Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

RUMAH SEHAT

Oleh :
Wahyu Siska Lisiami (19.07.3.021.1)

PROGRAM STUDI NERS


STIKes GANESHA HUSADA KEDIRI
TAHUN AJARAN 2019/2020
BAB I
TINJAUAN TEORI

1.1 Laporan Pendahuluan


1.1.1 Definisi Rumah Sehat
Rumah sehat adalah proporsi rumah yang memenuhi kriteria sehat
minimum komponen rumah dan sarana sanitasi tiga komponen (rumah,
sarana sanitasi dan perilaku) di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Minimum yang memenuhi kriteria sehat pada masing-masing
parameter adalah sebagai berikut: (1) minimum dari kelompok komponen
rumah adalah langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela
ruang keluarga, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur, dan pencahayaan;
(2) minimum dari kelompok sarana sanitasi adalah sarana air bersih, jamban
(sarana pembuangan kotoran), sarana pembuangan air limbah (SPAL), dan
sarana pembuangan sampah; (3) perilaku sanitasi rumah adalah usaha
kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap
struktur fisik yang digunakan (Dinas Kesehatan, 2005).
Rumah harus dapat mewadahi kegiatan penghuninya dan cukup luas
bagi seluruh pemakainya, sehingga kebutuhan ruang dan aktivitas setiap
penghuninya dapat berjalan dengan baik. Lingkungan rumah juga sebaiknya
terhindar dari faktorfaktor yang dapat merugikan kesehatan (Hindarto,
2007).
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga. Menurut (Notoatmodjo, 2008),
secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria yaitu:
(1) memenuhi kebutuhan fisiologis meliputi pencahayaan, penghawaan,
ruang gerak yang cukup, dan terhindar dari kebisingan yang mengganggu;
(2) memenuhi kebutuhan psikologis meliputi privacy yang cukup,
komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah; (3)
memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni
rumah meliputi penyediaan air bersih, pengelolaan tinja, limbah rumah
tangga, bebas vector penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak
berlebihan, dan cukup sinar matahari pagi; (4) memenuhi persyaratan
pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar
maupun dalam rumah, antara lain fisik rumah yang tidak mudah roboh,
tidak mudah terbakar dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh
tergelincir.
Rumah sehat adalah rumah idaman. Rumah sehat adalah kondisi
fisik, kimia, biologi di dalam rumah dan perumahan sehingga
memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan
yang optimal. Oleh karena itu rumah haruslah sehat dan nyaman agar
penghuninya dapat berkarya untuk meningkatkan produktivitas (Syafrudin,
Damayani & Delmaifanis, 2011).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sehat adalah suatu
keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, bukan hanya
keadaan yang bebas dari penyakit dan kelemahan (kecacatan). Berdasarkan
pada pengertian di atas rumah sehat diartikan sebagai tempat berlindung /
bernaung dan tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan
yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial (Riviwanto dkk, 2011).

