Pencegahan Perilaku Bullying Di Sekolah PDF
Pencegahan Perilaku Bullying Di Sekolah PDF
novitasaritita@gmail.com
Abstrak
Perilaku bullying pada faktanya banyak terjadi di dunia pendidikan kita. Berdasarkan
hal tersebut, penulis akan mencoba menguraikan bagaimana pencegahan perilaku
bullying yang paling efektif dengan mengidentifikasi terlebih dahulu definisi, karakter,
penyebab, mitos, dan fakta dari perilaku bullying. Pencegahan perilaku bullying pada
akhirnya harus dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi. Kerjasama antara pihak
sekolah dan orangtua murid juga mutlak untuk dilakukan.
A. Latar Belakang
Aksi kekerasan terhadap anak yang saat ini sedang sangat marak terjadi ialah
bullying (perundungan). Sebagai tindakan yang dapat membahayakan kondisi mental
dan fisik anak, bullying tidak hanya menjadi permasalahan bagi Indonesia, tetapi juga
dunia. Berdasarkan data dari Josephson Institute, anak dan remaja yang terlibat dalam
perilaku bullying, baik itu terlibat sebagai korban, pelaku, maupun hanya sebagai pihak
yang menyaksikan atau penonton (bystander), bahkan sampai mencapai 75%
(Josephson Institute, 2010). Hymel mengatakan bahwa angka perilaku bullying
bervariasi di berbagai Negara, 9-37% pelajar melaporkan pernah melakukan bullying
(pelaku) terhadap pelajar lain dan 2-36% lainnya pernah menjadi korban bullying
(Smokowski & Kopasz, 2010). Di Indonesia, penelitian Yayasan Semai Jiwa Amini di 3
kota besar, yaitu kota Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta, mencatat perilaku bullying
pada 67,9% siswa/i SMA dan 66,1% SMP dengan kategori tertinggi kekerasan
psikologis yaitu pengucilan dan kategori tertinggi kedua adalah kekerasan verbal
(mengejek) dan fisik atau memukul (Yayasan Semai Jiwa Amini, 2008).
Jumlah anak yang terlibat dalam aksi bullying di Indonesia sendiri tidaklah
semakin berkurang, tetapi justru semakin meningkat setiap tahunnya. Data yang
diperoleh dari website resmi Komisi Perlindungan Anak (KPAI) menunjukan bahwa
perilaku bullying di sekolah masih kerapkali terjadi, bahkan sampai memakan korban.
Pada tahun 2011, jumlah korban bullying berjumlah 56 orang. Jumlah 56 korban
tersebut meningkat di tahun berikutnya, yakni mencapai angka 130 orang di tahun 2012.
Pada tahun 2013, jumlah korban bullying berkurang sampai mencapai angka 96, namun
angka ini masih lebih besar dari angka (baca: jumlah korban) di tahun 2011. Korban
bullying yang sudah berkurang di tahun 2013 tersebut sayangnya meningkat pesat di
tahun berikutnya. Tahun 2014 sampai 2015, korban bullying di sekolah berjumlah
kurang lebih 313 orang, 159 korban di tahun 2014 dan 154 korban di tahun 2015
(KPAI, 2016). Jumlah korban bullying yang fluktuatif namun cenderung meningkat
tersebut tentu tidak akan dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha untuk menguranginya.
Berbeda dengan jumlah korban yang mencapai angka ratusan, jumlah pelaku
bullying yang tercatat dalam data KPAI nyatanya tidak sampai seratus orang. Tetapi
hanya sampai 93 orang di tahun 2016, namun jumlah pelaku bullying ini selalu
meningkat dari tahun 2011 sampai 2016. Ada sebanyak 48 pelaku bullying di tahun
2011, 66 orang di tahun 2012, 63 di tahun 2013, 67 di tahun 2014, 93 di tahun 2015,
dan 93 di tahun 2016 (KPAI, 2016).
