Anda di halaman 1dari 23

KONSTITUSI DAN KONSTITUSIONALISME

Draft Pertama 5/10/2014 (Bahan UAS)

Penulis : Ramlan Surbakti, Ma, Ph.D


    
Setiap negara memiliki konstitusi. Akan tetapi konstitusi yang dimiliki itu tidaklah sama:
sebagian tertulis dan sebagian lagi tidak tertulis; sebagian terdiri atas satu dokumen
tunggal dan sebagian lagi terdiri atas sejumlah dokumen yang terpisah; sebagian musah
diubah dan sebagian lagi sukar diubah; sebagian terdiri atas sedikit pasal (singkat) dan
sebagian lagi terdiri atas banyak pasal (panjang); sebagian dibuat pada awal kemerdekaan
dan sebagian lagi dibuat beberapa kali dalam sejarah perkembangan negara tersebut; dan
sebagian menganut paham konstitusionaalisme dan sebagian lagi tidak menganut paham
konstitusionalisme. Karena semua negara memiliki konstitusi, apakah patut dipertanyakan
sejumlah pertanyaan berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan konstitusi?
2. Apa saja yang menjadi isi konstitusi: apa saja isi konstitusi yang sama dari sekian banyak
konstitusi yang beragam tersebut?
3. Mengapa konstitusi itu penting, baik bagi penyelenggara negara maupun bagi warga
negara?
4. Apa saja yang membedakan konstitusi dari berbagai negara (tipologi konstitusi)?
5. Apakah yang dimaksud dengan konstitusionalisme, apa bedanya dengan konstitusi yang
tidak menganut paham konstitusionalisme, dan apa persamaan dan perbedaan konstitusi
yang menganut paham konstitusionalisme dengan konstitusi yang bersifat demokratis?

Konstitusi
    Apakah yang dimaksud dengan konstitusi?
Pertama, konstitusi merupakan Akte Kelahiran suatu Negara-Bangsa (the birth    
certificate of a nation state). Pembentukan suatu negara selalu dimulai dengan pernyataan
kemerdekaan suatu negara (Proklamasi Kemerdekaan, Declaration of Independence) bagi bekas
negara jajahan, atau, dimulai dengan pernyataan pembentukan negara baru yang berbeda dengan
negara sebelumnya di wilayah yang sama. Berikut kutipan dari Deklarasi Kemerdekaan Amerika
Serikat pada tanggal 4 Juli 1776 (alinea pertama dan terakhir) yang disepakati secara mufakat
oleh 13 Negara Bagian Amerika:

When in the Course of human events, it becomes necessary for one people to dissolve the
political bands which have connected them with another, and to assume among the powers of the
earth, the separate and equal station to which the Laws of Nature and of Nature's God entitle
them, a decent respect to the opinions of mankind requires that they should declare the causes
which impel them to the separation.
--------------
We, therefore, the Representatives of the United States of America, in General Congress,
Assembled, appealing to the Supreme Judge of the world for the rectitude of our intentions, do,
in the Name, and by Authority of the good People of these Colonies, solemnly publish and
declare, That these United Colonies are, and of Right ought to be Free and Independent States;
that they are Absolved from all Allegiance to the British Crown, and that all political connection
between them and the State of Great Britain, is and ought to be totally dissolved; and that as Free
and Independent States, they have full Power to levy War, conclude Peace, contract Alliances,
establish Commerce, and to do all other Acts and Things which Independent States may of right
do. And for the support of this Declaration, with a firm reliance on the protection of divine
Providence, we mutually pledge to each other our Lives, our Fortunes and our sacred Honor.

Konstitusi Amerika Serikat yang hanya terdiri atas 7 Pasal disahkan pada Konvensi Konstitusi
di Philadelphia pada tahun 1789 (13 tahun setelah Pernyataan Kemerdekaan). Belakangan
konstitusi ini mengalami 10 kali Amandemen (The First to The Thirteen Amandement) yang
sebagian terbesar merupakan tambahan (bukan perubahan) untuk melengkapi naskah konstitusi
asli.
    Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak
terpisahkan dari UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 telah
mengalami empat kali Perubahan (Perubagan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat) yang
sebagian mengubah beberapa ketentuan lama tetapi sebagian besar merupakan tambahan
untuk melengkapi naskah asli. Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang sangat
singkat bila dibandingkan dengan Pernyataan Kemerdekaan Amerika Serikat, dan Alinea
Pertama, Aliena Kedua, Aliena Ketiga, dan bagian awal Aliena Keempat Pembukaan UUD 1945
dengan sangat jelas menggambarkan pernyataan kemerdekaan dan pembentukan suatu negara
tetapi juga faktor-faktor yang mendorong pernyataan kemerdekaan dan pembentukan negara
tersebut.
    Kedua, konstitusi merupakan Hukum Dasar atau hukum yang bersifat fundamental
sehingga menjadi sumber segala peraturan perundang-undangan (All law is derived from
the Constitution). Sebagian besar negara memiliki konstitusi sebagai Hukum Dasar. Dalam
negara sepergi ini dikenal dua tingkat hukum, yaitu Hukum Dasar (Konstitusi), dan Hukum
Biasa. Konstitusi disebut sebagai Hukum Dasar karena berisi apa yang disebut sebagai Hak
Alamiah (Natural Rights) atau hak yang melekat pada manusia sebagai ciptaan Tuhan
yang Maha Esa, seperti Hidup, Kebebasan, dan Kebahagiaan (Life, Liberty and in the
pursuit of Happiness) dan Hak Asasi Manusia pada umumnya dan prinsip-prinsip
kenegaraan atau nilai-nilai utama dalam penyelenggaraan negara, seperti keadilan,
kebebasan, kesetaraan, ketertiban, kesejahteraan, kedaulatan rakyat, negara hukum, dan
musyawarah. Ketentuan yang menyangkut Hukum Biasa atau peraturan perundang-undangan
dibawah konstitusi tidak hanya merupakan penjabaran dari tetapi juga tidak boleh bertentangan
dengan Hukum Dasar. Hukum Biasa cenderung bersifat operasional karena merupakan
penjabaran Hukum Dasar tersebut. Akan tetapi hal ini tidak berlaku pada negara yang
tidak mengenal dua tingkat hukum seperti Inggris Raya yang hanya mengenal konstitusi
yang tidak berupa Hukum Dasar melainkan berupa konvensi tak tertulis, undang-undang
yang ditetapkan oleh Parlemen ataupun jurisprudensi yang timbul dari putusan Pengadilan.
Konstitusi Amerika Serikat merupakan Hukum Dasar dan hukum tertinggi di negara tersebut (the
Supreme Law on the Land). UUD 1945 merupakan Hukum Dasar atau Hukum Tertinggi di
Indonesia. Berikut adalah tata urutan hukum di Indonesia:
1.    Undang-Undang Dasar 1945
2.    Undang-Undang, dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU)
3.    Peraturan Pemerintah
4.    Peraturan Presiden
5.    Peraturan Daerah Provinsi
6.    Peraturan Gubernur
7.    Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
8.    Peraturan Bupati/Walikota.

Ketiga, konstitusi berisi preskripsi tentang negara macam apakah yang akan
dibentuk atau negara macam apakah yang hendak diwujudkan (tujuan negara). Konstitusi
merupakan preskripsi tentang negara-bangsa yang dicita-citakan (the prescription for a
good society or the best regime)  atau himpunan berbagai Kebaikan Bersama yang
disepakati oleh suatu Bangsa.
Pada Alinea keempat UUD 1945 dapat dibaca empat tujuan negara:
1.     melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2.     memajukan kesejahteraan umum;
3.     mencerdaskan kehidupan bangsa;
4.     ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.   

Keempat, untuk mencapai tujuan negara, dalam konstitusi juga ditetapkan tidak saja
pembagian tugas dan kewenangan diantara sejumlah lembaga negara, seperti lembaga legislatif
untuk membuat undang-undang, eksekutif untuk melaksanakan undang-undang, judikatif untuk
mengadili pelanggaran undang-undang, dan lembaga lain tetapi juga diantara berbagai tingkat
pemerintahan, seperti pemerintah federal, pemerintah negara bagian, dan pemerintah lokal
(susunan negara federasi) atau pemerintah pusat dan pemerintah lokal (susunan negara
Kesatuan).  Karena itu konstitusi acapkali dilukiskan sebagai berisi pembagian kekuasaan
antar lembaga negara dan antar berbagai tingkat pemerintah.Karena tugas dan kewenangan
setiap lembaga negara dan berbagai tingkat pemerintah diatur dalam Konstitusi, maka konstitusi
juga dirumuskan sebagai dasar atau sumber kewenangan negara. Selain itu, dalam konstitusi juga
ditentukan mekanisme penentuan penyelenggara negara. Karena itu konstitusi juga dirumuskan
sebagai himpunan prinsip dan ketentuan yang disepakati bersama yang mengatur bagaimana
penyelenggara negara memperoleh kekuasaan dan bagaimana kekuasaan dilaksanakan.

. Kelima, konstitusi juga merupakan Kontrak Politik antar warga negara (a politial
contract  among citizens). Kontrak disepakati oleh mereka yang berada dalam posisi
setara, mereka merumuskan dan menyepakati kontrak dalam sikap bebas, tanpa paksaan.
Karena merupakan kontrak politik yang disepakati bersama, maka konstitusi sering pula
disebut sebagai Dokumen yang dibuat oleh rakyat suatu negara yang harus dipatuhi oleh
semua warga negara. Negara macam apakah yang akan dibentuk? Berbagai unsur Bangsa
Indonesia, seperti suku bangsa, agama, dan ras; dan tinggal di berbagai wilayah besar dan kecil,
bersedia menjadi bagian dari bangsa-negara yang akan dibentuk apabila tujuan pertama Negara
Kesatuan Republik Indonesia dirumuskan sbb: melindungi segenap Bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia. Untuk mencapai tujuan negara dibentuk berbagai lembaga
negara dengan tugas dan kewenangan yang berbeda, dan berbagai tingkat pemerintahan dengan
urusan pemerintahan yang berbeda. Para warga negara menyetujui pembagian kekuasaan ini
apabila pada saat yang sama dalam konstitusi dirumuskan tidak saja pelaksanaan kekuasaan
negara berdasarkan hukum (rule of law), saling mengawasi antar lembaga negara, dan
penyelenggara negara dipilih melalui Pemilu untuk masa jabatan tertentu tetapi juga hak dan
kebebasan politik warga negara dan hak asasi manusia pada umumnya. Karena itu konstitusi
tidak jarang dirumuskan Dokumen atau Prinsip yang Membatasi dan Mengatur Perilaku
Penyelenggara Negara dan Menjamin Hak Warga Negara dalam suatu Negara.
Yang menanda-tangani konstitusi sebagai kontrak sudah barang tentu tidak semua warga negara
melainkan para peminpin yang mewakili berbagai kelompok atau golongan bangsa tetapi setelah
melalui proses konsultasi publik dengan semua unsur bangsa. UUD Amerika Serikat ditanda-
tangani sebanyak 56 orang yang mewakili 13 Negara  Bagian, dan UUD 1945 ditanda-tangani
oleh Sembilan orang anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Isi Konstitusi: Pembukaan dan Batang Tubuh


Secara umum Konstitusi berisi dua unsur utama, yaitu Pembukaan (Preamble) dan
Batang-Tubuh UUD. Pembukaan Konstitusi pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan
negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara. Alinea pertama (segala bentuk penjajahan
harus dihapuskan dari muka bumi), kedua (kemerdekaan adalah hasil perjuangan Bangsa
Indonesia) dan ketiga (dasar moral dan religi pembentukan bangasa-negara) Pembukaan UUD
1945 merupakan faktor yang melatar-belakangi pembentukan bangsa-negara. Bagian awal
Pembukaan UUD Afrika Selatan secara jelas menyebut masa lalu Afrika Selatan (dibawah reji
apartheid) sebagai latar belakang pembentukan konstitusi baru.
    Apa saja yang dirumuskan dalam Batang-Tubuh UUD bervariasi antar negara. Apa saja yang
dirumuskan dalam UUD juga berkaitan dengan seberapa panjang UUD tersebut. Konstitusi yang
paling pendek dan paling tua di dunia adalah UUD Amerika Serikat (7 Pasal dan 10
Amandemen). Yang diatur dalam UUD Amerika Serikat hanya prinsip-prinsip penyelenggaraan
negara saja. Konstitusi yang Paling Panjang adalah UUD India (395 Pasal dan 83 Amandemen).
Karena itu dapat diduga aspek kenegaraan yang diatur dalam UUD India relatif lengkap.
Walaupun terdapat variasi isi UUD antar negara namun dapat diidentifikasi sejumlah persamaan
mengenai apa yang dirumuskan dalam konstitusi. Pertama, bentuk negara (Monarhi atau
Republik), susunan negara (Kesatuan atau Federasi), bentuk pemerintahan (Parlementer,
Presidensial, atau Semi-Presidensial), sumber kekuasaan negara (Kedaulatan Raja, Kedaulatan
Rakyat atau Kedaulatan Partai), dan dasar penyelenggaraan kekuasaan negara (Kehendak
Penguasa, Hukum, atau yang lain). Kedua, identitas negara: Bahasa Nasional, Lagu Kebangsaan,
Bendara Negara, Lambang Negara, dan Kebudayaan Nasional. Ketiga, wilayah darat dan laut
negara, dan penduduk dan warga negara.
Keempat, pembagian tugas dan kewenangan negara baik antar lembaga negara (legislatif,
eksekutif, judikatif, dan lembaga lain) yang berbeda maupun antar berbagai tingkat pemerintah
(pemerintah federal, pemerintah negara bagian, dan pemerintah lokal). Dengan kata lain, sistem
perwakilan politik (unikameral atau bikameral), bentuk pemerintahan, sistem hukum (proses
pembuatan undang-undang, pelaksanaan undang-undang, dan penjaga konstitusi), sistem
peradilan, dan sistem pemerintahan (sentralistik ataukah desentralistik) suatu negara akan dapat
diketahui dari UUD suatu negara. Kelima, nomokrasi (rule of law) sebagai prinsip yang
mendasari penggunaan kekuasaan negara (negara hukum).
Keenam, prosedur menentukan penyelenggara negara pada peringkat nasional/federal dan
penyelenggara negara tingkat lokal: dipilih secara langsung oleh Rakyat melalui Pemilu, dipilih
secara tidak langsung oleh Rakyat (dipilih oleh mereka yang dipilih oleh rakyat), Penunjukkan,
atau cara lain. Selain prosedur penentuan penyelenggara negara, juga ditentukan masa jabatan
penyelenggara negara dan prosedure pemberhentian penyelenggara negara. Ketujuh, hubungan
negara dengan pasar (sistem ekonomi yang digunakan), dan peran negara dalam menciptakan
kesejahteraan sosial (negara kesejahteraan atau negara ‘penjaga malam’ dan penegak hukum).
Kedelapan, hak dan kebebasan warga negara (Bill of Rights) dan Hak Asasi Manusia dalam
Bidang Sipil dan Politik, Ekonomi dan Budaya. Kesembilan, aparat sipil negara dan tentara
nasional, penegak hukum dari sisi Pemerintah (kepolisian dan kejaksaan), dan pertahanan dan
keamanan negara.  Kesepuluh, keuangan negara (penerimaan dan pengeluaran negara) dan
otoritas moneter (Bank Sentral). Dan kesepuluh, persaratan dan prosedur perubahan UUD.

Mengapa Konstitusi Penting?


Konstitusi menempati posisi penting dalam proses penyelenggaraan negara-bangsa karena
berbagai alasan. Pertama, konstitusi merupakan dokumen yang mendasari pembentukan negara-
bangsa dan tujuan yang hendak dicapai oleh negara-bangsa yang dibentuk tersebut. Negara 
Amerika Serikat misalnya masih menggunakan UUD yang sama yang disahkan pada tanggal 4
Juli 1776 dan mengalami amandemen sebanyak 10 kali dalam waktu lebih dari 200 tahun.
Kedua, konstitusi sangat penting karena mengatur: (a) pembagian tugas dan kewenangan antar
lembaga negara, dan antar berbagai tingkat pemerintah, (b) bagaimana penyelenggara negara
melaksanakan tugas dan kewenangannya, dan (c) persyaratan dan mekanisme penentuan
penyelenggara tugas dan kewenangan negara tersebut beserta masa jabatannya dan mekanisme
pemberhentian penyelenggara negara. Ketiga, konstitusi sangat penting karena di dalam
dokumen ini dirinci semua hak dan kebebasan warga negara, dan hak asasi manusia pada
umumnya. Konstitusi (termasuk amandemen yang pernah dilakukan) melindungi kita dari satu
sama lain, melindungi kita dari tindakan sewenang-wenang dari pemerintah, melindungi kita dari
dakwaan yang salah, dan yang merugikan diri kita sendiri, dan melindungi hak kita berbicara,
hak kita mempertahankan hidup, dan hak kita akan kebebasan beragama.
Keempat, konstitusi tidak hanya penting tetapi terutama dokuemen yang PALING PENTING
yang pernah disusun dalam sejarah suatu negara, suatu dokuemen yang mempengaruhi setiap
warga negara setiap hari. Ketika beribadah menurut agama yang  anda pilih, berterima kasihlah
kepada pendiri Bangsa (Founding Fathers) (Pendiri Bangsa tidak memberikan, melainkan
menjamin kebebasan). Ketika anda mengekspresikan apa yang anda pikirkan ke depan publik
tanpa rasa takut, berterima kasihlah kepada Pendiri Bangsa. Apabila generasi muda
berkesempatan menikmati pendidikan dengan biaya murah, ingatlah Pendiri Bangsa yang
menyepakati pentingnya suatu Sistem Pendidikan Nasional dan yang mengharuskan sekurang-
kurangnya 20% dari Anggaran Negara digunakan untuk Pendidikan. Kita perlu berterima kasih
kepada para Pendiri Bangsa bukan karena mereka memberikan kita kekebasan (kebebasan dan
hak asasi manusia bukan pemberian pemerintah atau golongan mayoritas melainkan merupakan
anugerah Allah yang Maha Kuasa dan Maha Kasih) melainkan karena mereka menjamin
kebebasan kita sebagai warga negara dalam konstitusi.
Pemerintahan konstitusional merupakan pemerintahan yang kewenangan dan kebijakannya
dibatasi oleh suatu konstitusi. Konstitusi merupakan hukum tertinggi dalam suatu negara, dan
semua peraturan perundang-undangan lain harus sesuai dengan dan tunduk pada konstitusi
tersebut. Yang memiliki konstitusi tidak hanya bentuk negara republik tetapi juga bentuk negara
monarhi, yaitu monarhi yang kewenangannya dibatasi oleh konstitusi (monarhi konstitusional).
Inggris dipandang sebagai salah satu monarhi konstitusional, yaitu suatu monarhi yang
kekuasaannya dibatasi oleh hukum. Konstitusi Inggris menegaskan bahwa Parlemen memiliki
sebagian besar kekuasaan tetapi Inggris tepat merupakan negara monarhi. Tuntutan akan adanya
suatu konstitusi biasanya muncul ketika rakyat yang dipimpin menyadari pentingnya rule of law
dalam menyelenggarakan kekuasaan negara.
Konstitusi merupakan kontrak sosial dalam kaitannya dengan empat pilar masyarakat: Rakyat,
Legislatif, Eksekutif, dan Judikatif. UUD bukanlah buku doa yang dibacakan bilamana
diperlukan. UUD berisi ketentuan mengenai karakter dan tujuan negara, hakekat dan kerangka
Pemrintahan dan ketentuan yang mengatur, mendistribusikan dan membatasi fungsi berbagai
kementerian yang berbeda.
Konstitusi merupakan hukum tertinggi dalam suatu negara dan karena itu semua peraturan
perundang-undangan lainnya tunduk kepada dan berada di bawah UUD.  Konstitusi merupakan
instrument yang memungkinkan pemerintah dapat dikontrol. UUD merupakan dokumen yang
hidup, yang menggambarkan aspirasi ideologik dari rakyat dan dirumuskan dan ditetapkan
melalui kehendak mereka. Konstitusi merupakan dokumen dasar yang meletakkan kerangka
distribusi kekuasaan antara Pemerintah Federal dan Negara Bagian (Pemerintahan Nasional
dengan Pemerintah Lokal), dan antara Legislatif, Eksekutif,dan Judikatif. Konstitusi suatu negara
merupakan sejenis kontrak sosial yang mengikat rakyat, masyarakat dan negara. Komitmen yang
tulus terhadap tujuan yang dirumuskan dalam konstitusi menjamin peningkatan kebangsaan dan
stabilitas sistem. Konstitusi merupakan hukum fundamental dan organik suatu negara bangsa
yang mungkin dirumuskan secara tertulis ataupun tak tertulis, menetapkan karakter dan 
pembentukan pemerintahan, pengorgaanisasian pemerintahan dan regulasi, mendistribusikan dan
membatasi fungsi berbagai kementerian, dan menentukan batasan dan lingkup pelaksanaan
kekuasaan tertinggi. UUD merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana pemerintah
memperoleh kekuasaan dari rakyat yang diperintah. Konstitusi merupakan suatu komitmen suatu
bangsa untuk bekerka didalam kerangka UUD. Merupakan tugas dan kewajiban setiap warga
negara mengikuti dan mematuhi UUD.

Tipologi Konstitusi: Kaku dan Fleksibel


Dari derajad kesukaran mengubah konstitusi, dikenal dua tipe konstitusi, yaitu konstitusi kaku
(rigid constitution), and konstitusi yang luwes (flexible constitution). Konstitusi sebagai
dokumen yang mengatur kerangka kerja pemerintahan acapkali digambarkan sebagai ‘kaku’
(rigid) jika berbagai ketentuan dalam konstitusi itu amat sangat sukar sekali (unusually difficult)
diubah. Apabila ketentuan dalam konstitusi dapat dengan mudah diubah, semudah pembuatan
undang-undang, maka konstitusi seperti ini disebut konstitusi fleksibel. Struktur konstitusi kaku
biasanya ditemukan pada negara yang mengenal dua peringkat hukum, yang satu lebih tinggi 
daripada yang lain. Hukum yang lebih tinggi tidak mudah diubah semudah hukum yang lebih
rendah karena hukum yang lebih rendah merupakan penjabaran hukum yang lebih tinggi dan
hukum yang lebih tinggi mengatur bagaimana hukum yang lebih rendah dibuat. Hukum yang
lebih tinggi ini sering disebut sebagai Hukum Dasar alias Konstitusi, sedangkan hukum yang
lebih rendah disebut sebagai undang-undang.
Konstitusi Amerika Serikat tergolong tipe kaku, sedangkan konstitusi Inggris tergolong tipe
fleksibel. Konstitusi Inggris Raya (United Kingdom) dikategorikan sebagai bertipe fleksibel
karena Parlemen dengan mudah dapat mengubah konstitusi bagaikan membuat undang-undang.
Di Inggris Raya hanya dikenal satu hukum, yaitu yang dibuat dan ditetapkan Parlemen.
Konstitusi Amerika Serikat, pada pihak lain, lebih tepat dikategorikan sebagai bertipe kaku
karena negara itu hanya dapat mengubah konstitusi dengan proses yang ekstensif dan prosedur
yang panjang, yaitu persetujuan kedua badan Kongres (dua-pertiga anggota DPR dan dua-pertiga
anggota Senat), dan ratifikasi dari mayoritas dua pertiga (2/3) Negara Bagian. Selain itu,
Konstitusi Amerika Serikat merupakan ‘the supreme law on the land’ yang dapat digunakan oleh
Mahkamah Agung untuk membatalkan ketentuan yang disahkan oleh Kongres. Apabila MA
mengkategorikan undang-undang yang disahkan Kongres sebagai bertentangan dengan
Konstitusi (unconstitutional), maka undang-undang tersebut otomatis tidak memiliki kekuatan
hukum alias tidak berlaku.
    James Bryce, seorang pakar konstitusi Amerika Serikat, menilai konstitusi tipe kaku
cenderung kurang stabil bila dibandingkan dengan konstitusi tipe fleksibel karena hukum yang
fleksibel itu memiliki akar sejarah panjang dan lebih dihormati oleh warga negara dan biasanya
muncul pada bangsa yang konservatif. Konstitusi kaku biasanya merupakan dokumen tunggal
yang dirumuskan dalam waktu singkat, sedangkan konstitusi fleksibel merupakan sekumpulan
dokumen yang dikumpulkan dari sejumlah undang-undang yang dibuat selama berabad-abad.
Tipologi Konstitusi: Tertulis dan Tidak Tertulis
Sebagian besar negara di dunia memiliki konstitusi. Karena setiap negara memiliki sejarah dan 
budaya sendiri, maka konstitusi mereka juga berbeda. Apakah konstitusi itu tertulis (written
constitution) atau tidak tertulis (unwritten constitution) merupakan salah satu faktor pembeda
konstitusi tersebut. Konstitusi yang tak tertulis lebih merupakan konvensi dan kasus hukum
(jurisprudensi) daripada yang dirumuskan secara khusus. Tidak ada seperangkat parameter yang
harus dipenuhi untuk mendefinisikan konstitusi tertulis. Akan tetapi terdapat sejumlah
karakteristik yang sama pada banyak negara yang memiliki konstitusi tertulis.
Pertama, konstitusi tertulis dirancang sebagai konstitusi hidup (living constitution) yang dapat
bertahan selama negara-bangsa itu masih hidup selama ratusan tahun. Sangat tidak realistik
mengharapkan konstitusi yang dibuat sekedar memenuhi persyaratan minimal pada saat
kelahiran bangsa untuk dapat bertahan selama ratusan tahun. Untuk dapat bertahan lama,
konstitusi tidak hanya harus mengandung sejumlah nilai dan ketentuan utama tetapi juga harus
disertai suatu pengakuan bahwa nilai dan ketentuan utama itu dalam proses waktu akan berubah
sejalan dengan perubahan dunia tempat konstitusi berada. Pengakuan akan kemungkinan adanya
perubahan seperti inilah yang disebut konstitusi yang bersifat fleksibel (bandingkan dengan
pengertian fleksibel sebagai lawan kaku di atas).
Kedua, Konstitusi Tertulis biasanya juga dijadikan sebagai Hukum Dasar atau Hukum Tertinggi
di suatu negara sehingga hukum lainnya harus tunduk atau harus dibuat sesuai dengan Konstitusi
tersebut. Agar berjalan efektif Konstitusi Tertulis harus merupakan Hukum Dasar atau Hukum
Tertinggi dalam suatu negara. Konstitusi Tertulis memang bersifat fleksibel tetapi konstitusi
tidak boleh berubah hanya karena pemerintah yang baru menghendakinya. Rakyat dan terutama
peminpin negara harus tunduk pada Konstitusi dan berkomitmen menjalankan Konstitusi (serves
the constitution), bukan sebaliknya Konstitusi disesuaikan dengan kehendak Peminpin
Pemerintahan. Keharusan bagi setiap penyelenggara negara menjalankan Konstitusi harus
ditegaskan secara explisit dan jelas dalam Konstitusi. Konstitusi tertulis pada banyak negara
dapat diubah tetapi harus memenuhi sejumlah persyaratan. Perubahan atas UUD 1945, misalnya
dapat dilakukan bila: (a) lebih sepertiga anggota MPR mengajukan usul perubahan kepada
Pimpinan MPR, (b) MPR dapat bersidang membahas perubahan UUD apabila lebih dua-pertiga
anggota MPR menghadiri Sidang Paripurna, dan (c) keputusan tentang perubahan UUD 1945
dinyarakan sah apabila lebih dari 50% anggota yang hadir menyetujui perubahan tersebut.
Singkat kata, tersedia ruang untuk melakukan perubahan tetapi harus mendapatkan dukungan
sebagian besar bangsa.
Ketiga, konstitusi tertulis disusun berdasarkan nilai utama yang bersifat filosofis (prinsip-prinsip
kenegaraan). Konstitusi tertulis berbeda dari peraturan perundang-undangan lainnya. Ketentuan
dalam konstitusi tersebut kurang begitu fleksibel karena menyangkut prinsip-prinsip bila
dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang merupakan operasionalisasi prinsip
kenegaraan tersebut. Konstitusi, misalnya, menetapkan prinsip yang mengatur hubungan
legislatif, eksekutif dan judikatif (seperti pembagian kekuasaan yang seimbang dan saling
mengawasi), dan ketentuan yang harus dipatuhi bila membuat undang-undang. Konstitusi tertulis
merupakan dokumen yang sarat nilai (value-driven document), dan setiap undang-undang yang
dibuat harus berdasarkan nilai-nilai tersebut.
Keempat, nilai budaya dan nasional sangatlah rumit dan sangat menggoda untuk menghabiskan
ratusan halaman untuk menulis nilai budaya dan nasional tersebut secara lengkap dan
menyeluruh dalam konstitusi. Karena itu, seperti dikemukakan di atas, Konstitusi Tertulis
bukanlah penjabaran nilai budaya dan nasional melainkan seperangkat nilai dan ketentuan utama
(sejumlah prinsip kenegaraan). Konstitusi Tertulis juga bukan seperangkat hukum operasional
melainkan kerangka yang mendasari hukum operasional tersebut. Karena berisi seperangkat
prinsip kenegaraan yang menjadi dasar pembuatan undang-undang, maka Konstitusi Tertulis
dirumuskan secara sederhana, singkat, jelas maksudnya, dan ditulis dengan bahasa yang dapat
dipahami oleh warga negara yang telah berhak memilih. Konstitusi Tertulis berlaku untuk setiap
orang dalam suatu negara, khususnya warga negara yang berhak memilih, sehingga setiap warga
negara seyogyanya mampu membaca dan memahami Konstitusi Tertulis tersebut.
Konstitusi: Hukum Dasar dan Bukan Hukum Dasar
Konstitusi juga dapat dibedakan antara Konstitusi sebagai Hukum Dasar dan Konstitusi sebagai
Hukum biasa. Konstitusi sebagai Hukum Dasar tidak hanya mengatur prinsip-prinsip
penyelenggaraan negara, seperti pembagian kekuasaan yang seimbang tetapi saling mengawasi
tetapi juga menjamin hak-hak alamiah (natural rights) warga negara, seperti Hidup, Kebebasan,
dan Kebahagian. Konstitusi sebagai Hukum Dasar merupakan hukum tertinggi di suatu negara
sehingga hukum biasa harus dibuat sesuai dengan Hukum Dasar. Konstitu sebagai Hukum Dasar
merupakan salah satu hukum publik yang mengatur distribusi dan pelaksanaan kekuasaan
pemerintahan. Konstitusi pada dasarnya merupakan kerangka dasar pembagian kekuasaan antara
legislatif, eksekutif, dan judikatif. Tidak setiap negara memiliki konstitusi tetapi semua negara
memiliki dan menggunakan hukum yang mungkin terdiri atas sejumlah ketentuan yang
disepakati bersama. Termasuk dalam ketentuan seperti ini hukum internasional, prinsip
pemisahan negara dari gereja, hukum yang mengatur kekuasaan pemerintahan, berbagai statutory
laws, hukum adat dan konvensi, jurisprudensi, dan lain sebagainya.
Hukum Dasar mengatur hubungan antara legislatif, eksekutif dan judikatif suatu negara. Salah
satu tugas utama semua konstitusi didalam lingkup Hukum Dasar adalah menunjukkan hirarki
hukum dan menetapkan keseimbangan kekuasaan dalam suatu negara. Dengan ketentuan seperti
ini, konstitusi sebagai Hukum Dasar digunakan untuk mencegah terjadinya tindakan tirani atau
ketidakadilan pada negara dan rakyat. Ketika konstitusi mengadopsi susunan negara federal,
ketentuan dasar itu akan mengidentifikasi berbagai peringkat pemerintahan yang memiliki
jurisdiksi yang berbeda secara eksklusif atau yang memiliki jurisdiksi yang sama mengenai
penerapan dan penegakan hukum.
Selain keseimbangan kekuasaan diantara lembaga negara dan hubungan fungsional diantara
lembaga negara, konstitusi sebagai Hukum Dasar juga mengatur hak dan kebebasan warga
negara, dan  hak asasi manusia pada umumnya. Sebagian besar negara yang memiliki konstitusi
yang sudah maju seperti Amerika Serikat dan Perancis, memiliki konstitusi yang terkodifikasi
yang disertai Bill of Rights (rincian Hak Asasi Manusia secara lengkap). Amandemen atau
bagian dari konstitusi ini dimaksudkan sebagai standar dasar sosial, ekonomi dan politik yang
harus dijamin oleh negara bagi setiap warga negara. Kebanyakan kasus hukum yang timbul
berkisar konstitusi adalah gugatan mengenai dugaan pelanggaran hak konstitusional warga
negara. Beberapa dari kasus ini terutama yang sampai pada Mahkamah Konstitusi (atau pada
Mahkamah Agung bagi negara yang tidak memiliki Mahkamah Konstitusi) sangat menarik
perhatian publik dan dipublikasikan secara luas karena substansinya dan kemampuannya
mengevaluasi konstitusi.
Ketika suatu kasus konstitusi muncul seorang individu atau pihak penggugat sesungguhnya
mengklaim bahwa lembaga pemerintah gagal menjalankan dan menegakkan Konstitusi. Selain
itu, suatu kasus konstitusional dapat muncul manakala suatu lembaga pemerintah atau seorang
individu mempertanyakan ‘original intention’ (tujuan) Pendiri Bangsa ketika merumuskan Pasal
konstitusi tersebut, atau ketika sejumlah amandemen dan pernyataan didalam konstitusi masih
diperdebatkan terutama maksud sesungguhnya ketentuan tersebut.
Konstitusi Inggris dapat dirumuskan dalam delapan kata: What the Queen in Parliament enacts is
Law.  Hal itu berarti Parlemen menggunakan kekuasaan Ratu menetapkan hukum, yang tidak
dapat digugat oleh siapapun. Kedaulatan Parlemen dipandang sebagai prinsip yang menentukan
Konstitusi Inggris. Kekuasaan tertinggi membuat undang-undang terletak pada Parlemen yang
dipilih secara demokratik untuk menciptakan atau menghapuskan hukum apapun. Prinsip penting
lainnya Konstitusi Inggris adalah rule of law, pemisahan kekuasaan pemerintahan menjadi
legislatif, eksekutif dan judikatif,  susunan negara Kesatuan, yang berarti kekuasaan tertinggi
berada pada ‘Pusat’ yaitu Parlemen Wesminster.  Sejumlah prinsip ini mungkin hanya ‘mitos’
karena tidak mengenal pemisahan kekuasaan legislatif (Parlemen) dari Eksekutif karena Menteri
Pertama dan Kabinet tidak hanya berasal dari dan oleh anggota Parlemen tetapi juga para
peminpin dan tokoh Senior Partai yang mencapai majoritas Parlemen. Selain itu, kekuasaan
Parlemen Inggris sedikit banyak sudah diambil-alih oleh Uni Eropah, adanya devolusi kekuasaan
pemerintahan kepada Wales, Scotland, and Irlandia Utara, kekuasaan Pengadilan, dan Hak Asasi
Manusia.
Konstitusi Inggris berasal dari berbagai sumber. Magna Carta, yang ditanda-tangani oleh Raja
Inggris John pada tanggal 15 Juni 1215, secara effektif menjadi konstitusi Inggris. Dokumen ini
menjamin kebebasan dan hak-hak rakyat Inggris dan menjadi dasar pembentukan undang-
undang Inggris.  Statuta merupakan undang-undang yang dibentuk Parlemen dan pada umumnya
merupakan bentuk hukum tertinggi. Konvensi merupakan praktek yang tidak tertulis yang telah
dilaksanakan dan dikembangkan selama beberapa waktu dan yang mengatur urusan
pemerintahan. Common Law adalah hukum yang dikembangkan oleh Pengadilan dan Hakim
melalui berbagai kasus. Keanggotaan Inggris  dalam Uni Eropah berarti hukum Eropah semakin
lama semakin mempengaruhi Konstitusi Inggris. Inggris juga harus tunduk kepada Hukum
Internasional. Dan akhirnya, Konstitusi Inggris tidak dapat ditemukan pada suatu dokumen
tunggal sehingga para politisi dan pengacara tergantung kepada mereka yang memiliki otoritas
tentang konstitusi untuk menemukan atau memahami konstitusi.
Konstitusi Terkodifikasi dan Tak Terkodifikasi
    Konstitusi juga dapat dibedakan berdasarkan jumlah dokumen konstitusi. Apabila naskah
konstitusi hanya terdiri atas satu dokumen, konstitusi itu dinamai konstitusi yang terkodifikasi.
Sebaliknya, apabila naskah konsttusi terdiri atas beberapa dokumen, seperti undang-undang,
konvensi dan tradisi, jurisprudensi, dan Perjanjian Internasional, maka konstitusi itu dinamai
konstitusi yang tak terkodifikasi. Kebanyakan negara memiliki satu dokumen konstitusi
(codified), seperti UUD Amerika Serikat, UUD Perancis, UUD India, UUD 1945, dan UUD
Afrika Selatan. Sejumlah negara memiliki konstitusi yang terdiri atas beberapa dokumen, seperti
Inggris Raya, Israel, Selandia Baru dan Arab Saudi. UUD yang Tak Tertulis dapat pula
dikategorikan sebagai UUD yang Tak Terkodifikasi.
Konstitusi yang tidak terkodifikasi menimbulkan dua persoalan besar. Pertama,  sangat sukar
mengetahui perkembangan aktual suatu konstitusi (difficult to know what the state of the
constitutional actually is). Dan kedua,  lebih mudah membuat perubahan terhadap konstitusi
yang tak terkodifikasi daripada di negara yang memiliki konstitusi yang tertulis. Hal ini tidak
lain karena negara yang memiliki konstitusi tertulis memiliki hukum yang statusnya lebih tinggi
daripada undang-undang (Hukum Dasar), tindakan pemerintah tidak dapat diuji, dan hanya dapat
diamandemen melalui prosedur yang rumit dan panjang. Fleksibilitas konstitusi Inggris terbukti
dari jumlah pembaharuan konstitusi yang begitu banyak sejak 1997, termasuk penghapusan
mayoritas teman sejawat turun-temurun (hereditary peers) pada Majelis Tinggi (House of Lords),
introduksi hak-hak individu yang dikodifikasi untuk pertama kalinya (ada UU tentang Hak Asasi
Manusia pada tahun 1998), dan devolusi Scotlandia, Wales dan Irlandia Utara.

Konstitusionalisme
    Konstitusi juga dapat dibedakan menjadi dua tipe apabila dilihat dari aspek pembatasan
kekuasaan pemerintahan, yaitu UUD yang mengadopsi paham Konstitusionalisme, dan UUD
yang tidak menganut paham konstitusionalisme. Konstitusionalisme merupakan pengendalian
sistimatik atas kekuasaan negara. Dalam pengertian klasik Aristotelian, istilah konstitusi merujuk
pada hukum, institusi, dan praktek nyata yang mengorganisasi dan mengarahkan suatu
pemerintah dan sistem politik. Dalam pengertian seperti  ini, setiap sistem politik memiliki
konstitusi.  Akan tetapi setelah negara Amerika terbentuk pada tahun 1776, konsep konstitusi
memiliki arti yang lebih spesifik dan sarat dengan nilai (value-laden meaning), yaitu
pembentukan suatu tertib politik tetentu. Konstitusi modern menempatkan batasan pada
pemerintahan dan dalam pengorganisasian pemerintahan. Dewasa ini sejumlah negara bersifat
konstitusional dengan pemerintahan yang terbatas dan akuntabel tetapi sejumlah negara lainnya
tidak demikian.
Konstitusionalisme merupakan mekanisme sentral untuk mengendalikan kekuasaan politik dan
menjamin kebebasan warga negara. Konstitusionalisme adalah respon politik terhadap hasil
pengamatan terkenal Lord Acton yang menyatakan ‘power corrupts and absolute power corrupts
absolutely.’ Konstitusionalisme melawan penciptaan kekuasaan politik yang absolut. Kekuasaan
absolut suatu ketika dipandang perlu untuk menjamin ketertiban dan memajukan kepentingan
umum. Keberadaan kekuasaan politik absolut, terutama di tangan serang Raja, pada masa lalu
dipandang sangat penting untuk menciptakan sistem politik yang stabil. Proposisi seperti ini
diajukan dan dipertahankan secara panjang lebar oleh sejumlah filosof politik seperti Thomas
Hobbes (Leviathan) dan Jean Bodin pada abad keenambelas dan ketujuhbelas Eropah. Akan
tetapi filosof politik lainnya, seperti John Locke dan Edward Coke lebih menekanan pentingnya
membatasi kewenangan peminpin politik, individu warga negara memiliki sejumlah hak yang
harus dihormati, dan penyelenggara negara secara politik harus akuntabel dan tunduk pada
hukum. Walaupun negara tidak dikelola berdasarkan dokumen tertulis, konstitusionalisme
Inggris sebagaimana berkembang pada abad ketujuhbelas mengedepakan Parlemen sebagai
pengawas terhadap kekuasaan eksekutif dan pada yang menjamin hak-hak individual
sebagaimana dinyatakan dalam jurisprudensi yang diputuskan para hakim.
    Para Pendiri Bangsa Amerika mewarisi pemahaman konstitusionalisme dari Inggris seperti ini
dan kemudian mengembangkannya. Dua aspek yang berbeda dari konstitusionalisme modern
Amerika dapat dibedakan.  Kedua aspek mengedepankan pentingnya pengendalian terhadap
kekuasaan politik dan perlindungan terhadap hak-hak individual dari kesewenang-wenangan
pemerintah. Akan tetapi keduanya menawarkan jalan yang berbeda menuju kedua tujuan
bersama tersebut. Pertama, yang dapat disimpulkan sebagai kontribusi Amerika pada
konstitusionalisme adalah pemahaman konstitusi sebagai suatu Hukum Dasar (fundamental
law).  Sejalan dengan pemahaman awal Amerika mengenai hukum alamiah (natural law) yang
bukan ciptaan manusia (hak yang melekat pada manusia sebagai ciptaan Tuhan yang Maha Esa)
dan common law atau hukum yang dibuat oleh manusia), konstitusionalisme Amerika mengakui
bahwa sejumlah hak bersifat fundamental (natural rights) yang tidak dapat dipertanyakan atau
dilanggar oleh negara.
Konstitusionalisme mengakui adanya Hukum yang Lebih Tinggi daripada tindakan negara, dan
tindakan negara akan dinilai berdasarkan Hukum yang Lebih Superior tersebut.
Konstitusionalisme bersifat unik dan mempunyai pengaruh besar dalam menciptakan suatu
dokumen tertulis berdasarkan persetujuan publik yang tidak hanya secara jelas kelihatan tetapi
juga secara hukum dapat ditegakkan terhadap penyelenggara negara. Konstitusionalisme
memberikan status hukum pada sejumlah prinsip pemerintahan yang adil.
    Aspek kedua konstitusionalisme Amerika adalah fragmentasi kekuasaan politik dan
penciptaan mekanisme akuntabilitas politik. Kekuasaan politik tidak dikonsolidasikan pada satu
tangan melainkan didistribusikan pada beberapa tangan. Kekuasaan membuat undang-undang
dalam konstitusi Amerika dibagi kepada Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representatives),
Senat, dan Presiden. Orang yang dipilih Presiden untuk menduduki jabatan judisial (Hakim
Agung) dan penjabat eksekutif (menteri) harus mendapat konfirmasi dari Senat. Lembaga
Judikatif yang independen berperan memastikan agar lembaga eksekutif mematuhi hukum yang
dihasilkan oleh lembaga legislatif. Penyelenggaraan Pemilihan Umum menjadi mekanisme
penyelenggara negara mempertanggungjawabkan keputusan yang dibuat dan dijalankan kepada
rakyat. Keanekaragaman penyelenggara negara yang dipilih mencerminkan keanekaragaman
warga-negara. Tugas pemerintahan dibagi kepada Pemerintah Federal dan Negara Bagian yang
kemudian membentuk Pemerintah Lokal. Pembagian kekuasaan yang seimbang tetapi saling
mengawasi, Pemilihan Umum, dan Federalism semuanya berperan mendistribusikan kekuasaan
politik, menuntut penyelenggara negara mempertanggung-jawabkan tindakannya, dan memaksa
para penyelenggara negara bekerja melalui konsensus, kompromi, dan kerjasama. Pada aspek
kedua konstitusionalisme ini, sebagaimana dikemukakan oleh James Madision (salah seorang
Pendiri Bangsa Amerika Serikat), ‘ambisi dibuat mengimbangi ambisi’ dengan cara
memberdayakan banyak pihak yang memiliki kepentingan yang berseberangan.
    Kedua aspek konstitusionalisme ini tidak bertujuan memperlemah pemerintah melainkan
mengendalikan dan menyalurkan kegiatan untuk mencapai kebaikan bersama (public good).
Konstitusionalisme merupakan lawan dari kekuasaan politik yang absolut dan sewenang-wenang
terlepas dari apakah kekuasaan itu diperoleh secara demokratik ataukah tidak.
Konstitusionalisme menegaskan bahwa terdapat sejumlah batasan terhadap apa yang dapat
dikerjakan oleh pemerintah, dan menciptakan sejumlah institusi untuk mencegah pemerintah
bertindak melanggar batasan tersebut.

UUD 1945: Sebelum dan Sesudah Perubahan


UUD 1945 sebelum mengalami perubahan dapat dikategorikan sebagai konstitusi yang tidak
menganut paham konstitusionalisme karena tidak mengandung mekanisme pembatasan
kekuasaan negara. Naskah Asli UUD 1945 memang mengandung pembagian kekuasaan
legislatif, eksekutif, judikatif, pemeriksaan keuangan negara, dan dewan pertimbangan agung.
Presiden tidak hanya memegang kekuasaan pemerintahan tetapi juga pembentuk undang-undang.
Kedaulatan berada di tangan rakyat tetapi dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Setelah memilih dalam Pemilu, rakyat tidak lagi berdaulat karena
dipegang sepenuhnya oleh MPR.  MPR kemudian memilih Presiden sebagai Mandataris MPR.
Setelah memilih Presiden, MPR tidak lagi memiliki kewenangan karena sudah diserahkan
kepada Presiden sebagai Mandataris MPR. Karena itu Presiden sebagai Mandataris MPR
menjadi pemegang kekuasaan utama sedangkan lembaga lain berada dibawah kendali Presiden.
Presiden dipilih oleh MPR tetapi dapat dipilih kembali. Akan tetapi UUD 1945 tidak
menentukan berapa periode seseorang menjadi Presiden. Tidak heran bila Presiden Suharton
terpilih selama 6 (enam) kali. UUD 1945 tidak mengenal uji materi terhadap undang-undang
berdasarkan UUD, UUD 1945 tidak berisi hak asasi manusia, UUD 1945 tidak mengatur
Pemilihan Umum penyelenggara negara, UUD 1945 tidak mengatur secara lengkap
pendelegasian urusan pemerintahan kepada provinsi, kabupaten dan kota, dan UUD 1945
mengadopsi bentuk pemerintahan presidensial tetapi presiden tidak dipilih oleh rakyat melalui
Pemilu tetapi dipilih oleh MPR (mekanisme parlementer).
Setelah mengalami empat kali perubahan, UUD 1945 telah mengandung paham
konstitusionalisme. Pertama, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD
(Pasal 1 ayat (2). Kedua, Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat (3). Ketiga, telah
menjabarkan pembagian kekuasaan yang bersifat check and balance  diantara berbagai lembaga
negara: DPR sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang (Pasal 20), Presiden
sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan (Pasal 5), Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi sebagai pemegang kekuasaan judikatif (Pasal 24A), Mahkamah Konstitusi sebagai
pengawal konstitusi (Pasal 24C), Badan Pemeriksa Keuangan sebagi pemeriksa
pertanggungjawaban keuangan negara (Pasal 23E). Keempat, telah mengatur secara lebih
lengkap sistem pemerintahan daerah sebagai penyelenggara otonomi daerah seluas-luasnya
(Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B).
Kelima, sudah menjamin hak dan kebebasan warga negara (Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29) dan
hak asasi manusia dalam bidang sipil dan politik dan ekonomi dan budaya secara lengkap (Pasal
28A s/d Pasal 29J). Keenam, undang-undang yang disepakati oleh DPR dan Presiden dapat diuji
secara materil oleh Mahkamah Konstitusi apabila terdapat warga negara yang mengajukan
keberatan atas UU tersebut berdasarkan UUD (Pasal 24C). Peraturan perundang-undangan
dibawah undang-undang juga dapat diuji secara materil oleh Mahkamah Agung apabila terdapat
satu atau lebih warga negara mengajukan keberatan atas produk hukum tersebut karena dinilai
bertentangan dengan undang-undang (Pasal 24A). Ketujuh, para penyelenggara negara lembaga
legislatif dan eksekutif dipilih melalui Pemilu yang diselenggarakan berdasarkan asas
langsung,umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, transparan dan akuntabel (Pasal 22E). Kedelapan,
presiden dan wakil presiden dipilih melalui Pemilu untuk lima tahun masa jabatan, dan dipilih
kembali untuk satu kali masa jabatan lagi. Persyaratan dan prosedur pemberhentian Presiden bila
diduga melanggar undang-undang juga sudah diatur dalam UUD (Pasal 7B). Dan kesembilan,
persyaratan dan prosedur perubahan UUD juga sudah diatur secara lebih demokratik (Pasal 37).

Konstitusionalisme dan Rule of Law:


Konstitusionalisme mensyaratkan Supremacy of Law (Rule of Law) karena pembatasan terhadap
kekuasaan negara harus  berdasarkan hukum. Apa yang dimaksud dengan rule of law? Tidak lain
merupakan pemerintahan atau penggunaan kekuasaan negara berdasarkan hukum (nomokrasi).
Berikut adsalah sejumlah karakteristik Rule of Law.
1.    Segala warga negara memiliki kedudukan yang sama
di depan hukum (equality before the law);
2.    Cara penyelenggara negara memperoleh dan menggunakan kekuasaan harus berdasarkan
hukum (Supremasi Hukum);
3.    Konsep Keadilan yang mengedepankan penegakan hukum tanpa pandang  bulu;
4.    Due Process of Law yang berarti keadilan prosedural, seperti setiap penangkapan harus
disertai Surat Perintah Penangkapan, setiap interogasi harus disertai Pengacara, praduga tak
bersalah (presumption of innocence), kesaksian terdakwa berhak didengar, terdakwa berhak
menghadirkan Saksi Meringankan, dsbnya.
5.    Pembatasan penggunaan  discretionary power;
6.    Doktrin jurisprudensi (doctrine of judicial precedent);
7.    Legislasi tidak boleh bersifat retrospektif (berlaku surut) melainkan harus bersifat prospektif
(berlaku sejak ditetapkan);
8.    Lembaga Judikatif yang Independen;
9.    Kekuasaan Legislatif berada pada Parlemen/DPR, dan pembatasan kekuasaan Eksekutif 
dalam bidang legislasi;
10.    Uji Materil terhadap Undang-Undang berdasarkan UUD dan terhadap peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang berdasarkan undang-undang (judicial review);
11.    Moralitas yang mendasari semua hukum.

Prosedur Perubahan Konstitusi


    Sebagaimana dikemukakan di atas, perubahan konstitusi di berbagai negara yang memiliki dan
menggunakan konstitusi yang tidak terkodifikasi alias yang bukan Hukum Dasar lebih mudah
daripada perubahan konstitusi di berbagai negara yang memiliki konstitusi sebagai Hukum Dasar
atau UUD terkodifikasi. Perubahan konstitusi di Inggris sama seperti membuat undang-undang.
Berikut dikemukakan persyaratan dan prosedur perubahan konstitusi di Amerika Serikat dan
Indonesia.
    Perubahan UUD Amerika Serikat harus menempuh dua tahap. Pertama, proposal perubahan
UUD di Amerika Serikat dapat datang dari DPR dan Senat (Kongres) atau dari petisi 27 Negara
Bagian untuk melaksanakan Konvensi Konstitusi. Akan tetapi dalam sejarah Amerika,
perubahan konstitusi tidak pernah berasal dari petisi 27 Negara Bagian. Proposal perubahan
UUD akan dapat diteruskan untuk tahap kedua apabila sekurang-kurangnya dua-pertiga anggota
DPR dan dua-pertiga anggota Senat menyatakan persetujuan. Tahap kedua, proposal yang sudah
disetujui kedua badan Kongres diteruskan kepada Gubernur Negara Bagian untuk mendapat
ratifikasi dari Senat dan DPR Negara Bagian. Apabila diratifikasi oleh sekurang-kurangnya tiga-
perempat dari Negara Bagian (38 dari 50 Negara Bagian), maka perubahan konstitusi tersebut
dinyatakan sah. Perubahan UUD harus mendapat ratifikasi dari kedua lembaga legislatif Negara
Bagian karena Negara Bagianlah yang membentuk dan memiliki Negara Federal. Presiden
Amerika Serikat sama sekali tidak terlibat dalam proses perubahan konstitusi karena konstitusi
merupakan kewenangan Kongres pada tingkat federal dan ‘kongres’ Negara Bagian. Sudah
barang tentu dialog publik sudah berlangsung sebelum Kongres mengajukan proposal perubahan
konstitusi.
    Proporsal perubahan UUD di Indonesia harus datang dari sekurang-kurangnya sepertiga dari
anggota MPR. Usul perubahan diajukan secara tertulis yang berisi Pasal yang hendak diubah
beserta alasannya. Apabila sekurang-kurangnya dua-pertiga anggota MPR menghadiri Sidang
Umum, maka pembahasan tentang usul perubahan konstitusi dapat berlangsung. Apabila lebih
dari 50% dari anggota MPR yang hadir menyetujui usul perubahan tersebut, maka Perubahan
UUD dinyatakan sah. Setiap usul perubahan UUD sudah barang tentu juga menjadi isu publik
sehingga mengharuskan adanya dialog publik.

Pemerintahan Konstitusional
Pemerintahan konstitusional adalah pemerintahan yang disusun dan diselenggarakan berdasarkan
sejumlah prinsip dan ketentuan fundamental yang dirumuskan dalam suatu konstitusi. Secara
umum, konstitusi setidak-tidaknya memiliki empat fungsi. Pertama, membagi dan menentukan
batas terhadap kekuasaan legislatif, eksekutif dan judikatif. Kedua, mengalokasikan kekuasaan
pemerintahan kepada pemerintah federal, negara bagian, dan kota. Ketiga, menjamin hak dan
kebebasan warga negara (bill of rights). Dan keempat, mengatur proses perubahan konstitusi.
Konstitusi merupakam dokumen yang sangat penting tidak hanya karena mengatur pembagian
kekuasaan negara tetapi juga menjamin hak dan kebebasan warga negara, dan hak asasi manusia
pada umumnya. Dari segi penggunaan konstitusi, negara dapat dibedakan menjadi beberapa tipe.
    Pertama, negara demokrasi konstitusional. Negara demokrasi konstitusional merupakan sistem
pemerintahan yang menjamin keseimbangan antara kepentingan publik dan privat dengan
mengizinkan mayoritas (partai atau calon yang terpilih dengan suara mayoritas) memerintah
melalui struktur konstitusi yang tetap. Hal ini akan mencegah fenomena yang dalam Ilmu Politik
disebut sebagai tirani mayoritas. Dalam tirani mayoritas, mayoritas dengan paksa akan
mengambil kekayaan dan kekuasaan dari minoritas. Demokrasi Konstitusional acapkali disebut
sebagai Polity yang berasal dari kata politeia atau konstitusi dalam Bahasa Junani. Amerika
Serikat dan Indonesia merupakan contoh demokrasi konstitusional.
    Kedua, monarhi konstitusional. Negara monarhi konstitusional memiliki seorang raja atau ratu
sebagai kepala negara tetapi menggunakan konstitusi untuk menjaga ketertiban dan hukum dan
membatasi kekuasaan raja. Inggris Raya merupakan contoh menonjol monarhi konstitusional
yang dilaksamakan sejak Magna Carta ditanda-tangani Raja Inggris John pada tahun 1215.
Banyak negara monarhi konstitusional berkembang selama beberapa abad, dan konstitusi negara-
negara ini seringkali disebut sebagai Tak Terkodifikasi (Uncodified) untuk menunjukkan bahwa
konstitusi itu tidak dirumuskan dalam satu dokumen melainkan terdiri atas sejumlah dokumen.

Model Proses Pembuatan dan Perubahan Konstitusi


(a)    Komisi Konstitusi menyusun Draft Konstitusi/Draft Perubahan Konstitusi untuk kemudian
didiskusikan secara luas ke akar rumput, kepada seluruh unsur masyarakat (Partisipatif), atau,
(b)    Komisi Konstitusi menyusun Draft Konstitusi/ Perubahan Konstitusi untuk kemudian
didiskusikan dengan berbagai organisasi masyarakat, kampus dan daerah (Partisipasi yang
Terbatas).
Untuk Negara Federasi, Draft Konstitusi/Perubahan Konstitusi dapat ditetapkan/disahkan apabila
mendapat persetujuan Negara Bagian dan Lembaga Perwakilan Rakyat (Kongres di Amerika
Serikat).

Untuk Negara Kesatuan, Draft Konstitusi/Perubahan Konstitusi dapat disahkan apabila mendapat
persetujuan lembaga perwakilan rakyat (MPR di Indonesia).

Proses penyusunan/perubahan Konstitusi di negara demokrasi memerlukan waktu lama dan


harus mengikuti prosedur yang berat karena:
(a)    Harus melibatkan semua pihak (partisipatif)
(b)    Memerlukan persetujuan mayoritas mutlak.

1.    Institusi Penjaga Konstitusi.


Setiap negara menetapkan lembaga yang berfungsi sebagai penafsir dan penjaga konstitusi.
Mahkamah Konstitusi untuk Indonesia, dan Mahkamah Agung di negara lain yang tidak
memiliki Mahkamah Konstitusi.

Mereka yang secara hukum memiliki legal standing berhak mengajukan permohonan kepada
Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan satu atau lebih pasal dari suatu undang-undang
dengan alasan bertentangan dengan konstitusi. Mereka yang secara hukum memiliki legal
standing berhak mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk membatalkan
satu atau lebih pasal dari suatu peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang dengan
alasan bertentangan dengan Undang-Undang.   Kalau argumentasi hukum yang diajukan
pemohon dapat diterima oleh mayoritas hakim, maka MK/MA dapat menyatakan satu atau lebih
pasal dari suatu undang-undang atau dari suatu peraturan perundang-undangan di bawah undang-
undang tidak lagi berlaku karena bertentangan dengan UUD atau UU (MK/MA sebagai negative
legislator). Akan tetapi MK/MA tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan pengganti pasal
yang dinyatakan tidak lagi berlaku karena hal yang terakhir ini merupakan kewenangan pembuat
undang-undang.

Anda mungkin juga menyukai