Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut Data World Health Organization (WHO) Indonesia termasuk ke dalam
negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia
Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017
adalah 36,4%. Dimana angka ini masih termasuk angka yang cukup tinggi. dan
menjadi permasalahan karena gizi anaka-anak diIndonesia masih cukup
memprihatinkan yang ditandai dengan masih tingginya angka stunting di negara ini.
hal ini membuat dampak yang buruk untuk pertumbuhan anak – anak.
Menurut data Kementerian Kesehatan Tahun 2016 menunjukkan persentase balita
dengan kategori pendek dan sangat pendek atau biasa disebut stunting sebesar 29%.
Balita stunting menjadi permasalahan karena berhubungan dengan meningkatnya
risiko terjadinya kesakitan, kematian dan perkembangan otak suboptimal, sehingga
perkembangan motorik terlambat dan terhambatnya pertumbuhan mental.
Menurut riskesdas (2017) pada tahun 2017terdapat 22,2% atau sekitar 150,8 juta
balita 25 di dunia mengalami stunting. Pada tahun 2017 lebih darisetengah balita
stunting di duniaberasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%)
tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal
dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%).
Menurut Penelitian Suryanti & Reswita (2016) menunjukkan, bahwa salah satu
permasalahan penting konsumsi pangan Indonesia adalah masih sangat rendahnya
kontribusi pangan sumber protein hewani dalam menu makanan sehari-hari. Hariyadi
(2011) berdasarkan data dari Food and Agriculture Organization (FAO)
menyimpulkan bahwa pada Tahun 2003-2005, konsumsi protein hewani per
kapita/hari di Indonesia baru sekitar 20-30 gram, sedangkan di Thailand dan Filipina
konsumsi protein hewani per kapita/hari berkisar antara 40-50 gram, selain itu
Malaysia dan Brunei Darusalam sekitar 50-60 gram. Hal tersebut menunjukkan masih
kurangnya konsumsi protein hewani di Indonesia di banding dengan Negara lain .

Menurut Anonim (2014) pada tahun 2016 menunjukan angka konsumsi ikan
diharapkan meningkat menjadi 43,88 kg/kap/th. Selanjutnya pada tahun 2017, 2018,
2019 serta 2020 diharapkan angka konsumsi ikan masing- masing menjadi 47,12
kg/kap/th; 50,65 kg/kap/th; 54,49 kg/kap/th serta 54,49 kg/kap/th pada tahun 2020.
Bila demikian halnya, maka perlu ada strategi peningkatan penyediaan ikan baik yang
berasal dari usaha perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Merujuk pada
angka sementara pada tahun 2015, angka konsumsi ikan berkisar antara 20,2
kg/kap/th sampai dengan 55,35 kg.kap/th. Terdapat lima Propinsi dengan angka
konsumsi ikan di bawah 30 kg/kap/th yakni Propinsi Jawa Barat (26,27 kg/kap/th),
Jawa Tengah (22,37 kg/kap/th), Jawa Timur (28,96 kg/kap/th), D.I.Yogyakarta 23,21
kg/kap/th) serta Lampung (28,66 kg/kap/th).

Ikan sebagai bahan pangan di Indonesia memiliki beberapa keunggulan,


diantaranya sebagai sumber nutrisi esensial, white meat, bersifat universal, dan harga
relatif murah. Ikan juga merupakan sumber protein hewani yang penting dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya
mengonsumsi ikan untuk perbaikan gizi akan meningkatkan konsumsi ikan. Dan ikan
merupakan salah satu penghasil protein hewani. Pengetahuan bahan makanan perlu
sebagai dasar untuk menyusun hidangan. Selain dipengaruhi besarnya pendapatan.
Pendapatan dan kebiasaan makan memegang peran penting dalam konsumsi bahan
makanan penduduk. seseorang, pola konsumsi terhadap bahan makanan bisa berubah.
Faktor yang menentukan konsumsi ikan adalah harga dan pendapatan. Dalam
kehidupan manusia pengetahuan gizi memegang peranan yang sangat penting di
dalam mengunakan pangan yang baik, sehingga dapat mencapai keadaan gizi yang
cukup, pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang karena dari pengalaman dan pengetahuan yang cukup.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Menurut Data World Health Organization (WHO) Indonesia
termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di
regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-
rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017
adalah 36,4%.
1.2.2. Menurut data Kementerian Kesehatan Tahun 2016 menunjukkan
persentase balita dengan kategori pendek dan sangat pendek atau
biasa disebut stunting sebesar 29%.
1.2.3. Menurut riskesdas (2017) pada tahun 2017terdapat 22,2% atau sekitar
150,8 juta balita 25 di dunia mengalami stunting. Dari 83,6 juta balita
stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%)
dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%).
1.2.2. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) menyimpulkan
bahwa pada Tahun 2003-2005, konsumsi protein hewani per
kapita/hari di Indonesia baru sekitar 20-30 gram, sedangkan di
Thailand dan Filipina konsumsi protein hewani per kapita/hari
berkisar antara 40-50 gram, selain itu Malaysia dan Brunei Darusalam
sekitar 50-60 gram
1.2.3. Menurut Anonim (2014) pada tahun 2016 angka konsumsi ikan
berkisar antara 20,2 kg/kap/th sampai dengan 55,35 kg.kap/th.
Terdapat lima Propinsi dengan angka konsumsi ikan di bawah 30
kg/kap/th yakni Propinsi Jawa Barat (26,27 kg/kap/th), Jawa Tengah
(22,37 kg/kap/th), Jawa Timur (28,96 kg/kap/th), D.I.Yogyakarta
23,21 kg/kap/th) serta Lampung (28,66 kg/kap/th).
1.3. Hipotesis
1.3.1. Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara
pengetahuan anak, pengetahuan ibu, pendidikan ibu, pekerjaan orang
tua, status ekonomi keluarga, etnis, kebiasaan konsumsi ikan dalam
keluarga terhadap perilaku konsumsi ikan pada anak-anak sekolah
dasar.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi
ikan pada anak Sekolah Dasar Negeri 01, Tomang Jakarta Barat.
1.4.2. Tujuan Khusus
1.4.2.1. Diketahuinya sebaran konsumsi ikan pada anak Sekolah Dasar
Negeri 01 Tomang Jakarta Barat pada bulan Desember 2019
1.4.2.2. Diketahuinya sebaran subjek menurut usia, jenis kelamin,
pengetahuan anak, pengetahuan ibu, pendidikan ibu, pekerjaan
orang tua, status ekonomi keluarga, etnis, kebiasaan konsumsi
ikan dalam keluarga pada anak Sekolah Dasar Negeri 01 Tomang
Jakarta Barat
1.4.2.3 Diketahuinya hubungan antara pengetahuan anak, pengetahuan
ibu, pendidikan ibu, pekerjaan orang tua, status ekonomi
keluarga, etnis, kebiasaan konsumsi ikan dalam keluarga pada
anak Sekolah Dasar Negeri 01 Tomang Jakarta Barat .
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Peneliti
1.5.1.1. Menerapkan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah untuk
merumuskan dan memecahkan masalah yang ada di masyarakat.
1.5.1.2. Diharapkan penelitian ini akan memberikan wawasan dan
pengetahuan baru tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
konsumsi ikan pada masyarakat khususnya anak sekolah dasar.
1.5.1.3. Mengembangkan daya nalar, minat, dan kemampuan dalam bidang
penelitian.
1.5.1.4. Meningkatkan kemampuan berpikir analitis dan sistematis dalam
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan.
1.5.1.5. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi langsung dengan
masyarakat.
1.5.1.6. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan
informasi dan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.
1.5.1.7. Sebagai bahan rujukan untuk mengembangkan ilmu kedokteran.

1.5.2. Bagi Masyarakat


1.5.2.1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan konsumsi ikan pada masyarakat.
1.5.2.2. Sebagai informasi untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
1.5.3. Bagi Puskesmas
1.5.3.1 Hasil penelitian ini dapat digunakan pihak Puskesmas Tomang sebagai
informasi yang menggambarkan tentang keadaaan masyarakat dan pola
konsumsi ikan terhadap anak sekolah dasar .

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta:


Departemen Kesehatan RI; 2017.
2. Irnani, H. Sinaga, T. (2017). Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Pengetahuan,
Praktik Gizi Seimbang dan Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar. Jurnal Gizi
Indonesia ( e Indonesian Journal of Nutrition). Vol 6, No.1.
3. Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014. Kontribusi Protein Ikan. Jakarta.
(http://www.wpi.kkp.go.id) [diakses november 2019].
4. Mitra. (2015). Permasalahan anak pendek (stunting) dan intervensi untuk
mencegah terjadinya stunting (Suatu Kajian Kepustakaan). J. Kesehatan
Komunitas. 2 (6):254-261
5. [Kemenkes] Kementerian Kesehatan. (2017). Pemantauan Status Gizi Tahun
2017. Kementerian Kesehatan Jakarta.
6. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2018). Peta Kebutuhan Ikan:
Berdasarkan Preferensi Konsumen Rumah Tangga Tahun 2017. Direktorat
Pemasaran. Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Kelautan dan
Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
7. WHO] World Health Organization. (2014). WHA global nutrition targets
2025: Stunting policy brief. Geneva: World Health Organization.
8. Wiseman G. (2002). Nutrition and Health. Taylor & Francis, London.
9. World Bank. (2014). Kajian Kebijakan Pembangunan 2014:Indonesia
Menghadapi Perangkap. Jakarta: The World Bank

Anda mungkin juga menyukai