Anda di halaman 1dari 23

PENDAHULUAN

Kegemukan atau Obesitas merupakan penyakit yang kompleks dan multifactorial


yang ditandai dengan kelebihan berat badan karena adanya penumpukan lemak yang
berlebihan didalam tubuh. Obesitas disebabkan oleh kerena tidak seimbangnya jumlah
energi yang masuk dan jumlah energi yang dikeluarkan sehingga berat badan menjadi lebih
berat dari berat badan ideal karena adanya penumpukan lemak didalam tubuh21

Obesitas merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi


dan berat badan akibat jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan berat badan
yang melampaui ukuran ideal.22 Terjadinya obesitas lebih ditentukan oleh terlalu banyaknya
makan, terlalu sedikitnya aktivitas atau latihan fisik, maupun keduanya.23

Dari segi fisik, orang yang mengalami obesitas akan mengalami rendah diri dan
merasa kurang percaya diri. Sehingga seringkali akan mengalami tekanan, baik dari dirinya
sendiri maupun dari lingkungannya Kelebihan penimbunan lemak diatas 20% berat badan
idial, akan menimbulkan permasalahan kesehatan hingga terjadi gangguan fungsi organ
tubuh24

Kasus ini ditemukan pada orang dewasa, remaja, dan anak-anak. Lebih dari 1,4
Miliar orang dewasa yang mengalami overweight dan lebih dari 500 juta orang dewasa
mengalami obesitas. Obesitas sendiri berkaitan dengan PTM ( Penyakit Tidak Menular) dan
menyebabkan kematian pada orang dewasa setiap tahunnya.25

Kejadian obesitas yang terjadi pada anak-anak dan remaja memiliki beberapa faktor
( multifactorial ) biasanya berhubungan dengan peningkatan asupan makan cepat saji (fast
food), rendahnya aktivitas fisik, faktor genetic,faktor psikologis, status social-ekonomi,
program diet, usia, dan jenis kelamin merupakan faktor-faktor yang berkontribusi pada
perubahan keseimbangan energi dan berujung pada kejadian obesitas.26

Orang dengan obesitas akan lebih mudah terserang penyakit degeneratif. Penyakit
Gambar 1 menunjukkan penyesuaian kompensasi dari asupan dan pengeluaran
energi terhadap respon perubahan lemak tubuh.

PATOGENESIS OBESITAS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SINDROM


KARDIOMETABOLIK
Obesitas merupakan kondisi kelebihan lemak dalam tubuh akibat
ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan yang digunakan. 4 Modulasi
keseimbangan energi berasal dari konsumsi makanan, aktivitas fisik, dan
pengeluaran energi panas akibat termogenesis dari jaringan adiposa cokelat.
Obesitas sentral berpotensi meningkatkan risiko penyakit kardiometabolik melalui
perubahan sekresi adipokin. Jaringan adiposa berlebih pada daerah intraabdominal
dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas, gliserol, serta beberapa adipokin pro-
inflamasi, seperti interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor alpha (TNFα), C-
reactive protein, dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1). Jaringan adiposa
yang berlebihan akan menurunkan adiponektin yang berperan dalam proteksi
individu terhadap sindrom kardiometabolik.11,12

1. Manifestasi klinis : Secara klinis obesitas dapat dengan mudah dikenali, antara lain
seperti wajah membulat, pipi tembam, dagu rangkap, leher relatif pendek, dada
membusung dengan payudara membesar yang mengandung jaringan lemak, perut
membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat, kedua tungkai berbentuk X
dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan, pada
anak laki-laki penis tampak kecil karena tertutupi oleh jaringan lemak. 4 Faktor
penyebab obesitas antara lain adalah herediter (keturunan), pola makan, dan
aktifitas fisik. Obesitas berpotensi mengalami berbagai penyebab sakit dan kematian
akibat bermacam-macam gangguan sistem kardiovaskuler, penyakit diabetes
melitus dan lain-lain.10 Keadaan obesitas ini, terutama obesitas sentral,
meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular karena keterkaitannya dengan
sindrom metabolik atau sindrom resistensi insulin yang terdiri dari resistensi
insulin/hiperinsulinemia, intoleransi glukosa/diabetes melitus, dislipidemia,
hiperurisemia, gangguan fibrinolisis, hiperfibrinogenemia, dan hipertensi.8 Obesitas
adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan
subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang meluas ke dalam jaringan
organnya.3

2. Komplikasi : Obesitas yang terjadi dapat berhubungan dengan tekanan darah,


kolesterol, tingkat trigliserida, dan diabetes, sehingga menjadi faktor meningkatnya
risiko jantung koroner, stroke iskemik, diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit
metabolisme lainnya.15 Dampak yang ditimbulkan oleh obesitas yang pertama
adalah tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, kadar lipid dalam darah yang
abnormal dan resistensi insulin. Kedua, sesak napas yang membuat olahraga atau
aktifitas fisik lebih sulit dan dapat memperburuk gejala dan menyebabkan terjadinya
asma. Ketiga, gangguan hati dan penyakit kandung empedu. Pada anak komplikasi
obesitas yang pertama adalah mengenai kapasitas otak, semakin besar tubuh
sesorang yang mengalami obesitas maka akan semakin berkurang pula jaringan
otaknya. Kedua, mengenai saluran napas yakni gangguan fungsi saluran napas
Obstructive Sleep Apnea Sindrome (OSAS). Gejalanya mulai dari mengorok
sampai mengompol. Obstruksi saluran napas intermiten dapat menyebabkan tidur
gelisah.Ketiga, kulit lecet dan pelipatan. Obesitas pada anak dapat menyebabkan
gesekan sehingga membuat kulit menjadi lecet, anak merasa gerah atau panas dan
disertai biang keringat serta jamur pada lipatan kulit.13 Keempat, mengenai jantung.
Anak-anak yang mengalami obesitas cenderung mengakibatkan hipertensi(tekanan
darah tinggi) pada masa pubertas.Kelima, mengenai ginjal. Anak yang mengalami
obesitas memiliki resiko terkena diabetes dengan komplikasi sakit ginjal di
kemudian hari.14 Obesitas sentral maupun perifer dapat meningkatkan resiko
berbagai macam penyakit yang mematikan.12 Jaringan lemak visceral erat
korelasinyan dengan sejumlah komplikasi metabolik seperti sindrom resistensi
insulin, termasuk hiperinsulinemia, hiperkolesterolemia, hiperglikemia,
hipertrigliseridemia, dan tingginya kadar low density lipoprotein (LDL). 12