Jumlah korban dan pelaku bullying tersebut di atas ialah yang tercatat di KPAI,
yang tidak tercatat oleh KPAI mungkin saja jauh lebih banyak dari data KPAI. Sebab
aksi bullying ini merupakan aksi yang seringkali sulit dideteksi, yakni korban cenderung
enggan menceritakan pengalamannya kepada guru dan orangtua (Anis Widiyawati,
2014: 2). Oleh karenanya, pada faktanya ada banyak jumlah aksi bullying yang tidak
sampai terungkap oleh guru atau orangtua anak, bahkan oleh KPAI. Satu hal yang pasti
ialah: aksi bullying merupakan aksi yang sangat sering terjadi di sekolah, juga di luar
sekolah.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, anak yang terlibat dalam aksi bullying
menghadapi risiko yang serius untuk masa depannya. Kekerasan (bullying) seolah-olah
sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak. Oleh karenanya,
perlu dicarikan jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk mencegah kekerasan yang
tiada habis-habisnya. Tentunya semua pihak memiliki tanggung jawab atas
kelangsungan hidup anak, karena anak-anak juga memiliki hak yang harus dipenuhi
oleh negara, orang tua, guru, dan masyarakat. Diperlukan komitmen bersama dan
langkah nyata untuk mecegah kekerasan (bullying) di sekolah.
B. Pembahasan
1. Bullying (Kekerasan) di Sekolah
Bullying merupakan suatu aksi atau serangkaian aksi negatif yang seringkali
agresif dan manipulatif, dilakukan oleh satu atau lebih orang terhadap orang lain atau
beberapa orang selama kurun waktu tertentu, bermuatan kekerasan baik verbal maupun
fisik, dan melibatkan ketidakseimbangan kekuatan. Pelaku biasanya mencuri-curi
kesempatan dalam melakukan aksinya, dan bermaksud membuat orang lain merasa
tidak nyaman atau terganggu, sedangkan korban biasanya juga menyadari bahwa aksi
itu akan berulang menimpanya (Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron, 2015).
Yayasan SEJIWA mengidentifikasi jenis dan wujud bullying secara umum dapat
dikelompokan ke dalam tiga kategori (Yayasan Semai Sejiwa, 2008: 2), yaitu:
Dalam aksi bullying terdapat beberapa murid yang memegang peran masing-
masing, yakni peran sebagai pelaku, korban, penonton (bystander), dan sebagai murid
yang tidak terlibat. Selain korban yang merasakan dan mengalami kerugian akibat dari
perilaku bullying, dalam beberapa kasus, pelaku pun dapat menjadi pelaku sekaligus
korban dari bullying yang dilakukan oleh pelaku lain. Pihak yang tidak terlibat dalam
aksi bullying di sekolah dasar misalnya, bisa saja pihak tersebut malah menjadi korban
bullying yang serius di sekolah menengah pertama (SMP) atau di SMA, begitu pula
dengan bystander (Paige Lembeck, dkk., 2016: 1). Setiap anak dan remaja yang terlibat
secara langsung (pelaku dan korban), tidak langsung, dan yang tidak terlibat sekali pun,
berpotensi mengalami bullying.
Salah satu alasan dari banyaknya tindakan bullying yang terjadi di kalangan
anak dan remaja dapat diurai berdasarkan hasil survei, bahwa sebagian besar korban
enggan menceritakan pengalaman mereka kepada pihak-pihak yang mempunyai
kekuatan untuk mengubah cara berpikir mereka dan menghentikan siklus ini, yaitu
pihak sekolah dan orang tua. Korban biasanya merahasiakan bullying yang mereka
derita karena takut pelaku akan semakin mengintensifkan bullying mereka (Anies
Widiyawati, 2014: 2).
a. pelaku bully sedang merasa sedih (feeling aggrieved) dan merasa dibolehkan
melampiaskan perasaan sedih atau depresinya tersebut kepada orang lain;
b. pelaku bully melihat korban yang berada di bawah tekanan sebagai sesuatu
yang menyenangkan (seeking fun at another's discomfiture);
c. pelaku bullying berpikir bahwa kelompoknya akan semakin menerima dan
mengakui keberadaannya jika ia berani mem-bully orang lain (gaining or
retaining group support);
d. pelaku bullying bisa saja memang seseorang yang senang menyakiti dan
melihat orang lain dalam keadaan sulit, atau dengan kata lain alasan
seseorang mem-bully bisa saja ialah karena alasan yang sifatnya sadistic
(extortion and sadism).
