatu kumpulan neuron SPP. Kejang demam
adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 380C, yang disebabkan
oleh suatu proses ekstrakranium, biasanya terjadi usia 3 bulan - 5 tahun. Kejang
demam tidak selalu diawali anak harus mengalami peningkatan suhu seperti di
atas, kadang dengan suhu yang tidak terlalu tinggi anak sudah kejang. Kejang
demam adalah kejang yang terjadi pada saat bayi atau anak mengalami demam
Kejang demam banyak di alami bayi hingga anak balita, kejang demam
terjadi ketika anak mengalami peningkatan suhu tubuh hingga melewati ambang
batas (>390C). Kejang demam pada dasarnya bersifat lokal dan tidak
dapat menyebabkan gangguan serius pada otak anak hingga anak mengalami
Kejang demam adalah bangkitan yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh,
suhu rektum (dubur) di atas 380C. Kejang yang berhubungan dengan kejang
(suhu di atas 38,50C per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau
ganguan elektrolit akut. Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas atas 380C)
9
yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan
neurologis yang paling dijumpai pada anak. Pada percobaan binatang suhu yang
adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu lebih dari 380C yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium dan sering dijumpai pada anak usia
dibawah 5 tahun.
C. Epidemiologi
kejang demam sebelum umur 5 tahun. Kejang demam banyak mengenai anak usi
3 bulan - 5 tahun dan terbanyak umur 14 – 18 bulan. Kejang demam terjadi lebih
dari 90% pada anak usia di bawah 5 tahun. Hampir 5% anak berumur di bawah
Prevalensi kejang demam di Eropa dan Amerika Serikat terjadi 2 – 5%. Kejang
demam di asia nilainya cukup tinggi, sekitar 20% meningkat 2 kali lipat dari
10
khususnya kota Tegal, Jawa Tengah tercatat 6 balita meninggal, dari jumlah
0,64% - 0,75%.
D. Etiologi
infeksi saluran kemih (Lestari, 2016). Kejang terjadi akibat lepas muatan
paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah
terpicu sehingga mengganggu fungsi normal otak dan juga dapat terjadi karena
keseimbangan asam basa atau elektrolit yang terganggu. Kejang itu sendiri dapat
(Lestari, 2016).
yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Umumnya berlangsung singkat
dan mungkin terdapat presdiposisi familial, dan beberapa kejadian kejang dapat
berlanjut melewati masa anak-anak dan mungkin dapat mengalami kejang non
11
Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak spesifik
dan timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demamnya yang terjadi.
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang
tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat
misalnya tonsilitis, ostitis media akut, bronkitis (Judha & Rahil, 2011). Kondisi
yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain infeksi yang mengenai
jaringan ekstrakranial sperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Lestari, 2016).
penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan
atas, dan otitis media akut adalah penyebab kejang demam yang paling sering
(Lestari, 2016).
Profesional) :
berulang.
12
4. Lamanya demam sebelum kejang, semakin pendek jarak antara
demam berulang.
environment.
1. Host
lain :
a. Umur
yang berusia <2 tahun mempunyai risiko 3,4 kali lebih besar
demam paling banyak terjadi pada usia dua tahun pertama (13-24
b. Jenis Kelamin
13
1,2 : 1, dimana anak laki-laki 128 orang (54,2%) dan anak
14
konsisten dengan penurunan berat badan ketika lahir. Bayi yang
lahir dengan berat badan <2500 gram 1,5 kali berisiko untuk
badan 2500-2999 gram risikonya 1,3 kali, bayi yang lahir dengan
yang lahir dengan berat badan 3500-3999 gram dan >3999 gram
2. Agent
tubuh di atas normal (demam). Tinggi suhu tubuh pada saat timbul
yang mengalami kejang pada suhu >38,5oC ada 39,1%. Demam yang
15
menderita kejang demam, demamnya paling banyak disebabkan oleh
3. Environment
yang cepat. Pemaparan agent penyakit juga dapat terjadi pada saat
16
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam antara lain:
dapat kita jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang demam.