3. Faktor Risiko dari Obesitas17

1. Diabetes Mellitus

Orang gemuk dengan BMI di atas 25, tiap peningkatan BMI 1 angka mempunyai
kecenderungan menjadi kencing manis sebesar 25%. Dengan bertambahnya ukuran
lingkaran perut dan panggul, terutama pada obesitas tipe sentral atau android,
menimbulkan resistensi insulin, suatu keadaan yang menyebabkan insulintubuh tidak
dapat bekerja dengan baik, maka terjadilah kencing manis.
2. Peningkatan Tekanan Darah (Hipertensi)8

Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter (sfigmomanometer), yaitu


dengan cara melingkarkan manset pada lengan kanan 1% cm di atas fossa kubiti
anterior, kemudian tekanan tensimeter dinaikkan sambil meraba denyut A. Radialis
sampai kira-kira 20 mmHg di atas tekanan sistolik, kemudian tekanan diturunkan
perlahan-lahan sambil meletakkan stetoskop pada fossa kubiti anterior di atas A.
Brakialis atau sambil melakukan palpasi pada A. Brakialis atau A. Radialis. Dengan
cara palpasi, hanya akan didapatkan tekanan sistolik saja. Dengan menggunakan
stetoskop, akan terdengar denyut
nadi Korotkov, yaitu:

 Korotkov I, suara denyut mulai terdengar, tapi masih lemah dan akan mengeras
setelah tekanan diturunkan 10-15 mmHg; fase ini sesuai dsngan tekanan sistolik,

 Korotkov II, suara terdengar seperti bising jantung (murmur) selama 15-20
mmHg berikutnya,
 Korotkov III, suara menjadi kecil kualitasnya dan menjadi lebih jelas dan lebih
keras selama 5-7 mmHg berikutnya,

 Korotkov IV suara akan meredup sampai kemudian menghilang setelah 5-6


mmHg berikutnya,

 Korotkov V titik di mana suara menghilang; fase ini sesuai dengan tekanan
diastolik.

Perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan nadi. Bila
terdapat kelainan jantung atau kelainan pembuluh darah, maka tekanan darah harus
diukur baik pada lengan kanan maupun lengan kiri, bahkan bila perlu tekanan darah
tungkai juga diukur. Faktor-faktor yang turut mempengaruhi hasil pengukuran tekanan
darah adalah lebar manset, posisi pasien dan emosi pasien. Dalam keadaan normal,
tekanan sistolik akan turun sampai 10 mmHg pada waktu inspirasi. Pada tamponade
perikardial atau asma berat, penurunan tekanan sistolik selama inspirasi akan lebih dari
10 mmHg.

Definisi dan Klasifikasi TD pada Hipertensi Menurut WHO-ISH, ESH-


ESC, JNC 7.8

Tekanan darah tinggi atau di atas 140/90 mm Hg, terdapat pada lebih dari sepertiga
orang obesitas. Gagal Jantung Sekalipun tanpa tekanan darah yang tinggi, obesitas
sendiri sudah dapat mengakibatkan kelemahan otot jantung atau cardiomyopathy,
sehingga mengganggu daya pompa jantung. Mekanisme terjadinya hipertensi pada
obesitas berhubungan dengan resistensi insulin, retensi natrium, peningkatan aktivitas
sistem saraf simpatetik, aktivasi sistem renin-angiotensin aldosteron dan perubahan
fungsi vaskular.17 Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatetik pada obesitas terutama
terjadi pada aktivitas simpatetik pada ginjal dan otot skeletal. Peningkatan aktivasi
sistem saraf simpatetik yang berlebihan pada obesitas dipengaruhi oleh
hiperinsulinemia (resistensi insulin), peningkatan leptin, adiponectin atau adipokin
lainnya dan aktivitas berlebih dari sistem renin-angiotensin.8

3. Stroke

Seiring dengan meningkatnya tekanan darah, gula dan lemak darah, maka orang
obesitas sangat mudah terserang stroke.
4. Gagal Nafas

Akibat kegemukan menyebabkan kesukaran bernafas terutama pada waktu tidur


malam (sleep apnea), keadaan yang berat dapat menim-bulkan penurunan kesadaran
sampai koma.
5. Nyeri Sendi

Osteoartritis biasanya terjadi pada obesitas, nyeri sendi umumnya pada sendi-sendi
besar penyanggah berat badan, misalnya lutut dan kaki. Pengapuran dan bengkak sendi
akan bertambah dengan bertambahnya usia atau memasuki masa menopause.
6. Batu Empedu

Pada obesitas dengan BMI diatas 30 didapatkan kecenderungan timbul batu empedu
dua kali lipat dibandingkan orang normal; pada obesitas dengan BMI lebih dari 45,
ditemukan angka 7 kali lipat.

