Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

TINJAUAN TEORI

1.1 Laporan Pendahuluan


1.1.1 Definisi
Osteorathritis merupakan penyakit sendi degenerative yang
berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan
pergelangan kaki paling sering terkena OA (Sudoyo Aru dkk, 2009 dalam
Nurarif dkk, 2015).
Penyakit ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak
meradang, dan ditandai oleh adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi dan
adanya pembentukan tulang baru pada permukaan persendian.
Osteoarthritis adalah bentuk arthritis yang paling umum, dengan jumlah
pasiennya sedikit melampaui separuh jumlah pasien arthritis. Gangguan
ini sedikit lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki (Price dan
Wilson, 2013).
Nyeri merupakan gejala khas pada sendi yang mengalami
osteoarthritis. Rasa nyeri semakin berat bila melakukan aktivitas dengan
penggunaan sendi dan rasa nyeri diakibatkan setelah melakukan aktivitas
dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri semakin ringan dengan istirahat
(Sumual, 2012).
Sjamsuhidajat, dkk (2011) mendefinisikan OA sebagai kelainan
sendi kronik yang disebabkan karena ketidakseimbangan sintesis dan
degradasi pada sendi, matriks ekstraseluler, kondrosit serta tulang
subkondral pada usia tua.

1.1.2 Etiologi
Berdasarkan penyebab, OA dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Osteoartritis Primer (Idiopatik)
a. Penuaan/umur
Proses penuaan ada hubungan dengan perubahan-perubahan dalam
fungsi kondrosit, menimbulkan perubahan pada komposisi rawan
sendi yang mengarah pada perkembangan OA.
b. Faktor metabolik/faktor endokrin
Misalnya pada klien dengan gangguan endokrin seperti
hiperparatiroid. Hubungan antara estrogen dan pembentukan tulang
dan prevalensi OA pada wanita menunjukkan bahwa hormon punya
peranan penting dalam progesivitas OA.
c. Genetik/keturunan
Terjadi karena penurunan sintesi kolagen. Bisa juga karena adanya
kelainan genetik dan perkembangan seperti dysplasia epifisial,
dysplasia acetabuler, penyakit Legg-Calve-Perthes, dislokasi sendi
panggul bawaan dan slipped epiphysis.
Wanita pasca menopause dalam keluarga yang sama ternyata
memiliki tipe OA pada tangan yang ditandai dengan rimbulnya
nodus pada sendi interfalang distal dan sendi interfalang proksimal
tangan (Nodus Herbeden).
d. Faktor mekanis
Terjadi karena penekanan yang berulang pada sendi. faktor ini
menyebabkan erosi kartilago sendi sehingga tulang yang ada
dibawahnya tidak terlindungi.
e. Faktor kimiawi
Terjadi karena stimulasi obat-obatan yang mengstimulasi enzim
yang mencerna kolagen dalam membran sinovial seperti preparat
steroid.
(Paramitha, 2011; Price&Wilson, 2013; Kowalak, Welsh&mayer,
2012)
2. Osteoartritis Sekunder
a. Trauma (penyebab paling sering)
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma
yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan
biomekanik sendi tersebut, terutama terjadi akibat fraktur, post
menisektomi, tungkai bawah yang tidak sama panjang,
hipermobilitas dan instabilitas sendi, tidak sejajar dan serasinya
permukaan sendi.
b. Deformitas kongenital
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka
rawan sendi akan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/seimbang
sehingga mempercepat proses degenerasi.
c. Obesitas/kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang
berat badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh
osteoartritis mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan dapat
menambah kegemukan.
(Paramitha, 2011; Price&Wilson, 2013; Kowalak, Welsh&mayer,
2012)
3. Penyebab Lain
a. Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematoid; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan
reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan
sendi oleh membran sinovial dan sel-sel radang.
b. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat
dapat mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam
hemogentisis, kristal monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.

