Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN ANEMIA APLASTIK DENGAN


INTOLERANSI AKTIVITAS

OLEH :

NI KETUT LESTARI DEWI


P07120018056
TINGKAT 2.2

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ANEMIA APLASTIK DENGAN INTOLERANSI AKTIVITAS

A. Pengertian
Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana berkurangnya volume
konsentrasi hemoglobin, hematoktrit dan juga jumlah sel darah merah yang menyebabkan
tidak terpenuhinya oksigen bagi tubuh. Anemia secara umum dibagi beberapa jenis yaitu
anemia pasca perdarahan, anemia defisiensi zat besi, anemia hemolitik serta anemia
aplastik (Wijaya & Putri, 2013).
Anemia Aplastik menurut bentuk eritrositnya merupakan anemia normokromik
normositer sedangkan berdasarkan etiopatogenesisnya merupakan kerusakan jaringan
sumsum tulang yang terjadi karena penggantian oleh jaringan lemak. Anemia aplastik
merupakan suatu kegagalan dari sumsum tulang untuk memproduksi sel darah, kelainan
ini ditandai dengan adanya pansitopenia pada darah tepi serta terjadi penurunan selularitas
sumsum tulang. Pansitopenia adalah suatu keadaan dimana terjadinya kekurangan jumlah
sel darah merah, sel darah putih dan trombosit (Citra, 2012).
Beberapa penderita anemia aplastik ditemukan sel inhibitor atau penghambat
pertumbuhan sel yang dibuktikan dengan adanya limfosit T yang menghambat
pertumbuhan sel-sel pada sumsum tulang. Terdapat tiga gejala yang ditemukan pada
penderita anemia aplastik adalah 1). anemia yang ditandai dengan wajah pucat, mudah
lelah, 2). Trombositopenia ditandai dengan terjadinya perdarahan pada gusi, mimisan,
bintik-bintik merah pada kulit, memar, dan muntah darah, 3). Leukopenia ditandai dengan
terjadinya infeksi contohnya nyeri dan demam (George & Lichtman, 2010).

B. Etiologi
Penyebab anemia aplastik sebagian besar 50-70% adalah bersifat idiopatik atau tidak
diketahui yang disebabkan oleh proses penyakit yang berlangsung perlahan-lahan.
Penyebab lainnya yang sering dikaitkan dengan anemia aplastik yaitu toksisitas langsung
serta penyebab yang diperantarai oleh imunitas seluler. Penyebab anemia aplastik dari
faktor genetik meliputi anemia fanconi seperti suatu sindrom hipoplasia sumsum tulang
yang disertai oleh pigmentasi coklat pada kulit, hipoplasia 8 pada ibu jari atau radius,
mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal serta limpa. Anemia aplastik
juga sering disebabkan oleh radiasi atau paparan bahan kimia, obat-obatan serta dapat juga
dikaitkan dengan infeksi virus dengan penyakit lainnya seperti virus hepatitis, HIV,
dengue, kehamilan, iradiasi dan kelainan imunologis (Salonder, 2004).

C. Patofisiologis
Anemia aplastik biasanya disebabkan oleh kegagalan dari sel induk hematopoeti atau
terjadinya penurunan sel precursor pada sumsum tulang dan terjadi penggantian sumsum
tulang dengan lemak. Kegagalan tersebut disebabkan oleh kelainan dari sel-sel induk
hematopoetik sendiri atau bisa dari beberapa faktor yang menekan atau
menghancurkannya. Penyabab lain pansitopenia dari penyakit anemia aplastik seperti
mielodisplasia, anemia megaloblastik, dan leukemia akut. Penyakit anemia aplastik sel-sel
yang bersifat normal atau hanya memiliki kelainan morfologi ringan. Adanya eritrosit
berinti atau berbentuk tidak normal, neutrofil hipersegmen atau leukosit abnormal lainnya,
sel-sel prematur, atau fragmen megakariosit dapat terjadi karena terjadi gangguan lain
selain anemia aplastik (Kiswari, 2014). Hipoplasia muncul maka depresi sumsum tulang
akan berkembang sampai titik dimana akan terjadi kegagalan sempurna dan ireversibel.
Pemeriksaan darah lengkap sangat penting dan dilakukan sesering mungkin pada penderita
anemia aplastik karena pengobatan yang teratur terkena bahan kimia yang dapat
menyebabkan anemia aplastik (Muttaqin, 2014).