7. Psikososial

Masalah obesitas bukan semata-mata masa-lah medis, tetapi juga


menimbulkan banyak persoalan psikososial, si gemuk bukan hanya mengalami
kesukaran belajar, tidak memperoleh pendidikan dengan baik, tetapi juga kelak
sukar mendapatkan pekerjaan yang baik, termasuk hubungan sosial, keluarga, dalam
hal berteman, umumnya mengalami hambatan yang berdampak pada kepribadian
dan kejiwaan seseorang. Depresi, reaksi cemas, atau stres, banyak didapatkan pada
orang gemuk, terutama kaum wanita.

8. Kanker

Laporan terbaru WHO memperkirakan obesitas dan hidup yang santai


bertanggung jawab atas timbulnya kanker payudara, usus besar, endometrium,
ginjal, dan esofagus. Di Inggris, 20-30 ribu kasus kanker per tahun terdapat pada
kaum obesitas. Terbukti pula hubungan kuat antara obesitas dengan risiko
timbulnya kanker pankreas, rahim, prostat, dan indung telur.

9. Angka Kematian Meningkat

Penelitian dari Framingham Heart Study di Amerika Serikat mene-mukan


bahwa pria maupun wanita dengan usia lebih dari 40 tahun dan berat badan
berlebihan atau BMI lebih dari 30, diperkirakan umurnya 7 tahun lebih pendek
daripada orang dengan berat badan normal.

ASPEK LAB OBESITAS

Pemeriksaan laboratorium berperan dalam diagnosis obesitas dan prediksi terhadap


sindrom kardiometabolik pada individu obesitas antara lain

1. Tes Kimia Darah


1.1 Abnormalitas Profil Lipid (hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia
tingginya kadar low density lipoprotein (LDL) dan Penurunan HDL

Obesitas memiliki konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang akibat


abnormalitas profil lemak dengan peningkatan konsentrasi kolesterol total,
trigliserida dan LDL (Low-density lipoprotein) serta menurunkan konsentrasi HDL
(High-density lipoprotein).16

Kadar lipid : Kolesterol total, trigliserida, HDL dan LDL menurut NCEP ATP
III 20018
Pemeriksaan kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL, dan
trigliserida berperan dalam diagnosis dyslipidemia pada penderita obesitas.
Pemeriksaan koleterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL, dan trigliserida
berturut-turut menggunakan metoda metoda enzimatik CHOD-PAP (Cholesterol
Oxidase-Peroxidase Aminoantipyrine Phenol), direct LDL, metode ultra HDL, dan
enzimatik.

a. Kolesterol total

Kolesterol merupakan satu-satunya steroid yang ada dalam konsentrasi yang


bisa dinilai di seluruh tubuh, kolesterol sebagian disintesis secara endogen dari
asetil Ko-A melalui ß-hidroksi, ß metil glutamil Ko-A, dan sebagian besar
diproduksi oleh hepar. Kolesterol darah salah satu faktor penting yang memberikan
tanda – tanda paling jelas akan timbulnya penyakit jantung. Semakin tinggi kadar
kolesterol dalam darah, semakin besar pula resiko kematian sebagai akibat
pengerasan pembuluh darah coroner. Kadar kolesterol yang diinginkan adalah <
200 mg/dl, resiko sedang 200 –240 mg/dl dan resiko tinggi 240 mg/dl. Kolesterol
dihubungkan dengan metabolisme lipid dan merupakan sumber untuk sintesa
hormon steroid. Kolesterol diserap dari usus dan masuk ke dalam aliran darah
dalam bentuk kilomikron. Setelah kilomikron melepaskan trigliserida, sisa
kilomikron akan membawa kolesterol menuju hati. Hati sendiri juga memproduksi
kolesterol. Sebagian kolesterol diekskresikan ke dalam empedu sebagai asam kolat
atau asam kenodeosikolat (asam empedu) atau sering disebut kolesterol yang tak
berubah.8
Pemeriksaan kolesterol total dapat digunakan plasma atau serum pasien. Plasma
adalah cairan kekuningan yang masih mengandung fibrinogen, faktor pembekuan
dan protrombin karena adanya penambahan antikoagulan sedangkan serum adalah
bagian darah yang tersisa setelah darah membeku. Peningkatan nilai kolesterol total
serum dapat terjadi akibat hiperkolesterolemia idiopatik, hiper-lipoproteinernia,
obstruksi bilier, penyakit von Gierke, hipotiroidisme, nefrosis, penyakit pankreas
(DM, total pankreatektomi, pankreatitis kronik), kehamilan, dan obat-obatan.8

 Pemeriksaan kolesterol total

Prinsip pemeriksaan kolesterol total dengan metoda enzimatik CHOD-PAP


(Cholesterol Oxidase-Peroxidase Aminoantipyrine Phenol) berupa hidrolisis
enzimatik pada ester kolesterol dengan kolesterol esterase (ChE) menjadi kolesterol
dan asam lemak bebas. Kolesterol bebas kemudian dioksidasi oleh kolesterol
oksidase (ChOx) menjadi cholest-4-ene-3-one dan hidrogen peroksida. Hidrogen
peroksida kemudian dikombinasikan dengan asam hidroksibenzoat (HBA) dan 4-
aminoantipyrine menjadi kromofor (pewarna quinoneimine) yang dapat diukur pada
panjang gelombang primer 500 nm dan gelombang sekunder 660 nm. Metode reaksi
adalah end reaction. Spesimen yang digunakan adalah serum atau plasma heparin
(natrium maupun lithium). Beberapa substansi yang diketahui menginterferensi
pemeriksaan kolesterol total dengan konsentrasi dan pengaruhnya terhadap kadar
analit dapat dilihat pada Tabel 1.11