1.1.2 Fungsi Rumah Sehat


Menurut Azrul Azwar yang dikutip dari Riviwanto dkk (2011),
rumah bagi manusia mempunyai arti :
1. Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat
melaksanakan kewajiban sehari-hari.
2. Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa
kekeluargaan bagi segenap anggota keluarga yang ada.
3. Sebagai tempat untuk melindungi diri dari bahaya yang dating
mengancam.
4. Sebagai lambang status sosial yang dimiliki, yang masih dirasakan
hingga saat ini.
5. Sebagai tempat untuk meletakkan atau menyimpan barang-barang
berharga yang dimiliki, yang terutama masih ditemui pada masyarakat
pedesaan.
1.1.3 Tipe-tipe Rumah
Penggolongan mengenai tipe rumah telah diatur sebagai berikut :
1. Rumah Tipe Sederhana
Rumah yang tidak bersusun dengan luas lantai bangunan tidak
lebih dari 70 m2 , dibangun diatas kapling tanah seluas 54 m2 sampai
dengan 200 m2 dengan biaya pembangunan per m2 tidak melebihi dari
harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan rumah dinas tipe C
yang berlaku.
2. Rumah Tipe Menengah
Rumah yang tidak bersusun diangun diatas tanah dengan luas
kavling 54 m2 sampai dengan 600 m2, biaya pembangunan per meter
persegi tidak melebihi dari harga satuan per m2 tertinggi untuk
pembangunan rumah dinas tipe C sampai dengan harga per meter
persegi tertinggi untuk rumah dinas tipe A yang berlaku da rumah tidak
bersusun yang dibangun di atas tanah dengan luas kavling antara 200 m2
sampai dengan 600 m2 dan pembangunan per meter perseginya tidak
tidak lebih kecil atau sama dengan harga satuan per meter persegi
tertinggi untuk pembangunan perumahan tipe C yang berlaku. Luas
lantai bangunan rumah disesuaikan dengan KDB dan KLB yang
diijinkan dalam rencana tata ruang yang berlaku.
3. Rumah Tipe Mewah
Rumah yang tidak bersusun yang dibangun diatas kavling tanah
seluas 54 m2 sampai dengan 2000 m2, biaya pembangunan per m2 tidak
melebihi harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan rumah dinas
tipe A yang berlaku dan tidak bersusun yang dibangun diatas tanah
dengan luas kavling 600 m2 sampai dengan 2000 m2 dan pembangunan
per meter perseginya tidak lebih kecil atau sama dengan harga satuan
per meter persegi tertinggi untuk pembangunan perumahan tipe A yang
berlaku, dengan luas lantai anguna rumah disesuaikan dengan KDB dan
KLB yang diijinkan dalam rencana tata ruang yang berlaku.
1.1.4 Kriteria Rumah Sehat
Kriteria rumah sehat yang diajukan oleh Entjang (2000) dan
Wicaksono (2009) yang dikutip dari Winslow antara lain:
1. Harus dapat memenuhi kebutuhan fisiologis.
2. Harus dapat memenuhi kebutuhan psikologis.
3. Harus dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan.
4. Harus dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit.
Hal ini sejalan dengan kriteria rumah sehat menurut American Public
Health Asociation (APHA), yaitu:
1. Memenuhi kebutuhan dasar fisik
Sebuah rumah harus dapat memenuhi kebutuhan dasar fisik, seperti:
a. Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat
dipelihara atau dipertahankan temperatur lingkungan yang penting
untuk mencegah bertambahnya panas atau kehilangan panas secara
berlebihan. Sebaiknya temperatur udara dalam ruangan harus lebih
rendah paling sedikit 4°C dari temperatur udara luar untuk daerah
tropis. Umumnya temperatur kamar 22°C - 30°C sudah cukup
segar.
b. Rumah tersebut harus terjamin pencahayaannya yang dibedakan
atas cahaya matahari (penerangan alamiah) serta penerangan dari
nyala api lainnya (penerangan buatan). Semua penerangan ini harus
diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu gelap atau tidak
menimbulkan rasa silau.
c. Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna
sehingga aliran udara segar dapat terpelihara. Luas lubang ventilasi
tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang
ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5% luas
lantai sehingga jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai
ruangan. Ini diatur sedemikian rupa agar udara yang masuk tidak
terlalu deras dan tidak terlalu sedikit.
d. Rumah tersebut harus dapat melindungi penghuni dari gangguan
bising yang berlebihan karena dapat menyebabkan gangguan
kesehatan baik langsung maupun dalam jangka waktu yang relatif
lama. Gangguan yang dapat muncul antara lain gangguan fisik
seperti kerusakan alat pendengaran dan gangguan mental seperti
mudah marah dan apatis.
e. Rumah tersebut harus memiliki luas yang cukup untuk aktivitas
dan untuk anakanak dapat bermain. Hal ini penting agar anak
mempunyai kesempatan bergerak, bermain dengan leluasa di
rumah agar pertumbuhan badannya akan lebih baik, juga agar anak
tidak bermain di rumah tetangganya, di jalan atau tempat lain yang
membahayakan.
2. Memenuhi kebutuhan dasar psikologis
Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi
kebutuhan dasar psikologis penghuninya, seperti:
a. Cukup aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni. Adanya
ruangan khusus untuk istirahat bagi masing-masing penghuni,
seperti kamar tidur untuk ayah dan ibu. Anak-anak berumur di
bawah 2 tahun masih diperbolehkan satu kamar tidur dengan ayah
dan ibu. Anak-anak di atas 10 tahun laki-laki dan perempuan tidak
boleh dalam satu kamar tidur. Anak-anak di atas 17 tahun
mempunyai kamar tidur sendiri.
b. Ruang duduk dapat dipakai sekaligus sebagai ruang makan
keluarga, dimana anak-anak sambil makan dapat berdialog
langsung dengan orang tuanya.
c. Dalam memilih letak tempat tinggal, sebaiknya di sekitar tetangga
yang memiliki tingkat ekonomi yang relatif sama, sebab bila
bertetangga dengan orang yang lebih kaya atau lebih miskin akan
menimbulkan tekanan batin.
d. Dalam meletakkan kursi dan meja di ruangan jangan sampai
menghalangi lalu lintas dalam ruangan.
e. W.C. (Water Closet) dan kamar mandi harus ada dalam suatu
rumah dan terpelihara kebersihannya. Biasanya orang tidak senang
atau gelisah bila terasa ingin buang air besar tapi tidak mempunyai
W.C. sendiri karena harus antri di W.C. orang lain atau harus
buang air besar di tempat terbuka seperti sungai atau kebun.
f. Untuk memperindah pemandangan, perlu ditanami tanaman hias,
tanaman bunga yang kesemuanya diatur, ditata, dan dipelihara
secara rapi dan bersih, sehingga menyenangkan bila dipandang.
3. Melindungi dari penyakit
Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat
melindungi penghuninya dari kemungkinan penularan penyakit atau
zat-zat yang membahayakan kesehatan. Dari segi ini, maka rumah yang
sehat adalah rumah yang di dalamnya tersedia air bersih yang cukup
dengan sistem perpipaan seperti sambungan atau pipa dijaga jangan
sampai sampai bocor sehingga tidak tercemar oleh air dari tempat lain.
Rumah juga harus terbebas dari kehidupan serangga dan tikus, memiliki
tempat pembuangan sampah, pembuangan air limbah serta pembuangan
tinja yang memenuhi syarat kesehatan.
4. Melindungi dari kemungkinan kecelakaan
Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat
melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya atau
kecelakaan. Termasuk dalam persyaratan ini antara lain bangunan yang
kokoh, tangga yang tidak terlalu curam dan licin, terhindar dari bahaya
kebakaran, alat-alat listrik yang terlindung, tidak menyebabkan
keracunan gas bagi penghuni, terlindung dari kecelakaan lalu lintas, dan
lain sebagainya.
Untuk menciptakan rumah sehat maka diperlukan perhatian terhadap
beberapa aspek yang sangat berpengaruh, antara lain :
1. Sirkulasi udara yang baik.
2. Penerangan yang cukup.
3. Air bersih terpenuhi.
4. Pembuangan air limbah diatur dengan baik agar tidak menimbulkan
pencemaran.
5. Bagian-bagian ruang seperti lantai dan dinding tidak lembab serta tidak
terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air kotor maupun udara
kotor.
(Syafrudin, Damayani & Delmaifanis, 2011).

