Anda di halaman 1dari 26

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2020


UNIVERSITAS HASANUDDIN

KERATITIS

DISUSUN OLEH :
Chairunissa Isfadina - C014182212

RESIDEN PEMBIMBING :
dr. Melliana Lay

SUPERVISOR PEMBIMBING :
dr. Ririn Nislawati, Sp.M, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Chairunissa Isfadina - C014182212


Judul Referat : Keratitis

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian departemen Ilmu
Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Juli 2020

Supervisior Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Ririn Nislawati, Sp.M, M.Kes dr. Meiliana Lay


DAFTAR ISI

KERATITIS.............................................................................................................................1

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB 1........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.....................................................................................................................4

BAB 2........................................................................................................................................5

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................5

1.1 ANATOMI & FISIOLOGI KORNEA...................................................................5

1.2 DEFINISI..................................................................................................................8

1.3 EPIDEMIOLOGI.....................................................................................................8

1.4 KLASIFIKASI KERATITIS..................................................................................9

1.5 PATOFISOLOGI.....................................................................................................9

1.6 KERATITIS INFEKSI..........................................................................................10


1.6.1 KERATITIS FUNGAL/JAMUR.........................................................................10
1.6.2 KERATITIS BAKTERI.......................................................................................14
1.6.3 KERATITIS VIRUS............................................................................................16
1.6.4 KERATITIS PROTOZOA (ACANTHAMOEBA).............................................19

1.7 KERATITIS NON-INFEKSI................................................................................21


1.7.1 VERNAL KERATITIS........................................................................................21
1.7.2 EXPOSURE KERATITIS...................................................................................22

BAB 3......................................................................................................................................24

KESIMPULAN.......................................................................................................................24
BAB 1

PENDAHULUAN

Kornea adalah struktur kompleks yang juga memiliki peran protektif, bertanggung
jawab untuk sekitar tiga perempat dari kekuatan optik mata. Kornea normal bebas dari
pembuluh darah; nutrisi dipasok dan produk metabolisme dihilangkan terutama melalui
aqueous humor posterior dan air mata anterior.1 Kornea adalah struktur transparan, avaskular,
seperti kaca. Ini membentuk anterior seperenam dari lapisan fibrosa luar bola mata. Dua
fungsi fisiologis utama kornea adalah (i) untuk bertindak sebagai media pembiasan utama;
dan (ii) untuk melindungi konten intraocular.
Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina. Kornea merupakan media refraksi terbesar yang
dalam pembiasan sinar, oleh karena itu kornea harus tetap jernih dan permukaannya rata agar
tidak menghalangi proses tersebut. Kelainan yang bisa merusak bentuk dan kejernihan kornea
dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya di sentral
(daerah pupil), bila kelainan ini tidak diobati maka dapat terjadi kebutaan.
Ulkus kornea dapat didefinisikan sebagai pemutusan pada permukaan epitel normal
kornea yang berhubungan dengan nekrosis jaringan kornea di sekitarnya. Secara patologis
ditandai oleh edema, infiltrasi seluler dan kongesti silia. 2 Keratitis adalah peradangan kornea,
yang memiliki etiologi infeksi dan non-infeksius, di antaranya infeksi lebih sering terjadi.
Keratitis non-infeksi dapat disebabkan oleh cedera ringan, lamanya penggunaan kontak lensa,
respons hipersensitivitas, kondisi atopik, atau beberapa gangguan autoimun. Keratitis infektif
adalah infeksi kornea, yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus atau protozoa, jika tidak
segera diobati dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen.
Keratitis akan memberikan gejala mata merah, rasa silau dan merasa kelilipan. Gejala
khususnya tergantung dari jenis-jenis keratitis yang diderita oleh pasien. Gambaran klinik
masing-masing keratitis berbeda-beda tergantung dari jenis penyebab dan tingkat kedalaman
yang terjadi di kornea, jika keratitis tidak ditangani dengan benar maka penyakit ini akan
berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat merusak kornea secara permanen sehingga akan
menyebabkan gangguan penglihatan.3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 ANATOMI & FISIOLOGI KORNEA


Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina. Kornea merupakan media refraksi terbesar
yang dalam pembiasan sinar, oleh karena itu kornea harus tetap jernih dan permukaannya
rata agar tidak menghalangi proses tersebut. Kelainan yang bisa merusak bentuk dan
kejernihan kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat, terutama bila
letaknya di sentral (daerah pupil). Kornea adalah struktur transparan, avaskular, seperti
kaca. Ukuran dari kornea adalah sebagai berikut:

• Permukaan kornea anterior berbentuk elips diameter horizontal rata-rata 11,7 mm dan
diameter vertikal 11 mm.
• Permukaan kornea posterior berbentuk lingkaran dengan diameter rata-rata 11,5 mm.
• Ketebalan kornea di bagian tengah sekitar 0,52 mm sementara di pinggirannya 0,7
mm.
• Radius lengkungan. Bagian tengah 5 mm dari kornea membentuk permukaan
pembiasan mata yang kuat. Radius lengkungan anterior dan posterior dari bagian
tengah kornea ini adalah masing-masing 7,8 mm dan 6,5 mm.
• Daya bias kornea adalah sekitar 45 dioptres, yang kira-kira tiga perempat dari total
kekuatan bias mata (60 dioptres).

