Anda di halaman 1dari 26

PRODI D III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITES MUHAMMADIYAH PONOROGO
2014
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Penyakit Gangguan Sistem Hematologi (Anemia)


Sub Pokok Bahasan : Pencegahan dan Perawatan Anemia
Sasaran : Keluarga Tn. T
Hari/Tanggal : Rabu, 5 Maret 2014
Tempat : Rumah Keluarga Tn. T
Pukul : 07.30WIB - selesai
Pemberi Materi : Muhamad Amirulhaq Shafaddin
Waktu : 40 menit

A. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
Setelah mendapatkan penyuluhan 1x40 menit Keluarga mengerti tentang mencegah atau
merawat anemia.
2. Tujuan Khusus :
Setelah mendapatkan penyuluhan 1x40 menit diharapkan Keluarga mampu:
a. Menjelaskan pengertian anemia
b. Menjelaskan penyebab anemia
c. Menjelaskan tanda dan gejala anemia
d. Menjeaskan akibat anemia
e. Menjelaskan cara mencegah anemia
f. Menjelaskan bahaya anemia bagi ibu dan bayi
g. Menjelaskan pengobatan

B. KEGIATAN PENYULUHAN
No. Waktu Kegiatan Penyuluhan Respon Peserta
1. 5 menit Pembukaan :
07.30 – 07.35 - Memberi salam - Menjawab salam
- Memperkenalkan diri - Mendengarkan
- Menjelaskan tujuan - Memperhatikan
- Kontrak waktu - Menyetujui
2. 25 menit Inti :
07.35 – 08.00 - Menjelaskan materi - Memperhatikan
- Bertanya - Menjawab
- Menjawab - Bertanya
3. 10 menit Penutup :
08.00 – 08.10 - Merangkum materi - Memperhatikan
- Mengevaluasi - Menjawab
- Mengakhiri kegiatan - Menjawab salam
dengan mengucapkan salam

C. METODE PENYULUHAN
Ceramah dan Tanya Jawab

D. MEDIA
1. LCD, Power Point
2. Leaflet

E. MATERI (terlampir)

F. Setting Tempat

P
M
AAAAAA
AAAA
F AAAAAA F
AAAA
O
Keterangan:
P : Penyuluh
M : Moderator
F : Fasilitator
O : Observer
A : Audience

G. EVALUASI LISAN
Struktur : 1 hari sebelum penyuluhan sudah di konsultasikan kepada dosen penguji dan sudah dilakukan
kontrak dengan Mahasiswa yang bersangkut.
Proses :
- Selama penyuluhan peserta berantusias mengikuti jalannya penyuluhan.
- Saat penyuluhan peserta yang hadir 88% dan yang tidak hadir 12%.
- Saat penyuluhan ada peserta yang izin ke toilet.

Hasil :
- Peserta memahami tentang penyuluhan yang disampaikan.
- Peserta berantusias untuk bertanya.

H. REFERENSI
Dimas. 2008. “Anemi Kekurangan Zat Besi Dan
Pencegahannya”.http://dimasmis.blogspot.com diakses 22 Februari 2014.

Yatim, Faisal. 2003. Talasemia Leukimia dan Anemia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia: anemia.

Zainal, Dhenny. 2009. “Anemia Defisiensi Fe Sering Terjadi Pada


Anak”. http://drhennyzainal.wordpress.com diakses 22 Februari 2014.

Penyuluh
Ttd

Muhamad Amirulhaq Shafaddin


Lampiran
MATERI

A. Pengertian
Anemia/kurang darah adalah keadaan dimana darah merah (Hemoglobin/ Hb) kurang dari
normal (normal 12-13 gr%). Anemia adalah rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dalam sel-sel
darah merah, yaitu kurang dari 11 gr %.

B. Penyebab Anemia
1. Kurang nutrisi / kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, terutama yang
berasal dari sumber hewani yang mudah diserap
2. Penyakit kronis
3. Kurang zat besi karena kebutuhan yang meningkat seperti pada kehamilan, masa tumbuh
kembang (untuk laki-laki sampai dengan usia 20 tahun, untuk perempuan sampai dengan usia 18
tahun), dan penyakit infeksi
4. Kehilangan zat besi yang berlebihan pada perdarahan seperti haid yang berlebihan, sering
melahirkan, kecelakaan dan infeksi karena cacing.
5. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi.

C. Tanda dan Gejala Anemia


1. Perasaan Mudah lelah, lemah, letih, lesu, lunlai (5 L)
2. Sering Mengantuk
3. Pandangan berkunang-kunang dari posisi jongkok ke posisi berdiri/ perubahan posisi
4. Pucat pada wajah, telapak tangan, kuku, dan selaput dalam kelopak mata serta bibir
5. Sering Pusing/ sakit kepala.

D. Akibat Anemia
1. Gangguan/ hambatan pada pertumbuhan badan dan perkembangan otak
2. Kecerdasan dan prestasi belajar menurun
3. Tubuh menjadi lemah dan kurang bugar
4. Produktivitas dan aktivitas menurun
5. Daya tahan tubuh menurun sehingga mudah terserang penyakit.