Tabel 1. Substansi yang menginterferensi pemeriksaan kolesterol total


b. Trigliserida

Pada umumnya, konsentrasi Trigliserida dalam batas normal tetapi dapat


meningkat pada pasien dengan obesitas.13 Beberapa penyebab peningkatan
trigliserida serum yaitu hiperlipidemia genetik, penyakit hati, sindrom nefrotik,
hipotiroidisme, diabetes mellitus, alkoholisme, gout, pankreatitis, penyakit von
Gierke, infark miokard akut, obat-obatan rnisalnya kontrasepsi oral, estrogen dosis
tinggi, beta-bloker, hidroklorotiazid, steroid anabolik, kortikosteroid. Trigliserida
serum yang rendah dapat disebabkan oleh keadaan abetalipoproteinemia,
malnutrisi, perubahan diet dalam 3 minggu, kehilangan berat badan, latihan fisik,
obat-obatan e.g. bloker alfa-1 reseptor.8

 Pemeriksaan Trigliserida

Prinsip pemeriksaan trigliserida yaitu terjadinya hidrolisis oleh enzim lipase


yang mengubah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak. Gliserol kemudian
mengalami fosforilasi oleh ATP dan gliserol kinase (GK) membentuk gliserol-3-
fosfat dan ADP. Gliserol-3-fosfat dioksidasi enzim gliserol fosfat oksidase menjadi
dihidroksiaseton fosfat (DAP) dan hidrogen peroksida. Reaksi selanjutnya
dikatalisis oleh peroksidase, sehingga H2O2 bereaksi dengan 4-AAP dan 4-
klorofenol (4-CP) menghasilkan warna kemerahan. Serapan warna ini proporsional
dengan konsentrasi trigliserida di dalam sampel. Komponen reagen yang digunakan
dalam pemeriksaan ini yaitu : ATP 2.5 mmol/L, Mg2+ 2.5 mmol/L, 4-AAP 0.4
mmol/L, 4-CP 2 mmol/L, peroksidase > 2000 U/L, GK mikrobial > 600 U/L, GPO
mikrobial > 6000 U/L, lipoprotein lipase > 3000 U/L. Pemeriksaan trigliserida tidak
akan terinterferensi oleh bilirubin hingga konsentrasi 7.5 mg/dL, hemoglobin
hingga kadar 7.5 g/dL dan asam askorbat ≤ 1.5 µmol/dL11
c. HDL

Persentasi lipid dan protein pada HDL "dewasa" adalah sekitar 1 : l dan
waktu paruh dalam plasma bervariasi 3,3 - 5,8 hari. Fungsi HDL penting dalarn
transpor kolesterol balik dari jaringan perifer ke hepar. ApoA-l adalah protein
struktural utarna. Kadar HDL-C yang tinggi diasosiasikan dengan penurunan risiko
penyakit kardiovaskular. Penyebab peningkatan Kolesterol-HDL (K-HDL) serum
adalah latihan fisik, peningkatan bersihan trigliserida, konsumsi alkohol sedang,
terapi insulin, terapi estrogen oral, penyakit lipid familial, hiperalfalipoproteinernia
(kelebihan HDL), hipobetalipoproteinemia. 8

Penurunan K-HDL dapat terjadi karena stress dan penyakit seperti infark
rniokard akut, stroke bedah, trauma; starvasi, obesitas, kurang latihan fisik,
merokok, diabetes rnelitus, hipotiroid dan hipertiroid, penyakit hepar akut dan
kronik, nefrosis, uremia, anemia kronik dan penyakit mieloproliferatif, obat-obatan
rnisalnya steroid anabolik, progestin, beta-bloker antihipertensi tiazida, neornisin,
fenotiazin. Kadar HDL yang rendah dapat juga karena penyakit genetik seperti
pada hipertrigliseridemia familial, hipoalfalipoproteinemia familial, penyakit
Tangier homozigot, defisiensi LCAT dan penyakit 'fish eye', penyakit viernann-
Pick nonneuropatik, defisiensi HDL dengan xantoma.8

 Pemeriksaan kolesterol HDL

Pemeriksaan kolesterol HDL menggunakan metode ultra HDL yang memakai


dua jenis reagen dan bergantung pada sifat deterjen. Pada tahap pertama, dilakukan
percepatan reaksi ChOx dengan kolesterol non-HDL yang tidak teresterifikasi, serta
melarutkan kolesterol HDL secara selektif. Kolesterol non-HDL direaksikan secara
enzimatik untuk menghasilkan peroksida yang dikonsumsi oleh reaksi peroksidase
dengan DSBmT menjadi produk tidak berwarna. Reagen kedua terdiri atas deterjen
yang mampu melarutkan kolesterol HDL bersama ChE dan bahan kromogenik
untuk menghasilkan warna sehingga dapat dilakukan kuantitasi pada panjang
gelombang 604 nm dan 700 nm. Metode reaksi adalah end reaction dengan blank
yang digunakan sampel sendiri. Bahan pemeriksaan antara lain serum, plasma
EDTA dan plasma heparin. Kolesterol HDL yang diukur dari spesimen EDTA
memberikan hasil lebih rendah karena adanya dilusi osmotik. Beberapa substansi
yang diketahui menyebabkan interferensi dimuat dalam Tabel 2.11

Tabel 2. Substansi yang menginterferensi pemeriksaan Ultra HDL

d. LDL

LDL adalah produk hasil hidrolisis IDL, dirnana 80% partikel terdiri dari
lipid dan 20% protein. Kadar LDL dalarn darah dikenal sebagai faktor penting
dalam penyakit aterosklerotik. Ukuran partikel yang lebih kecil menyebabkan
partikel ini lebih mudah masuk kebawah tunika intima pembuluh darah. Adanya
faktor cedera endotel dibarengi dengan kolesterol LDL yang tinggi rnemperrnudah
terbentuknya aterosklerosis. Stress oksidatif bisa mernodifikasi LDL rnenjadi LDL-
teroksidasi dan/atau LDL-glikat. Bentuk-bentuk LDL termodifikasi ini rnempunyai
afinitas yang lebih rendah kepada reseptor LDL (LDL-R) dan dapat dikenali oleh
rnakrofag sebagai benda asing sehingga rnernpermudah terbentuknya foam cell.
LDL beredar dalarn sirkulasi selama + 3 hari.12 Kernudian LDL diarnbil oleh
hepar dan sel perifer melalui LDL-R dirnana protein LDL kernudian didegradasi
dan kolesterol yang ada digunakan dalarn rnetabolisme sel. Sekitar 33-66% LDL
didegradasi rnelalui sistern LDL-R, sedangkan sisanya melalui sistern sel
scavenger.8

Pada kolesterol LDL Seperti pengukuran kadar K-HDL, beberapa rnetode


juga tersedia untuk penentuan K-LDL seperti rnetode ultrasentrifugasi (metode
rujukan), elektroforesis lipoprotein, presipitasi, kalkulasi (rurnus Friedewald) dan
metode homogen direk. Penyebab peningkatan K-LDL antara lain adalah
hiperkolesterolemia familial, hiperlipidemia kombinasi familial, obesitas, diabetes
rnellitus, hipotiroidisme, sindroma nefrotik, gagal ginjal kronik, diet tinggi
kolesterol total dan lemakjenuh, kehamilan, mielorna multipel, disgamma-
globulinernia, porfiria, anorexia nervosa, serta obat-obatan seperti steroid anabolik,
beta-bloker antihipertensi, progestin, karbarnazepin. Penurunan K-LDL dapat
terjadi karena penyakit berat, abetalipoproteinernia dan terapi estrogen oral. 8

 Pemeriksaan kolesterol LDL

Pemeriksaan Direct LDL menggunakan metode mengukur LDL secara


langsung pada serum maupun plasma. Metode ini menggunakan dua reagen yaitu
deterjen pada R1 melarutkan partikel non-LDL. Kolesterol yang dilepaskan
kemudian bereaksi dengan ChE dan ChOx tanpa menghasilkan warna. Deterjen
kedua, R2, melarutkan partikel LDL yang tersisa, kemudian menggabungkan enzim
dan pewarna kromogenik yang menghasilkan warna proporsional dengan jumlah
LDL dalam sampel. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 548 nm / 660
nm. Bahan pemeriksaan dapat berupa serum, plasma heparin lithium dan natrium,
serta plasma EDTA. Interferensi pemeriksaan dapat terjadi oleh beberapa substansi.
Sampel dengan konsentrasi trigliserida > 1293 mg/dL tidak dapat dilakukan analisis
terhadap kolesterol LDL. Beberapa substansi yang berpotensi menginterferensi,
meskipun masih dalam batas 10% nilai target, antara lain asam askorbat (hingga 50
mg/dL), bilirubin terkonjugasi (hingga 20 mg/dL), bilirubin tidak terkonjugasi
(hingga 20 mg/dL), gamma globulin (hingga 5000 mg/dL), hemoglobin (hingga 500
mg/dL).11

1.2 Peningkatan Kadar Glukosa Darah (Hiperglikemia dan Hiperinsulinemia)

Obesitas sentral maupun perifer dapat meningkatkan resiko berbagai macam


penyakit yang mematikan. Jaringan lemak visceral erat korelasinyan dengan
sejumlah komplikasi metabolik seperti sindrom resistensi insulin, termasuk
hiperinsulinemia dan hiperglikemia. Konsumsi makanan padat energi (tinggi lemak
dan gula) dan rendah serat berhubungan dengan kadar glukosa plasma. Makanan
tinggi energi berhubungan dengan obesitas, resistensi insulin sehingga dapat
memacu peningkatan kadar glukosa plasma.12

Proporsi obesitas lebih tinggi pada kelompok prediabetes dibanding


kelompok normoglikemik. Hal ini dimungkinkan karena obesitas menyebabkan
penimbunan lemak viseral berlebih yang mengakibatkan asam lemak bebas
meningkat dan berperan terhadap kejadian resistensi insulin di hati serta otot
sehingga ambilan glukosa menurun dan menyebabkan hiperglikemia. Jaringan
adiposa saat ini dikenal juga sebagai organ endokrin yang menghasilkan beberapa
peptida yang bersifat proinflamasi maupun antiinflamasi. Proses inflamasi
menyebabkan resistensi insulin yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan kadar
glukosa dan gangguan metabolisme lipid. Pada keadaan normal artinya kadar
insulin cukup dan sensitif, insulin akan ditangkap oleh reseptor insulin yang ada
pada permukaan sel, kemudian membuka pintu masuk sel, sehingga glukosa dapat
masuk sel untuk kemudian dibakar menjadienergi. Akibatnya kadar glukosa darah
menjadi normal.12,18