1.1.5 Komponen Rumah


Menurut Syafrudin, Damayani & Delmaifanis (2011), Komponen
rumah harus memiliki persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut :
1. Lantai
Kedap air dan mudah dibersihkan, harus cukup kuat untuk Manahan
beban di atasnya. Ada berbagai jenis lantai rumah seperti dari semen
atau ubin, keramik atau cukup tanah biasa yang di padatkan. Syarat yang
penting adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak becek pada
musim hujan. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang
penyakit.
2. Dinding
a. Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi
untuk pengaturan sirkulasi udara.
b. Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah
dibersihkan.
3. Atap
Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
Atap genteng umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun di
pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis juga dapat
terjangkau oleh masyarakat dan dan bahkan masyarakat dapat
membuatnya sendiri. Namun demikian banyak masyarakat pedesaan
yang tidak mampu menggunakan atap genteng, maka atap daun rumbia
atau daun kelapa yang digunakan.
4. Ventilasi
Ventilasi rumah memiliki banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk
menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar.
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya o2 didalam rumah
yang berarti kadar co2 yang bersifat racun bagi penghuninya meningkat.
Disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban
udara didalam ruangan naik karena terjadi proses penguapan dari kulit
dan penyerapan. Luas ventilasi alamiah yang permanen minimal 10%
dari luas lantai. Fungsi kedua adalah membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri terutama bakteri patogen. Fungsi lainnya untuk menjaga
agar ruangan rumah selalu tetap didalam kelembaban yang optimum.
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan
tidak terlalu banyak. Cahaya alamiah berasal dari matahari. Cahaya ini
sangat penting selain untuk penerangan juga dapat mengurangi
kelembaban ruangan, mengusir nyamuk, dapat membunuh bakteri-
bakteri patogen penyebab penyakit seperti TBC, influenza, penyakit
mata dan lain-lain. Kurangnya cahaya matahari yang masuk kedalam
ruangan rumah disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau
tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit.
Sebaliknya terlalu banyak cahaya yang masuk di dalam rumah akan
menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusak mata ( Istiqomah, dkk,
2011).

1.1.6 Persyaratan Rumah Sehat


Rumah yang sehat menurut Winslow dan APHA (American Public
Health Association) yang dikutip dari Riviwanto dkk (2011) harus
memenuhi persyaratan antara lain:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan
(ventilasi), ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan/suara
yang mengganggu.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain cukup aman dan nyaman
bagi masing-masing penghuni rumah, privasi yang cukup, komunikasi
yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah, lingkungan
tempat tinggal yang memiliki tingkat ekonomi yang relatif sama.
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni
rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah
rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang
berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan
minuman dari pencemaran.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang
timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah. Termasuk dalam
persyaratan ini antara lain bangunan yang kokoh, terhindar dari bahaya
kebakaran, tidak menyebabkan keracunan gas, terlindung dari
kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya.
Menurut Ditjen Cipta Karya yang dikutip dari Riviwanto dkk (2011),
komponen yang harus dimiliki rumah sehat adalah :
1. Fondasi yang kuat untuk meneruskan beban bangunan ke tanah dasar
memberi kestabilan bangunan dan merupakan konstruksi penghubung
antara bangunan dengan tanah.
2. Lantai kedap air dan tidak lembab, tinggi minimum 10 cm dari
pekarangan dan 25 cm dari badan jalan, bahan kedap air, untuk rumah
panggung dapat terbuat dari papan atau anyaman bambu.
3. Memiliki jendela dan pintu yang berfungsi sebagai ventilasi dan
masuknya sinar matahari dengan luas minimum 10% luas lantai.
4. Dinding rumah kedap air yang berfungsi untuk mendukung atau
menyangga atap, menahan angin dan air hujan, melindungi dari panas
dan debu dari luar serta menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya.
5. Langit-langit untuk menahan dan menyerap panas terik matahari.
6. Atap rumah yang berfungsi sebagai penahan panas sinar matahari.

1.1.7 Faktor – Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam Membangun Rumah


Menurut Mubarak (2009), adapun faktor – faktor yang perlu
diperhatikan dalam membangun rumah adalah sebagai berikut :
1. Tingkat kemampuan ekonomi
Individu jika ingin membangun suatu rumah tentunya akan
mengukur tingkat kemampuan ekonominya, terutama menyangkut
kesiapan finansial. Bagi masyarakat desa terkadang persoalan tidak
serumit di perkotaan, dimana tanah dan bahan – bahan yang
dipergunakan untuk membangun suatu perumahan tidak semahal di
kota. Selain itu, membangun rumah tidak hanya sekedar membangun
saja, tetapi bagaimana perawatan rumah tersebut sehingga dapat
dipergunakan dalam jangka waktu yang lama bahkan dapat dinikmati
oleh anak cucunya.
2. Faktor alam (lingkungan)
Lingkungan yang dimaksud termasuk lingkungan fisik, biologis,
maupun sosial. Hal ini menyangkut bagaimana kondisi lingkungan alam
dan social disekitar kita. Misalnya seperti membangun rumah di daerah
yang rawan bencana banjir harus diperhatikan letak lokasi tanah,
diupayakan agar sebelum dibangun ketinggian tanah harus diperkirakan
agar disaat musim penghujan tidak kebanjiran.
3. Kemajuan teknologi
Saat ini teknologi perumahan sudah begitu modern, namun
rumah yang modern belum tentu sesuai dengan selera individu di
masyarakat. Teknologi modern selain membutuhkan biaya dan
perawatan yang mahal juga diperlukan pengetahuan yang cukup agar
mengerti tentang teknologi tersebut. Bagaimanapun masyarakat telah
memiliki teknologi perumahan yang telah diwarisi dari orang tuanya.
Oleh karena itu, penerapan teknologi yang tepat guna harus diperhatikan
sedangkan kekurangan – kekurangan yang ada dimodifikasi, sehingga
dapat memenuhi persyaratan rumah sehat yang telah ditetapkan.
4. Peraturan pemerintah menyangkut tata guna bangunan
Peraturan pemerintah terkait tata guna bangunan jika tidak
dibuat secara tegas dan jelas dapat menyebabkan gangguan ekosistem
seperti banjir, pemukiman kumuh, dan lain – lain. Saat ini di kota – kota
besar hal ini sudah menjadi problem yang kompleks. Namun jika di
pedesaan hal ini belum menjadi masalah yang serius.
1.1.8 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kondisi Rumah Sehat
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi kondisi rumah sehat
adalah sebagai berikut :
1. Sosial budaya dan sosial ekonomi
Perubahan kondisi lingkungan disebabkan oleh terjadinya
perubahan demografi sosial ekonomi, dan sosial budaya sebagai hasil
akibat dari pembangunan selama masa krisis ekonomi yang
berkepanjangan. Tingkat sosial ekonomi menentukan bagaimana kondisi
rumah dan kelengkapan fasilitas rumah itu sendiri. Sosial ekonomi dan
sosial budaya yang lemah akan memudahkan terjadinya penyakit dan
lingkungan yang buruk (Mubarak, 2009).
2. Pendidikan
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan. Sedangkan pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan
untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
praktek masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka sendiri (Adnani, 2011).
3. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena
dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan. Jadi pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi
perilaku penghuni dalam menjaga kondisi lingkungan terutama
rumahnya (Notoatmodjo, 2010).
4. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap tidak
dapat langsung dilihat, tetapi hanya ditafsirkan dahulu dari perilaku
yang tertutup (Adnani, 2011).
Sikap merupakan konsep yang sangat penting dalam
mempengaruhi terjadinya perilaku, karena kecenderungan bertindak,
dan berpersepsi. Sikap merupakan kesiapan tatanan saraf (neural setting)
sebelum memberikan respons konkret (Notoatmodjo, 2010).