Gambar 1. Anatomi Mata


Secara histologis, kornea terdiri dari lima lapisan berbeda. Dari anterior ke posterior
adalah: epitel, membran Bowman, substantia propria (corneal stroma), membran
Descemet dan endothelium;

1. Epitelium. Ini adalah tipe skuamosa bertingkat dan berlanjut dengan epitel bulbar
konjungtiva di limbus. Ini terdiri dari 5-6 lapisan sel. Lapisan terdalam (basal) terdiri
dari sel-sel kolumnar, 2-3 lapis sel sayap atau payung dan dua lapisan paling dangkal
adalah flattened cell.
2. Membran Bowman. Lapisan ini terdiri dari massa aselular dari fibril kolagen yang
terkondensasi. Ketebalannya sekitar 12 μm dan mengikat stroma kornea anterior
dengan membran basal epitel. Ini bukan membran elastis sejati tetapi hanya bagian
dangkal yang terkondensasi dari stroma. Lapisan ini menunjukkan resistensi yang
cukup terhadap infeksi. Tapi sekali dihancurkan, tidak bisa regenerasi kembali.
3. Stroma (substantia propria). Lapisan ini memiliki ketebalan sekitar 0,5 mm dan
merupakan bagian paling besar di kornea (90% dari total ketebalan). Terdiri dari
kolagen fibril (lamellae) yang tertanam dalam matriks dan terhidrasi oleh
proteoglikan. Lamella disusun dalam banyak lapisan. Pada setiap lapisan mereka tidak
hanya sejajar satu sama lain tetapi juga dengan bidang kornea dan menjadi kontinu
dengan lamella scleral di limbus. Lapisan lamella yang bergantian berada pada sudut
yang benar satu sama lain. Di antara lamellae terdapat keratosit, mengembara
makrofag, histiosit dan beberapa leukosit.
4. Membran Descemet (lamina elastis posterior). Membran Descemet adalah lapisan
homogen yang kuat yang mengikat stroma di posterior. Lapisan ini sangat tahan
terhadap zat kimia, trauma dan patologis proses. Karena itu, 'Descemetocele' dapat
menjaga integritas bola mata untuk waktu yang lama. Membran Descemet terdiri dari
kolagen dan glikoprotein. Tidak seperti membran Bowman, ia dapat beregenerasi.
Biasanya itu tetap dalam keadaan tegang dan ketika robek itu melengkung ke dalam
pada dirinya sendiri. Di bagian pinggir tampaknya berakhir pada batas anterior mesh
trabecular sebagai garis Schwalbe (cincin).
5. Endotelium. Ini terdiri dari satu lapisan datar sel-sel poligon (terutama heksagonal)
yang pada biomicroscopy slit lamp muncul sebagai gambaran mosaik. Kepadatan sel
endotelium adalah sekitar 3000 sel/mm2 pada orang dewasa muda, yang menurun
dengan bertambahnya usia. Ada cadangan fungsional yang cukup besar untuk
endotelium. Oleh karena itu, dekompensasi kornea terjadi hanya setelah lebih dari 75
persen sel hilang. Sel-sel endotel mengandung mekanisme 'pompa aktif'.

Gambar 2. Lapisan Mata

Kornea adalah struktur avaskular. Loop kecil yang berasal dari pembuluh ciliaris
anterior menginvasi pinggirannya sekitar 1 mm. Sebenarnya loop ini bukan di kornea
tetapi di jaringan subconjunctival yang tumpang tindih dengan kornea.
Kornea dipasok oleh saraf ciliary anterior yang merupakan cabang dari divisi
oftalmikus dari saraf kranial ke-5. Setelah berjalan pada kornea sekitar 2 mm, saraf
kehilangan selubung mielinnya dan membelah secara dikotomi dan membentuk tiga
pleksus - stroma, subepitel, dan intraepitel.
Dua fungsi fisiologis utama kornea adalah (i) untuk bertindak sebagai media
pembiasan utama; dan (ii) untuk melindungi konten intraokular. Kornea memenuhi tugas-
tugas ini dengan mempertahankan transparansi dan penggantian jaringannya.
Transparansi kornea adalah hasil dari:

• Susunan lamella kornea (teori kisi dari Maurice),


• Avaskulitas, dan
• Keadaan relatif dehidrasi, yang dipertahankan oleh efek pelindung epitel dan
endotelium dan pompa bikarbonat aktif endotelium. Untuk proses ini, kornea
membutuhkan energi.
Sumber nutrisi kornea, berasal dari:
1. Solut (glukosa dan lainnya) memasuki kornea dengan difusi sederhana atau
transpor aktif melalui aqueous humor dan oleh difusi dari kapiler perilimbal.
2. Oksigen berasal langsung dari udara melalui film air mata. Ini adalah proses aktif
yang dilakukan oleh epitel.

