Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


DI RUANG ICU RST DR. SOEDJONO MAGELANG

Disusun Oleh:

ROSDIANTI RUKMANA
193203074

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XIV


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
KLIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI
RUANG ICU RST dr. SOEDJONO MAGELANG

Telah disetujui pada dan oleh:


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Pembimbing Mahasiswa


Akademik Klinik

(..........................) (..........................)
(…………………..)
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa
penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Smeltze & Bare,2011). CKD
atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar
(insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia
atau azotemia (Helmi, 2013).

B. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering
terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan
glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis
tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit
ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi
yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. (Patel,
2012). Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia
tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan
prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan
18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan
sebab lain dengan 13,65% (Zairin, 2012).

1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)


2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik progresif)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksikmisalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati
timbal.
8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.

C. Patofisiologi

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk


glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu (Taylor, 2011).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis (Zairin,2012).
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
 Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin
serum normal dan penderita asimptomatik.

 Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah


rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum
meningkat.

 Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

 K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari


tingkat penurunan LFG :

 Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten


dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2

 Stadium 2   : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60-89 mL/menit/1,73 m2

 Stadium 3    : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2

 Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2

 Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal


ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance
Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus:  Clearance creatinin ( ml/
menit ) = (( 140-umur ) x berat badan ( kg )) / ( 72 x creatini serum ) Pada
wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85.
D. Pathway
E. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2
dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

F. Komplikasi fraktur
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer
dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
G. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal
ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak
ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolic
H. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama
mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001;
Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK
namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan
adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara
mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol
berat badan dan obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan
protein, menjaga intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi <
50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori nonprotein yang adekuat
untuk mencegah atau mengurangi katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik,
perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga
(Black & Hawks, 2005)
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan
dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10
ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :
 Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Overload cairan (edema paru)
 Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
 Efusi perikardial
 Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.
I. Asuhan Keperawatan secara Teori
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada
juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan
juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan
yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih,
dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan
terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi
dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
J. Diagnosa Keperawatan
N Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Keperawatan
O Keperawatan
1. Kelebihan volume Tujuan: Fluid Management :
cairan b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status cairan ; timbang
penurunan haluaran keperawatan selama 3x24 berat badan,keseimbangan
urin dan retensi jam volume cairan masukan dan haluaran,
cairan dan natrium. seimbang. turgor kulit dan adanya
Kriteria Hasil: edema
NOC : Fluid Balance 2. Batasi masukan cairan
 Terbebas dari edema, 3. Identifikasi sumber
efusi, anasarka potensial cairan
 Bunyi nafas 4. Jelaskan pada pasien dan
bersih,tidak adanya keluarga rasional
dipsnea pembatasan cairan
 Memilihara tekanan 5. Kolaborasi pemberian
vena sentral, tekanan cairan sesuai terapi.
kapiler paru, output
jantung dan vital sign Hemodialysis therapy
normal. 1. Ambil sampel darah dan
meninjau kimia darah
(misalnya BUN, kreatinin,
natrium, pottasium, tingkat
phospor) sebelum perawatan
untuk mengevaluasi respon
thdp terapi.
2. Rekam tanda vital: berat
badan, denyut nadi,
pernapasan, dan tekanan
darah untuk mengevaluasi
respon terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi
untuk menghilangkan
jumlah yang tepat dari
cairan berlebih di tubuh
klien.
4. Bekerja secara kolaboratif
dengan pasien untuk
menyesuaikan panjang
dialisis, peraturan diet,
keterbatasan cairan dan
obat-obatan untuk mengatur
cairan dan elektrolit
pergeseran antara
pengobatan
2 Gangguan nutrisi Setelah dilakukan asuhan Nutritional Management
1. Monitor adanya mual dan
kurang dari keperawatan selama 3x24
muntah
kebutuhan tubuh b.d jam nutrisi seimbang dan
2. Monitor adanya kehilangan
anoreksia mual adekuat.
berat badan dan perubahan
muntah. Kriteria Hasil:
status nutrisi.
NOC : Nutritional Status
3. Monitor albumin, total
 Nafsu makan meningkat
protein, hemoglobin, dan
 Tidak terjadi penurunan
hematocrit level yang
BB
menindikasikan status nutrisi
 Masukan nutrisi adekuat
dan untuk perencanaan
 Menghabiskan porsi
treatment selanjutnya.
makan
4. Monitor intake nutrisi dan
 Hasil lab normal
kalori klien.
(albumin, kalium)
5. Berikan makanan sedikit tapi
sering
6. Berikan perawatan mulut
sering
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian diet sesuai
terapi
3 Perubahan pola Setelah dilakukan asuhan Respiratory Monitoring
napas berhubungan keperawatan selama 1x24 1. Monitor rata – rata,
dengan jam pola nafas adekuat. kedalaman, irama dan usaha
hiperventilasi paru Kriteria Hasil: respirasi
NOC : Respiratory Status 2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan
 Peningkatan ventilasi dan
otot tambahan, retraksi otot
oksigenasi yang adekuat
supraclavicular dan
 Bebas dari tanda tanda
intercostal
distress pernafasan
3. Monitor pola nafas :
 Suara nafas yang bersih,
bradipena, takipenia,
tidak ada sianosis dan
kussmaul, hiperventilasi,
dyspneu (mampu
cheyne stokes
mengeluarkan sputum,
4. Auskultasi suara nafas, catat
mampu bernafas dengan
area penurunan / tidak
mudah, tidak ada pursed
adanya ventilasi dan suara
lips)
tambahan
 Tanda tanda vital dalam
Oxygen Therapy
rentang normal
1. Auskultasi bunyi nafas, catat
adanya crakles
2. Ajarkan pasien nafas dalam
3. Atur posisi senyaman
mungkin
4. Batasi untuk beraktivitas
5. Kolaborasi pemberian
oksigen
4 Gangguan perfusi Setelah dilakukan asuhan Circulatory Care
jaringan keperawatan selama 3x24 1. Lakukan penilaian secara
berhubungan dengan jam perfusi jaringan komprehensif fungsi sirkulasi
penurunan suplai O2 adekuat. periper. (cek nadi
dan nutrisi ke Kriteria Hasil: priper,oedema, kapiler refil,
jaringan sekunder. NOC: Circulation Status temperatur ekstremitas).
 Membran mukosa merah 2. Kaji nyeri
muda 3. Inspeksi kulit dan Palpasi
 Conjunctiva tidak anggota badan
anemis 4. Atur posisi pasien,
 Akral hangat ekstremitas bawah lebih

 TTV dalam batas rendah untuk memperbaiki

normal. sirkulasi.

 Tidak ada edema 5. Monitor status cairan intake


dan output
6. Evaluasi nadi, oedema
7. Berikan therapi antikoagulan.
DAFTAR PUSTAKA
Helmi, zairin noor. 2013. Buku Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam..
Jakarta: salemba medika.

Patel, Pradip R., (2012). Trauma Skeletal dalam: Patel Pradip R. Lecture
Notes Radiologi. Edisi kedua. Penerbit Buku Erlangga. Jakarta.
2005. Hal 218-219.
Smeltzer & Bare. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner &Suddarth. Ed.8. Jakarta: EGC.

Taylor, C. M., & Ralph, S. S. (2011).Diagnosis Keperawatan Dengan


Rencana Asuhan. Jakarta: EGC.
Zairin, N. (2012). Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. (Vol. Jilid I). Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai