Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

TINJAUAN TEORI

1.1 Laporan Pendahuluan


1.1.1 Definisi
Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk
aedes aegypti dan aedes albopictus. Virus ini akan mengganggu
kinerja darah kapiler dan sistem pembekuan darah, sehingga
mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Penyakit ini banyak
ditemukan di daerah tropis, seperti Asia Tenggara, India, Brazil,
Amerika, termasuk diseluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-
tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 m diatas permukaan air laut.
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia
dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah
hanya dapat ditularkan melalui nyamuk (Prasetyono 2012).
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD
(dengue haemorhagic fever//DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot atau nyeri sendi yang disetai leucopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hemotokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah
dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Sudoyo Aru, dkk 2009).

1.1.2 Etiologi
Pada umumnya masyarakat kita mengetahui penyebab dari
Dengue Haemoragic Fever adalah melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti. Virus Dengue mempunyai 4 tipe, yaitu : DEN 1, DEN 2,
DEN 3, dan DEN 4, yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti.
Nyamuk ini biasanya hidup dikawasan tropis dan berkembang biak
pada sumber air yang tergenang. Keempatnya ditemukan di Indonesia
dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotip akan
menimbulkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe yang lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotipe yang lain tersebut. Seseorang yang tinggal
di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe
selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan
diberbagai daerah di Indonesia (Sudoyo dkk. 2010).
Virus Dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif
terhadap inaktivitas oleh distiter dan natrium diaksikolat, stabil pada
suhu 700C. Keempat tipe tersebut telah ditemukan pula di Indonesia
dengan tipe DEN 3 yang paling banyak ditemukan (Hendarwanto
2010).