Perilaku bullying tentu memiliki efek yang sangat berbahaya, perilaku ini dapat
menimbulkan dampak traumatik luar biasa. Bullying menyebabkan anak dan remaja
enggan untuk masuk sekolah (membolos), menurunkan nilai rapor dan peringkat anak di
sekolah, dan mengganggu kesehatan mental anak antara lain membuat anak dan remaja
mengalami stress, depresi, gelisah dan khawatir, bahkan bullying dapat mendorong anak
dan remaja untuk melakukan bunuh diri (Paige Lembeck, dkk., 2016: 1-2).
Salah satu dampak dari bullying yang paling jelas terlihat adalah kesehatan fisik.
Beberapa dampak fisik yang biasanya ditimbulkan bullying adalah sakit kepala, sakit
tenggorokan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada (Anis Widiyawati, 2014: 3).
Bahkan dalam kasus-kasus yang ekstrim seperti insiden yang terjadi di SMA 3 Jakarta
(Kompas, 2014), dampak fisik ini bisa mengakibatkan kematian.
b. Komitmen
Perlakuan terhadap anak yang menjadi korban dan pelaku bullying dapat
dibuat secara efektif dan efisien. Pelaku bullying tidak semestinya hanya
diberikan sanksi, tetapi juga guru mesti memberikan bimbingan yang tepat untuk
siswa pelaku bullying, seperti dengan mengajak siswa tersebut berbincang atau
membuat siswa merefleksikan perbuatannya dan membuatnya memahami bahwa
bullying yang ia lakukan adalah perbuatan yang tidak baik. Mempermalukan
siswa pelaku bullying dengan memarahinya di depan umum atau dengan
langsung menghukum siswa tersebut adalah cara yang dinilai kurang efektif
untuk mencegah bullying. Siswa pelaku bullying bisa saja akan melakukan
aksinya kembali sesudah ia menyelesaikan hukumannya.
C. Simpulan
Daftar Pustaka
Abdul-Wahid, Salwa SH., dkk. Emotional and Behavioral Problems Among School
Children. International Journal of Development Research, Volume 4, Issue 5,
(May 2014).
Efianingrum, Ariefa. 2009. Mengurai Akar Kekerasan (Bullying) di Sekolah. Jurnal
Dinamika.
Atmasasmita, Romli. 1992. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. Bandung: Erasco.
Ansary, Nadia S., dkk. Best Practice to Adress (Reduce) Bullying in School. The Phi
Delta Kappan, Vol. 97, No. 2 (October 2015), pp. 30-35.
Coloroso, Barbara. 2006. Penindas, Tertindas, dan Penonton. Resep Memutus Rantai
Kekerasan Anak dari Prasekolah Hingga SMU. Jakarta: Serambi.
http://entertainment.kompas.com/read/2014/06/25/0850308/Alumnus.SMA.3.Jakarta.A
ddie.MS.Kecam.Dugaan.Bullying.dalam.Kematian.Arfiand diakses pada hari
Rabu, 19 April 2017.
http://bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data/data-kasus-per-tahun/rincian-data-kasus-
berdasarkan-klaster-perlindungan-anak-2011-2016 diakses pada hari Rabu,
19 April 2017.
http://lbhmawarsaron.or.id/home/publikasi/materi-seminar-dan-penyuluhan/149-
bullying-pada-institusi-pendidikan-ditinjau-dari-sudut-pandang-hukum diakses
pada hari Rabu, 19 April 2017
Institute, Josephson. 2010. Installment 1: Bullying and violence: The ethics of American
youth: CHARACTER COUNTS!. Diakses dari http://charactercounts.org
/programs/reportcard/2010/installment01_reportcard_bullying-youth
violence.html.
Rigby, Ken. 2012. Bullying in School: Adressing Desire Not Only Behaviors.
Educational Psychology Review, Vol. 24, No. 2 (June 2012), pp. 339-348.
Smokowski, Kopasz. 2010. Bullying in school: an overview of types, effects, famiy
characteristics, and intervention strategies, Children School Journal.
Surilena. 2016. Perilaku Bullying (Perundungan) pada Anak dan Remaja, CDK 35 -
236/ vol. 43 no. 1.
Tumon, Matriasa Bara Asie. Studi Deskriptif Perilaku Bullying Terhadap Remaja.
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, Volume 3, Nomor 1,
2014.