Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

TINJAUAN TEORI

1.1 Laporan Pendahuluan


1.1.1 Definisi Lansia
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya
kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa
perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia
mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan
melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan
kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia
lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu
telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan
mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004
dalam Psychologymania, 2013).
Lansia merupakan seseorang yang berusia 60 tahun keatas baik
pria maupun wanita, yang masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun
mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga
bergantung kepada orang lain untuk menghidupi dirinya (Tamher, 2009)
Menurut Maryam (2008) lansia didefinisikan sebagai seseorang
yang telah berusia lanjut dan telah terjadi perubahanperubahan dalam
sistem tubuhnya.

1.1.2 Proses Menua


Proses menua merupakan suatu proses yang wajar, bersifat alami
dan pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur panjang
(Nugroho, 2000).
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku
yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley and
Patricia, 2006).
1.1.3 Teori Proses Menua
Teori proses menua menurut Potter dan Perry (2005) yaitu sebagai berikut:
1. Teori Biologis
a. Teori radikal bebas
Radikal bebas merupakan contoh produk sampah metabolisme
yang dapat menyebabkan kerusakan apabila terjadi akumulasi.
Normalnya radikal bebas akan dihancurkan oleh enzim pelindung,
namun beberapa berhasil lolos dan berakumulasi di dalam organ
tubuh. Radikal bebas yang terdapat di lingkungan seperti kendaraan
bermotor, radiasi, sinar ultraviolet, mengakibatkan perubahan
pigmen dan kolagen pada proses penuaan. Radikal bebas tidak
mengandung DNA. Oleh karena itu, radikal bebas dapat
menyebabkan gangguan genetik dan menghasilkan produk-produk
limbah yang menumpuk di dalam inti dan sitoplasma. Ketika
radikal bebas menyerang molekul, akan terjadi kerusakan membran
sel; penuaan diperkirakan karena kerusakan sel akumulatif yang
pada akhirnya mengganggu fungsi. Dukungan untuk teori radikal
bebas ditemukan dalam lipofusin, bahan limbah berpigmen yang
kaya lemak dan protein. Peran lipofusin pada penuaan mungkin
kemampuannya untuk mengganggu transportasi sel dan replikasi
DNA. Lipofusin, yang menyebabkan bintik-bintik penuaan, adalah
dengan produk oksidasi dan oleh karena itu tampaknya terkait
dengan radikal bebas.
b. Teori cross-link
Teori cross-link dan jaringan ikat menyatakan bahwa molekul
kolagen dan elastin, komponen jaringan ikat, membentuk senyawa
yang lama meningkatkan regiditas sel, cross-linkage diperkirakan
akibat reaksi kimia yang menimbulkan senyawa antara melokul-
melokul yang normalnya terpisah.
c. Teori imunologis
Teori imunitas berhubungan langsung dengan proses penuaan.
Selama proses penuaan, sistem imun juga akan mengalami
kemunduran dalam pertahanan terhadap organisme asing yang
masuk ke dalam tubuh sehingga pada lamsia akan sangat mudah
mengalami infeksi dan kanker.perubahan sistem imun ini
diakibatkan perubahan pada jaringan limfoid sehingga tidak adanya
keseimbangan dalam sel T intuk memproduksi antibodi dan
kekebalan tubuh menurun. Pada sistem imun akan terbentuk
autoimun tubuh. Perubahan yang terjadi merupakan pengalihan
integritas sistem tubuh untuk melawan sistem imun itu sendiri.
2. Teori Psikososial
a. Teori Disengagement (Penarikan Diri)
Teori ini menggambarkan penarikan diri oleh lansia dari peran
masyarakat dan tanggung jawabnya. Lansia akan dikatakan bahagia
apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggungjawab telah
diambil oleh generasi yang lebih muda. Manfaat dari pengurangan
kontak sosial bagi lansia adalah agar dapat menyediakan eaktu
untuk mengrefleksi kembali pencapaian yang telah dialami dan
untuk menghadapi harapan yang belum dicapai.
b. Teori Aktivitas
Teori ini berpendapat apabila seorang lansia menuju penuaan yang
sukses maka ia harus tetap beraktivitas.kesempatan untuk turut
berperan dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang
yang penting bagi dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan
yang penting bagi lansia. Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya
fungsi peran lansia secara negatif mempengaruhi kepuasan hidup,
dan aktivitas mental serta fisik yang berkesinambungan akan
memelihara kesehatan sepanjang kehidupan.
c. Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas mencoba menjelaskan mengenai kemungkinan
kelanjutan dari perilaku yang sering dilakukan klien pada usia
dewasa. Perilaku hidup yang membahayakan kesehatan dapat
berlangsung hingga usia lanjut dan akan semakin menurunkan
kualitas hidup.
1.1.4 Tahapan Proses Menua
Proses penuaan dapat berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut
(Pangkahila, 2007):
1. Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun)
Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun,
yaitu hormon testosteron, growth hormon dan hormon estrogen.
Pembentukan radikal bebas dapat merusak sel dan DNA mulai
mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar,
karena itu pada usia ini dianggap usia muda dan normal.
2. Tahap Transisi (usia 35-45 tahun)
Pada tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot
berkurang sebanyak satu kilogram tiap tahunnya. Pada tahap ini orang
mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh
radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik yang dapat
mengakibatkan penyakit seperti kanker, radang sendi, berkurangnya
memori, penyakit jantung koroner dan diabetes.
3. Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas)
Pada tahap ini penurunan kadar hormone terus berlanjut yang meliputi
DHEA, melatonin, growth hormon, testosteron, estrogen dan juga
hormone tiroid. Terjadi penurunan bahkan hilangnya kemampuan
penyerapan bahan makanan, vitamin dan mineral. Penyakit kronis
menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan.

1.1.5 Perubahan Fisik Dan Psikososial Pada Lansia


Perubahan Fisik pada Lansia
Menurut Maryam (2008), perubahan-perubahan fisik yang terjadi
pada lanjut usia adalah :
1. Sel
Perubahan sel pada lanjut usia meliputi: terjadinya penurunan jumlah
sel, terjadi perubahan ukuran sel, berkurangnya jumlah cairan dalam
tubuh dan berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi
protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, penurunan jumlah sel pada
otak, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi
atrofis beratnya berkurang 5-10%.
2. Sistem Persyarafan
Perubahan persyarafan meliputi : berat otak yang menurun 10-20%
(setiap orang berkurang sel syaraf otaknya dalam setiap harinya),
cepat menurunnya hubungan persyarafan, lambat dalam respon dan
waktu untuk bereaksi khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf
panca indra, berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap
perubahan suhu dengan ketahanan terhadap sentuhan, serta kurang
sensitif terhadap sentuan.
3. Sistem Pendengaran
Perubahan pada sistem pendengaran meliputi: terjadinya presbiakusis
(gangguan dalam pendengaran) yaitu gangguan dalam pendengaran
pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara, nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kta,50% terjadi pada
umur diatas 65 tahun. Terjadinya otosklerosis akibat atropi membran
timpani. Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena
meningkatnya keratinin. Terjadinya perubahan penurunan
pendengaran pada lansia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.
4. Sistem Penglihatan
Perubahan pada sistem penglihatan meliputi: timbulnya sklerosis dan
hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola),
terjadi kekeruhan pada lensa yang menyebabkan katarak,
meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada cahaya gelap,
hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta
menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau hijau. Pada
mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil
menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap
akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih
buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan
untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap
seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area
yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang (sulit melihat
dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko cedera.
Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan
membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas,
semua hal itu dapat mempengaruhi kemampuan fungsional para lansia
sehingga dapat menyebabkan lansia terjatuh.
5. Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler meliputi: terjadinya penurunan
elastisitas dinding aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku,
menurunnya kemampuan jantung untuk memompa darah yang
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi yang dapat mengakibatkan
tekanan darah menurun (dari tidur ke duduk dan dari duduk ke berdiri)
yang mengakibatkan resistensi pembuluh darah perifer.
6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Perubahan pada sistem pengaturan tempertur tubuh meliputi: pada
pengaturan sistem tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai
thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi
berbagai faktor yang mempengaruhinya, perubahan yang sering
ditemui antara lain temperatur suhu tubuh menurun (hipotermia)
secara fisiologik kurang lebih 35°C, ini akan mengakibatkan
metabolisme yang menurun. Keterbatasan refleks mengigil dan tidak
dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya
aktivitas otot.
7. Sistem Respirasi
Perubahan sistem respirasi meliputi: otot pernapasan mengalami
kelemahan akibat atropi, aktivitas silia menurun, paru kehilangan
elastisitas, berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada arteri
menurun, karbon dioksida pada arteri tidak berganti, reflek dan
kemampuan batuk berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia dan
hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema senilis, kemampuan
pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring
pertambahan usia.
8. Sistem Pencernaan
Perubahan pada sistem pecernaan, meliputi: kehilangan gigi,
penyebab utama periodontal disease yang bisa terjadi setelah umur 30
tahun, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap
terhadap rasa asin, asam dan pahit, esofagus melebar, rasa lapar
nenurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu pengosongan
lambung menurun, peristaltic lemah dan biasanya timbul konstipasi,
fungsi absorpsi melemah, hati semakin mengecil dan tempat
penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