Lapisan kornea yang paling aktif dalam proses metabolisme adalah epitel dan
endotelium, yang terbentuk 10 kali lebih tebal daripada yang terakhir dan membutuhkan
pasokan substrat metabolik yang lebih besar secara proporsional. Seperti jaringan lain,
epitel dapat memetabolisme glukosa secara aerobik dan anaerobik menjadi
karbondioksida, air dan asam laktat. Jadi, dalam kondisi anaerobik asam laktat
menumpuk di kornea.2

1.2 DEFINISI
Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea. Peradangan
tersebut dapat terjadi di epitel, membran Bowman, stroma, membran Descemet, ataupun
endotel. Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu lapisan kornea. Pola keratitis
dapat dibagi menurut distribusi, kedalaman, lokasi, dan bentuk. Berdasarkan
distribusinya, keratitis dibagi menjadi keratitis difus, fokal, atau multifokal. Berdasarkan
kedalamannya, keratitis dibagi menjadi epitelial, subepitelialm stromal, atau endotelial.
Lokasi keratitis dapat berada di bagian sentral atau perifer kornea, sedangkan berdasarkan
bentuknya terdapat keratitis dendritik, disciform, dan bentuk lainnya.

1.3 EPIDEMIOLOGI
Penyakit kornea tetap menjadi penyebab utama kebutaan monokuler di seluruh dunia,
terutama yang mempengaruhi populasi yang terpinggirkan. Kekeruhan kornea, yang
sebagian besar disebabkan oleh keratitis infeksius, adalah penyebab utama keempat
kebutaan secara global dan bertanggung jawab atas 10% gangguan penglihatan yang
dapat dihindari di negara-negara yang paling tidak berkembang di dunia. Sekitar 2 juta
orang mengalami ulserasi kornea setiap tahun di India. Di Amerika Serikat, keratitis
infeksius sering dikaitkan dengan pemakaian kontak lensa, tetapi di negara-negara
berkembang lebih sering disebabkan oleh trauma okular yang berlangsung selama
pekerjaan pertanian.4
1.4 KLASIFIKASI KERATITIS
Sulit untuk mengklasifikasikan dan menetapkan kelompok untuk masing-masing dan
setiap kasus keratitis; karena temuan yang tumpang tindih atau bersamaan, cenderung
mengaburkan gambar. Namun, klasifikasi topografi dan etiologi yang disederhanakan
berikut ini memberikan pengetahuan yang bisa diterapkan.
Keratitis berdasarkan klasifikasi topografi (morfologi) dapat dibedakan atas dua jenis
yaitu Ulcerative keratitis (corneal ulcer) dan Non-ulcerative keratitis. Ulcerative
Keratitis dapat diklasifikan lagi menjadi beberapa variasi yaitu:
 Berdasarkan lokasi  central corneal ulcer, peripheral corneal ulcer
 Berdasarkan purulensi  purulent atau supuratif ulserasi korneal, atau non-
purulen
 Berdasarkan hubungan dengan hipopion  simple atau ulserasi kornea dengan
hipopion.

Untuk non-ulcerative keratitis, juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kedalaman


dari ulserasinya, yaitu superficial keratitis, dan deep keratitis.2
Sedangkan, untuk klasifkasi keratitis berdasarkan etiologinya, dapat dibedakan
menjadi infeksi dan non-infeksius, di antaranya infeksi lebih sering terjadi. Keratitis non-
infeksi dapat disebabkan oleh cedera ringan, memperpanjang penggunaan lensa kontak,
respons hipersensitivitas, kondisi atopik, atau beberapa gangguan autoimun. Keratitis
infektif adalah infeksi kornea, yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus atau protozoa,
jika tidak segera diobati dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen.keratitis
infeksi dan non-infeksi.

1.5 PATOFISOLOGI
Mata yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagai pertahanan
imunologik yang alamiah. Pada proses radang, mula-mula pembuluh darah mengalami
dilatasi, kemudian terjadi kebocoran serum dan elemen darah yang meningkat dan masuk
ke dalam ruang ekstraseluler. Elemen-elemen darah makrofag, leukosit polimorf nuklear,
limfosit, protein C-reaktif imunoglobulin pada permukaan jaringan yang utuh membentuk
garis pertahanan yang pertama. Karena tidak mengandung vaskularisasi, mekanisme
kornea dimodifikasi oleh pengenalan antigen yang lemah, sehingga sel-sel proinflamasi
tersebut dapat merusak kornea.
Rangsangan untuk vaskularisasi timbul oleh adanya jaringan nekrosis yang dapat
dipengaruhi adanya toksin, protease atau mikroorganisme. Secara normal kornea yang
avaskuler tidak mempunyai pembuluh limfe. Bila terjadi vaskularisasi terjadi juga
pertumbuhan pembuluh limfe dilapisi sel. Sehingga kornea yang seharusnya avaskuler
menjadi tervaskularisasi dan menyebabkan kornea tidak jernih serta menggangu dalam
pembiasan cahaya.
Rasa sakit dan sensasi seperti adanya benda asing pada mata terjadi karena efek
mekanis dari kelopak dan efek kimia dari racun pada ujung saraf yang terbuka. Berair
pada mata terjadi karena refleks hiperlakrimasi. Photophobia, yaitu, intoleransi pada
cahaya hasil dari stimulasi ujung saraf. Penglihatan kabur hasil dari kabut atau kekeruhan
pada kornea. Kemerahan mata terjadi karena adanya kongesti pada pembuluh darah
circumcorneal.2