1.1.3 Patogenesis
OA terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling tulang,
dan inflamasi. Terdapat 4 fase penting dalam proses pembentukan
osteoartritis yaitu fase inisiasi, fase inflamasi, nyeri, fase degradasi.
1. Fase inisiasi
Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi, rawan sendi
berupaya melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit mengalami
replikasi dan memproduksi matriks baru. Fase ini dipengaruhi oleh
faktor pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel
dan membantu komunikasi antar sel, faktor tersebut seperti Insulin-like
growth factor (IGF-1), growth hormon, transforming growth factor b
(TGF-b) dan coloni stimulating factors (CSFs). Faktor-faktor ini
menginduksi khondrosit untuk mensintesis asam deoksiribo nukleat
(DNA) dan protein seperti kolagen dan proteoglikan. IGF-1 memegang
peran penting dalam perbaikan rawan sendi.
2. Fase inflamasi
Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1
sehingga meningkatnya pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang
mempengaruhi sendi. IL-1(Inter Leukin-1) dan tumor nekrosis faktor-α
(TNF-α) mengaktifasi enzim degradasi seperti collagenase dan
gelatinase untuk membuat produk inflamasi pada osteoartritis. Produk
inflamasi memiliki dampak negatif pada jaringan sendi, khususnya
pada kartilago sendi, dan menghasilkan kerusakan pada sendi.
3. Fase nyeri
Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik
dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan
penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah
subkondral sehingga menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis
jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya mediator kimia seperti
prostaglandin dan interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri.
Rasa nyeri juga berupa akibat lepasnya mediator kimia seperti kinin
yang dapat menyebabkan peregangan tendo, ligamen serta spasme
otot-otot. Nyeri juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan
periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta
kenaikan tekanan vena intramedular akibat stasis vena pada pada
proses remodelling trabekula dan subkondrial.
4. Fase degradasi
IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran
makrofag didalam cairan sendi juga bermanfaat, yaitu apabila terjadi
jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan
memproduksi sitokin aktifator plasminogen (PA). Sitokin ini akan
merangsang khondrosit untuk memproduksi CSFs. Sitokin ini juga
mempercepat resorpsi matriks rawan sendi. Faktor pertumbuhan dan
sitokin membawa pengaruh yang berlawanan selama perkembangan
OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks
rawan sendi sedangkan faktor pertumbuhan merangsang sintesis.
(Sudoyo et. al, 2014).