1.1.9 Parameter dan Indikator Penilaian Rumah Sehat


Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat adalah
sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan yang
meliputi 3 lingkup kelompok komponen penilaian, yaitu :
1. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai,
ventilasi, pembagian ruangan/tata ruang dan pencahayaan.
2. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, pembuangan
kotoran, pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah.
3. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela ruangan
dirumah, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja ke
jamban, membuang sampah pada tempat sampah.
Adapun aspek komponen rumah yang memenuhi syarat rumah sehat
menurut Adnani (2011) yaitu :
1. Langit-langit
Adapun persayaratan untuk langit-langit yang baik adalah
hendaknya mudah dibersihkan, tidak rawan kecelakaan, berwarna
terang, dan harus menutup rata kerangka atap.
2. Dinding
Dinding harus tegak lurus agar dapat memikul berat dinding
sendiri, beban tekanan angin dan bila sebagai dinding pemikul harus
dapat memikul beban diatasnya, dinding harus terpisah dari pondasi oleh
lapisan kedap air agar air tanah tidak meresap naik sehingga dinding
terhindar dari basah, lembab dan tampak bersih tidak berlumut.
3. Lantai
Lantai harus kuat untuk menahan beban diatasnya, rata, tidak
licin, stabil waktu dipijak, permukaan lantai mudah dibersihkan, dan
kedap air. Untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah, untuk rumah
bukan panggung sebaiknya tinggi lantai ± 10 cm dari pekarangan dan 25
cm dari badan jalan.
4. Pembagian ruangan / tata ruang
Setiap rumah harus mempunyai bagian ruangan yang sesuai
dengan fungsinya. Adapun syarat pembagian ruangan yang baik adalah :
a. Ruang untuk istirahat/tidur
Adanya pemisah yang baik antara ruangan kamar tidur orang tua
dengan kamar tidur anak, terutama anak usia dewasa. Tersedianya
jumlah kamar yang cukup dengan luas ruangan sekurangnya 8 m2
dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang agar dapat memenuhi
kebutuhan penghuninya untuk melakukan kegiatan.
b. Ruang dapur
Dapur harus mempunyai ruangan tersendiri, karena asap dari hasil
pembakaran dapat membawa dampak negatif terhadap kesehatan.
Ruang dapur harus memiliki ventilasi yang baik agar udara/asap dari
dapur dapat teralirkan keluar.
c. Kamar mandi dan jamban keluarga
Setiap kamar mandi dan jamban paling sedikit memiliki satu lubang
ventilasi untuk berhubungan dengan udara luar.
5. Ventilasi
Ventilasi ialah proses penyediaan udara segar ke dalam suatu ruangan
dan pengeluaran udara kotor suatu ruangan baik alamiah maupun secara
buatan. Ventilasi harus lancar diperlukan untuk menghindari pengaruh
buruk yang dapat merugikan kesehatan. Ventilasi yang baik dalam
ruangan harus mempunyai syarat-syarat, diantaranya :
a. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan.
Sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup)
minimum 5%. Jumlah keduanya menjadi 10% kali luas lantai
ruangan.
b. Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap
kendaraan, dari pabrik, sampah, debu dan lainnya.
c. Aliran udara diusahakan Cross Ventilation dengan menempatkan dua
lubang jendela berhadapan antara dua dinding ruangan sehingga
proses aliran udara lebih lancar.
6. Pencahayaan
Cahaya yang cukup kuat untuk penerangan di dalam rumah merupakan
kebutuhan kesehatan manusia. Penerangan ini dapat diperoleh dengan
pengaturan cahaya alami dan cahaya buatan. Yang perlu diperhatikan,
pencahayaan jangan sampai menimbulkan kesilauan.
a. Pencahayaan alam
Pencahayaan alam diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke
dalam ruangan melalui jendela, celah – celah dan bagian – bagian
bangunan rumah yang terbuka. Sinar ini sebaiknya tidak terhalang
oleh bangunan, pohon – pohon maupun tembok pagar yang tinggi.
Cahaya matahari ini berguna selain untuk penerangan juga dapat
mengurangi kelembaban ruang, mengusir nyamuk, membunuh
kuman – kuman penyebab penyakit tertentu seperti TBC, influenza,
penyakit mata dan lain – lain. Suatu cara sederhana menilai baik
tidaknya penerangan alam yang terdapat dalam sebuah rumah
adalah: baik, bila jelas membaca dengan huruf kecil, cukup; bila
samar-samar bila membaca huruf kecil, kurang; bila hanya huruf
besar yang terbaca, buruk; bila sukar membaca huruf besar
(Riviwanto dkk, 2011).
b. Pencahayaan buatan
Cahaya buatan yang baik tidak akan mengganggu atau menurunkan
produktifitas kerja. Malah dengan cahaya buatan yang baik dan
disaring dari kesilauan dapat mempertingi produktifitas kerja
dibandingkan dengan bila bekerja pada cahaya siang alamiah
(Riviwanto dkk, 2011).
Menurut Lubis dan Notoatmodjo (2003) cahaya matahari
mempunyai sifat membunuh bakteri terutama mycobacterium
tuberculosa.
Dilihat dari aspek sarana sanitasi, maka beberapa sarana lingkungan
yang berkaitan dengan perumahan sehat adalah sebagai berikut :
1. Sarana air bersih
Ditinjau dari ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air
bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan
air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat
(Mubarak, 2009). Syarat – syarat yang perlu diperhatikan dalam
pengolahan air antara lain:
a. Syarat fisik, air tersebut bening (tak berwarna), tidak berasa, dan
suhu berada di bawah suhu di luarnya.
b. Syarat kimia, air minum harus mengandung zat – zat tertentu dalam
jumlah tertentu. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di
dalam air akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.
c. Syarat bakteriologis, air untuk minum harus bebas dari segala
bakteri, terutama bakteri pathogen. Untuk mengetahuinya dengan
memeriksa melalui sampel air, jika dari hasil pemeriksaan 100 cc air
terdapat bakteri E.Coli maka air tersebut tidak memenuhi syarat
kesehatan.
2. Jamban (sarana pembuangan tinja)
Pembuangan kotoran yaitu suatu pembuangan yang digunakan
oleh keluarga atau sejumlah keluarga untuk buang air besar. Usahakan
setiap rumah memiliki jamban sendiri (di darat), selalu bersih dan tidak
berbau (konstruksi leher angsa). Jaraknya cukup jauh dari sumber air
dan letaknya di bagian hilir air tanah. Membuang tinja jangan
disembarang tempat, tidak boleh dibuang ke parit/aliran air, ke kebun
atau ke halaman belakang.Usahakan membuat septic tank secara kolektif
(Riviwanto dkk, 2011).
3. Pembuangan air limbah (SPAL)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 air
limbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud
cair (Mubarak, 2009). Air limbah rumah tangga terdiri dari tiga faktor
penting yaitu :
a. Tinja (feces), berpotensi mengandung mikroba pathogen.
b. Air seni (urine), umumnya mengandung nitrogen, posfor, dan sedikit
mikroorganisme.
c. Grey water, merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci, dan
kamar mandi.
4. Sampah
Sampah/wastes diartikan sebagai benda yang tidak terpakai,
tidak diinginkan dan dibuang atau sesuatu yang tidak digunakan, tidak
dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari
kegiatan manusia serta tidak terjadi dengan sendirinya (Mubarak, 2009).
Secara umum, pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dapat mengakibatkan tempat berkembang dan sarang dari
serangga dan tikus, dapat menjadi sumber pengotoran tanah, sumber
pencemaran air pemukiman/udara, serta menjadi sumber dan tempat
hidup dari kuman-kuman yang membahayakan kesehatan (Mubarak,
2009).
Dilihat dari aspek perilaku penghuni, maka beberapa perilaku
penghuni yang berkaitan dengan perumahan sehat adalah sebagai berikut :
Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku dipandang dari segi biologis adalah
suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku
manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri.
Secara umum dapat dikatakan faktor genetik dan lingkungan merupakan
penentu dari perilaku mahluk hidup termasuk dari manusia. Perilaku
Kesehatan (health behavior) adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang
baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati
(unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan. Contoh perilaku penghuni yang mempengaruhi keadaan sanitasi
rumah antara lain : membuka jendela ruangan dirumah untuk sirkulasi
udara, membersihkan rumah dan halaman secara rutin agar tidak menjadi
tempat perkembangbiakan penyakit, membuang tinja ke jamban, membuang
sampah pada tempat sampah.