1.6 KERATITIS INFEKSI


Keratitis infektif adalah infeksi kornea, yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus
atau protozoa. Berikut penjabarannya;

1.6.1 KERATITIS FUNGAL/JAMUR


Keratitis jamur atau keratomikosis adalah infeksi jamur pada kornea yang
terutama mempengaruhi epitel dan stroma kornea, meskipun endotelium dan ruang
anterior mata mungkin terlibat dalam infeksi yang lebih parah.3 Keratitis infektif yang
disebabkan oleh jamur merupakan diagnosis terbanyak pada negara India, sedangkan
data prevalensi di Indonesia belum tersedia. Jamur terkadang merupakan flora normal
eksternal di mata karena berhasil diisolasi dari sakus konjungtiva pada 3-28% mata
normal.14 Pada mata yang mengalami penyakit, angka isolasi jamur dapat mencapai
17-37%.
 Etiologi
Jamur yang umumnya terdapat pada mata normal adalah Aspergillus spp.,
Rhodotorula spp., Candida spp., Penicillium spp., Cladosporium spp., dan
Alternaria spp. Insidensi keratomikosis di Amerika Serikat adalah 6-20% dan
umumnya terjadi di daerah pedesaan. Aspergillus spp. merupakan penyebab
terbanyak keratitis yang timbul di seluruh dunia.14 Candida spp. dan Aspergillus
spp. adalah penyebab keratitis jamur terbanyak di Amerika Serikat.14 Tanda dan
gejala Fusarium spp. dilaporkan sebagai penyebab keratitis jamur di Afrika, India,
China dan Jepang. Isolat terbanyak di negara India adalah Aspergillus spp.,
Penicillium spp., dan Fusarium spp. Identifikasi jamur yang akurat sangat penting
untuk pencegahan paparan di masa yang akan datang dan penentuan modalitas
terapi terbaik

 Faktor Risiko
Faktor risiko utama untuk keratitis jamur adalah trauma okular. Faktor risiko
lain untuk keratitis jamur adalah penggunakan kortikosteroid. Steroid dapat
mengaktivasi dan meningkatkan virulensi jamur, baik melalui penggunaan
sistemik maupun topikal. Faktor risiko lainnya adalah konjungtivitis vernal atau
alergika, bedah refraktif insisional, ulkus kornea neurotrofik yang disebabkan oleh
virus varicellazoster atau herpes simpleks, keratoplasti, dan transplantasi membran
amnion.
Faktor predisposisi keratitis jamur untuk pasien keratoplasti adalah masalah
jahitan, penggunaan steroid topikal dan antibiotik, penggunaan lensa kontak,
kegagalan graft, dan defek epitel persisten. Trauma umumnya terjadi di
lingkungan luar rumah dan melibatkan tumbuhan. Pada tahun 2009 terjadi
peningkatan insiden keratitis jamur yang disebabkan oleh Fusarium spp. pada
pengguna lensa kontak yang dikaitkan dengan larutan pembersih ReNu with
MoistureLoc. Median usia pasien adalah 41 tahun dan 94% menggunakan lensa
kontak soft. Pada pemeriksaan pabrik, gudang, filtrat larutan maupun botol Renu
yang belum dibuka tidak ditemukan kontaminasi oleh jamur. Penyebab yang
paling mungkin adalah hilangnya aktivitas fungistatik akibat peningkatan suhu
yang berkepanjangan. Sejak ditarik dari peredaran pada tahun 2006, angka
keratitis jamur telah kembali menurun. Selain Fusarium, jamur lain yang juga
dihubungkan dengan penggunaan lensa kontak adalah Acremonium,Alternaria,
Aspergillus, Candida, Collectotrichum, and Curvularia. Jamur dapat tumbuh di
dalam matriks lensa kontak soft.1,2
Penyakit sistemik juga merupakan faktor risiko bagi terjadinya keratitis jamur,
terutama yang berkaitan dengan imunosupresi. Suatu penelitian mencatat angka
insidensi diabetes mellitus sebesar 12% pada sekelompok penderita keratitis
jamur. Pasien yang menderita penyakit kronik dan menjalani perawatan rawat
inap intensif juga memiliki predisposisi untuk terjadinya keratitis jamur, terutama
Candida spp. Pada suatu penelitian di Afrika ditemukan bahwa pasien yang
positif-HIV memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menderita keratitis
jamur dibandingkan pasien yang HIv-negatif. Hal ini juga ditemukan pada pasien
penderita kusta. Keratitis jamur pada anak jarang dijumpai pada penelitian di luar
negeri. Biasanya penyakit ini ditemukan setelah terjadi trauma organik pada mata.
Pada suatu penelitian, keratitis jamur pada anak memiliki prevalensi 18% dari
seluruh keratitis anak yang dikultur. Anamnesis sulit digali pada sebagian besar
kasus, oleh karena itu seluruh kasus dengan kecurigaan keratitis harus menjalani
pemeriksaan kultur jamur.
 Patologi
Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamella kornea.Mungkin
ada nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan edema serat kolagen
dan keratosit. Reaksi inflamasi yang menyertai kurang terlihat daripada keratitis
bakterialis. Abses cincin steril mungkin ada yang terpisah pusat ulkus. Mikroabses
yang multipel dapat mengelilingi lesi utama. Hifa berpotensi masuk ke membran
descemet yang intak dan menyebar ke kamera okuli anterior.
 Manifestasi Klinis
Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur
dalam bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut.
Agen-agen ini dapat menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut
, respon antigenik dengan formasi cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat.