1.1.4 Fisiologi
Muskuloskeletal terdiri atas :
Muskuler/Otot : Otot, tendon,dan ligamen
Skeletal/Rangka : Tulang dan sendi
1. Muskuler/Otot
a. Otot
Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk
berkontraksi. Terdapat lebih dari 600 buah otot pada tubuh manusia.
Sebagian besar otot-otot tersebut dilekatkan pada tulang-tulang
kerangka tubuh oleh tendon, dan sebagian kecil ada yang melekat di
bawah permukaan kulit.
1) Fungsi sistem muskuler/otot:
a) Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat
otot tersebut melekat dan bergerak dalam bagian organ
internal tubuh.
b) Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot
menopang rangka dan mempertahankan tubuh saat berada
dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi.
c) Produksi panas. Kontraksi otot-otot secara metabolis
menghasilkan panas untuk mepertahankan suhu tubuh
normal.
2) Ciri-ciri sistem muskuler/otot:
a) Kontrakstilitas. Serabut otot berkontraksi dan menegang,
yang dapat atau tidak melibatkan pemendekan otot.
b) Eksitabilitas. Serabut otot akan merespons dengan kuat jika
distimulasi oleh impuls saraf.
c) Ekstensibilitas. Serabut otot memiliki kemampuan untuk
menegang melebihi panjang otot saat rileks.
d) Elastisitas. Serabut otot dapat kembali ke ukuran semula
setelah berkontraksi atau meregang.
3) Jenis-jenis otot
a) Otot rangka
 Merupakan otot lurik, volunter, dan melekat pada
rangka.
 Serabut otot sangat panjang, sampai 30 cm, berbentuk
silindris dengan lebar berkisar antara 10 mikron sampai
100 mikron.
 Setiap serabut memiliki banyak inti yang tersusun di
bagian perifer.
 Kontraksinya sangat cepat dan kuat.
Struktur Mikroskopis Otot Skelet/Rangka
 Otot skelet disusun oleh bundel-bundel paralel yang
terdiri dari serabut-serabut berbentuk silinder yang
panjang, disebut myofiber /serabut otot.
 Setiap serabut otot sesungguhnya adalah sebuah sel yang
mempunyai banyak nukleus ditepinya.
 Cytoplasma dari sel otot disebut sarcoplasma yang penuh
dengan bermacam-macam organella, kebanyakan
berbentuk silinder yang panjang disebut dengan
myofibril.
 Myofibril disusun oleh myofilament-myofilament yang
berbeda-beda ukurannya :
- Yang kasar terdiri dari protein myosin.
- Yang halus terdiri dari protein aktin/actin.
b) Otot Polos
 Merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot
ini dapat ditemukan pada dinding berongga seperti
kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba,
seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi,
urinarius, dan sistem sirkulasi darah.
 Serabut otot berbentuk spindel dengan nukleus sentral.
 Serabut ini berukuran kecil, berkisar antara 20 mikron
(melapisi pembuluh darah) sampai 0,5 mm pada uterus
wanita hamil.
 Kontraksinya kuat dan lamban.
Struktur Mikroskopis Otot Polos
Sarcoplasmanya terdiri dari myofibril yang disusun
oleh myofilamen-myofilamen.
Jenis otot polos
Ada dua kategori otot polos berdasarkan cara serabut
otot distimulasi untuk berkontraksi.
 Otot polos unit ganda ditemukan pada dinding
pembuluh darah besar, pada jalan udara besar traktus
respiratorik, pada otot mata yang memfokuskan lensa
dan menyesuaikan ukuran pupil dan pada otot erektor
pili rambut.
 Otot polos unit tunggal (viseral) ditemukan tersusun
dalam lapisan dinding organ berongga atau visera.
Semua serabut dalam lapisan mampu berkontraksi
sebagai satu unit tunggal. Otot ini dapat bereksitasi
sendiri atau miogenik dan tidak memerlukan stimulasi
saraf eksternal untuk hasil dari aktivitas listrik spontan.
c) Otot Jantung
 Merupakan otot lurik.
 Disebut juga otot seran lintang involunter.
 Otot ini hanya terdapat pada jantung.
 Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot
jantung juga mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali
berdenyut.
Struktur Mikroskopis Otot Jantung
Mirip dengan otot skelet.
b. Tendon
Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat
fleksibel, yang terbuat dari fibrous protein (kolagen). Tendon
berfungsi melekatkan tulang dengan otot atau otot dengan otot.
c. Ligamen
Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang
merupakan jaringan elastis penghubung yang terdiri atas kolagen.
Ligamen membungkus tulang dengan tulang yang diikat oleh sendi.