9. Sistem Perkemihan
Perubahan pada sistem perkemihan antara lain ginjal yang merupakan
alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urine, darah
masuk keginjal disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang
disebut nefron (tempatnya di glomerulus), kemudian mengecil dan
nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%
sehingga fungsi tubulus berkurang, akibatnya, kemampuan
mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis urine menurun. Otot-otot
vesika urinaria menjadi lemah, sehingga kapasitasnya menurun
sampai 200 ml atau menyebabkan buang air seni meningkat. Vesika
urinaria sulit dikosongkan sehingga terkadang menyebabkan retensi
urine.
10. Sistem Endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin meliputi: produksi
semua hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate),
dan daya pertukaran zat menurun. Produksi aldosteron menurun,
Sekresi hormone kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan
testoteron menurun.
11. Sistem Integumen
Perubahan pada sistem integumen, meliputi: kulit mengerut atau
keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit cenderung
kusam, kasar, dan bersisi. Timbul bercak pigmentasi, kulit kepala dan
rambut menipis dan berwarna kelabu, berkurangnya elestisitas akibat
menurunnya cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan
rapuh, jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.
12. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi: tulang kehilangan
densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang
menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan, tendon mengerut
dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut otot mengecil
sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan menjadi tremor,
aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua. Semua
perubahan tersebut dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak,
langkah kaki yang pendek, penurunan irama. Kaki yang tidak dapat
menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah,
perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah atau terlambat
mengantisipasi bila terjadi gangguan terpeleset, tersandung, kejadian
tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.
Perubahan Psikososial pada Lansia
Berdasarkan beberapa evidence based yang telah dilakukan
terdapat perubahan psikososial yang dapat terjadi pada lansia antara lain:
1. Kesepian
Septiningsih dan Na’imah (2012) menjelaskan dalam studinya bahwa
lansia rentan sekali mengalami kesepian. Kesepian yang dialami dapat
berupa kesepian emosional, situasional, kesepian sosial atau gabungan
ketiga-tiganya. Berdasarkan penelitian tersebut beberapa hal yang
dapat memengaruhi perasaan kesepian pada lansia diantaranya:
a. merasa tidak adanya figur kasih sayang yang diterima seperti dari
suami atau istri, dan atau anaknya;
b. kehilangan integrasi secara sosial atau tidak terintegrasi
dalam suatu komunikasi seperti yang dapat diberikan oleh
sekumpulan teman, atau masyarakat di lingkungan sekitar. Hal itu
disebabkan karena tidak mengikuti pertemuan-pertemuan yang
dilakukan di kompleks hidupnya;
c. mengalami perubahan situasi, yaitu ditinggal wafat pasangan
hidup (suami dan atau istri), dan hidup sendirian karena anaknya
tidak tinggal satu rumah.
2. Kecemasan Menghadapi Kematian
Ermawati dan Sudarji (2013) menyimpulkan dalam hasil
penelitiannya bahwa terdapat 2 tipe lansia memandang kematian. Tipe
pertama lansia yang cemas ringan hingga sedang dalam menghadapi
kematian ternyata memiliki tingkat religiusitas yang cukup tinggi.
Sementara tipe yang kedua adalah lansia yang cemas berat
menghadapi kematian dikarenakan takut akan kematian itu sendiri,
takut mati karena banyak tujuan hidup yang belum tercapai, juga
merasa cemas karena sendirian dan tidak akan ada yang menolong
saat sekarat nantinya.
3. Depresi
Lansia merupakan agregat yang cenderung depresi. Menurut Jayanti,
Sedyowinarso, dan Madyaningrum (2008) beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya depresi lansia adalah:
a. jenis kelamin, dimana angka lansia perempuan lebih tinggi terjadi
depresi dibandingkan lansia laki-laki, hal tersebut dikarenakan
adanya perbedaan hormonal, perbedaan stressor psikososial bagi
wanita dan laki-laki, serta model perilaku tentang keputusasaan
yang dipelajari;
b. status perkawinan, dimana lansia yang tidak menikah/tidak pernah
menikah lebih tinggi berisiko mengalami depresi, hal tersebut
dikarenakan orang lanjut usia yang berstatus tidak kawin sering
kehilangan dukungan yang cukup besar (dalam hal ini dari orang
terdekat yaitu pasangan) yang menyebabkan suatu keadaan yang
tidak menyenangkan dan kesendirian;
c. rendahnya dukungan sosial.