Gambar 3. Keratitis Jamur


Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan
infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang
tidak meradang tampak elevasi keatas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan
lesi utama dan berhubungan dengan mikroabses stroma. Plak endotel dapat
terlihat paralel terhadap ulkus. Cincin imun dapat mengelilingi lesi utama, yang
merupakan reaksi antara antigen jamur dan respon antibodi tubuh. Sebagai
tambahan, hipopion dan sekret yang purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi
konjungtiva dan kamera okuli anterior dapat cukup parah. Untuk menegakkan
diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut :

- Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama


- Lesi satelit
- Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti
hifa di bawah endotel utuh
- Plak endotel
- Hypopyon, kadang-kadang rekuren
- Formasi cincin sekeliling ulku
- Lesi kornea yang indolen

 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan kornea
(sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan
biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH +
Tinta India. Biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff atau
Methenamine Silver.
 Terapi
Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi:
 Polyenes termasuk natamycin, nistatin, dan amfoterisin B.
 Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole, Miconazole,
flukonazol, itraconazole, econazole, dan clotrimazole.

 Prognosis
Prognosis keratitis jamur bervariasi sesuai dengan kedalaman dan ukuran lesi
serta organisme penyebab. Infeksi superfisial yang kecil umumnya memiliki
respon yang baik terhadap terapi topikal. Infeksi stroma yang dalam atau dengan
keterlibatan sklera maupun intraokular lebih sulit untuk ditangani. Suatu
penelitian intervensional prospektif mengevaluasi terapi natamisin topikal pada
115 pasien keratitis jamur. Pada penelitian tersebut, 52 pasien mengalami
keberhasilan terapi, 27 menderita ulkus yang pulih walaupun lambat, dan 36
mengalami kegagalan terapi. Analisis multivariat memperlihatkan bahwa
kegagalan terapi berhubungan dengan ukuran lesi yang lebih dari 14 mm 2 ,
adanya hipopion, dan Aspergillus sebagai organisme penyebab. Jika penanganan
medis gagal, dapat dilakukan operasi.

1.6.2 KERATITIS BAKTERI


Menjadi bagian paling depan dari bola mata, kornea terpapar ke atmosfer dan
karenanya mudah terinfeksi. Pada saat yang sama, kornea dilindungi dari infeksi
ringan sehari-hari oleh mekanisme pertahanan normal yang ada dalam air mata dalam
bentuk lisozim, betalysin, dan protein pelindung lainnya.
 Etiologi
Ada beberapa bakteri yang dilaporkan sebagai agen penyebab keratitis bakteri,
di antaranya yang paling umum termasuk Staphylococcus aureus, Staphylococcus
coagulase-negatif, Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus pneumonia, dan
Serratia spp. Mayoritas masyarakat memperoleh kasus keratitis bakteri sembuh
dengan pengobatan empiris dan jarang memerlukan diagnosis laboratorium.3

 Faktor Resiko
Setiap faktor atau agen yang menciptakan kerusakan pada epitel kornea adalah
potensi penyebab atau faktor risiko bakteri keratitis, beberapa faktor risiko
terjadinya keratitis bakteri diantaranya:
 Penggunaan kontak lensa
 Trauma
 Kontaminasi pengobatan mata
 Riwayat keratitis bakteri sebelumnya
 Gangguan defense mechanism
 Perubahan struktur permukaan kornea

 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala keratitis bakteri termasuk nyeri, mata merah, berair,
hipopion, penglihatan yang buruk atau silau dan kabur, dan abses kornea, yang
biasanya tidak responsif terhadap antibiotik spektrum luas. Pada pemeriksaan bola
mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea,
infiltrasi kornea, dan descetmetocele, .3