1.1.10 Pengelolaan Rumah Sehat


Menurut (Soemirat, 2007) bahwa kesehatan lingkungan sangat
berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Untuk dapat mengelola
kualitas lingkungan terhadap ataupun kesehatan masyarakat perlu dihayati
hubungannya dengan manusia, yaitu ekologi manusia. Konsekuensi dari
pengelolaan sanitasi lingkungan yang tidak baik maka akan menyebabkan
terjadinya berbagai masalah kesehatan seperti meningkatkannya angka
kesakitan penyakit berbasis lingkungan seperti diare, terjadinya masalah
sosial dan masalah kenyamanan dan keindahan daerah. Salah satu bentuk
upaya pengelolaan sanitasi lingkungan adalah penerapan rumah sehat yang
mencakup sanitasi dasar seperti penyediaan air bersih, penggunaan
jamban, pembuangan limbah dan sampah.
Menurut WHO, 2001, perumahan sehat merupakan konsep dari
perumahan sebagai faktor yang dapat meningkatkan standar kesehatan
penghuninya. Konsep tersebut melibatkan pendekatan sosiologis dan
teknis pengelolaan faktor resiko dan berorientasi pada lokasi bangunan,
kualifikasi, adaptasi, manajemen, penggunaan dan pemeliharaan rumah
serta lingkungan sekitarnya. Unsur yang melibatkan apakah rumah
tersebut memiliki penyediaan air minum dan sarana yang memadai untuk
memasak, mencuci, menyimpan makanan, serta membuang kotoran
manusia maupun limbah lainnya.