E. Cara Mencegah Anemia


1. Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung zat besi terutama yang berasal dari sumber
hewani seperti ikan, hati, susu, keju, telur. Sedangkan zat besi yang berasal dari sumber
nabati/tumbuh-tumbuhan yaitu bayam, kangkung, daun singkong, kacang panjang, kecipir, daun
katuk, sawi hijau, kacang – kacangan, tahu, tempe.
2. Menjaga kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan agar tubuh tidak kemasukan cacing
3. Agar zat besi dapat diserap dengan baik oleh tubuh maka konsumsi juga makanan yang
mengandung vitamin C yang terdapat pada buah-buahan
4. Periksakan diri ke dokter atau bidan atau ke pelayanan kesehatan terdekat.
F. Bahaya Anemia Bagi Ibu dan Bayi
1. Bagi Ibu :
a. Melemahkan ibu, hingga mudah sakit
b. Bila anemia berat (Hb < 8 gr %) dapat terjadi payah jantung, keguguran, bayi lahir sebelum
waktunya
c. Mungkin pula terjadi perdarahan waktu melahirkan, hingga mebahayakan jiwa ibu.
2. Bagi Bayi :
Pertumbuhan janin mungkin terganggu sehingga bayi lahir dengan berat lahir rendah
(BBLR) dan perkembangan otaknya mungkin terganggu

G. Pengobatan
Pengobatan anemia zat besi tergantung pada faktor penyebab yang menimbulkannya. Suatu
contoh jika anemia yang terjadi adalah karena kehilangan darah yang terlalu banyak maka
penyebab dari kehilangan darah tersebut yang perlu diobati. Jika anemia terjadi karena dalam
konsumsi makanan tanpa kandungan zat besi maka pengobatannya adalah megubah diet
makananan menjadi kaya akan zat besi.
1. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet Tambah Darah (TTD).
2. Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat anemia seperti: kecacingan, malaria
dan penyakit TBC.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau kadar hemoglobin dalam sel
darah merah berada dibawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang
mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantar keseluruh tubuh. Anemia dapat dikatakan
bila ukuran dan jumlah eritrosit dalam hemoglobin dibawah normal. (Syatriani & Astrina, 2010)
Anemia yang terbanyak ditemukan di berbagai Negara dunia baik Negara maju maupun
Negara berkembang. Penyebab anemia di Negara Indonesia adalah akibat kekurangan nutrisi
(terutama zat besi). Anemia defisiensi besi dapat menimbulkan dampak berupa gangguan
kognitif, perkembangan mental, dan gangguan psikomotor. (Shabariah, 2011)

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa/i mengetahui dan memahami tentang konsep serta asuhan keperawatan pada
anak dengan anemia.
2. Tujuan khusus
a. Diketahui pengertian anemia.
b. Diketahui kriteria anemia.
c. Diketahui derajat anemia.
d. Diketahui klasifikasi anemia.
e. Diketahui etiologi anemia berdasarkan klasifikasi.
f. Diketahui manifestasi klinis anemia berdasarkan klasifikasi.
g. Diketahu patofisiologi anemia.
h. Diketahui pemeriksaan diagnostik pada anemia.
i. Diketahui penatalaksanaan pada anemia.
j. Diketahui asuhan keperawatan anemia secara umum.
k. Diketahui, dipahami, dan dapat diterapkan asuhan keperawatan pada anak dengan anemia
aplastik.

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi mahasiswa/i
Mahasiswa/i dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan bacaan tentang konsep serta
asuhan keperawatan pada anak dengan anemia, khususnya bagi mahasiswa/i keperawatan.
2. Bagi institusi
Sebagai sarana pengembangan dan pemahaman ilmu pengetahuan untuk menunjang proses
pembelajaran.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Anemia
1. Pengertian
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin (Hb)
atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia menunjukkan suatu penyakit atau perubahan
fungsi tubuh. Terdapat banyak perbedaan jenis anemia. Beberapa menyebabkan
ketidakadekuatan pembentukan sel-sel darah merah (eritropoiesis), SDM prematur atau
penghancuran SDM yang berlebihan (hemolisis), kehilangan darah (penyebab yang paling
umum) (Brunner & Suddarth, 2000).
Menurut Wong tahun 2008, anemia merupakan kelainan hematologik yang paling sering
dijumpai pada masa bayi dan kanak-kanak. Anemia merupakan bukan suatu penyakit tetapi
merupakan indikasi atau manifestasi proses patologik yang mendasarinya.
Anemia merupakan kondisi dimana kurangnya konsentrasi sel darah merah atau
menurunnya kada hemoglobin dalam darah di bawah normal, penurunan kadar tersebut banyak
dijumpai pada anak karena kurangnya kadar zat besi atau perdarahan, sehingga anemia anem ia
ini dapat disebut juga dengan anemia defisiensi zat besi (anemia kurang zat besi), walaupun
sebenarnya apabila bayi yang lahir dengan ibu yang non-anemia atau bergizi baik akan membuat
bayi tersebut lahir dalam keadaan zat besi yang cukup apabila diberi ASI yang cukup pula, akan
tetapi apabila zat besi yang sebenarnya cukup tersedia dalam ASI tidak dimanfaatkan oleh ibu
dan anak tersebut tidak mendapatkan sumber zat besi yang dapat di peroleh dari susu formula
atau makanan yang kaya akan zat besi maka dapat menimbulkan adanya anemia, selain kadar zat
besi anemia dapat juga ditimbulkan adanya anemia, selain kadar zat besi anemia dapat juga
ditimbulkan karena perdarahan seperti perdarahan pada usus atau kehilangan darah pada saluran
cerna akibat makananyang salah, atau perdarahan lain yang jumlahnya berlebihan. (Hidayat,
2008)
2. Kriteria Anemia
Untuk memenuhi definisi anemia, makka perlu ditetapkan batas hemoglobin atau
hematokrit yang di anggap sudah terjadi anemia. Batas tersebut sangat dipengaruhi oleh usia,
jenis kelamin, dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut. Batasan yang umum
digunakan adalah kriteria WHO pada tahun 1968. Dinyatakan sebagai anemia bila terdapat nilai
dengan kriteria laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dl, perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dl,
perempuan hamil Hb 11 gr/dl, anak usia 6-14 tahun Hb < 12 gr/dl, dan anak usia 6 bulan - 6
tahun < 11 gr/dl. Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada umumnya
dinyatakan anemia bila terdapat nilai Hb < 10 gr/dl, Hematokrit < 30%, dan Eritrosit < 2,8
juta/mm2. (Handayani & Andi, 2008).
3. Derajat anemia
Menurut Handayani & Andi tahun 2008, derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Derajat
anemia yang umum dipakai adalah :
a. Ringan sekali : Hb 10-13 gr/dl
b. Ringan : Hb 8-9,9 gr/dl
c. Sedang : Hb 6-7,9 gr/dl
d. Berat : Hb < 6 gr/dl
4. Klasifikasi
Klasifikasi anemia dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Anemia Aplastik
Anemia aplastik merupakan anemia normokromik normositer yang disebabkan oleh
disfungsi sumsum tulang, sedemikian sehingga sel darah yang mati tidak di ganti. Anemia
aplastik ini juga merupakan anemia yang disertai dengan pansitopenia pada darah tepi yang
disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa
ada infiltrasi, supresi, atau pendesakan sumsum tulang. (Handayani & Andi, 2008)
b. Anemia Defisiensi Besi
Anemia ini dapat terjadi akibat pasokan zat besi dari makanan yang tidak memadai
merupakan masalah gizi yang paling dominan di Amerika Serikat, dan merupakan masalah
gangguan mineral yang paling sering ditemukan. Bayi prematur terutama merupakan kelompok
yang berisiko karena kurangnya pasokan zat besi pada saat janin. Remaja juga menghadapi risiko
karena laju pertumbuhannya yang cepat dikombinasikan dengan kebiasaan makan yang buruk
(Wong, 2008).