Gambar 5. Descetmetocele

 Pemeriksaan Penunjang
Kerokan kornea tetap menjadi sampel klinis yang paling tepat dari pasien
keratitis mikroba untuk diagnosis laboratorium. Kultur dan sensitivitas terhadap
obat antimikroba adalah alat yang paling umum dan mendasar untuk diagnosis
laboratorium keratitis bakteri.3

 Terapi
Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur
bakteri. Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang dapat diberikan:4

Gambar 6. Terapi antibiotic keratitis bakteri


 Prognosis
Keratitis bakteri mudah disembuhkan jika didiagnosis pada tahap awal, tetapi
dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang serius jika terjadi keterlambatan
diagnosis dan pengobatan.

1.6.3 KERATITIS VIRUS


Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering
pada kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host, merupakan
parasit intraselular obligat, dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga
mulut, vagina dan mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan
jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.
 Patofisiologi
Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :
 Pada epitelial: kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial
mengakibatkan kerusakan sel epitel dan membentuk tukak kornea
superfisial.
 Pada stromal: terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang
menyerang yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke dalam
stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak
virus tetapi juga akan merusak stroma di sekitarnya.
 Manifestasi Klinis
Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan kabur,
mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang
terkena.Infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis
folikularis akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan
kelenjar limfe regional. Kebanyakan penderita juga disertai keratitis epitelial dan
dapat mengenai stroma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat
sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh
sangat lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma

 Etiologi
Virus herpes simpleks (HSV) adalah virus DNA. Menurut sifat klinis dan
imunologis yang berbeda, HSV terdiri dari dua jenis: HSV tipe I biasanya
menyebabkan infeksi di atas pinggang dan HSV tipe II di bawah pinggang (herpes
genitalis). HSV-II juga telah dilaporkan menyebabkan lesi mata. Masing-masing
dari kedua jenis tipe tersebut, mempunnyai cara berbeda dari segi penuluran ke
mata;
 Infeksi HSV-1. Di transmisikan dari mencium atau melakukan kontak
dekat dengan pasien yang menderita herpes labialis.
 Infeksi HSV-2. Di transmisikan ke mata neonatus melalui alat kelamin
yang terinfeksi dari ibu.2
Gambar 7. Jenis gambaran lesi HSV keratitis
 Pemeriksaan Penunjang
Usapan epitel dengan Giemsa multinuklear noda dapat menunjukkan sel-sel
raksasa, yang dihasilkan dari perpaduan dari sel-sel epitel kornea yang terinfeksi
dan virus intranuclear inklusi
 Terapi
o Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement
epithelial, karena virus berlokasi didalam epithelial. Debridement juga
mengurangi beban antigenic virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat
erat pada kornea namun epitel yang terinfeksi mudah dilepaskan.
Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Obat
siklopegik seperti atropine 1% atau homatropin 5 diteteskan kedalam sakus
konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap
hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya
dalam 72 jam.
o Terapi Obat
- IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan
diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam)
- Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep
- Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam
- Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.
- Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada
orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.
o Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi
penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun
hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif.

1.6.4 KERATITIS PROTOZOA (ACANTHAMOEBA)


Acanthamoeba keratitis (AK) adalah penyakit kornea yang sangat langka dan
mengancam penglihatan yang disebabkan oleh infeksi amuba yang hidup bebas.
Tingkat perkiraan AK adalah 1,2 per juta orang di Amerika Serikat dan 0,2-2 per
10.000 pemakai lensa kontak lunak per tahun di Inggris.
 Etiologi
Acanthamoeba adalah amuba yang bebas ditemukan di tanah, air tawar, air
sumur, air laut, limbah dan udara. Itu ada dalam bentuk trofozoit dan encysted.
 Patofisiologi
Infeksi kornea dengan acanthamoeba adalah hasil dari kontak kornea langsung
dengan bahan atau air yang terkontaminasi dengan organisme. Situasi kontaminasi
berikut dijelaskan dibawah ini
1. Pemakai lensa kontak menggunakan cairan saline buatan sendiri (dari air
keran dan tablet salin yang terkontaminasi) adalah situasi yang paling umum
untuk infeksi acanthamoeba di negara-negara barat.
2. Situasi lain termasuk trauma ringan yang terkait dengan sayuran yang
terkontaminasi, menyelam di air asin, kontaminan tertiup angin dan
penggunaan bak mandi air panas. Trauma dengan bahan organik dan paparan
air berlumpur adalah faktor predisposisi utama di negara berkembang.
3. Infeksi oportunistik. Acanthamoeba keratitis juga dapat terjadi sebagai infeksi
oportunistik pada pasien dengan keratitis herpes, keratitis bakteri, keratopati
bulosa, dan keratitis neuroparalytic.

 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala AK termasuk nyeri parah pada mata, fotofobia, infiltrat
stromal seperti cincin, cacat epitel, mata berair, blepharospasm, penglihatan kabur
dan edema kelopak mata.