1.1.11 Syarat-syarat Pengelolaan Rumah Sehat


1. Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis meliputi kebutuhan terhadap suhu dalam
rumah yang optimal, pencahayaan yang optimal, ventilasi yang
memenuhi persyaratan dan tersedianya ruang yang optimal untuk
bermain anak. Suhu ruangan dalam rumah yang ideal yaitu berkisar
antara 18-20°C, dan suhu tersebut sangat dipengaruhi oleh udara luar,
pergerakan udara, dan kelembaban udara dalam ruangan. Pencahayaan
harus cukup pada waktu siang maupun malam hari. Pada malam hari
pencahayaan yang ideal adalah cahaya yang bersumber dari listrik atau
lampu sedangkan pada waktu pagi hari pencahayaan yang ideal adalah
cahaya yang bersumber dari sinar matahari.
2. Dinding
Dinding rumah yang terbuat dari tembok adalah baik. Pada
dasarnya dinding yang terbuat dari tembok untuk kondisi geografis
beriklim tropis khususnya kurang cocok karena selain mahal dari segi
ekonomi juga kurang mendapatkan penerangan alamiah yang cukup
apalagi bila ventilasinya tidak optimal.
3. Atap
Atap rumah yang terbuat dari genteng umumnya dipakai untuk
daerah perkotaan maupun pedesaan. Atap dari genteng sangat cocok
untuk daerah beriklim tropis seperti di Indonesia ini karena dapat
menciptakan suhu yang sejuk dalam rumah. Atap dari seng dan asbes
sebaiknya tidak digunakan, karena selain mahal juga menimbulkan
suhu panas didalam rumah.
4. Ventilasi
Ventilasi rumah memiliki banyak fungsi. Fungsi pertama
adalah untuk menjaga pertukaran aliran udara dalam rumah tersebut
agar tetap segar dan optimal. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang
diperlukan untuk penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya
ventilasi dalam rumah akan menyebabkan kurangnya O2 dalam rumah
yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun akan meningkat. Fungsi
kedua adalah untuk membebaskan udara dari bakteri-bakteri, terutama
bakteri patogen.
Ada dua macam ventilasi yakni ventilasi alamiah dan ventilasi
buatan. Ventilasi alamiah adalah di mana aliran udara di dalam
ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela, lubang angin
maupun lubang yang berasal dari dinding dan sebagainya. Ventilasi
buatan adalah ventilasi yang menggunakan alat khusus untuk
mengalirkan udara, misalnya kipas angin dan mesin penghisap udara
(AC). Ventilasi yang baik berukuran 10% sampai 20% dari luas lantai.
Ventilasi yang baik akan memberikan udara segar dari luar, suhu
optimum 22-24°C dan kelembapan 60%.
5. Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan pencahayaan dari cahaya yang
cukup dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk dalam
rumah akan menyebabkan berkembangnya beberapa bakteri, karena
dalam hal ini pencahayaan yang kurang akan menjadi media yang
sangat baik untuk berkembang biaknya bakteri-bakteri tersebut
khususnya bakteri patogen. Serta akan menimbulkan beberapa masalah
kesehatan atau penyakit. Cahaya dapat digolongkan menjadi dua
yakni: cahaya alamiah yang bersumber dari sinar matahari dan cahaya
buatan yang bersumber dari lampu. Cahaya matahari sangat penting
karena dapat membunuh bakteri patogen dalam rumah. Perlu
diperhatikan ketika membuat jendela sebaiknya diusakahan agar sinar
matahari dapat masuk ke dalam ruangan secara langsung atau tidak
terhalang oleh bangunan lain.
Fungsi jendela selain sebagai jalan pertukaran udara dalam
rumah juga sebagai jalan masuknya cahaya. Cahaya bbuatan
menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah seperti lampu,
minyak tanah, listrik, api dan sebagainya. Minimal cahaya yang masuk
adalah lebih dari 60 lux dan tidak menyilaukan sehingga cahaya
matahari dapat membunuh bakter-bakteri patogen.
6. Sarana Penyediaan Air
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh
manusia sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar
55-60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan
untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks
antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya.
Pada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang
memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Diantara kegunaan-
kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk
minum. Untuk keperluan air minum dan masak air harus mempunyai
persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi
manusia.
Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi
yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian
kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral.
Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan
atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari
tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan
air tercemar. Macam-macam sumber air minum (Slamet, 2002) antara
lain :
a. Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah.
Misalnya air sungai, air rawa dan danau.
b. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah
dangkal atau air tanah dalam. Air dalam tanah adalah air yang
diperoleh pengumpulan air pada lapisan tanah yang dalam.
Misalnya air sumur, air dari mata air.
c. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir, seperti hujan dan
salju. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih
adalah:
a. Mengambil air dari sumber air yang bersih.
b. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan
tertutup serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil
air.
c. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh
binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara
sumber air minum dengan sumber pengotoran seperti
septictank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus
lebih dari 10 meter.
d. Mengunakan air yang direbus.
e. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang
bersih dan cukup.
7. Sarana Pembuangan Tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari
kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan
memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang
penulurannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Syarat
pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah :
a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya.
b. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.
c. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya.
d. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat
lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit lainnya.
e. Tidak menimbulkan bau.
f. Pembuatannya murah.
g. Mudah digunakan dan dipelihara.
(Notoatmodjo, 2008).
Macam-macam tempat pembuangan tinja, antara lain:
a. Jamban cemplung
Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban
ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan
diameter 80 ± 120 cm sedalam 2,5 sampai 8 meter. Jamban
cemplung tidak boleh terlalu dalam, karena akan mengotori air
tanah dibawahnya. Jarak dari sumber minum sekurang-kurangnya
15 meter.
b. Jamban air
Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam
tanah sebagai tempat pembuangan tinja. Proses pembusukkanya
sama seperti pembusukan tinja dalam air kali.
c. Jamban leher angsa
Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air.
Fungsi air ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak
tercium. Bila dipakai, tinjanya tertampung sebentar dan bila
disiram air, baru masuk ke bagian yang menurun untuk masuk ke
tempat penampungannya.
d. Jamban bor
Tipe ini sama dengan jamban cemplung hanya ukurannya lebih
kecil karena untuk pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk
perkampungan sementara. Kerugiannya bila air permukaan banyak
mudah terjadi pengotoran tanah permukaan (meluap).
e. Jamban keranjang
Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian
dibuang di tempat lain, misalnya untuk penderita yang tak dapat
meninggalkan tempat tidur. Sistem jamban keranjang biasanya
menarik lalat dalam jumlah besar, tidak di lokasi jambannya, tetapi
disepanjang perjalanan ke tempat pembuangan. Penggunaan jenis
jamban ini biasanya menimbulkan bau.
f. Jamban parit
Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30 - 40 cm untuk tempat
defeacite. Tanah galiannya dipakai untuk menimbunnya.
Penggunaan jamban parit sering mengakibatkan pelanggaran
standar dasar sanitasi, terutama yang berhubungan dengan
pencegahan pencemaran tanah, pemberantasan lalat, dan
pencegahan pencapaian tinja oleh hewan.
g. Jamban empang / gantung
Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam,
selokan, kali, rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air
permukaan sehingga bibit penyakit yang terdapat didalamnya dapat
tersebar kemana-mana dengan air, yang dapat menimbulkan
wabah.
h. Jamban kimia
Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda
sehingga dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya
dipergunakan dalam kendaraan umum misalnya dalam pesawat
udara, dapat pula digunakan dalam rumah. Tempat pembuangan
tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan
risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali
lipat dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan
membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi. Anak balita
yang berasal dari keluarga yang menggunakan jamban yang
dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di
kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan
kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9% di
desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada keluarga yang
mempergunakan sungai sebagai tempat pembuangan tinja, yaitu
17% di kota dan 12,7 di desa.
8. Jenis Lantai Rumah
Syarat rumah yang sehat jenis lantai yang tidak berdebu pada
musim kemarau dan tidak basah pada musim penghujan. Lantai rumah
dapat terbuat dari ubin atau semen, kayu, dan tanah yang disiram
kemudian dipadatkan. Lantai yang basah dan berdebu dapat
menimbulkan sarang penyakit (Notoatmodjo, 2008). Lantai yang baik
adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan
lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan, paling tidak perlu
diplester dan akan lebih baik kalau dilapisi ubin atau keramik yang
mudah dibersihkan. Jenis lantai rumah tinggal mempunyai hubungan
yang bermakna pula dengan kejadian diare pada anak balita, Hal ini
ditinjau dari jenis alas atau bahan dasar penutup bagian bawah, dinilai
dari segi bahan dan kedap air. Lantai dari tanah lebih baik tidak
digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga dapat
menimbulkan gangguan atau penyakit pada penghuninya, oleh karena
itu perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air (disemen, dipasang
keramik, dan teraso). Lantai dinaikkan kira-kira 20 cm dari permukaan
tanah untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah.
9. Sampah
Sampah adalah suatu bahan atau benda padat yang sudah tidak
terpakai lagi oleh manusia atau benda padat yang sudah tidak
digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang.
Pengelolaan sampah yang baik adalah dengan cara dikumpulkan dan
kemudian dilakukan pengangkutan. Pengumpulan sampah menjadi
tanggung jawab masing-masing rumah tangga yang dalam hal ini
menghasilkan sampah. Selanjutnya untuk kemudian dilakukan
pemusnahan. Hal ini dilakukan untuk sampah yang berbentuk sampah
padat, yakni bisa dilakukan pembakaran dalam tungku pembakaran,
ditimbun dalam tanah, maupun dibuat pupuk. Dengan demikian akan
tercipta lingkungan dalam rumah yang bersih dan menyehatkan
(Evierni dkk, 2010).
10. Air Limbah
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang
berasal dari limbah rumah tangga. Pada umumnya mengandung bahan
bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta
mencemari lingkungan hidup. Cara pengelolaan air limbah dapat
dilakukan dengan cara yang sederhana yakni dengan melakukan
pengenceran terlebih dahulu. Pengenceran ini dilakukan untuk
menurunkan konsentrasi dari air limbah itu sendiri, kemudian baru
dibuang. Cara lain adalah dengan membuat kolam oksidasi. Pada
umumnya cara ini adalah memanfaaatkan cahaya langsung dari sinar
matahari, ganggang, bakteri dan oksigen dalam pembersihan secara
alamiah. Cara selanjutnya adalah dengan membuat saluran irigasi
yakni dengan membuat parit terbuka untuk saluran pembuangan air
limbah. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar air limbah meresap
terlebih dahulu kedalam parit-parit terbuka yang dalam hal ini terbuat
dari galian tanah sehingga lingkungan sekitar tidak akan tercemar
(Evierni, 2010).
11. Kepadatan Hunian Tempat Tidur
Luas ruang tidur minimal 8 meter dan tidak dianjurkan
digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali
anak dibawah 5 tahun.
12. Kelembaban
Kelembaban rumah yang tinggi dapat mempengaruhi
penurunan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan
tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Kelembaban juga
dapat meningkatkan daya tahan hidup bakteri. Kelembaban dianggap
baik jika memenuhi 40-70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih
dari 70%. Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi karena sirkulasi
udara yang tidak lancar akan mempengaruhi suhu udara dalam rumah
menjadi rendah sehingga kelembaban udaranya tinggi. Sebuah rumah
yang memiliki kelembaban udara tinggi memungkinkan adanya tikus,
kecoa dan jamur yang semuanya memiliki peran besar dalam
patogenesis penyakit pernafasan (Vita Oktaviani, 2010).
13. Memberikan Kebutuhan Psikologis
Kebutuhan psikologis berfungsi untuk menjamin privacy bagi
penghuni rumah. Perlu adanya kebebasan untuk kehidupan keluarga
yang tinggal dalam rumah tersebut secara normal. Penataan ruang
dalam rumah sebaiknya diatur agar memenuhi rasa keindahan dan
kenyamanan. Selain itu diperlukan adab sopan santun dalam
lingkungan perumahan agar tercipta keharmonisan dalam pergaulan.
14. Memberi Perlindungan/Pencegahan terhadap Bahaya Kecelakaan
Dalam Rumah
Konstruksi rumah yang kuat sebaiknya tidak menggunakan
asbes, hal ini bertujuan untuk menghindari bahaya kebakaran dan
pencegahan kemungkinan kecelakaan misalnya jatuh atau kecelakaan
mekanik lainnya. Tiga indikator rumah rumah sehat yang dinilai yakni
meliputi, higiene rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni dengan
rician sebagai berikut:
a. Kelompok higiene rumah meliputi: langit-langit, dinding, lantai,
jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga dan ruang tamu,
ventilasi, sarana pembuangan asap dapur dan pencahayaan.
b. Kelompok sarana sanitasi meliputi: sarana air bersih, sarana
pembuangan kotoran, sarana pembuangan sampah, dan sarana
pembuangan air limbah.
c. Kelompok perilaku penghuni meliputi: membuka jendela kamar
tidur, membuka jendela keluarga, membersihkan rumah dan
halaman, membuang tinja bayi dan balita ke jamban dan
membuang sampah pada tempat sampah.
(Evierni, 2010).
15. Kualitas Udara dalam Ruangan
Kualitas udara di dalam ruang rumah dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain, bahan bangunan (misal; asbes), struktur
bangunan (misal; ventilasi), bahan pelapis untuk furniture serta interior
(pada pelarut organiknya), kepadatan hunian, kualitas udara luar rumah
(ambient air quality), radiasi dari Radon (Rd), formaldehid, debu, dan
kelembaban yang berlebihan. Selain itu, kualitas udara juga
dipengaruhi oleh kegiatan dalam rumah seperti dalam hal penggunaan
energi tidak ramah lingkungan, penggunaan sumber energi yang relatif
murah seperti batubara dan biomasa (kayu, kotoran kering dari hewan
ternak, residu pertanian), perilaku merokok dalam rumah, penggunaan
pestisida, penggunaan bahan kimia pembersih, dan kosmetika. Bahan-
bahan kimia tersebut dapat mengeluarkan polutan yang dapat bertahan
dalam rumah untuk jangka waktu yang cukup lama. Dengan demikian
kualitas udara tidak bebas dalam ruangan sangat bervariasi. Apabila
terdapat udara yang tidak bebas dalam ruangan, maka bahan pencemar
udara dalam konsentrasi yang cukup memiliki kesempatan untuk
memasuki tubuh penghuninya. Gangguan kesehatan akibat
pencemaran udara dalam ruang rumah sebagian besar terjadi di
perumahan yang cenderung menggunakan energi untuk memasak
dengan energi biomasa. Pencemaran udara dalam ruang (indoor air
pollution) terutama rumah sangat berbahaya bagi kesehatan manusia,
karena pada umumnya orang lebih banyak menghabiskan waktu untuk
melakukan kegiatan di dalam rumah sehingga rumah menjadi sangat
penting sebagai lingkungan mikro yang berkaitan dengan risiko dari
pencemaran udara.
Dampak dari adanya pencemar udara dalam ruang rumah
terhadap kesehatan dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak
langsung. Gangguan kesehatan secara langsung dapat terjadi setelah
terpajan, antara lain yaitu iritasi mata, iritasi hidung dan tenggorokan,
serta sakit kepala, mual dan nyeri otot (fatigue), termasuk asma,
hipersensitivitas pneumonia, flu dan penyakit–penyakit virus lainnya.
Sedangkan gangguan kesehatan secara tidak langsung dampaknya
dapat terjadi beberapa tahun kemudian setelah terpajan, antara lain
penyakit paru, jantung, dan kanker, yang sulit diobati dan berakibat
fatal (Menkes, 2011).
Sumber pencemaran udara dalam ruangan dapat dirinci
menjadi 5 bagian sumber yakni :
a. Rokok, pestisida, bahan pembersih ruangan
b. Pencemaran dari luar gedung meliputi masuknya gas buangan
kendaraan bermotor, cerobong asap dapur karena penempatan
lokasi ventilasi yang tidak tepat
c. Pencemaran dari bahan bangunan seperti formaldehide, lem,
asbestos, fiberglas, dan bahan lainnya
d. Pencemaran mikroba meliputi bakteri, jamur, virus, protozoa yang
dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin ruangan
beserta seluruh sistemnya
e. Kurangnya udara segar yang masuk karena gangguan ventilasi
udara dan kurangnya perawatan sistem peralatan ventilasi.
(Keman Soedjajadi, 2005).
Persyaratan kualitas udara dalam ruang rumah menurut
(Menkes, 2011) meliputi :
a. Kualitas fisik
Terdiri dari parameter: partikulat (Particulate Matter/PM2,5 dan
PM10), suhu udara, pencahayaan, kelembaban, serta pengaturan
dan pertukaran udara (laju ventilasi).
b. Kualitas kimia
Terdiri dari parameter: Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida
(NO2), Karbon monoksida (CO), Karbon dioksida (CO2), Timbal
(Plumbum=Pb), asap rokok (Environmental Tobacco Smoke/ETS),
Asbes, Formaldehid (HCHO), Volatile Organic Compound (VOC).
c. Kualitas biologi
Terdiri dari parameter: bakteri dan jamur.
DAFTAR PUSTAKA