Hal ini berbeda pada keadaan obesitas, terjadi peningkatan mRNA


Lipopolysaccharides (LPS)-induced TNF-α factor (LITAF) dan kadar protein
seiring dengan peningkatan IMT mengindikasikan hubungan paralel antara LITAF
dan gangguan metabolik. LITAF teraktivasi pada pasien obesitas dan berperan
terhadap perkembangan obesitas yang menginduksi inflamasi dan resistensi insulin,
berdasarkan fakta bahwa LITAF berperan dalam proses inflamasi dalam mengatur
ekspresi dari TNF-α, IL-6 and MCP-1 yang mengakibatkan resistensi insulin, dan
TLR4. Salah satu reseptor LITAF pada makrofag juga bisa distimulasi oleh asam
lemak bebas yang dapat menimbulkan proses inflamasi pada pasien obesitas.
LITAF merupakan pengatur traskripsi TNF-α yang seharusnya berperan pada
mekanismeimun terhadap infeksi. Gen LITAF terletak pada 16p13. yang secara
signifikan terdapat di limfa, kelenjar getah bening, dan leukosit darah perifer. TNF-
α adalah pemicu kuat adipositokinin proinflamasi seperti IL-6, MCP-1, leptin dan
PAI-1. Hal ini sangat terlibat dalam proses inflamasi pada pasien obesitas.
Peningkatan TNF-α yang diobservasi pada jaringan lemak pasien obesitas
menunjukkan hubungan langsung timbulnya resistensi insulin pada pasien obesitas.
Obesitas merupakan penyebab resistensi insulin tersering yang berhubungan dengan
penurunan jumlah reseptor dan kegagalan post-reseptor untuk mengaktivasi tirosin
kinase yang merupakan subunit b pada reseptor insulin yang teraktivasi ketika
insulin berikatan dengan sub unit a. Pengaktivasian kompleks ini akan mengaktivasi
autofosforilase dan aksi termediasi insulin untuk mengontrol kadar gula darah
Hiperinsulinemia ini timbul karena kegagalan dalam penghantaran sinyal untuk
meregulasi kadar gula darah, gangguan glukosa darah puasa, impaired glucose
tolerance (IGT), dan diabetes tipe 2.18

a. Glukosa puasa, GDPP, TTGO2,8

Menurut ADA (American Dibetes Association) tahun 2010 diagnosa


diabetes melitus dapat ditegakkan dengan kriteria : Nilai HbA1c (Glicated
Hemoglobin /Glycosylated Haemoglobin) > 6,5%, Kadar Glukosa Darah Puasa
(BSN) > 126 mg/dL, kadar glukosa darah 2 Jam Post Prandial atau glukosa
darah sewaktu >200 mg/dL.10. Perlu diingat apabila pada pemeriksaan awal
ditemukan konsentrasi glukosa plasma puasa >I26 mg/dl atau glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dl, maka hanya dilakukan pengulangan tes darah, apabila
hasilnya sama maka diagnosis diabetes melitus sudah dapat ditegakkan dan
tidak diperlukan lagi pemeriksaan tes toleransi glukosa oral8.

Interpretasi:4,6

Bukan DM Belum Pasti DM DM


Sampel
Tes (mg/dL) (mmol/L) (mg/dL) (mmol/L) (mg/dL) (mmol/L)

GDS Plasma vena < 110 < 6,1 110–199 6,1–11,0 > 200 > 11,1

< 90 < 5,0 90–199 5,0–11,0 > 200 > 11,1


Darah kapiler

GDP Plasma vena < 110 < 6,1 110–125 6,1–7,0 > 126 > 7,0
Darah kapiler < 90 < 5,0 90–109 5,0–6,1 > 110 > 6,1

GD2PP Plasma vena < 140 < 7,8 140–200 7,8–11,1 > 200 > 11,1

< 120 < 6,7 120–200 6,7–11,1 > 200 > 11,1
Darah kapiler

Interpretasi TTGO.2,4

GDP
Kriteria 0 jam 2 jam
(mg/dL) (mmol/L) (mg/dL) (mmol/L)
GDPT > 110 serta < 126 6,1 > serta < 7,0 < 140 < 7,8
TGT < 126 < 7,0 > 140 serta < 200 7,8 > serta < 11,1
DM > 126 > 7,0 > 200 > 11,1

1.2 Peningkatan Kadar Asam Urat (Hiperurisemia)

Individu dengan obesitas cenderung memiliki laju ekskresi ginjal yang lebih
rendah dan mengalami peningkatan produksi asam urat.Asam urat merupakan
produk akhir katabolisme purin yang disintesis terutama di hati dan diekskresikan
melalui saluran kemih. Peningkatan kadar asam urat yang melebihi kadar normal
disebut dengan hiperurisemia. obesitas berhubungan dengan penyakit gout yang
ditandai dengan adanya hiperurisemia. Meningkatnya kadar asam urat dapat
menyebabkan banyak masalah kesehatan terutama pada individu yang mengalami
obesitas. Seiring meningkatnya jumlah individu yang mengalami obesitas berarti
akan semakin banyak individu yang mengalami hiperurisemia.