Gambar 8. Cincin infiltrate

 Pemeriksaan Penunjang
Pewarnaan KOH dapat diandalkan untuk mengidentifikasi kista
Acanthamoeba, selain itu ada calcofluor white stain adalah pencerah neon yang
cara kerjanya dengan mewarnai kista acanthamoeba seperti warna apel hijau
terang di bawah mikroskop fluoresensi. Lactophenol cotton blue stained, juga
berguna untuk demonstrasi kista acanthamoeba dalam kerokan kornea. Kultur
pada agar non-nutrisi (diperkaya E. coli) dapat menunjukkan trofozoit dalam
waktu 48 jam, yang
lambat laun berubah menjadi kista.

 Terapi
Diberikan pengobatan yang spesifik untuk AK, dan durasi untuk pemberian
pengobatannya sekitar 6 bulan sampai 1 tahun;
o 0,1% propamidine isethionate (Brolene) drops
o Neomycin drops
o Polyexamethylene biguanide (0,01%-0,02% solution)
o Chlorhexidine
o Fluconazole, itraconazole, miconazole
Keratoplasty penetrasi biasanya juga bisa dilakukan pada kasus yang tidak
responsive terhadap pengobatan.

1.7 KERATITIS NON-INFEKSI


1.7.1 VERNAL KERATITIS
Vernal keratoconjunctivitis (VKC) adalah kondisi atopik dari permukaan
okular eksternal. Ini secara khas mempengaruhi anak laki-laki. VKC adalah kondisi
yang tsering di jumpai pada daerah beriklim panas dan kering, yang paling umum di
Afrika Barat dan dataran Mediterania. Hal ini juga terlihat umum di Timur Tengah,
Jepang, India, dan Amerika Selatan. Mayoritas VKC terjadi pada pasien antara usia 5-
25 tahun dengan usia onset antara 10-12 tahun; namun ada laporan pasien berumur 5
bulan, dan lebih banyak terjadi pada laki-laki disbanding perempuan.6
 Patofisiologi
Riwayat atopi pribadi atau keluarga terlihat pada sebagian besar pasien VKC.
VKC pada awalnya dianggap hanya karena reaksi mediasi IgE melalui pelepasan
sel mast. Sekarang telah ditunjukkan bahwa IgE tidak cukup untuk menyebabkan
respon inflamasi yang bervariasi yang terlihat dengan VKC. Eosinofil teraktivasi
dianggap memainkan peran penting dan ini dapat ditunjukkan secara konsisten
dalam kerokan konjungtiva; namun sel mononuklear dan neutrofil juga terlihat.
Perhatian tambahan telah diberikan pada hipersensitivitas tipe IV yang digerakkan
CD4 T-helper-2 dengan imunomodulator seperti IL-4, IL-5, dan bFGF.7,8
 Manifestasi Klinis
VKC ditandai oleh gejala yang terdiri dari rasa gatal yang parah pada mata,
fotofobia, sensasi benda asing, keluarnya lendir (sering disebut "ropy"),
blepharospasm, dan penglihatan kabur. Keterlibatan kornea dalam VKC mungkin
primer atau sekunder karena ekstensi lesi limbal. Keratopati Vernal meliputi 5
jenis lesi berikut:
 Keratitis epitel punctata melibatkan bagian atas kornea biasanya dikaitkan
dengan bentuk penyakit palpebral. Lesi selalu diwarnai dengan warna
rose-bengal dengan pewarna fluorescein.
 Keratitis vernal ulseratif (ulserasi pelindung) hadir sebagai ulkus
transversal dangkal di atas bagian dari kornea. Hasil ulserasi karena
macroerosions epitel. Ini adalah masalah serius yang mungkin dipersulit
oleh keratitis bakteri.
 Hasil plak kornea akibat pelapisan area kosong dari epitel makro dengan
lapisan eksudat yang berubah.
 Bekas luka subepitel terjadi dalam bentuk bekas luka seperti cincin.
 Pseudogerontoxon ditandai dengan gambaran “cupid bow”.2

 Terapi
 Keratitis epitel punctate tidak membutuhkan pengobatan tambahan kecuali
bahwa pemberian steroid harus ditingkatkan. Namun biasanya dapat sembuh
sendiri.
 Plak vernal yang besar membutuhkan eksisi bedah dengan keratektomi
superfisial.