1.1.6 Tugas Perkembangan Lansia


Menurut Patricia Gonce Morton dkk, 2011 tugas perkembangan keluarg
yaitu:
 Memutuskan dimana dan bagaimana akan menjalani hidup selama sisa
umurnya.
 Memelihara hubungan yang suportif, intim dan memuaskan dengan
pasangan hidupnya, keluarga, dan teman.
 Memelihara lingkungan rumah yang adekuat dan memuaskan terkait
dengan status kesehatan dan ekonomi.
 Menyiapkan pendapatan yang memadai.
 Memelihara tingkat kesehatan yang maksimal.
 Mendapatkan perawatan kesehatan dan gigi yang komprehensif.
 Memelihara kebersihan diri.
 Menjaga komunikasi dan kontak yang adekuat dengan keluarga dan
teman.
 Memelihara keterlibatan social, sipil dan politisi.
 Memulai hobi baru (selain kegiatan sebelumnya) yang meningkatkan
status.
 Mengakui dan merasakan bahwa ia dibutuhkan.
 Menemukan arti hidup setelah pension dan saat menghadapi penyakit
diri dan pasangan hidup dan kematian pasangan hidup dan orang yang
disayangi; menyesuaikan diri dengan orang yang disayangi
 Membangun filosofi hidup yang bermakna dan menemukan
kenyamanan dalam filosofi atau agama.
1.1.7 Tipe Lansia
Tipe yang ada pada lansia tergantung oleh karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, social, dan ekonominya (Nugroho, 2000
dalam Siti Maryam, 2009) :
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi
panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi
undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik,
dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh tak acuh.

1.1.8 Batasan Lansia


Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO dalam Psychologymania,
2013 batasan lanjut usia meliputi :
 Usia pertengahan (middle age) adalah kolompok usia 45-59 tahun.
 Lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun.
 Lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun.
 Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
1.1.9 Pathway Proses Menua

Proses Menua

Fase 1 subklinik Fase 2 transisi Fase 3 klinik

Usia 25-35 Penurunan hormon Usia 35-45 Usia 45 produksi hormon


(testosteron, growt hormon, Penurunan hormon 25 % sudah berkurang
estrogen) hingga akhirnya berhenti

Polusi udara, diet yang tak sehat dan stres

Peningkatan radikal bebas

Kerusakan sel-sel DNA (sel-sel tubuh)

Sistem dalam tubuh mulai terganggu spti : penglihatan


menurun, rambut beruban, stamina & enegi berkurang,
wanita (menopause),pria (andopause).