Adnani, H. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Nuha Medika. Jogyakarta

Dinas Kesehatan RI. 2005. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Indonesia .
Jakarta.

Entjang, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT Citra Aditya Bakti 6. Bandung

Evierni Yoselisa. 2010. Perumahan Dan Kesehatan. Jurnal Kesehatan Bina


Husada Vol. 6 No. Universitas Sriwijaya. [online], (diunduh 22 maret
2013)

Hanas dan Istiqomah. 2011. Penyehatan Pemukiman (Rumah Sehat). Heru


Subaris Kasjono (ed.). Yogyakarta. Gosyen Publishing.

Hindarto, Probo. 2007. Inspirasi Rumah Sehat di Perkotaan. Yogyakarta : Andi


Offfset

Keman, Soedjajadi. 2005. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1, Juli 2005 :
29 -42. (diakses 07 Desember 2018)

Kementrian Kesehatan RI. 2011.Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan


Sehat. Jakarta: Kementrian Kesehatan.

Mubarak, W.I, dkk. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta : Slemba


Medika

Notoatmodjo, S. 2008. Ilmu Kesehatan Masyarakt Prinsip -prinsip Dasar. Jakarta:


PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


Riviwanto , Muchsin DKK. 2011. Penyehatan Permukiman. Yogjakarta: Gosyen
Publishing.

Slamet, Juli Soemirat, Kesehatan Lingkungan. Gajahmada University Press,


Yogyakarta, 2002.

Soemirat. S, Kesehatan Lingkungan, UGM, Yogyakarta, 2007.


Syafrudin, Damayani, Delmaifanis. 2011. Himpunan penyuluhan kesehatan : pada
remaja, keluarga, lansia dan masyarakat. Jakarta : Trans Info Media

Vita Ayu Oktaviani 2010, hubungan antara sanitasi fisik rumah dengan kejadian
infeksi saluran pernafasan atas (ispa) pada balita di desa cepogo kecamatan
cepogo kabupaten boyolali.

WHO. 2001. Current Situation of The Most Frequent Zoonosis in The World.
National Center for Disciplinary Research in Animal Microbiology

Wicaksono, Andie. 2009. Tips Menciptakan Rumah Sehat. Jakarta: Griya Kreasi

Anda mungkin juga menyukai