c. Anemia Megaloblastik
Menurut Handayani & Andi tahun 2008, anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin
B12 dan defisiensi asam folat memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum tulang dan darah
perifer yang identik. Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA
(Desoxyribonucleic acid) dan RNA (Ribonucleid acid), yang penting sekali untuk metabolisme
sel dan pematangan sel. Jadi bila terjadi defisiensi asam folat, maka pematangan sel akan
terganggu (Ngastiah, 2005)
d. Anemia Hemolitik
Menurut Handayani & Andi tahun 2008, Anemia hemolitik adalah anemia yang
disebabkan oleh proses hemolisis, yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum
waktunya. Umur eritrosit adalah 100-120 hari (Ngastiah, 2005).
e. Anemia sel sabit
Anemia sel sabit merupakan suatu gangguan resesif otosom yang disebabkan oleh pewaris
dua salinan gen hemoglobin defektif, satu buah dari masing-masing orang tua. Hemoglobin yang
cacat itu disebut hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti sabit
apabila terpajan oksigen berkadar rendah. (Handayani & Andi, 2008)
5. Etiologi
Karena kekurangan zat-zat makanan yang masuk ke dalam tubuh, disebut anemia
defisiensi karena menderita kekurangan protein, besi, vitamin/asam folat, B12. Infeksi yang
menahun dapat menyebabkan anemia. Produksi darah dalam sumsum tulang berkurang.
Kerusakan pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan (pusat jabang bayi berdarah, anak
yang terluka parah). Kerusakan sel darah merah dalam tubuh atau anemi hemolitik biasanya
terdapat pada anak yang menderita malaria.
Etiologi anemia berdasarkan klasifikasi, yaitu :
a. Anemia aplastik
Penyebab anemia aplastik beraneka ragam, yaitu :
1) Faktor genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian besar
daripadanya diturunkan menurut hukum Mendel. Pembagian kelompok pada faktor ini adalah
sebagai berikut :
a) Anemia fanconi
b) Diskeratosis bawaan
c) Anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit/tulang
d) Sindrom aplastik parsial (seperti; sindrom Blackfand-diamond, Trobositopenia bawaan, dan
Agranulositosis bawaan).
2) Obat-obatan dan bahan kimia
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensivitas atau dosis obat berlebihan. Obat
yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Sedangkan bahan kimia yang
terkenal dapat menyababkan anemia aplastik adalah senyawa benzen.
3) Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara (penyebabnya seperti;
mononukleosis infeksiosa, tuberkulosis, influenza, bruselosis, dan dengue) atau permanen
(penyebab yang terkenan ialah virus hepatitis tipe non-A dan non-B. virus ini dapat
menyebabkan anemia. Umumnya anemia aplastik pasca hepatitis ini mempunyai prognosis yang
buruk).
4) Iradiasi
Hal ini terjadi pada pengobatan penyakit keganasan dengan sinar X. Peningkatan dosis
penyiaran sekali waktu akan menyebabkan terjadinya pansitopenia. Bila penyinaran dihentikan,
sel-sel akan berproliferasi kembali. Iradiasi dapat menyebabkan anemia aplastik berat atau
ringan.
5) Kelainan imunologis
Zat anti terhadap sel-sel hematopoirtik adalah mikro dapat menyebabkan aplastik.
6) Idiopatik
Sebagian besar (50%-70%) penyebab anemia aplastik tidak diketahui atau bersifat
idiopatik.
7) Penyakit lain
Seperti leukimia akut, hemoglobinuria nokturnal paroksimal, dan kehamilan dimana semua
keadaan tersebut dapat menyenangkan terjadinya pansitopenia.
b. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendanya masukan besi, gangguan absorbsi,
serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1) Kehilangan besi
Sebagai akibat perdarahan menahun yang dapat berasal dari; saluran cerna, akibat dari tukak
peptik kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang;
saluran genitalia wanita, menoragi atau metroragi; saluran kemih, hematuria; saluran napas,
hemoptoe.