Penyakit degeneratif (DM, osteoporosis, hipertensi,


penyakit jantung koroner)

1.1.10 Tanda dan Gejala


Tanda dan Gejala menurut Patricia Gonce Morton dkk, 2011 yaitu:
1. Perubahan Organik
a. Jumlah jaringan ikat dan kolagen meningkat.
b. Unsur seluler pada sistem saraf, otot, dan organ vital lainnya
menghilang.
c. Jumlah sel yang berfungsi normal menurun.
d. Jumlah lemak meningkat.
e. Penggunaan oksigen menurun.
f. Selama istirahat, jumlah darah yang dipompakan menurun.
g. Jumlah udara yang diekspirasi paru lebih sedikit.
h. Ekskresi hormon menurun.
i. Aktivitas sensorik dan persepsi menurun
j. Penyerapan lemak, protein, dan karbohidrat menurun.
k. Lumen arteri menebal
2. Sistem Persarafan
Tanda:
a. Penurunan jumlah neuron dan peningkatan ukuran dan jumlah sel
neuroglial.
b. Penurunan syaraf dan serabut syaraf.
c. Atrofi otak dan peningkatan ruang mati dalam kranim
d. Penebalan leptomeninges di medulla spinalis.
Gejala:
a. Peningkatan risiko masalah neurologis; cedera serebrovaskuler,
parkinsonisme
b. Konduksi serabut saraf melintasi sinaps makin lambat
c. Penurunan ingatan jangka-pendek derajad sedang
d. Gangguan pola gaya berjalan; kaki dilebarkan, langkah pendek,
dan menekukke depan
e. Peningkatan risiko hemoragi sebelum muncul gejala
3. Sistem Pendengaran.
Tanda :
a. Hilangnya neuron auditorius
b. Kehilangan pendengaran dari frekuensi tinggi ke frekuensi rendah
c. Peningkatan serumen
d. Angiosklerosis telinga
Gejala
a. Penurunan ketajaman pendengaran dan isolasi social (khususnya,
penurunan kemampuan untuk mendengar konsonan)
b. Sulit mendengar, khususnya bila ada suara latar belakang yang
mengganggu, atau bila percakapan cepat.
c. Impaksi serumen dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
4. Sistem Penglihatan
Tanda :
a. Penurunan fungsi sel batang dan sel kerucut
b. Penumpukan pigmen.
c. Penurunan kecepatan gerakan mata.
d. Atrofi otot silier.
e. Peningkatan ukuran lensa dan penguningan lensa
f. Penurunan sekresi air mata.
Gejala :
a) Penurunan ketajaman penglihatan,lapang penglihatan, dan
adaptasi terhadap terang/gelap
b) Peningkatan kepekaan terhadap cahaya yang menyilaukan
c) Peningkatan insiden glaucoma
d) Gangguan persepsi kedalaman dengan peningkatan kejadian jatuh
e) Kurang dapat membedakan warna biru, hijau,dan violet
f) Peningkatan kekeringandan iritasi mata.
5. Sistem Kardiovaskuler
Tanda :
a. Atrofi serat otot yang melapisi endokardium
b. Aterosklerosis pembuluh darah
c. Peningkatan tekanan darah sistolik.
d. Penurunan komplian ventrikel kiri.
e. Penurunan jumlah sel pacemaker
f. Penurunan kepekaan terhadap baroreseptor.
Gejala:
a. Peningkatan tekanan darah
b. Peningkatan penekanan pada kontraksi atrium dengan S4
terdengar
c. Peningkatan aritmia
d. Peningkatan resiko hipotensi pada perubahan posisi
e. Menuver valsava dapat menyebabkan penurunan tekanan darah
f. Penurunan toleransi
6. Sistem Respirasi
Tanda:
a. Penurunan elastisitas jaringan paru.
b. Kalsifikasi dinding dada.
c. Atrofi silia.
d. Penurunan kekuatan otot pernafasan.
e. Penurunan tekanan parsial oksigen arteri (PaO2).
Gejala:
a. Penurunan efisiensi pertukaran ventilasi
b. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan atelektasis
c. Peningkatan resiko aspirasi
d. Penurunan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapnia
e. Peningkatan kepekaan terhadap narkotik
8. Sistem Gastrointestinal
Tanda:
a. Penurunan ukuran hati.
b. Penurunan tonus otot pada usus.
c. Pengosongan esophagus makin lambat
d. Penurunan sekresi asam lambung.
e. Atrofi lapisan mukosa
Gejala:
a. Perubahan asupan akibat penurunan nafsu makan
b. Ketidaknyamanan setelah makan karena jalannya makanan
melambat
c. Penurunan penyerapan kalsium dan besi
d. Peningkatan resiko konstipasi, spasme esophagus, dan penyakit
divertikuler
9. Sistem Reproduksi
Tanda:
a. Atrofi dan fibrosis dinding serviks dan uterus
b. Penurunan elastisitas vagina dan lubrikasi
c. Penurunan hormone dan oosit.
d. Involusi jaringan kelenjar mamae.
e. Poliferasi jaringan stroma dan glandular
Gejala :
a. kekeringan vagina dan rasa terbakar dan nyeri saat koitus
b. penurunan volume cairan semina dan kekuatan ejakulasi
c. penurunan elevasi testis
d. hipertrofi prostat
e. jaringan ikat payudara digantikan dengan jaringan lemak,
sehingga pemeriksaan payudara lebih mudah dilakukan
10. Sistem Perkemihan
Tanda:
a. Penurunan masa ginjal
b. Tidak ada glomerulus
c. Penurunan jumlah nefron yang berfungsi
d. Perubahan dinding pembuluh darah kecil
e. Penurunan tonus otot kandung kemih
Gejala:
a. Penurunan GFR
b. Penurunan kemampuan penghematan natrium
c. Peningkatan BUN
d. Penurunan aliran darah ginjal
e. Penurunan kapasitas kandung kemih dan peningkatan urin
residual
f. Peningkatan urgensi
11. Sistem Endokrin
Tanda:
a. Penurunan testosterone, hormone pertumbuhan, insulin,
androgen, aldosteron, hormone tiroid
b. Penurunan termoregulasi
c. Penurunan respons demam
d. Peningkatan nodularitas dan fibrosis pada tiroid
e. Penurunan laju metabolic basal
Gejala:
a. Penurunan kemampuan untuk menoleransi stressor seperti
pembedahan
b. Penurunan berkeringat dan menggigil dan pengaturan suhu
c. Penurunan respons insulin, toleransi glukosa
d. Penurunan kepekaan tubulus ginjal terhadap hormone antidiuretik
e. Penambahan berat badan
f. Peningkatan insiden penyakit tiroid
12. Sistem Kulit Integumen
Tanda:
a. Hilangnya ketebalan dermis dan epidermis
b. Pendataran papilla
c. Atrofi kelenjar keringat
d. Penurunan vaskularisasi
e. Cross-link kolagen
f. Tidak adanya lemak sub kutan
g. Penurunan melanosit
h. Penurunan poliferasi dan fibroblast
Gejala:
a. Penipisan kulit dan rentan sekali robek
b. Kekeringan dan pruritus
c. Penurunan keringat dan kemampuan mengatur panas tubuh
d. Peningkatan kerutan dan kelemahan kulit
e. Tidak adanya bantalan lemak yang melindungi tulang dan
menyebabkan timbulnya nyeri
f. Penyembuhan luka makin lama
13. Sistem Muskuloskletal
Tanda:
a. Penurunan massa otot
b. Penurunan aktivitas myosin adenosine tripospat
c. Perburukan dan kekeringan pada kartilago sendi
d. Penurunan massa tulang dan aktivitas osteoblast
Gejala:
a. Penurunan kekuatan otot
b. Penurunan densitas tulang
c. Penurunan tinggi badan
d. Nyeri dan kekakuan pada sendi
e. Peningkatan risiko fraktur
f. Perubahan cara berjalan dan postur

