Anda di halaman 1dari 12

BAB I  

PENDAHULUAN
 

1.1    Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan istilah yang sangat populer.
Bahkan di dalam dunia industri istilah tersebut lebih dikenal dengan
singkatan K3 yang artinya keselamatan, dan kesehatan kerja. Menurut
Milyandra (2009) Istilah ‘keselamatan dan kesehatan kerja’, dapat
dipandang mempunyai dua sisi pengertian. Pengertian yang pertama
mengandung arti sebagai suatu pendekatan pendekatan ilmiah (scientific
approach) dan disisi lain mempunyai pengertian sebagai suatu terapan
atau suatu program yang mempunyai tujuan tertentu. Karena itu
keselamatan dan kesehatan kerja dapat digolongkan sebagai suatu ilmu
terapan (applied science). Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai
suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau
memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya
penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya yang mungkin
terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi
bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi.
( Rijanto, 2010 ).
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar
bagi kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya
berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah
timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlanya. Kehilangan sumber
daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia
adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh
teknologi apapun. Setiap tahun di dunia terjadi 270 juta kecelakaan kerja,
160 juta pekerja menderita penyakit akibat kerja, kematian 2.2 juta dan
kerugian finansial sebesar 1.25 triliun USD. Sedangkan di Indonesia
menurut data PT. Jamsostek (Persero) dalam periode 2002-2005 terjadi
lebih dari 300 ribu kecelakaan kerja, 5000 kematian, 500 cacat tetap dan
konpensasi lebih dari Rp. 550 milyar. Konpensasi ini adalah sebagian dari
kerugian langsung dan 7.5 juta pekerja sektor formal yang aktif sebagai
peserta Jamsostek. Diperkirakan kerugian tidak langsung dari seluruh
sektor formal lebih dari Rp. 2 triliun, dimana sebagian besar merupakan
kerugian dunia usaha.(DK3N,2007).

Pelaksanaan K3 akan mewujudkan perlindungan terhadap tenaga kerja


dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi
pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan
dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan tercipta tempat kerja
yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif, sehingga akan
meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan. Dengan
demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan
produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia.
Dengan demikian untuk mewujudkan K3 perlu dilaksanakan dengan
perencanaan dan pertimbangan yang tepat, dan salah satu kunci
keberhasilannya terletak pada peran serta pekerja sendiri baik sebagai
subyek maupun obyek perlindungan dimaksud dengan memperhatikan
banyaknya risiko yang diperoleh.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat
disimpulkan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana factor hazard dan resiko di tempat kerja?


2. Bagaimana cara mengendalikan Hazard ?
3. Bagimana Resiko yang bisa terjadi akibat adanya Hazard ?
4. Bagaimana peran perawat dalam K3?
5. Bagaimana upaya mencegah dan meminimalkan risiko dan hazard pada
tahap implementasi asuhan keperawatan?
1.3    Tujuan Penulisan
Bertitik tolak dari rumusan masalah diatas, rumusan tujuan yang dapat
kami simpulkan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui factor hazard dan resiko di tempat kerja.


2. Untuk mengetahui cara mengendalikan Hazard.
3. Untuk mengetahui Resiko yang bisa terjadi akibat adanya Hazard.
4. Untuk mengetahui peran perawat dalam K3.
5. Untuk mengetahui upaya pencegah dan meminimalkan risiko dan hazard
pada tahap implementasi asuhan keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
 
 Faktor Resiko Hazard Di Tempat Kerja
Dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi
bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja,
penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor
manusianya.

Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang


potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau
kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang
kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik
“hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya
pengendaliannya dilaksanakan dengan baik. Ditempat kerja, kesehatan
dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh (effendi, Ferry.
2009: 233):

1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya
penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
Beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat
mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja.
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,
kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya. Kapasitas kerja
yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan
pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai
modal awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus pula mendapat
perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh
kondisi tempat kerja, gizi kerja, dll.
3. Lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia,
biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial. Kondisi lingkungan kerja
(misalnya, panas, bising, berdebu, zat-zat kimia, dll) dapat menjadi beban
tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri atau
bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja.
Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama
dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara
ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kerja yang baik dan optimal
(effendi, Ferry. 2009: 233).

   Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang


berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa status kesehatan
masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan di
tempat kerja dan lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan
kesehata kerja, perilaku kerja, serta faktor lainnya (effendi, Ferry. 2009:
233)
 Hazard dan Pengendaliannnya
Berdasarkan National Safety Council mengatakan bahwa hazard adalah
faktor faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu berupa barang atau
kondisi dan mempunyai potensi menimbulkan efek kesehatan maupun
keselamatan pekerja serta lingkungan yang memberikan dampak buruk.
Sedangkan menurut Miles Nedved hazard adalah suatu aktivitas atau sifat
alamiah yang berpotensi menimbulkan kerusakan. Pengertian berdasarkan
Frank Bird Jr, hazard adalah suatu kondisi atau tindakan yang dapat
berpotensial menimbulkan kecelakaan dan kerugian (AS/NZS, 1999).
Hazard adalah sesuatu yang menimbulkan kerugian, kerugian ini meliputi
pada gangguan kesehatan dan cidera, hilangnya waktu kerja, kerusakan
pada property, area atau tempat kerja, produk atau lingkungan, kerugian
pada proses produksi ataupun kerusakan – kerusakan lainnya.  Firence
(1978) mendefinisikan hazard sebagai suatu material atau kondisi yang
berpotensi ditempat kerja dimana dengan atau tanpa interaksi dengan
variabel lain dapat menyebabkan kematian, cedera, atau kerugian lain.

Komponen Bahaya :

1. Karakteristik material.
2. Bentuk material.
3. Hubungan pekerjaan dan efek.
4. Kondisi dan frekuensi penggunaan.
5. Tingkah laku pekerja.
 

 Jenis-Jenis Hazard
Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh suatu jenis
bahaya maka jenis bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu bahaya
kesehatan kerja dan bahaya keselamatan kerja. Bahaya kesehatan kerja
dapat berupa bahaya fisisk, kimia, biologi dan bahaya berkaitan dengan
ergonomi, berdampak kepada kesehatan dan kenyamanan kerja, misalnya
penyakit akibat kerja. Sedangkan, bahaya keselamatan (safety hazard)
fokus pada keselamatan manusia yang terlibat dalam proses, peralatan,
dan teknologi. Dampak safety hazard bersifat akut, konsekuensi tinggi, dan
probabilitas untuk terjadi rendah.

Bahaya keselamatan (Safety hazard) dapat menimbulkan dampak cidera,


kebakaran, dan segala kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan di
tempat kerja. Biasanya efek dari bahaya keselamatan dapat langsung
terlihat pada saat terjadi.

Jenis-jenis safety hazard, antara lain :

1. Mechanical Hazard, bahaya yang terdapat pada benda atau proses yang
bergerak yang dapat menimbulkan dampak, seperti tertusuk, terpotong, terjepit,
tergores, terbentur, dan lain-lain.
2. Electrical Hazard, merupakan bahaya yang berasal dari arus listrik.
3. Chemical Hazard, bahaya bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair, dan
padat yang
4. mempunyai sifat mudah terbakar, mudah meledak, dan korosif.
 Pengendalian Hazard
Hazard atau bahaya dapat dihindari ataupun dampak dari hazard tersebut
dapat diminimalkan. Menurut PERMENAKER No. 05/MEN/1996,
pengendalian  risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan
dengan berbagai macam metode, yaitu:

1. Pengendalian teknis atau rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi, isolasi,


ventilasi, higiene, dan sanitasi (engineering control).
2. Pendidikan dan pelatihan.
3. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, insentif,
penghargaan, dan motivasi diri.
4. Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan dan etiologi.
5. Penegakan hukum.
6. Pemberian alat pelindung diri/ APD
7. Alat Pelindung Diri (APD) adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan
untuk mencegah paparan bahaya pada pekerja. Penggunaan APD ini
disarankan hanya digunakan bersamaan dengan penggunaan alat pengendali
lainnya. Dengan demikian perlindungan keamanan dan kesehatan personel
akan lebih efektif.
 Risiko
Kata risiko (Risk) berasal dari bahasa Arab yaitu Rizk yang berarti
pemberian. Menurut kamus Webster, risiko adalah kemungkinan timbulnya
kerugian cedera, keadaan yang merugikan atau perusakan (Risk is
Possibility of loss, injury,disadventage or destruction). MenurutInternational
Labour Organization (ILO), risiko adalah kemungkinan adanya peristiwa
atau kecelakaan yang tidak diharapkan dan dapat terjadi dalam waktu dan
keadaan tertentu.