1.1.3 Fisiologi
System sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan
dan oksigen dari traktus digestivus dan dari paru-paru ke seluruh sel-
sel tubuh. Selain itu sistem sirkulasi merupakan sarana untuk
membuang sisa-sisa metabolisme dari sel-sel ke ginjal, paru-paru yang
merupakan tempat ekskresi sisa-sisa metabolisme.organorgan sirkulasi
(Pearce, 2006).
1. Jantung
Merupakan organ yang berbentuk kerucut yang ada di dalam
rongga thorax, di antara paru-paru agak lebih ke arah kiri. Struktur
jantung meliputi: atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan,
ventrikel kiri, katup trikuspidalis, katup bikuspidalis,
endokardium, miokardium, dan perikardium (Pearce, 2006).
2. Pembuluh Darah
Pembuluh darah terdapat tiga macam (Pearce, 2006), yaitu:
a. Pembuluh Darah Nadi (Arteri)
Arteri meninggalkan jantung pada ventrikel kiri dan kanan.
Beberapa pembuluh arteri yang berperan penting, antara lain:
arteri koronaria (mendarai dinding jantung), arteri
subklavikula (arteri bawah selangka yang bercabang dan
melewati aksila), arteri brachialis (pada lengan atas), arteri
radialis (pada pangkal ibu jari), arteri karotis (mendarahi
kepala dan otak), arteri temporalis (arteri yang teraba pada
bagian depan telinga), arteri facialis (teraba di sudut bawah
rahang), arteri femoralis (berjalan ke bawah mneyusuri paha
menuju ke belakang lutut), arteri tibia (arteri pada kaki), dan
arteri pulmonalis (arterio yang menuju ke paru-paru).
b. Pembuluh kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang berasal
dari cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali
dibawah mikroskop. Kapiler membentuk anyaman di seluruh
jaringan tubuh yang selanjutnya bertemu membentuk
pembuluh darah vena. Fungsi kapiler adalah sebagai alat
penghubung arteri dan vena, tempat terjadinya pertukaran zat
zat antara darah dan cairan jaringan, mengambil hasil-hasil
dari kelenjar, menyerap hasil makanan yang terdapat di usus,
dan menyaring darah yang terdapat di ginjal.
c. Pembuluh Darah Balik (Vena)
Vena adalah pembuluh yang membawa darah kembali ke
jantung. Beberapa vena yang penting adalah: Vena cava
superior (membawa darah kotor dari kepala, thorax, dan
ekstrimitas atas ke atrium kanan), vena cava inferior
(mengembalikan darah kotor dari tubuh bagian bawah ke
jantung), vena pulmonalis (vena yang membawa darah dari
paru-paru ke jantung), dan vena jugularis (vena yang
membawa darah dari otak kembali ke jantung).
3. Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri dari dua bagian, yaitu
plasma dan sel-sel darah ((Pearce, 2006). Sedangkan menurut
Syaifudin (2002), darah adalah jaringan tubuh yang terdapat dalam
pembuluh yang berwarna merah.
Proses pembentukan sel darah terjadi di tiga tempat, yaitu sumsum
tulang, hepar, dan limpa. Volume darah pada tubuh yang sehat
atau orang dewasa sekitar 1/3 dari berat badan atau kira-kira
sebanyak 4-5 liter. Jumlah tersebut berbeda pada masing-masing
orang tergantung pada umur, jenis kelamin, pekerjaan, keadaan
jantung, dan pembuluh darah.
a. Fungsi Darah
1) Alat pengangkut untuk mengambil O2 atau zat makanan dan
diedarkan ke seluruh tubuh, mengangkut CO2 untuk
dikeluarkan, mengambil zatzat makanan dari usus halus
untyuk diedarkan ke seluruh jaringan, dan mengangkat zat-
zat yang yidak dibutuhkan tubuh untuk dibuang.
2) Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan kuman
penyakit dan racun melalui kerja leukosit,antibody, dan zat-
zat anti racun.
3) Memberi panas ke seluruh tubuh.
b. Bagian-bagian Darah
1) Sel darah Sel-sel darah terdiri dari:
a) Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti
dan tidak dapat bergerak. Sel ini berwarna kuning
kemerahan dan mengandung Haemoglobin (Hb).
Berfungsi sebagai pengikat O2 dari paru-paru untuk
diedarkan ke seluruh tubuh dan mengikat CO2 dari
jaringan untuk dikeluarkan.
b) Leukosit (sel darah putih)
Sel darah putih bentuknya dapat berubah-ubah dan
dapat bergerak dengan perantara kaki palsu. Leukosit
berwarna bening dan memiliki inti yang bermacam-
macam. Berfungsi sebagi pertahanan tubuh terhadap
kuman atau bibit penyakit. Terdiri dari sel agranulosit
(tidak mempunyai granula) berupa limfosit (memakan
dan membunuh bakteri yang masuk) dan monosit
(sebagai fagosit, berjumlah 34 %). Sel lain memiliki
granula (granulosit) yang terdiri dari neutrofil,
eosinofil, dan basofil.
c) Trombosit (sel plasma)
Merupakan benda-benda kecil yang ukurannya
bermacammacam. Berwarna putih dan normal
berjumlah 150.000- 450.000/mm3, trombosit berperan
penting dalam proses pembekuan darah. (Pearce, 2006)
2) Plasma darah
Bagian darah encer yang tanpa sel darah, warna bening
kekuningan, jumlah hampir 90 % plasma darah terdiri dari:
a) Fibrinogen yang berperan dalam pembekuan darah,
b) Garam-garam mineral,
c) Protein darah (albumin dan globulin),
d) Zat makanan (asam amino, glukosa lemak, mineral, dan
vitamin),
e) Hormon, yaitu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh,
f) Antibody atau antitoksin.
(Pearce, 2006)