Gambar 8. Tampakan kornea pada VKC


 Ulkus perisai berat yang resisten terhadap terapi medis mungkin memerlukan
perawatan bedah dalam bentuk debridment, keratektomi superfisial,
kerateotomi terapeutik laser excimer serta transplantasi membran amniotik
untuk meningkatkan reepitelisasi.2
 Prognosis
Umumnya VKC adalah penyakit yang agak jinak dan dapat sembuh sendiri
seiring dengan bertambahnya usia atau secara spontan saat memasuki masa
pubertas.2

1.7.2 EXPOSURE KERATITIS


Biasanya kornea tertutup oleh kelopak mata selama tidur dan terus menerus
lembab dengan gerakan berkedip saat bangun. Ketika mata tertutup tidak cukup oleh
kelopak mata dan terjadi kehilangan pada mekanisme perlindungan dari berkedip dan
kondisi tersebut menyebabkan terjadinya eksposur keratopati (keratitis
lagophthalmos).2
 Etiologi
Faktor-faktor berikut yang menghasilkan lagophthalmos mungkin
menyebabkan keratitis exposure:
1. Proptosis ekstrem karena sebab apa pun, akan menyebabkan penutupan
kelopak mata tidak memadai.
2. Bell's palsy atau penyebab lain dari facial palsy.
3. Ectropion tingkat parah.
4. Symblepharon yang menyebabkan lagophthalmos.
5. Deep coma yang terkait dengan penutupan kelopak mata yang tidak
memadai.
6. Lagophthalmos fisiologis. Kadang, lagophthalmos saat tidur dapat terjadi
pada orang sehat.

 Patogensis
Karena eksposur, epitel kornea mengering diikuti oleh pengeringan. Setelah
epitel terbuang, invasi oleh organisme menular dapat terjadi.
 Manifestasi Klinis
Pengeringan awal terjadi di daerah interpalpebral yang menuju ke keratitis
epitel punctate yang diikuti oleh nekrosis, ulserasi terus-menerus, dan
vaskularisasi. Superinfeksi bakteri dapat menyebabkan ulserasi supuratif dalam
yang bahkan dapat melubangi.
 Terapi
1. Profilaksis. Setelah lagophthalmos didiagnosis, tindakan berikut harus diambil
untuk mencegah eksposur keratitis.
- Seringnya dilakukan pemberian berangsur-angsur pada ptetes mata
buatan.
- Pemberian salep berangsur-angsur dan penutupan kelopak mata
menggunakan plester atau perban saat tidur.
2. Pengobatan ulkus kornea secara garis umum.
3. Tarsorrhaphy

BAB 3

KESIMPULAN
Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea. Peradangan
tersebut dapat terjadi di epitel, membran Bowman, stroma, membran Descemet, ataupun
endotel. Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu lapisan kornea. Pola keratitis dapat
dibagi menurut distribusi, kedalaman, lokasi, dan bentuk. Berdasarkan distribusinya, keratitis
dibagi menjadi keratitis difus, fokal, atau multifokal. Berdasarkan kedalamannya, keratitis
dibagi menjadi epitelial, subepitelialm stromal, atau endotelial. Lokasi keratitis dapat berada
di bagian sentral atau perifer kornea, sedangkan berdasarkan bentuknya terdapat keratitis
dendritik, disciform, dan bentuk lainnya. Keratitis akan memberikan gejala mata merah, rasa
silau dan merasa kelilipan. Gejala khususnya tergantung dari jenis-jenis keratitis yang
diderita oleh pasien. Gambaran klinik masing-masing keratitis berbeda-beda tergantung dari
jenis penyebab dan tingkat kedalaman yang terjadi di kornea, jika keratitis tidak ditangani
dengan benar maka penyakit ini akan berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat merusak
kornea secara permanen sehingga akan menyebabkan gangguan penglihatan.4,3
DAFTAR PUSTAKA

1. Bowling, B. Kanski’s Clinical Opthalmology; A systematic Approach. 8th Edition.


Elsevier. 2016.
2. Khurana, A. K. Comprehensive Optahlmology. 4th Edition. Regional Institute of
Optahlmology, Postgraduate Institute of Medical Sciences, Rohtak, India. 2007
3. Srigyan, D., Gupta, M., & Behera S. H. (2017). Keratitis: An Inflammation Of
Cornea. Ocular Microbiology, Dr. R.P. Centre for Ophthalmic Sciences, All India
Institute of Medical Sciences, New Delhi, India. 171-177
4. Austin, A., Lietman, T., Nussbaumer, R. J. (2017). Management of Infectious
Keratitis. American Academy of Opthalmology. Elsevier Inc. ISSN 0161-6420/17 .
http://dx.doi.org/10.1016/j.ophtha.2017.05.012
5. Muslim, F., Sitompul, R., & Edwar, L. (2018). Acanthamoeba keratitis: a challenge
in diagnosis and the role of amniotic membrane transplant as an alternative therapy.
Medical Journal of Indonesia, 27(4), 299. doi:10.13181/mji.v27i4.2007 
6. Kumar, S., Vernal keratoconjunctivitis: a major review. Acta Ophthalmologica, 2009.
87(2): p. 133-147.
7. Buckley, R.J., Vernal keratoconjunctivitis. Int Ophthalmol Clin, 1988. 28(4): p. 303-
8.
8. Zicari, A.M., et al., Vernal keratoconjunctivitis: atopy and autoimmunity. Eur Rev
Med Pharmacol Sci, 2013. 17(10): p. 1419-23.

Anda mungkin juga menyukai