Sumber lain menyatakan bahwa risiko adalah adalah ukuran kemungkinan


kerugian yang timbul dari sumber bahaya (hazard) tertentu yang terjadi,
dengan kata lain risiko adalah probabilitas kerusakan atau kerugian
dari hazard yang melekat pada spesifik individu atau kelompok yang
terpapar oleh hazard tersebut. Risiko merupakan akumulasi dari
potensi hazard, konsekuensi yang diakibatkannya, durasi pemaparan dan
probabilitas yang ditimbulkannya. Risiko  merupakan gambaran kuantitatif
dari kemungkinan kerugian yang mempertimbangkan kemungkinan
suatu hazard yang akan mengakibatkan suatu peristiwa tersebut (DOE,
USA, 1996). Menurut Kolluru (1996) ada 5 macam tipe risiko, yaitu :

 Risiko Keselamatan
Risiko keselamatan memiliki probabilitas rendah, tingkat paparan dan
konsekuensi tinggi, bersifat akut, dan jika terjadi kontak akan langsung
terlihat efeknya. Penyebab risiko keselamatan lebih dapat diketahui serta
lebih berfokus pada keselamatan manusia dan pencegahan kecelakaan di
tempat kerja.

 Risiko Kesehatan
Risiko kesehatan memiliki probabilitas tinggi, tingkat paparan dan
konsekuensi rendah, dan bersifat kronis. Penyebab risiko kesehatan sulit
diketahui serta lebih berfokus pada kesehatan manusia.

 Risiko Lingkungan dan Ekologi


Risiko lingkungan dan ekologi melibatkan interaksi yang beragam antara
populasi, komunitas. Fokus risiko lingkungan dan ekologi lebih kepada
dampak yang ditimbulkan terhadap habitat dan ekosistem yang jauh dari
sumber risiko.

 Risiko Finansial
Risiko finansial memiliki risiko jangka panjang dan jangka pendek dari
kerugian properti terkait dengan perhitungan asuransi dan pengembalian
asuransi. Fokus risiko finansial lebih kepada kemudahan pengoperasian
dan aspek keuangan.

 Risiko Terhadap Masyarakat


Risiko terhadap masyarakat memperhatikan pandangan masyarakat
terhadap kinerja organisasi dan produksi, semua hal pada risiko terhadap
masyarakat terfokus pada penilaian dan persepsi masyarakat.

2.3.1 Manajemen Risiko


Menurut AS/NZS 4360 : 2004 manajemen risiko adalah suatu kumpulan
dari berbagai tahapan kegiatan yang bertujuan untuk mengelola risiko –
risiko keselamatan dan kesehatan dalam suatu aktivitas kegiatan.

Manfaat dilakukannya manajemen risiko adalah (AS/NZS 4360 : 2004) :

1. Mengurangi kejadian yang tidak dapat terduga


2. Mencari kesempatan atau peluang
3. Meningkatkan perencanaan, kinerja, dan efektifitas
4. Meningkatkan keuntungan ekonomis dan efisiensi
5. Meningkatkan informasi sebagai masukan sebagai proses pengambilan
keputusan
6. Meningkatkan reputasi organisasi atau perusahaan
7. Sebagai komitmen direksi untuk melindungi pekerja
8. Sebagai salah satu cara untuk meningkatkan akuntabilitas, kepercayaan,
dan governance.
9. Meningkatkan kesejahteraan kesehatan personal dan pekerja lainnya.
Tahapan proses manajemen risiko (AS/NZS 4360 : 2004), yaitu :

 Penetapan ruang lingkup


Menetapkan tujuan, kebijakan, strategi penerapan, metode atau cara
pelaksanaan manajemen risiko, serta pencapaian yang ditargetkan oleh
perusahaan.

 Identifikasi risiko
Melakukan identifikasi terhadap risiko yang akan dikelola, mencari tahu
jenis hazard apa saja yang mungkin menimbulkan risiko, bagaimana dan
mengapa risiko tersebut muncul.

 Analisis risiko
Melakukan estimasi risiko dengan mengkombinasikan faktor probabilitas
atau likelihood dan konsekuensi, dengan mempertimbangkan upaya
pengendalian risiko yang telah dilakukan.

 Evaluasi risiko
Membandingkan tingkat risiko yang didapat dalam proses analisis risiko
dengan kriteria evaluasi yang digunakan, menentukan apakah suatu risiko
dapat diterima atau tidak.