1.1.4 Patofisiologi
Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh manusia akan
menyebabkan klien mengalami viremia. Beberapa tanda dan gejala
yang muncul seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal
seluruh tubuh, timbulnya ruam dan kelainan yang munkin terjadi pada
system vaskuler.
Pada penderita DBD, terdapat kerusakan yang umum pada
system vascular yang mengakibatkan terjadinya peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah. Plasma dapat menembus
dinding vaskuler selama proses perjalanan penyakit, dari mulai
demam hingga klien mengalami renjatan berat. Volume plasma dapat
menurun hingga 30 %. Hal inilah yang dapat menyebabkan seseurang
mengalami kegagalan sirkulasi. Adanya kebocoran plasma ini jika
tidak segera ditangani dapat menyebabkan hipoksia jaringan, asidosis
metabolic yang pada akhirnya dapat berakibat fatal yaitu kematian.
Viremia juga menimbulkan agregasi trombosit dalam darah
sehingga menyebabkan trombositopeni yang berpangaruh pada proses
pembekuan darah. Perubahan fungsioner pembuluh darah akibat
keocoran plasma yang berakhir pada perdarahan, baik pada jaringan
kulit maupun saluran cerna biasanya menimbulkan tanda seperti
munculnya purpura, ptekie, hematemesis, ataupun melena.
(Sudoyo, 2006)
1.1.5 Pathway

1.1.6 Manifestasi Klinis


1. Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan
dua lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
a. Nyeri kepala
b. Nyeri retro-orbital
c. Mialgia / artralgia
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan(petekie atau uji bending positif)
f. Leucopenia
g. Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
2. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila
semua hal dibawah ini dipenuhi
a. Demam atau riwayat demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat
bifasik.
b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
 Uji tourniquet positif
 Petekie, ekimosis, atau purpura
 Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gusi), saluran
cerna,tempat bekas suntik.
 Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia <100.00/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan:
 Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari nilai baku sesuai
umur dan jenis kelamin.
 Penurunan nilai hematokrit ≥20% setelah pemberian
cairan yang adekuat
e. Tanda kebocoran plasma seperti :
 Hipoproteinemia
 Asites
 Efusi pleura
3. Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DBD diatas ditandai dengan tanda kegagalan
sirkulasi yaitu:
 Penurunan kesadaran, gelisah
 Nadi cepat, lemah
 Hipotensi
 Tekanan darah turun <20mmHg
 Perfusi perifer menurun
 Kulit dingin, lembab.
(Wiwik dan Hariwibowo, 2008)

1.1.7 Klasifikasi
Derajat Dengue Haemorhagic Fever menurut WHO
1. Derajat 1 : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet positif
2. Derajat 2 : sama seperti derjat 1, disertai perdarahan spontan
dikulit atau perdarahan lain.
3. Derajat 3 : ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi
cepat dan lembut, tekanan darah menurun (< 20 mmHg) atau
hipotensi disertai kulit dingin, lembab, dan pasien menjadi
gelisah.
4. Derajat 4 : syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diukur.

1.1.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Darah
a. Pada kasus DHF yang dijadikann pemeriksaan penunjang
yaitu menggunakan darah atau disebut lab serial yang terdiri
dari hemoglobin, PCV, dan trombosit. Pemeriksaan
menunjukkan adanya tropositopenia (100.000 / ml atau
kurang) dan hemotoksit sebanyak 20% atau lebih
dibandingkan dengan nilai hematoksit pada masa konvaselen.
b. Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan
timbulnya renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat
menjadi diagnosis pasti pada DHF dengan dua kriteria
tersebut ditambah terjadinya trombositopenia,
hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi
hemaglutnasi (Brasier dkk 2012).
c. Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga
d. Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %
e. Protein rendah
f. Natrium rendah (hiponatremi)
g. SGOT/SGPT bisa meningkat
h. Asidosis metabolic
i. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
2. Urine
Kadar albumin urine positif (albuminuria) (Vasanwala, 2012)
Sumsum tulang pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian
menjadi hiperseluler pada hari ke 5 dengan gangguan maturasi
dan pada hari ke 10 sudah kembali normal untuk semua system
3. Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura.
Umumnya posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi
kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan dibandingkan dengan
posisi berdiri apalagi berbaring.
4. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai dan dijadikan
pertimbangan karena tidak menggunakan sistem pengion (sinar
X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen.
Adanya acites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat
digunakan sebagai alat menentukan diagnosa penyakit yang
mungkin muncul lebih berat misalnya dengan melihat ketebalan
dinding kandung empedu dan penebalan pankreas.
5. Diagnosis Serologis
a. Uji Hemaglutinasi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis,
sifatnya sensitif namun tidak spesifik. Artinya tidak dapat
menunjukkan tipe virus yang menginfeksi. Antibodi HI
bertahan dalam tubuh lama sekali (<48 tahun) sehingga uji
ini baik digunakan pada studi serologi epidemiologi. Untuk
diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer
serum akut atau tinggi (>1280) baik pada serum akut atau
konvalesen dianggap sebagai pesumtif (+) atau diduga keras
positif infeksi dengue yang baru terjadi (Vasanwala dkk.
2012).
b. Uji komplemen Fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur
pemeriksaannya rumit dan butuh tenaga berpengalaman.
Antibodi komplemen fiksasi bertahan beberapa tahun saja
(sekitar 2-3 tahun).
c. Uji Neutralisasi Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk
virus dengue. Dan biasanya memakai cara Plaque Reduction
Neutralization Test (PNRT) (Vasanwala dkk. 2012)
d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5
infeksi virus dengue karena IgM sudah timbul kemudian akan
diikuti IgG. Bila IgM negatif maka uji harus diulang. Apabila
sakit ke-6 IgM masih negatif maka dilaporkan sebagai
negatif. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan
setelah adanya infeksi (Vasanwala dkk. 2012)
e. Identifikasi Virus
Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase
polymerase chain reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitif
dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil cepat dan dapat
diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA
dari specimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh
manusia, dan nyamuk (Vasanwala dkk. 2012).