2) Faktor nutrisi
Akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau kualitas besi yang tidak baik (makanan
banyak mengandung serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).
3) Kebutuhan besi meningkat
Seperti pada prematuritas anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
4) Gangguan absorpsi besi
Gastrektomi dan kolitis kronis.
c. Anemia megaloblastik
Penyebab anemia meganoblastik adalah sebagai berikut :
1) Asupan kurang; pada vegetarian.
2) Mal absorbsi
Dewasa; anemia pernisiosa, gastrektomi total/parsial, penyakit Crohn’s, parasit, limfoma
usus halus, obat-obatan (neomisin, etanol, dan KCL).
Anak-anak; anemia pernisiosa, gangguan sekresi, faktor intrinsik lambung, dan gangguan
reseptor kobalamin di ileum.
3) Gangguan metabolisme seluler
Defisiensi enzim, abnormalitas protein pembawa kobalamin (defisiensi transkobalamin),
dan paparan nitrit oksida yang berlangsung lama.
4) Defisiensi asam folat
a) Asupan kurang; gangguan nutrisi (alkoholisme, bayi prematur, orang tua, homodialisis, dan
anoreksia nervosa); malabsorbsi (gastrektomi parsial, reseksi usus halus, penyakit Crohn’s,
skleroderma, dan obat antikonvulan).
b) Peningkatan kebutuhan; kehamilan, anemia hemolitik, keganasan, hipertiroidisme, serta
eritropoesis yang tidak efektif (anemia perniosa, anemia sideroblastik, leukemia, dan anemia
hemolitik).
c) Gangguan metabolisme folat; alkoholisme, defisiensi enzim.
d) Penurunan cadangan folat di hati; alkoholisme, sirosis non alkoholik, dan hepatoma.
5) Gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat
6) Gangguan sintesis DNA yang merupakan akibat dari proses berikut ini; defisiensi ensim
kongenital dan didapat setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu.
d. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh anemia sel sabit, malaria, penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, dan reaksi transfuse.
e. Anemia sel sabit
Ada beberapa faktor yang dianggap sebagai perangsang terbentuknya sel sabit, yaitu stress
fisik, demam, dan trauma.
Handayani & Andi, 2008.
6. Manifestasi klinis
Gejala umum anemia adalah penurunan kadar hemoglobin di bawah batas normal. Gejala
yang timbul menurut organ yang terkena yaitu:
a. Sistem Kardiovaskuler : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi dan sesak nafas saat
beraktivitas.
b. Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang,
kelemahan otot, serta perasaan dingin pada ekstremitas.
c. Sistem urogenital : gangguan haid dan libido menurun.
d. Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa dan elastisitas kulit menurun.
Gejala yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai berikut:
a. Anemia aplastik
Gejala klinis anemia aplastik terjadi sebagai akibat adanya anemia, leukopenia, dan
trombositopenia. Gejala yang dirasakan berupa gejala sebagai berikut :
1) Sindrom anemia; gejala anemia bervariasi, mulai dari ringan sampai berat.
2) Gejala perdarahan: paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit seperti petekie dan
ekimosis. Perdarahan mukosa dapat berupa epitaksis, perdarahan sub-konjungtiva, perdarahan
gusi, hematemesis melena, dan pada wanita dapat berupa menorhagia. Perdarahan organ dalam
lebih jarang dijumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.
3) Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorokan, febris, dan sepsis.
4) Organomegali dapat berupa hepatomegali dan splenomegali.
b. Anemia defisiensi besi
Gejala anemia defisiensi dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar, yaitu :
1) Gejala umum anemia
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi
jika kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 gr/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah,
mata kunang-kunang, serta telinga mendenging.
2) Gejala khas akibat defisiensi besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia jenis lain
adalah :
a) Koilorikia; kuku sendik (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal, dan menjadi
sekung sehingga mirip seperti sendok.
b) Atrofi papila lidah; permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papila lidah
menghilang.
c) Stomatitis angularis; adanya peradangan pada sudut mulut, sehingga tampak sebagai bercak
berwarna pucat keputuhan.
d) Disfagia; nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
e) Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklorida.
3) Gejala penyakit dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab
anemia defisiensi. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia,
parotis membengkak, dan kulit telapak tangan bewarna kuning.
c. Anemia megaloblastik
Gejala klinis yang biasanya muncul pada anemia meganoblastik adalah :
1) Anemia karena eritropoesis yang inefektif.
2) Ikterus ringan akibat pemecahan globin.
3) Glositis dengan kidah berwarna merah, seperti daging (buffy tongue) dan stomatitis angularis.
4) Purpura trombositopenia karena maturasi megakariosit terganggu.
5) Pada defisiensi vitamin B12 dijumpai gejala neuropati adalah :
a) Neuropati perifer; mati rasa dan terbakar pada jari.
b) Kerusakan kolumna posterior; gangguan posisi dan vibrasi.
c) Kerusakan kolumna lateralis; spastisitas dengan deep reflex hiperaktif dan gangguan serebrasi.
d. Anemia hemolitik
Gambaran klinis yang umum terjadi pada anemia hemolitik adalah :
1) Kelemahan
2) Sesak napas
3) Sakit kepala
4) Pusing
5) Sinkop
6) Demam
7) Menggigil
8) Nyeri abdomen dengan atau tanpa distensi
9) Nyeri pinggang
10) Urin keruh (hemoglobinuria, biasanya pada anemia hemolitik intravaskular).
e. Anemia sel sabit
Gambaran klinis yang umum terjadi pada anemia sel sabit adalah :
1) Terdapat tanda-tanda sistemik anemia.
2) Nyeri hebat akibat sumbatan vaskular pada serangan-serangan penyakit.
3) Demam
4) Pembesaran jantung, distritmia, dan gagal jantung pada anemia kronis.
5) Infeksi bakteri berulang.
6) Splenomegali karena limpa membersihkan sel-sel yang mati.
Handayani & Andi, 2008.
7. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis. Lisis sel darah merah terjadi dalam
fagositik atau dalam sistem retikulo endotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil
sampigan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran
darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin
akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin
plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin.
Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal seperti anoksia organ terget karena
berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan dan mekanisme
kompensasi tubuh terhadap anemia. Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulklan gejala