3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot
rahang saja).
kelainan.
17
atau lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan.
klonik, fokal atau kinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik
atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf (Judha & Rahil, 2011).
F. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainya kecuali ion klorida. Akibatnya
konsentrasi ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah,
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis
dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel (Judha & Rahil, 2011).
18
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan
sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi
difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat
yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
19
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis
media akut, bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat toksik.
suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain
seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot (Judha & Rahil,
2011).
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang lain akan
natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa
inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat
sehingga anak berisiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh
20
G. Pathway
Etiologi
Demam
Hipertermia
Demam Metabolisme Kerusakan
meningkat meningkat neuron otak
Termoregulasi
tidak efektif
Perfusi jaringan
Syok Hipotensi
serebral tidak efektif
Risiko cedera Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
21
H. Klasifikasi
tahun.
abnormalitas perkembangan.
(Nabiel, 2014).
ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme
22
I. Gejala Klinis
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial.
(Nabiel, 2014).
J. Komplikasi
1. Epilepsi
23
terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang
yang terjadi pada epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang
(MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang
3. Retardasi mental
4. Aspirasi
5. Asfiksia
Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secra spontan atau
teratur.
K. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
meliputi :
1. Darah
24
(N<200mq/dl).
predisposisi kejang.
3. X Ray : untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.
4. Tansiluminasi : suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbaik (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
5. EEG : teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang
25
L. Penatalaksanaan
1) 5 mg untuk anak < 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak > 3
tahun.
kg.
kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang, diazepam tidak
26
2. Setelah kejang berhenti
a) Antipirentik
kali atau tiap 6 jam. Berikan dosis rendah dan pertimbangan efek
b) Antikonvulsan
1) Berikan diazepam oral dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada
27
3) Kejang fokal.
1) Pengertian Pertumbuhan
tubuh dan juga karena bertambah besarnya sel yang berarti ada
dengan masa setelah lahir, yaitu merupakan 50% dari total panjang badan.
28
Selanjutnya, pertumbuhan bagian bawah akan bertambah secara teratur.
yang terlihat pada proporsi fisik atau organ manusia yang muncul mulai
dari masa konsepsi sampai dewasa, terdapat ciri baru yang secara
29
perlahan mengikuti proses kematangan seperti adanya rambut pada
daerah aksila, pubis atau dada, hilangnya ciri-ciri lama yang ada selama
yang normal dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku
b) Faktor Eksternal
30
B. Konsep Perkembangan Usia
1) Pengertian Perkembangan
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat
2) Prinsip Perkembangan
31
d) Anak sudah dapat berdiri dapat diperkirakan ia akan segera berjalan.
makan.
f) Ada anak usia 12 bulan sudah dapat berjalan tapi anak yang lainnya
pengalaman (experience).
kematangan.
(Lestari, 2016).
3) Tahap-Tahap Perkembangan
32
Sekalipun perkembangan itu dibagi-bagi ke dalam masa-masa
kasar, seperti menunjang berat tubuh di atas kaki, dan keahlian motorik
halus seperti gerakan halus yang dilakukan oleh tangan dan jari.
mengucapkan kalimat satu kata, 300 kata dalam usia 2 tahun, sekitar
usia 4-5 tahun dapat menguasai bahasa ibu serta memiliki sifat
membentuk diri anak pada usia ini belajar sambil bermain karena
33
b) Anak usia 7-14 tahun
Pada usia ini anak mulai menginjak usia remaja yang memiliki
rentang masa dari usia 14/15 tahun hingga usia 21/22 tahun. Pada
usia ini anak berada pada masa transisi sehingga menyebabkan anak
keras dan mereka dihadapkan pada masa krisis kedua yaitu masa
(Lestari, 2016).