1.1.11 Pemeriksaan Penunjang Lansia


Menurut Stanley dan Patricia, 2011 Pemeriksaan laboatorium rutin yang
perlu diperiksa pada pasien lansia untuk mendeteki dini gangguan
kesehatan yang sering dijumpai pada pasien lansia yang belum diketahui
adanya gangguan / penyakit tertentu (penyakit degeneratif) yaitu :
1. Pemerikasaan hematologi rutin
2. Urin rutin
3. Glukosa
4. Profil lipid
5. Alkalin pospat
6. Fungsi hati
7. Fungsi ginjal
8. Fungsi tiroid
9. Pemeriksaan feses rutin

1.1.12 Pendekatan Perawatan Lansia


1. Pendekatan Fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik
melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang
dialami klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ
tubuh, tingkat kesehatan yang masih dapat dicapai dan dikembangkan,
dan penyakit yang dapat dicegah atau progresifitas penyakitnya.
Pendekatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi 2
bagian:
a. Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang
masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga
dalam kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu melakukannya
sendiri.
b. Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar
perawatan klien lansia ini, terutama yang berkaitan dengan
kebersihan perseorangan untuk mempertahankan kesehatan
2. Pendekatan Psikologis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lansia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung
terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan
sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan
ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu yang cukup banyak
untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar lansia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik
dan service. Bila ingin mengubah tingkah  Konsep Lanjut Usia dan
Proses Penuaan  laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan,
perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap.
3. Pendekatan Sosial
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu
upaya perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi
kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien lansia
berarti menciptakan sosialisasi. Pendekatan sosial ini merupakan
pegangan bagi perawat bahwa lansia adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat
menciptakan hubungan sosial, baik antar lania maupun lansia dengan
perawat. Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lansia
untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi. Lansia perlu
dimotivasi untuk membaca surat kabar dan majalah.
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan
2.1.1 Pengkajian
A. Data Biografi
Mengkaji nama, jenis kelamin, alamat, umur, pendidikan terakhir,
agama, status, sumber pendapatan, suku, lama tinggal di panti, orang
yang mudah di hubungi, riwayat pekerjaan.
B. Riwayat Kesehatan
1. Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu
2. Keluhan utama :
a) Provokative/Palliative
b) Quality/Quantity
c) Region
d) Severity scale
Obat-obatan yang dikonsumsi
a) Nama obat
b) Dosis obat
3. Status Imunisasi
4. Alergi
a) Obat-obatan
b) Makanan
c) Faktor lingkungan
5. Penyakit yang diderita
C. Riwayat Keluarga
Genogram
D. Aktivitas Hidup Sehari-hari
Kemampuan Perawatan Diri
1. Makan/Minum
2. Mandi
3. Berpakaian
4. Ke WC
5. Transfering/Pindah
6. Ambulasi
Pola Aktivitas Hidup Sehari-hari
1. Oksigenasi, Cairan dan Elektrolit
2. Nutrisi
3. Eliminasi
4. Aktivitas
5. Istarahat dan Tidur
6. Personal Hygiene
7. Seksual
8. Rekreasi
9. Psikologis
a) Persepsi klien
b) Konsep diri
c) Emosi
d) Adaptasi
e) Mekanisme pertahanan diri
E. Pengkajian Per Sistem
Keadaan umum
Tingkat kesadaran
GCS
Tanda-tanda vital
TB/BB
1. Sistem Kardiovaskuler
2. Sistem Pernafasan
3. Sistem Integumen
4. Sistem Muskuloskeletal
5. Sistem Endokrin
6. Sistem Gastrointestinal
7. Sistem Persyarafan
8. Sistem Pengecapan
9. Sistem Penciuman
F. Pengkajian Psikososial
1. Riwayat Pekerjaan
a) Pekerjaan saat ini
b) Alamat pekerjaan
c) Berapa jarak dari rumah
d) Alat transportasi
e) Pekerjaan sebelumnya
f) Berapa jarak dari rumah
g) Alat transportasi
h) Sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap
kebutuhan
2. Riwayat Lingkungan Hidup
a) Type tempat tinggal
b) Kamar
c) Kondisi tempat tinggal
d) Jumlah orang yang tinggal dalam 1 rumah
e) Tetangga terdekat
f) Alamat dan telepon
3. Riwayat Rekreasi
a) Hobbi/minat
b) Keanggotaan dalam organisasi
c) Liburan/perjalanan
4. Sistem Pendukung
a) Perawat/Bidan/Dokter/Fisioterapi
b) Jarak dari rumah
c) Rumah sakit
d) Klinik
e) Pelayanan kesehatan di rumah
f) Makanan yang di hantarkan
g) Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga
h) Lain-lain
5. Deskripsi Kekhususan
a) Kebiasaan ritual
b) Yang lainnya
6. Status Kognitif, Afektif dan Sosial
a) SPMSQ (Short Portable Mental Status Quetionnaire)
Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan
intelektual terdiri dari 10 hal yang menilai orientasi, memori
dalam hubungan dengan kemampuan perawatan diri, memori
jauh dan kemampuan matematis.
b) MMSE (Mini Mental State Exam)
Menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi,
registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan
bahasa. Nilai kemungkinan paling tinggi adalaha 30, dengan
niali 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan
kognitif yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
c) Inventaris Depresi Beck
Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejala dan sikap
yang behubungan dengan depresi. Setiap hal direntang
dengan menggunakan skala 4 poin untuk menandakan
intensitas gejala.
d) APGAR Keluarga
Hubungan lansia dengan keluarga memerankan peran sentral
pada seluruh tingkat kesehatan dan kesejahteraan lansia. Alat
skrining singkat yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi
social lansia adalah APGAR Keluarga. Instrument
disesuaikan untuk digunakan pada klien yang mempunyai
hubungan social lebih intim dengan teman-temannya atau
dengan keluarga. Nilai < 3 menandakan disfungsi keluarga
sangat tinggi, nilai 4 – 6 disfungsi keluarga sedang.
A : Adaptation
P : Partnership
G :Growth
A :Affection
R : Resolve
G. Data Penunjang
1. Laboratorium
2. Radiologi
3. EKG
4. USG
5. CT-Scan
6. Obat-obatan