 Pengendalian risiko
Melakukan penanganan atau pengendalian terhadap risiko, terutama risiko
dengan tingkat tinggi dengan mempertimbangkan aspek efektifitas dan
efisiensi

 Monitoring dan review
Melakukan pemantauan dan pengkajian utama terhadap tingkat risiko,
serta efektifitas program, penanganan risiko yang telah dilakukan agar
selanjutnya dapat ditentukan tindakan koreksi dan perbaikan yang perlu
dilakukan.

 Komunikasi dan konsultasi


Melakukan komunikasi dua arah antara pihak manajemen dan pekerja
untuk mendapatkan masukan mengenai implementasi pengelolaan risiko di
tempat kerja guna perbaikan system pengelolaan risiko tersebut.

 
 Penerapan Keperawatan Kesehatan Kerja
Secara umum, tujuan keperawatan kesehatan kerja adalah menciptakan
tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan hyperkes dapat diperinci
sebagai berikut (Rachman. 1990):

1. Agar tenaga kerja dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu dalam
keadaan sehat dan selamat
2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya
hambatan.
2.4.1 Fungsi Dan Tugas Perawat Dalam K3
Fungsi dan tugas perawat dalam usaha keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) adalah sebagai berikut (Effendy, Nasrul. 1998):

1. Fungsi perawat
2. Mengkaji masalah kesehatan
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja
4. Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja
5. Melakukan penilaian terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan
6. Tugas perawat
7. Mengawasi lingkungan pekerja
8. Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan
9. Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja
10. Membantu melakukan penilaian terhadap keadaan kesehatan pekerja
11. Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di rumah
kepada
12. pekerja dan keluarga yang mempunyai masalah kesehatan
13. Ikut berperan dalam penyelenggaraan pendidikan K3 terhadap pekerja
14. Ikut berperan dalam usaha keselamatan kerja
15. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai KB terhadap pekerja dan
keluarganya
16. Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja
17. Mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3.
2.5 Upaya Mencegah Dan Meminimalkan Risiko Dan Hazard Pada Tahap
Implementasi Asuhan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kreteria hasil yang di harapkan (Gordon, 1994, dalam potter dan perry,
1997 )

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien mencapai tujuan yang


telah ditetapkan, mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan,
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Contoh upaya mencegah Hazard dan Risiko Implementasi Keperawatan :

1. membantu dalam aktifitas sehari-hari


2. konseling
3. memberikan asuhan keperawatan langsung.
4. Kompensasi untun reaksi yang merugikan.
5. Teknik tepat dalam memberikan perawatan dan menyiapkan klien utnuk
prosedur.
6. Mencapai tujuan perawatan mengawasi dan menggevaluasi kerja dari
anggota staf lain.
Tiga prinsip pedoman implementasi asuhan keperawatan :

1. Mempertahankan keamanan klien


2. Memberikan asuhan yang efektif
3. Memberikan asuhan yang seefisien mungkin
Upaya Pencegahan  Kecelakaan Kerja Sama Secara Umum

1. Upaya pencegahan keccelakaan kerja melalui pengendalian bahaya yang di


tempat kerja yaitu dengan pemantauan dan pengendalian kondisi tidak aman di
tempat kerja.
2. Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pembinaan dan pengawasan
pelatihan dan pendidikan,konseling dan konsultasi,pengembangan sumber daya
atau teknologi terhadap tenaga kerja tentang penerapan k3.
3. Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui system manajemen prosedur
dan aturan k3, penyediaan sarana dan prasarana k3 dan pendukungnya,
penghargaan dan sanksi terhadap penerapan k3 di tempat kerja.
Terdapat Juga Beberapa Upaya Pencegahan Lain,Antara Lain :

Pelayanan kesehatan kerja diselenggarakan secara paripurna,terdiri dari


pelayanan promotif,prefentif,kuratif dan rehabilitative yang di laksanakan
dalam suau system yang terpadu.

Contoh Kasus
“Seorang perawat RSUD Gunung Jati Positif Difteri”

Seorang perawat di RSUD Gunung Jati, kota Cirebon, diketahui positf


difteri pasca menangani pasien yang menderita penyakit yang sama.

CIREBON – seorang perawat di RSUD Gunung Jati,kota Cirebon,


diketahui positif difteri pasca menangani pasien difteri. Berdasarkan
informasi, perawat tersebut diduga  tertular pasca menangani dan
melakukan tindakan awal pada pasien positif difteri tersebut, perawat
terkena diffteri berinisal Ru dan bertugas di ruang Instalasi Gawat Darurat
(IGD) RSUD Gunung Jati. Ru diketahui merupakan perawat pertama difteri
yang masuk rumah sakit tersebut.