1.1.9 Penatalaksanaan
1. Medis
a. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan
pasien dehidrasi dan haus. Pasien diberi banyak minum yaitu
1,5 – 2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi
dengan obat antipiretik. Jika terjadi kejang diberikan
antikonvulsan. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur
< 12 bulan 50 mg IM, anak umur > 1tahun 75 mg. Jika
kejang lebih dari 15 menit belum berhenti luminal diberikan
lagi dengan dosis 3 mg/kgBB. Infus diberikan pada pasien
DHF tanpa renjatan apabila pasien terus menerus muntah,
tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya
dehidrasi dan hematokrit yang cenderung meningkat .
b. Pasien mengalami syok segera segera dipasang infus sebagai
pengganti cairan hilang akibat kebocoran plasma. Cairan
yang diberikan biasanya RL, jika pemberian cairan tersebut
tidak ada respon diberikan plasma atau plasma ekspander
banyaknya 20 – 30 mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan
berat pemberian infus harus diguyur. Apabila syok telah
teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi sudah cukup
besar, maka tetesan infus dikurangi menjadi 10 mL/kg
BB/jam (Ngastiyah 2005)
c. Cairan (Rekomendasi WHO, 2007)
1) Kristaloid
 Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam
larutan Ringer Laktat (D5/RL).
 Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam
larutan Ringer Asetat (D5/RA).
 Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose
5% dalam larutan Faali (d5/GF).
2) Koloid
 Dextran 40
 Plasma
2. Keperawatan
a. Derajat I
Pasien istirahat, observasi tanda-tanda vital setiap 3 jam,
periksa Ht, Hb dan trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum
1,5 – 2 liter dalam 24 jam dan kompres hangat.
b. Derajat II
Segera dipasang infus, bila keadaan pasien sangat lemah sering
dipasang pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan
walaupun klem dibuka tetesan infus tetap tidak lancar maka
jika 2 tempat akan membantu memperlancar. Kadang-kadang 1
infus untuk memberikan plasma darah dan yang lain cairan
biasa.
c. Derajat III dan IV
1) Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan
elektrolit (RL) dengan cara diguyur kecepatan 20
ml/kgBB/jam.
2) Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
3) Pengawasan tanda – tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
4) Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara
periodik.
5) Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk
tindakan secepatnya baik obat – obatan maupun darah
yang diperlukan.
6) Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami
perdarahan gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk
membantu pengeluaran darah dari lambung. NGT bisa
dicabut apabila perdarahan telah berhenti. Jika kesadaran
telah membaik sudah boleh diberikan makanan cair.

Anda mungkin juga menyukai