yang disebutsyndrome anemia.
Anemia dapat dibagi menjadi lima bagian, seperti anemia aplastik, anemia defisiensi besi,
anemia megaloblastik, anemia hemolitik, dan anemia sel sabit. Anemia aplastik diperkirakan
dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu kerusakan sel induk, kerusakan lingkungan mikro, dan
mekanisme imunologis. Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi, sehingga
cadangan besi makin menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan ini disebut iron
depleted state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus, maka penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang, sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia
secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficienr erythropoesis. Selanjutnya timbul
anemia hipokromik mikrositer, sehingga disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini
juga terjadi kekurangan zat besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan
gejala pada kuku, epitel mulut dan faring, serta berbagai gejala lainnya.
Timbulnya meganoblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena terjadi gangguan
sintesis DNA sel-sel eritroblast akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12, dimanan vitamin
B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus untuk vitamin
B12 pentig dalam pembentukkan mielin. Akibat gangguan sintesis DNA pada inti eritroblast ini,
maka maturasi inti sel lambat, sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjadi lebih besar
karena pembelahan sel yang lambat. Sel eritroblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan
kromatin yang lebih longgar disebut sebagai sel meganoblast. Sel meganoblast ini fungsinya
tidak normal, dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang sehingga terjadi eritropoesis
inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung pada terjadinya anemia.
Penurunan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan anemia. Hemolisis dapat terjadi
perlahan-lahan, sehingga dapat diatasi oleh mekanisme kompensasi tubuh, tetapi dapat juga
terjadi tiba-tiba, sehigga segera menurunkan kadar hemoglobin. Peningkatan hasil pemecahan
eritrosit dalam tubuh. Hemolisis berdasarkan tempatnya terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Hemolisis ekstravaskular; hemolisis terjadi pada sel makrofag dari sistem retikuloendotelial
(RES) terutama pada lien, hepar, dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim heme
oxygenase. Lisis terjadi karena kerusakan membran, presipitasi hemoglobin dalam sitoplasma,
dan menurunnya fleksibilitas eritrosit. Pemecahan eritrosit ini akan menghasilkan globin yang
akan dikembalikan ke protein pool, serta zat besi yang dikembalikan ke makrofag selanjutnya
akan digunakan kembali, sedangkan protoporfirin akan menghasilkan gas CO dan bilirubun.
Bilirubin dalam darah berikatan dengan albimin menjadi indirek, mengalami konjungsi dalam
hati menjadi bilirubun direk kemudian dibuang melalui empedu sehingga meningkatkan
sterkobilinogen dalam feses dan urobilinogen dalam urin.
b. Hemolisis intravaskular; pemecahan eritrosit intravaskular menyebabkan lepasnya hemoglobin
bebas ke dalam plasma. Hemoglobin bebas ini akan diikat oleh hepatoglobin, sehingga kadar
hepatoglobin plasma akan menurun. Apabila kapasitas hepatoglobin dilampaui, maka terjadilah
hemoglobin bebad dalam plasma yang disebut sebagai hemoglobinemia. Hemoglobin bebas akan
mengalami oksidasi menjadi metemoglobin sehingga terjadi metemoglobinemia. Hemoglobin
bebas akan keluar melalui urin sehingga terjadi hemoglobinemia. Pemecahan eritrosit
intravaskular akan melepaskan banyak LDH yang terdapat dalam eritrosit, sehingga serum LDH
akan meningkat.
c. Kompensasi sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoiesis. Distruksi eritrosit dalam darah
tepi akan merangsang mekanise bio-feedback sehingga sumsum tulang meningkatkan
eritropoesis. Peningkatan eritopoesis ditandai oleh peningkatan jumlah eritoblast dalam sumsum
tulang, sehingga terjadi hiperplasia normoblastik.
Adanya defek pada molekul hemoglobin dimana defek tersebut merupakan satu substitusi
asam amino pada rantai beta hemoglobin. Oleh karena hemoglobin A normal mengandung dua
rantai alfa dan dua rantai beta, maka terdapat dua gen untuk sintesis tiap rantai. Hemoglobin
yang cacat tersebut diberi nama hemoglobin S (HbS). HbS menjadi kaku dan membentuk
kanfigurasi seperti sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah. Sel darah merah pada anemia
sel sabit ini kehilangan kemampuannya berubah bentuk sewaktu melewati pembuluh yang
sempit, sehingga aliran darah ke jaringan sekitarnya tersumbat. Hal ini menyebabkan iskemia
dan infark di berbagai organ tubuh menyebabkan serangan nyeri.
Handayani & Andi, 2008.
8. Komplikasi
Menurut Handayani & Andi tahun 2008, adanya komplikasi anemia, yaitu :
a. Gagal jantung
b. Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel-sel lain ikut terkena.
c. Hipoksia
d. Iskemia
e. Episode trombosis
f. Stroke
g. Gagal ginjal
h. Priapismus
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Anemia aplastik
1) Sel darah
a) Pada stadium awal penyakit, pansitepenia tidak selalu ditemukan.
b) Jenis anemia adalah anemia normokromik normositer disertai retikulositopenia.
c) Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam darah tepi.
d) Tromboistopenia yang bervariasi dari ringan sampai dengan sangat berat.
2) Laju endap darah
Laju endap darah selalu meningkat, sebanyak 62 dari 70 kasus mempunyai laju endap
darah dari 100 mm dalam satu jam pertama.
3) Faal hemostatik
Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan menjadi buruk yang disebabkan oleh
trombositopenia.
4) Sumsum tulang
Hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak menyebar seccara merata pada seluruh sumsum
tulang, sehingga sumsum tulang yang normal dalam satu kali pemeriksaan tidak dapat
menyingkirkan diagnosis anemia aplastik. Pemeriksaan ini harus diulangi pada tempat-tempat
yang lain.
5) Penyakit lain
Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, dan HbF meningkat.
b. Anemia defisiensi besi
1) Kadar Hb dan indeks eritrosit
Didapatkan anemia mikrositer hipokromik dengan penurunan kadar Hb mulai dari ringan
sampai berat, RDW meningkat yang menunjukkan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah
dapat mengalami perubahan sebelum kadar Hb menurun. Apusan darah menunjukkan anemia
mikrositer hipokromik, anisosotosis, poikilositosis anulosit, leukosit dan trombosit normal,
retikilosit normal, retikilosit rendah.

2) Kadar serum besi


Kadar serum besi menurun < 50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >
350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.
3) Kadar serum feritinin
Jika terdapat inflamasi, maka feritinin serum sampai dengan 60 Ug/dl.
4) Protoporfirin eritrosit
Protoporfirin eritrosit meningkat (> 100 Ug/dl).
5) Sumsum tulang
Menunjukkan hiperplasia normoblastik dengan normoblas kecil-kecil dominan.
c. Anemia megaloblastik
1) Untuk kekurangan vitamin B12 yang dilakukan adalah :
a) Anamnesis makanan
b) Tes absorbsi vitamin B12 dengan dan tanpa faktor.
c) Penentuan faktor intrinsik dan antiboditerhadap sel parietal lambung.
d) Endoskopi foto saluran makanan bagian atas.
e) Analisis cairan lambung.
2) Untuk kekurangan asam folat yang dilakukan adalah :
a) Anamnesis makanan
b) Tes-tes malabsorbsi
c) Biopsi jejunun
d) Tanda-tanda penyakit dasar penyebab.
d. Anemia hemolitik
1) Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat
a) Bilirubin serum meningkat.
b) Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat.
c) Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam.
2) Gambaran peningkatan produksi eritrosit.
a) Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital.
b) Hiperplasia eritropoesis sumsum tulang.
3) Gambaran rusaknya eritrosit : umur eritrosit memendek.
e. Anemia sel sabit
1) Hitung sel darah merah
Terjadinya penurunan hematokrit dan hemoglobin.
2) Pemeriksaan prenatal
Untuk mengidentifikasi adanya status hemozigot pada janin.
Handayani & Andi, 2008.
10. Penatalaksaan
Pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan.
2. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.
Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah:
1. Terapi gawat darurat
Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka harus segera
diberikan terapi darurat dengan transfusi sel darah merah dimampatkan (PRC) untuk mencegah
perburukan payah jantung tersebut.
2. Terapi kauzal
Terapi kauzal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi penyebab
anemia. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus
diberikan obat anti cacing tambang.

3. Terapi empiria
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika terapi ini berhasil,
berarti diagnosis dapat dilakukan. Terapi ini hanya dilakukan jika tidak tersedia fasilitas
diagnosis yang mencukupi.
Wiwik Handayani, 2008.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian anak dengan anemia pada umumnya didapati tanda dan gejala seperti
adanya kelemahan otot, mudah lelah seperti sering beristirahat, napas pendek, kulit pucat, pika
kemudian adanya gangguan pada sistem saraf seperti adanya sakit kepala, pusing, kunang-
kunang, peka terhadap rangsangan, menurunnya lapang pandang (kabur), apatis, apabila sudah
berat terjadi perfusi jaringan perifer yang buruk, kulit lembab dan dingin, menurunnya tekanan
darah serta adanya peingkatan frekuensi jantung. Pengkajian terhadap faktor penyebab didapati
adanya riwayat diet yang salah (kurang kadar Fe), makan pasta, makan tanah, dan lain-lain atau
kurangi komposisi makanan seperti banyak makanan sayur akan tetapi kurang darging; adanya
faktor pertumbuhan yang cepat tidak diimbangi dengan dengan kebutuhan Fe yang banyak,
adanya gangguan penyerapan Fe akibat berbagai penyakit seperti penyakit usus; kemudian akibat
perdarahan hebat yang menyebabkan kehilangan sel darah merah atau kadar Hbakan menurun;
dan lain hal sehingga memicu terganggunya kadar Fe dalam darah. Pada pemeriksaan fisik,
didapati adanya penurunan perfusi perifer, penurunan tekanan darah, dan frekuensi jantung. Pada
pemeriksaan laboratorum didapatkan kadar Hb dan jumlah eritrosit menurun, kadar MCV, MCH,
dan MCHC menurun, kadar besi serum menurun, feritinin serum darah menurun atau
rendahkurang dari 10-12 g/L dan free erythrocyte porphyrin meningkat. (Hidayat, 2008)
2. Diagnosa keperawatan
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan pengiriman kadar O2 ke
dalam jaringan.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan perubahan komponen seluler yang
diperlukan untuk mengirim oksigen dan nutrisi ke sel.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan oksigen ke dalam paru-paru.
d. Gangguan menelah berhubungan dengan kerusakan epitel hipofaring akibat penurunan oksigen
ke jaringan epitel.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan masukan kadar Fe,
kurang pengetahua n keluarga, gangguan penyakit atau pertumbuhan.
f. Risiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan keseimbangan.
g. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis
gangguan mobilitas.
h. Ansietas berhubungan dengan kondisi tubuh anak, prosedur diagnosis atau tidakan tranfusi.
3. Intervensi
Tujuan dan Intervensi
Diagnosa
No. Kriteria
Keperawatan NOC Aktivitas
Hasil/NOC
1. Intoleransi Tujuan : Menejemen a. Kaji
aktivitas Setelah energi penyebab
berhubungan dilakukan kelemahan.
dengan tindakan b. Kaji
kelemahan keperawatan kemampuan
umum, selama …. X klien dalam
penurunan 24 jam, bergerak.
pengiriman kelemahan c. Pantau TTV.
kadar O2 ke pasien teratasi. d. Pantau
dalam jaringan. asupan
Kriteria Hasil : nutrisi yang
a. Dapat adekuat,
beraktivitas untuk
dengan baik. memastikan
b. Mobilisasi sumber daya
bagus. energi.
e. Pantau
respon
kardiovaskul
ar terhadap
aktivitas.
f. Dampingi
klien saat
melakukan
latihan.
2. Ketidakefektifan Tujuan : Regulasi a. Kaji status
perfusi jaringan Setelah Hemodinamik hemodinamik
berhubungan dilakukan (tekanan
dengan tindakan darah, nadi,
perubahan asuhan JPV, dll)
komponen keperawatan klien.
seluler yang dalam waktu b. Pantau tanda
diperlukan untuk …. x 24 jam, dan gejala
mengirim perfusi status perfusi
oksigen dan jaringan (hipotensi;
nutrisi ke sel. perifer klien ekstremitas
adekuat. dingin,
peningkatan
Kriteria Hasil : serum seperti
a. Anak tidak kreatinin dan
pucat. BUN;
b. Konjungtiva hiponatremia,
tidak anemis. dll) klien.
c. Akral hangat. c. Pantau
tekanan
periper, CRT,
dan suhu
klien.
d. Pantau nilai
elektrolit.
e. Pantau
intake dan
outout klien.
f. Berikan
terapi
antiplatelet
atau
antikoagulan
pada klien.
g. Rubah posisi
klien setiap 2
jam sekali.
h. Kolaborasi
bersama
dokter untuk
melakukan
tranfusi
darah, jika
masakah
tidak teratasi.

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Kasus
Seorang anak E berusia 2 tahun dibawa orangtuanya ke RSA pada tanggal 22 Desember
2015. Ibu mengeluhkan aktivitas berkurang sejak 4 hari yang lalu, lemah, nafsu makan menurun,
sesak napas, dan tampak pucat. Didapatkan hasil pemeriksaan fisik konjungtiva anemis, akral
teraba dingin, pucat, CRT > 3 detik, TD 70/50 mmHg, Nadi 90 x/menit, RR 33 x/menit, T
36,50C. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 7 gr/dL, WBC 11,07 L, HCT 20.1%,
PLT 695 x 103 L, kadar besi serum 40 mg/dl. Anak didiagnosa Anemia Defisiensi Besi.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Anemia Aplastik


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama : An. E
Umur : 2 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Ibu mengeluhkan aktivitas berkurang sejak 4 hari yang lalu, lemah, nafsu makan menurun,
sesak napas, dan tampak pucat.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Seorang anak E berusia 2 tahun dibawa orangtuanya ke RSA pada tanggal 22 Desember
2015. Ibu mengeluhkan aktivitas berkurang sejak 4 hari yang lalu, nafsu makan menurun, dan
sesak napas. Ibu mengatakan anak tidak mau mengkonsumsi sayur.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Tidak ada riwayat kesehatan terdahulu.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada riwayat kesehatan keluarga.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : kompos mentis.
2) Sistem muskuloskeletal : kelemahan dan penurunan aktivitas.
3) Sistem kardiovaskular : TD 70/50 x/menit, N 90 x/menit, RR 33 x/menit, T 36,50C.
4) Sistem pernapasan : sesak napas, RR 33 x/menit.
5) Pola makan : penurunan nafsu makan dan tidak mau makan sayur.
d. Pemeriksaan diagnostik
1) Laboratorium
No. Pemeriksaan Normal Hasil
1. Hemoglobin (Hb) 11-13 gr/dL 7 gr/dL
2. White Blood 4 – 11 L 11,07 L
Cell(WBC)
3. Hematokrit (HCT) 35 – 44 % 20,1 %
4. Platelet (PLT) 150 – 450 L 695 x 103 L
5. Kadar Besi Serum 50 – 120 40 mg/dl
(Fe) mg/dl

2. Pathway kasus
Pendarahan
Kehilangan Fe
Faktor Nutrisi
Asupan Nutrisi kurang Fe
Anak Prematur
Kebutuhan Fe
Fe
Produksi sel darah merah
Anemia Defisiensi Zat Besi
O2 dan Nutrisi ke Perifer
O2 dan Nutrisi darah ke Otak
O2 dan Nutrisi ke Jaringan
Metabolisme anaerob di Perifer
Akral teraba dingin
MK : Ketiakefektifan Perfusi Jaringan
Kerusakan Epitel Hipofaring
Nyeri Menelan
Nafsu Makan
MK : Gangguan Menelan
MK : Gangguan Pemenuhan Nutrisi
Fungsi Sistem Saraf Pusat
Kesadaran
Keseimbangan
MK : Risti Cidera
Kelemahan
MK : Intoleransi Aktivitas
O2 di Paru
Gangguan Ventilasi
Sesak Napas
MK : Gangguan Pertukaran Gas

3. Analisa data
No. Data Etiologi Masalah
1. Data Subjektif : O2 dan Nutrisi ke Ketidakefektifan
a. Ibu mengatakan Perifer perfusi jaringan
anak pucat. Metabolisme anaerob di perifer.
b. Ibu mengatakan Perifer
anak teraba dingin. Akral teraba dingin,
pucat, konjungtiva
Data Objektif : anemis.
a. Anak tampak Ketidakefektifan
pucat. perfusi jaringan perifer.
b. Konjungtiva
anemis
c. Akral teraba
dingin
d. CRT > 3 detik
e. TD 70/50 mmHg
f. Nadi 90 x/menit.
g. T 36,50C
h. Hb 7 gr/dL
i. WBC 11,07
j. HCT 20,1%
k. PLT 695 x 103
l. Kadar besi serum
40 mg/dl
2. Data Subjektif : O2 dan Nutrisi ke Intoleransi
a. Ibu mengatakan jaringan aktivitas
aktivitas anak Kelemahan
berkurang sejak 4 Intoleransi aktivitas
hari yang lalu.
b. Ibu mengatakan
anak sesak napas.