Analisa Kasus 1
Hazard yang ada di kasus :

Hazard biologis yaitu perawat tertular penyakit difteri dari pasien pasca
menangani dan melakukan tindakan awal pada pasien positif difteri.

Upaya pencegahan kasus 1


 Upaya pencegahan dari rumah sakit /tempat kerja
 RS menyediakan APD yang lengkap sepeti masker, handskoon, dan scout
dll.
Alasan : meminimalisir terjadinya atau tertularnya penyakit / infeksi yang
dapat terjadi terutama saat bekerja, APD harus selalu di gunakan sebagai
perlindungan diri dengan kasus di atas dapat di hindari jika perawat
menggunakan APD lengkap mengingat cara penularan difteri melalui
terpaparnya cairan ke pasien.

  Menyediakan sarana untuk mencui tangan atau alkohol gliserin untuk


perawat.
Alasan : cuci tangan merupakan cara penanganan awal jika kita sudah
terlanjur terpapar cairan pasien baik pasien beresiko menularkan atau tidak
menularkan. Cuci tangan merupakan tindakan aseptic awalawal sebelum
ke pasien maupun setelah ke pasien.

 RS menyediakan pemilahan tempat sampah medis dan non medis.


Alasan : bila sampah medis dan non medis tercampur dan di kelola dengan
baik akan menimbulkan penyebaran penyakit.

 RS menyediakan SOP untuk tindakan keperawatan.


Alasan : agar petugas/perawat menjaga konsisten dan tingkat  kinerja
petugas/perawat atau timdalam organisasi atau unit kerja, sebagai acuan
( chek list ) dalam pelaksanaan kegiaan tertentu bagi sesama pekerja.
Supervisor dan lain-lain dan SOP merupakan salah satu cara atau
parameter dalam meningkatkan mutu pelayanan.

 Upaya pecegahan pada perawat :


 Menjaga diri dari infeksi dengan mempertahankan teknik aseptic
seperti mencuci tangan, memakai APD, dan menggunakan alat kesehatan
dalam keadaan
Alasan : agar perawat tidak tertular penyakit dari pasien yang di tangani
meskipun pasien    dari UGD dan memakai APD adalah salah satu SOP
RS.

 Perawat mematuhi standar Operatinal Prosedure yang sudah ada RS dan


berhati-hati atau jangan berburu-buru dalam melakukan tindakan.
Alasan : meskipun pasien di ruang UGD dan pertama masuk RS, perawat
sebaiknya lebih berhati-hati atau jangan terburu-buru dalam melakukan
tindakan ke pasien dan perawat menciptakan dan menjaga keselamatan
tempat kerja supaya dalam tindakan perawat terhindar dari tertularnya
penyakit dari pasien dan pasien juga merasa aman.

BAB III
PENUTUP
 
3.1  Kesimpulan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu program didasari
pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya
bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan,
maupun kerugian-kerugian lainya yang mungkin terjadi. Hazardadalah
sesuatu yang menimbulkan kerugian, kerugian ini meliputi pada gangguan
kesehatan dan cidera, hilangnya waktu kerja, kerusakan pada property,
area atau tempat kerja, produk atau lingkungan, kerugian pada proses
produksi ataupun kerusakan – kerusakan lainnya. Berdasarkan
karakteristik dampak yang diakibatkan oleh suatu jenis bahaya maka jenis
bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu bahaya kesehatan kerja dan
bahaya keselamatan kerja

Sedangkan Resiko adalah ukuran kemungkinan kerugian yang timbul dari


sumber bahaya (hazard) tertentu yang terjadi. Menurut Kolluru (1996) ada
5 macam tipe risiko, yaitu: risiko keselamatan, risiko kesehatan, risiko
lingkungan dan ekologi, risiko finansial, danrisiko terhadap masyarakat.

3.2 Saran
Saat melakukan proses keperawatan, perawat harus benar-benar
memperhatikan hazard dan resiko yang kemungkinan terjadi. Hal ini
bertujuan untuk mencegah dan menghindari terjadinya kecelakaan kerja,
seperti terinfeksi penyakit, mendapatkan kekerasan fisik/verbal saat
mengkaji pasien, dan mendapatkan informasi yang tidak sesuai dari
pasien. Salah satu cara untuk menghindari dan mencegah terjadinya
kecelakaan kerja, maka disarankan untuk menggunakan APD yang sesuai.
 

Anda mungkin juga menyukai