4) Aspek-Aspek Perkembangan
a) Perkembangan Fisik
34
motorik terdiri dari dua macam, yaitu perkembangan motorik kasar
krayon.
d) Perkembangan Kognitif
masalah.
35
e) Perkembangan Bahasa
ada pada diri sendiri, seperti perasaan senang ataupun sedih, apa yang
(Lestari, 2016).
a) Faktor internal
- Intelegensi
- Seks/jenis kelamin
- Kebangsaan (ras)
b) Faktor eksternal
36
- Makanan
- Budaya.
(Lestari, 2016).
1) Pengertian
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit
dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha
untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit,
sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap
37
2) Dampak Hospitalisasi
banyaknya faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga
psikologis anak akan merasakan perubahan perilaku dari orang tua yang
reaksi anak terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai dengan
38
a) Masa Bayi (0 sampai 1 tahun)
39
terjadi akibat dirawat di rumah sakit karena adanya pembatasan
aktivitas.
(Lestari, 2016).
pada anak.
psikologis).
(Lestari, 2016).
40
5. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
1) Data Subyektif
a. Biodata/Identitas
Biodata anak yang mencakup nama, jenis kelamin. Biodata orang tua
b. Riwayat penyakit
ditanyakan:
kejang.
d) Lama serangan
41
dan berapa frekuensi kejang pertahun. Prognosa makin
42
c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
asfiksia dan lain lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas,
d. Riwayat Imunisasi
e. Riwayat Perkembangan
dengan lingkungannya.
43
3) Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan
sikap tubuh.
lainya.
g. Riwayat Sosial
44
b) Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita,
pertolongan pertama.
2) Pola nutrisi
b) Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak disukai anak.
3) Pola eliminasi
saat kencing.
sebayanya.
45
b) Berkumpul dengan keluarga berapa jam.
2) Data Obyektif
a. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
2) Rambut
46
3) Muka/Wajah
ke sisi.
4) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk periksa pupil dan
5) Telinga
6) Hidung
7) Mulut
a) Adakah sianosis
c) Adakah stomatitis
47
8) Tenggorokan
9) Leher
10) Thorax
intercostal.
takikardi?
11) Abdomen
12) Kulit
48
c) Bagaimana keadaan turgor kulit?
13) Ekstremitas
terjadi kejang?
14) Genetalia
tanda-tanda infeksi.
B. Diagnosa Keperawatan
pada hipotalamus.
darah ke otak.
berlebih.
5. Resiko cidera.
49
C. Rencana Keperawatan
a. Batasan karakteristik
normal.
c. NOC: Termoregulation
Kriteria hasil:
Intervensi:
50
5) Monitor tanda-tanda hipertemi dan hipotermi
darah ke otak.
a. Batasan Karakteristik
Kriteria hasil:
51
1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, respirasi rate.
berlebih.
a. Batasan karakteristik
nafas.
Kriteria Hasil:
52
1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih.
jalan napas.
Intervensi:
a. Batasan karakteristik
informasi.
53
c. NOC: Knowledge ; diease proses
Kriteria hasil:
benar.
Intervensi:
5. Resiko cidera
54
b. NOC: Pengendalian Resiko
Kriteria hasil:
Intervensi:
potensial jatuh.
dengan ambulasi.
bergerak.
b. Kriteria hasil :
55
3) Kesadaran kompos mentis.
c. Intervensi :
menyerap keringat.
D. Implementasi
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dibuat sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil serta
56
DAFTAR PUSTAKA
Garna & Nataprawira. (2010). Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.
Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran RS. Hasan Sadikin.
Sue Moorhead, PhD, RN Marion Johnson, PhD, R., & Meridean L. Maas, PhD, R.
(2013). Nursing Outcomes Classification (NOC),5th Edititon. In ELSEVIER.
Swasanti, N. & Putra, Satria. (2013). Pertolongan Pertama pada Anak Sakit.
Yogyakarta : Ar-Ruzz Media Group.
57