Anda di halaman 1dari 5

Herpes Zooster

1. Definisi

Infeksi virus varicella zoster (VVZ) yang menyebabkan varisela atau cacar air dapat
menyerang hampir setiap individu di seluruh dunia. Setelah sembuh dari varisela, virus
menetap laten pada ganglia radiks dorsalis yang dapat mengalami reaktivasi menjadi herpes
zoster (HZ), atau yang lebih dikenal dengan nama shingles atau dompo. Herpes zoster
merupakan penyakit kulit yang bercirikan timbulnya ruam kulit dengan distribusi dermatomal
dan disertai rasa nyeri yang hebat.

2. Epidemiologi
Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan
pertambahan umur dan biasanya jarang mengenai anak-anak. Insiden herpes zoster
berdasarkan usia yaitu sejak lahir - 9 tahun : 0,74 / 1000 ; usia 10 – 19 tahun :1,38 / 1000 ;
usia 20 – 29 tahun : 2,58 / 1000. Di Amerika, herpes zoster jarang terjadi pada anak-anak,
dimana lebih dari 66 mengenai usia lebih dari 50 tahun, kurang dari 10% mengenai usia
dibawah 20 tahun dan 5% mengenai usia kurang dari 15 tahun. Walaupun herpes zoster
merupakan penyakit yang sering dijumpai pada orang dewasa, namun herpes zoster dapat
juga terjadi pada bayi yang baru lahir apabila ibunya menderita herpes zoster pada masa
kehamilan. Dari hasil penelitian, ditemukan sekitar 3% herpes zoster pada anak, biasanya
ditemukan pada anak - anak yang imunokompromis dan menderita penyakit keganasan.

HZ lebih sering terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan pada perempuan. Penelitian
ini menunjukkan selama periode 4 tahun jumlah perempuan lebih banyak yaitu 55,9%.
Penelitian yang dilakukan Cebrian-Cuenca dan kawan-kawan pada tahun 2006-2007 di
Spanyol didapatkan jumlah perempuan yang terkena HZ lebih banyak dibanding laki-laki
yaitu 64%. Penelitian lain yang dilakukan Insinga dan kawan-kawan menyebutkan jumlah
perempuan yang terkena HZ lebih banyak yaitu 59,9%. Belum diketahui secara pasti
penyebab perempuan lebih banyak terkena herpes zoster, namun secara umum perempuan
lebih sering mencari pengobatan untuk penyakitnya dibandingkan laki-laki dan lebih sering
kontak dengan anaknya yang terinfeksi varisela.

3. Etiologi dan patogenesis


Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata -rata 14 - 17
hari) dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang dari 14 hari.
VZV masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet
infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet infection dapat terjadi 2 hari
sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi dikulit. VZV masuk ke dalam tubuh manusia
melalui mukosa saluran pernafasan bagian atas, orofaring ataupun conjungtiva. Siklus
replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2 - 4 yang berlokasi pada lymph nodes regional
kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe,
yang mengakibatkan terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4 - 6 setelah
infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat
mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan berlanjut
dengan siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan
terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan
mencapai epidermis pada hari ke 14-16, yang mengakibatkan timbulnya lesi dikulit yang
khas.

4. Kriteria Diagnosis

Penegakan diagnosis herpes zoster umumnya didasari gambaran klinis.Komponen


utama dalam penegakan diagnosis adalah terdapatnya (1) gejala prodromal berupa nyeri, (2)
distribusi yang khas dermatomal, (3) vesikel berkelompok, atau dalam beberapa kasus
ditemukan papul, (4) beberapa kelompok lesi mengisi dermatom, terutama dimana terdapat
nervus sensorik, (5) tidak ada riwayat ruam serupa pada distribusi yang sama (menyingkirkan
herpes simpleks zosteriformis), (6) nyeri dan allodinia (nyeri yang timbul dengan stimulus
yang secara normal tidak menimbulkan nyeri) pada daerah ruam.

Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan pada status lokalis
regio temporalis, regio oksipitalis, regio maksilaris dan region nasalis dekstra, regio orbita
dekstra tampak makula dengan dasar kulit yang eritem ukuran lentikuler, tampak papul
multipel ukuran milier, tampak daerah erosi akibat vesikel yang sudah pecah. Lesi yang
terlihat cukup karakteristik untuk herpes zoster, yang mana timbul gejala kulit yang
unilateral, bersifat dermatomal sesuai dengan persarafan.

Lesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran mukosa.
Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 24 hari, yaitu sistemik
(demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pegal). Setelah itu akan timbul
eritema yang berubah menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang edema dan
eritematosa. Vesikel tersebut berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi
pustul dan krusta. Jika mengandung darah disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Jika
disertai dengan ulkus dengan sikatriks, menandakan infeksi sekunder. Masa tunas dari virus
ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru yang tetap timbul, berlangsung seminggu,
dan masa resolusi berlangsung 1-2 minggu. Selain gejala kulit, kelenjar getah bening regional
juga dapat membesar. Penyakit ini lokalisasinya unilateral dan dermatomal sesuai persarafan.
Saraf yang paling sering terkena adalah nervus trigeminal, fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1,
dan L2. Jika terkena saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, sedangkan pada saraf pusat
sering dapat timbul gangguan motorik akibat struktur anatomisnya. Gejala khas lainnya
adalah hipestesi pada daerah yang terkena.

Lesi – lesi dari varisela dan herpes zoster tak terbedakan secara histopatologi (Gambar
194-9). Adanya sel raksasa multinukleus (multinucleated giant cells) dan sel – sel epithelial
yang terdiri dari badan inklusi asidofilik intranuklear (Gambar 194-9B) membedakan lesi –
lesi kutanes yang dihasilkan oleh VSZ dari seluruh erupsi vesicular lainnya (contohnya yang
diakibatkan karena variola dan poxvirus lainnya, dan oleh coxsackievirus dan echovirus)
kecuali yang dihasilkan oleh HSV. Sel – sel ini dapat dilihat melalui apusan Tzanck
disiapkan di sisi tempat tidur; materi sampel diambil dari dasar vesikel awal, sebar pada sisi
gelas / preparat, fiksasi dalam aseton atau methanol, dan diwarnai dengan hematoksilin-eosin,
Giemsa, Papanicolaou, atau pewarnaan Paragon multipel. Biopsi punch menyediakan
material yang lebih baik pada pemeriksaan histology daripada apusan Tzanck dan
memfasilitasi diagnosis pada stadium prevesikuler dan pada lesi – lesi atipikal seperti lesi
veruka kronik dihasilkan oleh VZV yang resisten asiklovir pada pasien dengan AIDS.
5. Komplikasi
A. KOMPLIKASI KUTANEUS
Infeksi sekunder :
dapat menghambat penyembuhan dan pembentukan jaringan parut (selulitis ,impetigo
dll) menunjukkan HZ yang berat, mengakibatkan hambatan penyembuhan dan
pembentukan jaringan parut.

B. KOMPLIKASI NEUROLOGIS
Neuralgia paska herpes (NPH) :
Nyeri yang menetap di dermatom yang terkena 3 bulan setelah erupsi HZ
menghilang. Insidensi PHN berkisar sekitar 10-40% dari kasus HZ. NPH merupakan
aspek HZ yang paling mengganggu pasien secara fungsional. dan psikososial. Pasien
dengan NPH akan mengalami nyeri konstan (terbakar, nyeri,
berdenyut), nyeri intermiten (tertusuk-tusuk), dan nyeri yang dipicu stimulus seperti
allodinia (nyeri yang dipicu stimulus normal seperti sentuhan dll). Risiko NPH
meningkat pada usia>50 th (27x lipat) ; nyeri prodromal lebih lama atau lebih hebat;
erupsi kulit lebih hebat (luas dan berlangsung lama) atau intensitas nyerinya lebih
berat. Risiko lain : Distribusi di daerah oftalmika, ansietas, depresi, kurangnya
kepuasan hidup, diabetes.

Walaupun mendapat terapi antivirus, NPH tetap terjadi pada 10-20% pasien HZ,
dan sering kali refrakter terhadap pengobatan, walau pengobatan sudah optimal, 40 %
tetap merasa nyeri. Meningoensefalitis, arteritis granulomatosa, mielitis, motor bell’s
palsy.

C. KOMPLIKASI MATA
Keterlibatan saraf trigeminal cabang pertama menyebabkan HZ Oftalmikus,
terjadi pada 10-25% dari kasus HZ, yang dapat menyebabkan hilangnya penglihatan,
nyeri menetap lama, dan/atau luka parut. Keratitis (2/3 dari pasien HZO),
konjungtivitis, uveitis, episkleritis, skleritis, koroiditis, neuritis optika, retinitis,
retraksi kelopak, ptosis, dan glaukoma.

D. KOMPLIKASI THT
Sindrom Ramsay Hunt
Sering disebut HZ Otikus merupakan komplikasi pada THT yang jarang terjadi
namun dapat serius. Sindrom ini terjadi akibat reaktivasi VZV di ganglion genikulata
saraf fasialis. Tanda-tanda jelasnya meliputi yaitu telinga luar atau membrana timpani,
disertai paresis fasialis yang nyeri, gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3
bagian depan lidah, tinitus, vertigo, dan tuli. Banyak pasien yang tidak pulih
sempurna.

E. VISERAL
Dipertimbangkan bila ditemukan nyeri abdomen dan distensi abdomen.Komplikasi
visceral pada HZ jarang terjadi, komplikasi yang dapat terjadi misalnya hepatitis,
miokarditis, pericarditis, artitis.
6. Tatalaksana Herpes zoster
A. Strategi 6A
Dalam penatalaksanaan HZ, dikenal strategi 6 A:
- Attract patient early
- Asses patient fully
- Antiviral therapy
Efektivitas antiviral dalam menurunkan insidens, beban penyakit HZ durasi HZ, serta
nyeri berkepanjangan telah dievaluasi secara metaanalisis, multicenter randomized
double-blind controlled trial. Masuk dalam kategori high

Tambahan terapi
- Analgetik
- Antidepressant/antikonvulsant
- Allay anxietas-counselling
Efikasinya inkosisten, merupakan hasil dari uncontrolled multiple clinical trial dan
clinical experiences. Masuk dalam kategori moderate confidence.

Attract patient early :


Pasien untuk mendapatkan hasil pengobatan yang optimal, pengobatan sedini
mungkin dalam 72 jam setelah erupsi kulit Dokter Diagnosis dini lengkap
Asses patient fully : memperhatikan kondisi khusus pasien misalnya usia lanjut, risiko
NPH, risiko komplikasi mata, kemungkinan imunokompromise, sindrom Ramsay
Hunt, kemungkinan defisit motorik dan kemungkinan terkenanya organ dalam.
Antiviral
Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada :
- usia > 50 thn dengan risiko terjadinya NPH HZO / sindrom Ramsay Hunt / HZ
servikal / HZ sakral
imunokompromais, diseminata/ generalisata, dengan komplikasi.
- anak-anak, usia < 50 tahun dan perempuan hamil diberikan terapi antiviral bila
disertai: risiko terjadinya NPH, HZO/sindrom Ramsay Hunt, imunokompromais,
diseminata/generalisata, dengan komplikasi.

Pengobatan Antivirus :
1. Asiklovir dewasa: 5 x 800 mg/hari selama 7-10hari atau
2. Asiklovir iv 3x10 mg/kgBB/hari
3. Valasiklovir untuk dewasa 3 x 1 gram/hari selama 7 hari atau Famsiklovir untuk
dewasa: 3x250 mg/hari selama 7 hari.
Catatan khusus :
- Pemberian antivirus masih dapat diberikan setelah 72 jam bila masih timbul lesi
baru/ terdapat vesikel berumur < 3 hari.
- Bila disertai keterlibatan organ viseral diberikan asiklovir intravena 10 mg/kgBB,
3x per hari selama 5-10 hari. Asiklovir dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% dan
diberikan tetes selama satu jam
- Untuk wanita hamil diberikan asiklovir.
- Untuk herpes zoster dengan paralisis fasial/kranial, polineuritis, dan keterlibatan
SSP dikombinasikan dengan kortikosteroid walaupun keuntungannya belum
dievaluasi secara sistematis.
Terapi suportif:
- Istirahat, makan cukup
- Jangan digaruk
- Pakaian longgar
- Tetap mandi

Indikasi rawat
- Penderita herpes zoster yang luas sampai mengganggu keadaan umum (sampai
tidak dapat makan atau minum)
- HZO/HZ dengan komplikasi
- HZ imunokompromais yang multi segmental atau diseminata

Anda mungkin juga menyukai