D. Tanda dan Gejala


- Lemah dan mudah lelah

- Lebih mudah terkena infeksi bakteri


- Demam, pusing dan sakit kepala
- Kesulitan bernapas dan sesak
-  Nyeri dada
- Detak jantung tidak teratur
- Wajah menjadi pucat
- Sering mimisan dan berdarah pada gusi
- Hepatosplenomegali
- Pembesaran kelenjar limfa
- Muncul luka memar pada kulit yang tidak diketahui penyebabnya
- Mudah mengalami perdarahan
C. Pathway

Faktor genetik Obat-obatan/Bahan Kimia Infeksi Iradiasi Kelainan


Immunologis

Hipoplasia Masuk melebihi dosis Sitomegalovirus Zat anti terhadap sel


Sumsum tulang hemopoetik

Aplasia sumsum tulang Menekan produksi


sel-sel sumsum tulang

Gangguan sel-sel
Stroma sumsum tulang

Anemia aplastik

Anemia Leukopenia Trombositopenia

Ketidakseimbangan antara suplai Perdarahan pada mukosa Granulisitopenia Gangguan dalam pembekuan darah
dan kebutuhan oksigen mulut dan faring

Risiko infeksi Perdarahan


Frekuensi jantung meningkat Ketidakmampuan
>20% dari kondisi istirahat menelan makanan
Risiko syok

Mengeluh lelah Nafsu makan menurun


Intoleransi Aktivitas Defisit nutrisi

Kurang aktivitas fisik

Perfusi Perifer Tidak Efektif


D. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Salonder, 2004) pemeriksaan penunjang pada penderita anemia aplastik
meliputi :
a. Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik sangat bervariasi. Pasien anemia
aplastik 100% terlihat pucat dan pasien dengan perdarahan hanya 63% yang
ditemukan. Hepatomegali yang sebabnya bermacam-macam ditemukan pada
sebagian kecil pasien, sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus
pun. Splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Sel Darah
2) Laju endap darah
3) Faal hematosis
4) Sumsum tulang
5) Virus
6) Tes ham atau tes hemolisis sukrosa
7) Kromosom
8) Defisiensi imun
c. Pemeriksaan radiologis
1) Nuclear magnetic resonance imaging
2) Radionuclide bone marrow imaging ( bone marrow scanning)

E. Penatalaksanaan Medis
Penanganan anemia aplastik yang biasa dilakukan ada dua yaitu yang pertama
transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk memberikan persediaan jaringan
hematopoeti yang masih dapat berfungsi, agar transplantasi dapat berhasil diperlukan
kemampuan menyesuaikan sel donor dengan resipien serta mencegah terjadinya
komplikasi selama proses penyembuhan dengan penggunaan imunosupresan
clyclosporine. Kedua terapi imunnosupresif yaitu dengan ATG (globulin antitimosit)
diberikan untuk menghentikan fungsi imunologis yang memperpanjang aplasia sehingga
sumsum tulang memungkinkan untuk mengalami penyembuhan. ATG diberikan setiap
hari melalui kateter vena sentral selama 7 sampai 10 hari, pasien yang merespon terapi
biasanya akan sembuh dalam beberapa minggu sampai 3 bulan (Wijaya & Putri, 2013)
F. Pengkajian
1) Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, No. Rm, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, status,
tanggal MRS, dan tanggal pengkajian.
2) Keluhan utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi mengkaji pengetahuan pasien
tentang kondisinya saat ini.
3) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Keluhan yang dirasakan saat pengkajian
b. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit yang diderita pasien saat MRS.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga pasien atau
riwayat penyakit keturunan lainnya.
4) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
5) Riwayat Bio-psiko-sosial-spiritual
Pengkajian pasien dengan anemia meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ;
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah.
Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat.
Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya.
Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu
menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang
menunujukkan keletihan.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan).
Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST
dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur
sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa
(konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit
hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat
(aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti
mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler
dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok
(koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban
secara premature (AP).
c. Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan,
misalnya penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi.
d. Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi
(DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi.
Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan
menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya
penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka
terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan
vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering,
tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi).
Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
f. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ;
klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak
mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik,
AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan
koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif,
paralysis (AP).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
h. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
i. Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan
pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker,
terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah
sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum.
Ptekie dan ekimosis (aplastik).
j. Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB).
Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
6) Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
 Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
 BB sebelum sakit
 BB saat ini
 BB ideal
 Status gizi
 Status Hidrasi
 Tanda-tanda vital: TD, Nadi, Suhu, RR

b. Pemeriksaan head to toe


 Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
 Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
 Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
 Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
 Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
 Hidung
Tak ada pernafasan cuping hidung.
 Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
 Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
 Paru
Inspeksi ; Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi ;Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi ;Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
Auskultasi ; Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
 Jantung
Inspeksi; Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi; Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi ;Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
 Abdomen
Inspeksi; Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi; Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi; Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi ; Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
 Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
 Ekstremitas

G. Diagnosa Keperawatan
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen dibuktikan dengan mengeluh lelah, frekuensi jantung meningkat >20%
dari kondisi istirahat, dispnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas, merasa lemah, tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat, gambaran
EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas, gambaran EKG menunjukkan iskemia,
sianosis.