2.1.2 Analisa Data


1. Data subjektif
Data subjektif adalah deskripsi verbal pasien mengenai masalah
kesehatannya. Data subjektif diperoleh dari riwayat keperawatan
termasuk persepsi pasien, perasaan dan ide tentang status
kesehatannya. Sumber data lain dapat diperoleh dari keluarga,
konsultan dan tenaga kesehatan lainnya.
2. Data objektif
Data objektif adalah hasil observasi atau pengukuran dari status
kesehatan pasien.
2.1.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang singkat, tegas, dan
jelas tentang respon klien terhadap masalah kesehatan/penyakit tertentu
yang aktual dan potensial karena ketidaktahuan, ketidakmauan, atau
ketidakmampuan pasien/klien mengatasinya sendiri yang membutuhkan
tindakan keperawatan untuk mengatasinya.
2.1.4 Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah suatu proses di dalam pemecahan
masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan
dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan
dari semua tindakan keperawatan.
2.1.5 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
2.1.6 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Ermawati & Sudarji, S., 2013. Kecemasan Menghadapi Kematian pada Lanjut
Usia. Psibernetika Universitas Bunda Mulya, 6(1).

Jayanti, Sedyowinarso & Madyaningrum, 2008. Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Tingkat Depresi Lansia di Panti Werdha Wiloso Wredho
Purworejo. Jurnal Ilmu Keperawatan, 3(2), pp. 133-138.

Maryam, R. S., 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.

Pangkahila, W., 2007. Anti-Aging Medicine: Memperlambat Penuaan


Meningkatkan Hidup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Patricia Gonce Morton et.al., 2011. Keperawatan Kritis: pendekatan asuhan


holistic ed.8; alih bahasa, Nike Esty wahyuningsih. Jakarta: EGC

Potter dan Perry., 2005. Fundamental keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik.
Jakarta: EGC.

Psychologymania., 2012. Pengertian-lansia-lanjut-usia. Diakses pada hari Senin,


01 April, 2013. http://www.psychologymania.com/2012/07/pengertian
lansia-lanjut-usia.html

Septiningsih, D. S. & Na'imah, T., 2012. Kesepian pada Lanjut Usia: Studi
tentang Bentuk, Faktor Pencetus, dan Strategi Koping. Jurnal Psikologi
Universitas Diponegoro, 11(2).

Stanley, Mickey dan Patricia Gauntlett Beare. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai