Oleh :
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
SURABAYA
2018
DAFTAR ISI
Pendahuluan
Tinjauan pustaka
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
2.3 Patofisiologi
2.4 Manifestasi klinis
2.5 Diagnosis dan diagnosis banding
2.5.1 Diagnosis
2.5.2 Diagnosis banding
2.5.3 Pemeriksaan penunjang
2.6 Tatalaksana
2.6.1 Non farmakoterapi
2.6.2 Farmakoterapi
2.7 Prognosis
2.8 Komplikasi
Kesimpulan
Daftar pustaka
1
PENDAHULUAN
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
3
2.1.1 Klasifikasi
4
sakit), yang secara ekstensif kontak dengan perawatan kesehatan,
sehingga merubah resiko mereka terhadap mikroba yang virulent dan
resisten dengan obat. Anggota masyarakat yang kontak secara
ekstensip dengan sistem perawatan kesehatan (health Care) akan
membawa flora yang jauh lebih mirip dengan pasien di Rumah Sakit
dari pada anggota masyarakat yang sehat, sehingga pneumonia pada
penderita ini dikenal sebagai Health Care-associated pneumonia
(HCAP).
5
5. Pseudomonas aeruginosa
6. Acinobacter spesies
6
2.2 Patofisiologi
3) Hematogenik
7
3. Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotik, yaitu
mekanisme anatomik, mekanik, humoral dan seluler. Mekanisme ini
merupakan pertahanan utama dari benda asing di orofarings, seperti
adanya penutupan dan reflek batuk.
8
penderita di rumah sakit meningkatkan resiko infeksi sesudah terjadi
aspirasi. Intubasi tracheal meningkatkan resio infeksi saluran nafas
bagian bawah oleh obstruksi mekanik dari trachea, kegagalan dari
pembersihan mukosiliary, trauma sistem eskalator mukosiliary dan
adanya gangguan dengan batuk. Perlekatan bakteria (misal
Pseudomonas) pada epitelium trachea dan biofilm yang melapisi tube
endotracheal membuat pembersihan mikroba dari jalan nafas bagian
bawah menjadi sulit.
a) Faktor tidak bisa dirubah yaitu berkaitan dengan inang (seks pria,
penyakit paru kronik, atau gagal organ jamak), dan terkait tindakan
yang diberikan (intubasi atau selang nasogastrik).
9
biasa. Peningkatan insiden HAP adalah karena penderita pada ICU sering
membutuhkan ventilator mekanik, dan penderita dengan ventilator mekanik
sebanyak 6-21 kali lebih mungkin berkembang menjadi HAP dari pada
penderita dengan non ventilator mekanik
2.4.1 Diagnosis
10
heart failure, atelektasis, aspirasi, Akut Respiratory Distress Sindrome
(ARDS), tromboembolisme paru, perdarahan paru, dan reaksi obat.
1. Pemeriksaan radiologi
Bentuk lesi berupa kavitasi dengan air fluid level sugestif untuk
abses paru, infeksi anaerob, Gram negatif atau amyloidosis. Efusi
pleura dengan pneumonia sering ditimbulkan S. pneumonia. Dapat
juga oleh kuman anaerob, S. pyogenes, E. coli dan Staphylococcus
(pada anak). Kadang-kadang oleh K.pneumoniae, P.pseudomallei.
11
kemungkinan adanya infeksi sekunder/tambahan, efusi pleura
penyerta yang terinfeksi atau pembentukan abses. Pada pasien yang
mengalami perbaikan klinis ulangan foto dada dapat ditunda karena
resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu.
2. Pemeriksaan labolatorium
3. Pemeriksaan bakteriologis
12
merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk
evaluasi terapi selanjutnya.
4. Pemeriksaan khusus
2.5 Tatalaksana
2.5.2 Farmakoterapi
13
yang dianjurkan yaitu Levofloksasin, Moksifloksasin
14
f) Vankomisin 15 mg/kgBB tiap 12 jam
15
a) Tanpa faktor risiko patogen multy drug reaction maka antibiotik
yang direkomendasikan adalah seftriakson 1-2 gram perhari
intravena atau sefotaksim 1-2 gram tiap 6-8 jam intravena atau
moksifloksasin 400 mg perhari intravena atau siproflksasin 400
mg tiap 8 jam intravena atau ampisillin/sulbaktam 3 gram tiap 6
jam intravena atau ertapenem 3 gram perhari intravena.
16
Direkomendasikan bahwa durasi pengobatan harus memperhatikan
beratnya penyakit, waktu untuk munculnya respon klinik, dan mikroba
patogennya. Para ahli menyarankan bahwa faktor utama untuk
memutuskan durasi terapi harus pada waktu repon klinik dan tidak
melibatkan patogen, dan pasien harus diterapi paling tidak 72 jam
sesudah respon klinik diperoleh. Respon klinik pada terapi antibiotika
tidak mungkin pada 48- 72 jam pertama, jadi regimen antibiotika empiris
tidak harus berubah selama waktu ini, kecuali langsung oleh adanya hasil
pemeriksaan mikrobiologis. Pada pasien yang gagal berrespon sesudah
periode awal, rekomendasi adalah pertimbangkan antibiotika yang lebih
luas, pertimbangkan penyebab noninfeksious, dan dilakukan test
diagnostik invasif
2.6 Prognosis
2.7 Komplikasi
17
KESIMPULAN
Diagnosis ditegakkan paling tidak didapati dua dari gejala ini yaitu
demam, leukositosis, dan sputum yang virulent. Selain itu adanya
kekeruhan jaringan parenchym paru yang baru atau progresif pada
rontgen paru. Pneumonia umumnya dijumpai pada pasien yang
membutuhkan perawatan yang intensif atau pengguna ventilasi mekanik
Kultur saluran nafas bagian bawah harus diambil pada semua pasien
sebelum terapi dengan antimikroba, tetapi pengambilan dimulai jangan
18
terlambat pada terapi empiris pada penderita yang sakit kritis.
DAFTAR PUSTAKA
19