H. Intervensi Keperawatan

TUJUAN DAN
DIAGNOSA INTERVENSI
KRITERIA HASIL RASIONAL
KEPERAWATAN (SIKI)
(SLKI)
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi
berhubungan dengan asuhan keperawatan
Observasi
ketidakseimbangan selama ...x 24 Jam, 1. Identifikasi gangguan 1. Mengetahui
antara suplai dan diharapkan fungsi tubuh yang adanya gangguan
kebutuhan oksigen Toleransi Aktivitas mengakibatkan fungsi tubuh yang
dibuktikan dengan meningkat, dengan kelelahan mengakibatkan
mengeluh lelah, kriteria hasil : kelelahan
frekuensi jantung 1. Kemudahan 2. Monitor kelelahan fisik 2. Mengetahui
meningkat >20% dari melakukan dan emosional penyebab
kondisi istirahat, aktivitas sehari- kelelahan fisik dan
dispnea saat/setelah hari meningkat emosional
aktivitas, merasa 2. Kecepatan 3. Monitor pola dan jam 3. Mengetahui pola
tidak nyaman setelah berjalan tidur dan jam tidur
beraktivitas, merasa meningkat 4. Monitor lokasi dan 4. Mengetahui lokasi
lemah, tekanan darah ketidaknyamanan dan penyebab
3. Jarak berjalan
berubah >20% dari selama melakukan ketidaknyamanan
meningkat
kondisi istirahat, aktivitas selama melakukan
gambaran EKG 4. Kekuatan tubuh aktivitas
menunjukkan aritmia bagian atas dan Terapeutik
saat/setelah aktivitas, bawah meningkat 5. Sediakan lingkungan 5. Agar pasien
gambaran EKG nyaman dan rendah merasa nyaman
5. Toleransi dalam
menunjukkan stimulus
menaiki tangga
iskemia, sianosis 6. Lakukan latihan 6. Membantu
meningkat
rentang gerak pasif dan pergerakan aktif
6. Keluhan lelah /atau aktif maupun pasif
menurun 7. Berikan aktifitas 7. Agar pasien
7. Dispnea saat dan distraksi yang merasa tenang
setelah aktivitas menenangkan
menurun 8. Fasilitasi duduk disisi 8. Melatih
tempat tidur, jika tidak pergerakan pasien
8. Perasaan lemah
dapat bertindak atau
menurun
berjalan.
9. Aritmia saat dan
setelah aktivitas Edukasi
menurun 9. Anjurkan tirah baring 9. Untuk mencukupi
kebutuhan istirahat
10.Sianosis
pasien
menurun
10. Anjurkan 10. Melatih pasien
11.Warna kulit untuk melakukan
melakukan aktifitas
membaik aktifitas secara
secara bertahap
12.Tekanan darah bertahap

membaik 11. Anjurkan 11. Untuk


menghubungi perawat mengantisipasi
13.Frekuensi napas
jika tanda dan gejala tanda dan gejala
membaik
tidak berkurang tambahan
14.Frekuensi nadi 12. Anjurkan strategi
membaik koping untuk 12. Agar kelelahan
mengurangi kelelahan pasien berkurang

Kolaborasi
13. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara 13. Agar asupan
gizi pasien
meningkatkan asupan
terpenuhi dengan
makanan tepat

I. REFERENSI

Handayani, Andi Sulistyo. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan


Hematologi, Salemba Medika, Jakarta

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC

Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC

Tim Pokja PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI

Tim Pokja PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI

Tim Pokja PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

Padmi, Putu Eka Sri Wahyuni Dharma (2019) Gambaran Asuhan Keperawatan


pada Anak Anemia Aplastik dengan Intoleransi Aktivitas di RSUP
Sanglah Tahun 2019. Diploma thesis, Politeknik Kesehatan Kemenkes
Denpasar Jurusan Keperawatan. http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/2286/ diakses pada tanggal 16/05/2020 pukul 12.09 wita.

Anggraeni, Ida Ayu Putu Mirah Adi (2019) GAMBARAN ASUHAN


KEPERAWATAN PADA ANAK ANEMIA APLASTIK DENGAN RISIKO
PERDARAHAN DI RUANG PUDAK RSUP SANGLAH TAHUN
2019. Diploma thesis, Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar Jurusan
Keperawatan http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2347 diakses pada
tanggal 16/05/2020 pukul 13.58 wita.

Anda mungkin juga menyukai