Menurut Ruiz-Hurtado et al. (2014) individu dengan obesitas memiliki


hiperinsulinemia dan resistensi insulin yang dapat menyebabkan aktivasi spesifik
dari tubular sodium-hydrogen exchanger yang memfasilitasi reabsorpsi aktif dari
asam urat dan menurunkan pengeluarannya oleh ginjal. Selain itu, menurut
Sindupriya et al. (2015) penyebaran jaringan lemak membawa pada peningkatan
produksi molekul proinflamasi dan menghasilkan low-grade inflammation, jaringan
lemak tersebut memproduksi sitokin proinflamasi, disebut adipositokin dimana
sitokin ini secara ireversibel mengubah endothelia Xanthinedehydrogenase ke
wujud aktifnya, Xantin oksidase yang mengubah xantin menjadi asam urat.
obesitas merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kadar asam urat.
Terjadinya peningkatan kadar asam urat dapat dipengaruhi oleh produksinya yang
meningkat, konsumsi purin yang berlebihan maupun rendahnya ekskresi oleh
ginjal. Pada obesitas terjadi peningkatan produksi asam urat dan penurunan laju
ekskresi asam urat oleh ginjal.19 Obesitas adalah salah satu sindrom metabolik yang
berhubungan dengan hiperurisemia.8 Terdapat dua mekanisme yang mendasari
terjadinya obesitas yang dikaitkan dengan kadar asam urat serum, yaitu produksi
asam urat berlebih dan penurunan ekskresi asam urat. Matsuura et al. (1998)
melaporkan hubungan antara jenis obesitas dengan hiperurisemia, yaitu obesitas
jenis lemak subkutan terutama berkaitan dengan penurunan ekskresi asam urat
sedangkan obesitas jenis lemak viseral terutama berkaitan dengan peningkatan
produksi asam urat.10 Konsumsi makanan tinggi purin memicu tingginya kadar
asam urat di dalam serum. Purin sebagai senyawa awal dihasilkannya asam urat
berasal dari tiga sumber yang utama yaitu diet tinggi purin, perubahan jaringan
asam nukleat membentuk nukleotida purin, dan sintesis de novo dari basa purin.
Pada kondisi normal, asam urat dapat menumpuk berlebihan jika produksi asam
urat melebihi ekskresinya.1 Sintesis asam urat dimulai dari terbentuknya basa purin
dari gugus ribosa yaitu fosforibosil pirofosfat (PRPP) yang diperoleh dari ribosa 5
fosfat yang disintesis dengan adenosin trifosfat (ATP). Pada reaksi pertama, PRPP
bereaksi dengan glutamin membentuk fosforibosilamin. Reaksi tersebut dikatalisis
oleh PRPP glutamil aminodotransferase. Pada pasien pengidap hiperurisemia,
sintesis PRPP akan dihambat oleh tiga nukleotida, yaitu inosin monofosfat (IMP),
adenosin monofosfat (AMP), dan guanosin monofosfat (GMP). Ketiga nukleotida
tersebut juga menghambat enzim pengkatalis PRPP. AMP mengalami deaminasi
menjadi inosin kemudian IMP dan GMP mengalami defosforilasi menjadi inosin
dan guanosin. Basa hipoxantin lalu terbentuk dari IMP yang mengalami
defosforilasi dan diubah oleh xantin oksidase menjadi xantin. Guanin akan
mengalami deaminasi untuk menghasilkan xantin juga. Selanjutnya xantin akan
diubah oleh xantin oksidase menjadi asam urat (Gambar 1) Obesitas merupakan
faktor terjadinya peningkatan kadar asam urat, dimana individu dengan obesitas
memiliki risiko 3,278 kali lebih besar untuk terkena hiperurisemia dibandingkan
dengan individu yang tidak obesitas.20

2. Tes Immunoserologi

2.1 Penurunan Kadar Leptin

Obesitas menunjukkan resistensi terhadap leptin, mirip seperti resistensi


terhadap insulin pada diabetes tipe 2. Pemeriksaan leptin dapat dilakukan
menggunakan kit Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) komersial.
Leptin merupakan hormon yang berasal dari bahasa Yunani Leptos yang berarti
kurus dan disebut juga sebagai “Ob gene” dan terletak di kromosom nomor 7.
Peran utama Leptin untuk mengatur keseimbangan energi antara asupan makanan
dan pengeluaran energi. Reseptor Leptin berperan dalam pengaturan makan dan
paling banyak ditemukan di hipotalamus otak. Leptin memiliki kesamaan struktur
dan fungsional dengan sitokin proinflamasi seperti interleukin-1 (IL-1) sehingga
leptin disebut juga sebagai sitokin atau adipositokin atau adipokin.

Hormon leptin merupakan hormon yang beredar dalam sirkulasi, berukuran


16-kDa, dan mengatur homeostasis energi melalui jalur neuron hipotalamus yang
mengekspresikan reseptor leptin. Kekurangan leptin atau reseptor leptin pada
manusia menghasilkan obesitas ekstrem dan berimplikasi pada pensinyalan yang
diperantarai leptin dalam mengatur asupan makanan, pengeluaran energi, fungsi
reproduksi, tiroid, dan kekebalan tubuh.

 Pemeriksaan Leptin

Pemeriksaan leptin dapat dilakukan menggunakan kit Enzyme-Linked


Immunosorbent Assay (ELISA) komersial. Prinsip pemeriksaan leptin berdasarkan
prinsip sandwich. Sumur mikrotiter dilapisi dengan antibodi monoklonal yang
diarahkan ke situs antigenik unik pada molekul leptin. Sejumlah sampel pasien
yang mengandung leptin endogen diinkubasi dalam sumur yang dilapisi dengan
antibodi anti-leptin kelinci khusus sehingga membentuk kompleks sandwich.
Setelah inkubasi, bahan yang tidak terikat dicuci dan konjugat anti-rabbit
peroxidase ditambahkan untuk mendeteksi leptin yang terikat. Setelah
menambahkan larutan substrat, intensitas warna yang dihasilkan sebanding dengan
konsentrasi leptin dalam sampel pasien.

2.2 Peningkatan Resistensi Insulin

Resistensi insulin dapat dideteksi melalui pengukuran kadar glukosa dan


insulin. Metode yang digunakan untuk mengukur kadar glukosa dan insulin
bervariasi. Resistansi insulin dapat dideteksi melalui pengukuran kadar glukosa
dan insulin yang dimasukkan ke dalam indeks Homeostasis Model Assessment –
Insulin Resistance (HOMA-IR).

 Homeostasis Model Assessment – Insulin Resistance (HOMA-IR)


Gayoso-Diz dkk, menggunakan metode enzimatik heksokinase untuk
pengukuran glukosa dan metode radioimmunoassay untuk pengukuran insulin.
Sampel yang digunakan berupa serum atau plasma EDTA atau heparin dan pasien
harus puasa selama 8—12 jam.14 Setelah glukosa dan insulin diukur, selanjutnya
kadar glukosa puasa dan insulin puasa tersebut dimasukkan ke dalam model
matematika dan diklasifikasikan sensitivitas dan resistensinya berdasarkan
beberapa jenis indeks. Salah satu indeks yang sering digunakan untuk deteksi
resistensi insulin yaitu Homeostasis Model Assessment – Insulin Resistance
(HOMA-IR). Rumus yang digunakan untuk menghitung HOMA-IR tersebut
sebagai berikut

Insulin puasa (µU /mL) x Glukosa puasa (mmol/ L)


22,5.

Nilai titik potong indeks HOMA yang digunakan untuk diagnosis resistensi insulin
bervariasi pada berbagai studi populasi di beberapa negara.14,17-19 Nilai titik
potong tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya etnis, metode
estimasi klinis dan kondisi metabolik dari suatu populasi
REFERENSI
1. Charisma MA. 2017. Korelasi Kadar Rata-rata Glukosa Darah Puasa dan 2 Jam
Post Prandial 3 bulan terakhir dengan nilai HbA1C Pada Pasien DM
Prolaris BPJS Kabupaten Kediri Periode Mei-Agustus 2017. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Indonesia. 12(2). PP; 2, 5-6
2. Henry’s, Pincus. 2012. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory
Methods. 22nd Edition. Pp: 209-225
3. Kurdanti Weni, dkk. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Obesitas
Pada Remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 11(4). PP; 113-114
4. PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia.
PB PERKENI. Pp ; 12
5. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL,. Buku Ajar Patologi. 2007. 7nd Ed, Vol.2
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. PP ; 718-732
6. Pedoman Pengendalian DM dan Penyakit Metabolik. 2010. Bakti Husada ;
Direktorat Pengendalian Penyakit dan Pengelolaan Lingkungan DEPKES RI
2008
7. Qibin Qi, Audrey Y, Jae H.Kang, et al. 2012. Sugar Sweetened and Genetic Risk Of
Obesity. NJEM. Pp; 15367
8. Setiati S, Alwi I, Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2015. Ed.6.
Jakarta; Interna Publishing; Pp; 2602-4260
9. Sholihah MF. 2014. Diagnosis and Treatment Gout Artritis. J.Majority. 3(7). Pp;41
10. Sumarna U, Senjaya S, Suhendar I. 2020. Hubungan Antara Obesitas dengan
Kualitas Tidur pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas
Padjajaran Kampus Garut. Jurnal Kesehatan Bakti Husada; Jurnal Ilmu
Keperawatan, Analisis Kesehatan dan Farmasi. 20(1). Pp; 113-114
11. Sukartini N, Timan S. 2019. Role of laboratory in the era of personalized medicine.
Pendidikan berkesinambungan Patologi Klinik 2019. Departemen Patologi
Klinik FKUI. Pp: 31-51

12. Farida DR, Handayani D, Rasyid. 2015. Korelasi Lingkar Pinggang dan Rasio
Lingkar Pinggang-Panggul Terhadap Kadar Glukosa Plasma Menggunakan
Tes Toleransi Glukosa Oral. Jurnal gizi klinik Indonesia. 12(1). Pp : 29-34

13. Pedoman Tatalaksana Dislipidemia. 2013. Ed. 1. Perhimpunan Dokter Spesialis


Kardiovaskuler Indonesia. Pp ; 37

14. Agristika Aulia. 2015. Komplikasi Obesitas Pada anak dan upaya penanganannya.
Jurnal Majory. 4(7). Pp ; 82

15. Gozali TO, Sarawaty MR. 2017. Hubungan Obesitas pada orang tua dengan
terjadinya obesitas pada anak remaja SMA di Kota Denpasar Provinsi Bali.
Jurnal penyakit dalam Udayana. 1(1) . Pp ; 22-29

16. Mauliza. 2018. OBESITAS DAN PENGARUHNYA TERHADAP


KARDIOVASKULAR. Jurnal Averrous Vol.4 No.2 2018. Pp; 1-8

17. Husna. 2012. Tatalaksana Obesitas. JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA


Volume 12 Nomor 2 Agustus 2012. Pp; 99-102

18. Liberty AI. 2016. Hubungan Obesitas dengan Kejadian Prediabetes pada Wanita
Usia Produktif. JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME
3, NO. 2, APRIL 2016: 108-113

19. Soputra HE, sinulingga S, subandrate. 2018. Hubungan Obesitas dengan Kadar
Asam Urat Darah pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. SJM, Volume 1 No. 3, Oktober
2018, Hal 193-200, DOI: SJM.v1i3.35
20. Yunita EP, Fitriana DI, Gunawan A. 2018. Hubungan antara Obesitas, Konsumsi
Tinggi Purin, dan Pengobatan terhadap Kadar Asam Urat dengan
Penggunaan Allopurinol pada Pasien Hiperurisemia. Jurnal Farmasi Klinik
Indonesia, Maret 2018. 7(1). Pp;1-9

21. Wijaksana, I Komang Evan. 2016. Infectobesity dan Periodontitis: Hubungan Dua
Arah Obesitas dan Penyakit Periodontal. Odonto Dental jurnal: 3(1)

22. Sumanto, Agus. 2009. Tetap Langsing dan Sehat dengan Terapi Diet. Jakarta:
ArgoMedia Pustaka.

23. Misnadierly. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Berbagai penyakit. Jakarta :
Pustaka Obor Populer.

24. Misnadierly. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Berbagai penyakit. Jakarta :
Pustaka Obor Populer.

25. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular. (2017).
Panduan Pelaksana Gerakan Nusantara Tekan Obesitas (GENTAS). Jakarta :
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

26. Weni kurdanti, isti suryani,dkk. 2015.Faktor Faktor yang mempengaruhi kejadian
obesitas pada remaja. Yogyakarta : Jurnal Gizi Klinik Indonesia

27. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018

Anda mungkin juga menyukai