Data Objektif :
a. Anak tampak
lemah.
b. RR 33 x/menit.
3. Data Subjektif : O2 dalam paru Gangguan
a. Ibu mengatakan Gangguan ventilasi pertukaran gas
anak sesak napas. Sesak napas
Gangguan pertukaran
Data Objektif : gas
a. Anak tampak
sesak.
b. RR 33 x/menit.
4. Data Subjektif : O2 dan Nutrisi ke Gangguan
a. Ibu mengatakan jaringan epitel menelan
nafsu makan anak Kerusakan epitel
menurun. hopofaring
b. Ibu mengatakan Nyeri menelan
anak tampak Gangguan menelan
lemah.

Data Objektif :
a. Anak tampak
lemah.
b. Anak tampak
meringis pada saat
menelan.
5. Data Subjektif : O2 dan Nutrisi ke Gangguan
a. Ibu mengatakan jaringan epitel pemenuhan
nafsu makan anak Kerusakan epitel nutrisi
menurun. hopofaring
Nyeri menelan
Data Objektif : Nafsu makan
a. Anak tampak Gangguan pemenuhan
lemah. nutrisi
b. Kadar besi serum
40 g/L
6. Data Subjektif : O2 dan Nutrisi darah ke Risiko tinggi
a. Ibu mengatakan otak cidera.
aktivitas anak Fungsi sistem saraf
berkurang sejak 4 pusat.
hari yang lalu. Keseimbangan
b. Ibu mengatakan Risiko tinggi cedera
anak tampak
lemah.

Data Objektif :
a. Anak tampak
lemah.
b. TD 70/50 mmHg
c. RR 33 x/menit.
4. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan O2 dan Nutrisi ke
jaringan perifer ditandai dengan konjungtiva anemis, akral teraba dingin, dan pucat.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen ditandai dengan kelemahan dan sesak napas.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan O2 di dalam paru ditandai dengan
sesak napas.
d. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan epitel hipofaring ditandai dengan nyeri
menelan.
e. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan kerusakan epitel hipofaring ditandai dengan
penurunan nafsu makan.
f. Risiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan hemoglobin ditandai dengan penurunan
keseimbangan.

5. Intervensi keperawatan
Tujuan dan
Diagnosa Intervensi
No. Kriteria
Keperawatan
Hasil/NOC NIC Aktivitas
1. Ketidakefektifan Tujuan : Regulasi i. Kaji status
perfusi jaringan Setelah Hemodinamik hemodinamik
perifer dilakukan (tekanan
berhubungan tindakan darah, nadi,
dengan penurunan asuhan JPV, dll)
O2 dan Nutrisi ke keperawatan klien.
jaringan perifer dalam waktu j. Pantau tanda
ditandai dengan …. x 24 jam, dan gejala
konjungtiva perfusi status perfusi
anemis, akral jaringan (hipotensi;
teraba dingin, dan perifer klien ekstremitas
pucat. adekuat. dingin,
peningkatan
Kriteria Hasil serum seperti
: kreatinin dan
d. Anak tidak BUN;
pucat. hiponatremia,
e. Konjungtiva dll) klien.
tidak anemis. k. Auskultasi
f. Akral bunyi jantung
hangat. klien.
g. CRT < 3 l. Pantau
detik. tekanan
h. TTV dalam periper, CRT,
batas normal. dan suhu
i. Nilai klien.
laboratorium m. Pantau nilai
dalam batas elektrolit.
normal. n. Pantau intake
j. Kadar serum dan outout
besi dalam klien.
batas normal. o. Berikan terapi
antiplatelet
atau
antikoagulan
pada klien.
p. Rubah posisi
klien setiap 2
jam sekali.
q. Kolaborasi
bersama ahli
gizi untuk
memberikan
makanan yang
adekuat untuk
mengurangi
viskositas
(keadaan saat
zat cair
bergerak
lambat) darah.
r. Kolaborasi
bersama
dokter untuk
melakukan
tranfusi darah,
jika masakah
tidak teratasi.
2. Intoleransi Tujuan : Manajemen a. Kaji
aktivitas Setelah energi penyebab
berhubungan dilakukan kelemahan.
dengan tindakan b. Kaji
ketidakseimbangan keperawatan kemampuan
antara suplai dan selama …. X klien dalam
kebutuhan oksigen 24 jam, bergerak.
ditandai dengan kelemahan c. Pantau TTV.
kelemahan dan pasien d. Pantau asupan
sesak napas. teratasi. nutrisi yang
adekuat,
Kriteria Hasil untuk
: memastikan
a. Dapat sumber daya
beraktivitas energi.
dengan baik. e. Pantau respon
b. Mobilisasi kardiovaskula
bagus. r terhadap
aktivitas.
f. Dampingi
klien saat
melakukan
latihan.
g. Berikan
pujian kepada
klien, bila
klien ada
kemajuan.

B. Perbandingan Kasus dan Teori


Pada kasus anak mengalami anemia defisiensi zat besi karena kurangnya jumlah zat besi total
dalam makanan atau kualitas besi yang tidak baik yang menyebabkan penurunan hemoglobin,
hematokrit, dan kadar zat besi serum serta peningkatan leukosit dan platelet yang akan
menimbulkan tanda dan gejala penurunan aktivitas, sesak napas, akral dingin, konjungtiva
anemis, pucat, dan lain-lain. Jadi dijelaskan bahwa tidak terdapat kesenjangan pada kasus dan
teori.
https://kaper13a.blogspot.com/2016/10/kasus-dan-askep-anemia.html

Anda mungkin juga menyukai