Beberapa tipe ligamen :
 Ligamen Tipis
Ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan ligament
kolateral yang ada di siku dan lutut. Ligamen ini memungkinkan
terjadinya pergerakan.
 Ligamen jaringan elastik kuning
Merupakan ligamen yang dipererat oleh jaringan yang
membungkus dan memperkuat sendi, seperti pada tulang bahu
dengan tulang lengan atas.
2. Skeletal
a. Tulang/ Rangka
Skeletal disebut juga sistem rangka, yang tersusun atas tulang-
tulang. Tubuh kita memiliki 206 tulang yang membentuk rangka.
Bagian terpenting adalah tulang belakang.
b. Fungsi Sistem Skeletal :
1) Memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis.
2) Membentuk kerangka yang yang berfungsi untuk menyangga
tubuh dan otot-otot yang.
3) Melekat pada tulang.
4) Berisi dan melindungi sum-sum tulang merah yang merupakan
salah satu jaringan pembentuk darah.
5) Merupakan tempat penyimpanan bagimineral seperti calcium
dari dalam darah misalnya.
6) Hemopoesis.
c. Struktur Tulang
1) Tulang terdiri dari sel hidup yang tersebar diantara material
tidak hidup (matriks).
2) Matriks tersusun atas osteoblas (sel pembentuk tulang).
3) Osteoblas membuat dan mensekresi protein kolagen dan garam
mineral.
4) Jika pembentukan tulang baru dibutuhkan, osteoblas baru akan
dibentuk.
5) Jika tulang telah dibentuk, osteoblas akan berubah menjadi
osteosit (sel tulang dewasa).
6) Sel tulang yang telah mati akan dirusak oleh osteoklas (sel
perusakan tulang).
7) Jaringan tulang terdiri atas :
a) Kompak (sistem harvesian  matrik dan lacuna, lamella
intersisialis).
b) Spongiosa (trabecula yang mengandung sumsum tulang dan
pembuluh darah).
d. Klasifikasi Tulang berdasarkan penyusunnya
1) Tulang Kompak
a) Padat, halus dan homogen.
b) Pada bagian tengah terdapat medullary cavity yang
mengandung ’yellow bone marrow”.
c) Tersusun atas unit : Osteon  Haversian System.
d) Pada pusat osteon mengandung saluran (Haversian Kanal)
tempat pembuluh darah dan saraf yang dikelilingi oleh
lapisan konsentrik (lamellae).
e) Tulang kompak dan spongiosa dikelilingi oleh membran
tipis yang disebut periosteur, membran ini mengandung:
 Bagian luar percabangan pembuluh darah yang masuk ke
dalam tulang.
 Osteoblas.
2) Tulang Spongiosa
a) Tersusun atas ”honeycomb” network yang disebut trabekula.
b) Struktur tersebut menyebabkan tulang dapat menahan
tekanan.
c) Rongga antara trebakula terisi ”red bone marrow” yang
mengandung pembuluh darah yang memberi nutrisi pada
tulang.
d) Contoh, tulang pelvis, rusuk,tulang belakang, tengkorak dan
pada ujung tulang lengan dan paha.
e. Klasifikasi Tulang berdasarkan Bentuknya
1) Tulang panjang, contoh: humerus, femur, radius, ulna.
2) Tulang pendek, contoh: tulang pergelangan tangan dan
pergelangan kaki.
3) Tulang pipih, contoh: tulang tengkorak kepala, tulang rusuk dan
sternum.
4) Tulang tidak beraturan: contoh: vertebra, tulang muka, pelvis.
f. Pembagian Sistem Skeletal
1) Axial / rangka aksial, terdiri dari :
a) Tengkorak kepala / cranium dan tulang-tulang muka.
b) Columna vertebralis / batang tulang belakang.
c) Costae / tulang-tulang rusuk.
d) Sternum / tulang dada.
2) Appendicular / rangka tambahan, terdiri dari :
a) Tulang extremitas superior.
b) Korset pectoralis, terdiri dari scapula (tulang berbentuk
segitiga) dan clavicula (tulang berbentuk lengkung).
c) Lengan atas, mulai dari bahu sampai ke siku.
d) Lengan bawah, mulai dari siku sampai pergelangan tangan.
e) Tulang extremitas inferior: korset pelvis, paha, tungkai
bawah, kaki.
3. Sendi
Persendian adalah hubungan antar dua tulang sedemikian rupa,
sehingga dimaksudkan untuk memudahkan terjadinya gerakan.
1) Synarthrosis (suture)
Hubungan antara dua tulang yang tidak dapat digerakkan,
strukturnya terdiri atas fibrosa. Contoh: Hubungan antara tulang di
tengkorak.
2) Amphiarthrosis
Hubungan antara dua tulang yang sedikit dapat digerakkan,
strukturnya adalah kartilago. Contoh: Tulang belakang.
3) Diarthrosis
Hubungan antara dua tulang yang memungkinkan pergerakan, yang
terdiri dari struktur sinovial. Contoh: sendi peluru (tangan dengan
bahu), sendi engsel (siku), sendi putar (kepala dan leher), dan sendi
pelana (jempol/ibu jari).

1.1.5 Patofisiologi
Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan
dan kolagen pada rawan sendi) gagal dalam memelihara keseimbangan
antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, sehingga terjadi
perubahan diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah
biomekanik dari tulang rawan, yang menjadikan tulang rawan sendi
kehilangan sifat kompresibilitasnya yang unik (Price dan Wilson, 2013).
Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA,
terutama setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan
tidak nyaman. Sinoviosit yang mengalami peradangan akan menghasilkan
Matrix Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan
dilepaskan ke dalam rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta
mengaktifkan kondrosit. Pada akhirnya tulang subkondral juga akan ikut
berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan menghasilkan enzim
proteolitik (Robbins, 2014). Perkembangan osteoarthritis terbagi atas tiga
fase, yaitu sebagai berikut.
1. Fase 1
Terjadi penguraian proteolitik pada matrik kartilago.
Metabolisme kondrosit menjadi terpangaruh dan meningkatkan
produksi enzim seperti metalloproteinases yang kemudian hancur
dalam matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat
protease yang akan mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan
manifestasi pada penipisan kartilago.
2. Fase 2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan
kartilago, disertai adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen
ke dalam cairan sinovia.
3. Fase 3
Proses penguaraian dari produk kartilago yang menginduksi
respon inflamasi pada sinovia. Produksi makrofag sinovia seperti
interleukin 1 (IL 1), tumor necrosis factor-alpha (TNFα), dan
metalloproteinases menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan
manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung memberikan
dampak destruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-inflamasi
lainnya seperti nitric oxide (NO) juga terlibat. Kondisi ini memberikan
manifestasi perubahan arsitektur sendi, dan memberikan dampak
terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan
arsitektur sendi dan stres inflamasi memberikan pengaruh pada
permukaan artikular menjadikan kondisi gangguan yang progresif
(Helmi, 2012).
Osteoartritis pernah dianggap sebagai kelainan degeneratif primer
dan kejadian natural akibat proses ”wear and tear” pada sendi sebagai
hasil dari proses penuaan. Tetapi, temuan-temuan yang lebih baru dalam
bidang biokimia dan biomekanik telah menyanggah teoari ini. Osteoartritis
adalah sebuah proses penyakit aktif pada sendi yang dapat mengalami
perubahan oleh manipulasi mekanik dan biokimia. Terdapat efek penuaan
pada komponen sistem muskuloskeletal seperti kartilago artikular, tulang,
dan jaringan yang memungkinkan meningkatnya kejadian beberapa
penyakit seperti OA (Price dan Wilson, 2013). Untuk melindungi tulang
dari gesekan, di dalam tubuh ada tulang rawan. Namun karena berbagai
faktor risiko yang ada, maka terjadi erosi pada tulang rawan dan
berkurangnya cairan pada sendi.
Tulang rawan sendiri berfungsi untuk menjamin gerakan yang
hampir tanpa gesekan di dalam sendi berkat adanya cairan sinovium dan
sebagai penerima beban, serta meredam getar antar tulang (Robbins,
2014). Tulang rawan yang normal bersifat avaskuler, alimfatik, dan
aneural sehingga memungkinkan menebarkan beban keseluruh permukaan
sendi. Tulang rawan matriks terdiri dari air dan gel (ground substansi),
yang biasanya memberikan proteoglikan, dan kolagen (Hassanali, 2011).
1.1.6 Pathway

1.1.7 Faktor Resiko


1. Perbedaan ras
Perbedaan ras menunjukkan distribusi sendi OA yang terkena,
misalnya rata-rata wanita dengan Ras Afrika-Amerika terkena OA lutut
lebih tinggi daripada wanita ber ras Kaukasia. Ras Afrika hitam, China,
dan Asia-Hindia menunjukkan prevalensi OA panggul dari pada ras
Eropa-Kaukasia.
2. Usia
Gejala dan tanda pada radiologi OA lutut sangat banyak
dideteksi sebelum usia 40 tahun. Bertambahnya usia, insiden OA juga
semakin meningkat. Insiden meningkat tajam pada usia sekitar 55
tahun.
3. Faktor genetik
Faktor genetik merupakann faktor penting. Anak perempuan
dengan ibu yang memiliki OA berisiko lebih tinggi dari pada anak laki
laki karena OA diwariskan diwariskan kepada anak perempuan secara
dominan sedangkan pada laki-laki diwariskan secara resesif. Selain itu
genetik menyumbang terjadinya OA pada tangan sebanyak 65%, OA
panggul sebanyak 50%, OA lutut sebanyak 45%, dan 70% OA pada
cervical dan spina lumbar.
4. Obesitas
Obesitas merupakan faktor penting terkait perkembangan OA
pada lutut tetapi hubungan ini lebih kuat pada wanita. Risiko terjadinya
OA dua kali lebih besar pada orang dengan berat badan berlebih dari
pada kelompok orang dengan berat badan normal. Selain itu dilihat dari
perubahan radiologis, obesitas merupakan prediktor ketidakmampuan
yang progresif. Tetapi hubungan ini tidak jelas pada OA panggul dan
OA tangan.
5. Riwayat bedah lutut atau trauma
Trauma pada sendi merupakan faktor risiko berkembangnya
penyakit OA. Hal ini dikarenakan kemungkinan adanya kerusakan pada
mayor ligamen, tulang pada sekitar sendi tersebut. Trauma merupakan
faktor risiko pada OA lutut karena kerusakannya bisa menyebabkan
perubahan pada meniskus, atau ketidakseimbangan pada anterior
ligamen krusial dan ligamen kolateral.
6. Aktivitas berat yang berlangsung lama
Penggunaan sendi dalam aktivitas berat yang berlangsung lama
menjadi faktor risiko berkembangnya penyakit OA. Pekerjaan seperti
kuli angkut barang, memanjat menyebabkan peningkatan OA lutut, hal
ini biasanya terjadi pada laki-laki. Selain itu kebiasaan yang
membungkuk terlalu lama seperti petani, atau tukang cuci
meningkatkan risiko terjadinya OA panggul. Altet olahraga wanita
ataupun lelaki menunjukkan faktor risiko besar terjadinya OA lutut dan
panggul.
(Sambrook et. al, 2010).

1.1.8 Manifestasi Klinis


1. Nyeri sendi, keluhan utama dan cenderung memiliki onset yang
perlahan.
2. Hambatan gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin berat dengan
pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
3. Nyeri bertambah dengan aktifitas, membaik dengan istirahat , terasa
paling nyeri pada akhir , dan seiring dengan memburuknya penyakit,
menjadi semakin parah, sampai pada tahap dimana pergerakan
minimal saja sudah menimbulkan rasa nyeri dan biasa menganggu
tidur.
4. Kekakuan paling ringan pada pagi hari namun terjadi berulang-ulang
sepanjang hari dengan periode istirahat.
5. Krepitasi, rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi
yang sakit.
6. Pembesaran sendi (deformitas).
7. Perubahan gaya berjalan.
8. Tanda-tanda peradangan pada sendi (nyeri tekan , gangguan gerak,
rasa hangat yang merata dan warna kemerahan).
(Nurarif dkk, 2015)
1.1.9 Klasifikasi
Menurut Kellgren dan Lawrence (dalam Petersson, et. al, 2014)
dalam pemeriksaan radiologis diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Grade 0 : Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA pada
radiologis.
2. Grade 1 : Ragu-ragu, tanpa osteofit.
3. Grade 2 : Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar
sendi.
4. Grade 3 : Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendi yang
cukup besar.
5. Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar sendi
yang lebar dengan sklerosis pada tulang subkondral.
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi OA primer
dan OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik adalah OA yang
kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit
sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah
OA yang didasari oleh adanya perubahan degeneratif yang terjadi pada
sendi yang sudah mengalami deformitas, atau degenerasi sendi yang
terjadi dalam konteks metabolik tertentu (Robbins, 2014).
Namun ada pula yang membagi klasifikasi osteoarthritis
berdasarkan primer dan sekunder. Pembagian osteoarthritis berdasarkan
patogenesisnya dibagi menjadi osteoarthritis primer yang disebut juga
osteoarthritis idiopatik adalah osteoarthritis yang kausanya tidak diketahui
dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi. Sedangkan osteoarthritis sekunder adalah
osteoarthritis yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi,
metabolik, pertumbuhan dan imobilisasi yang lama. osteoarthritis primer
lebih sering ditemukan dari pada osteoarthritis sekunder (Arissa, 2012).

1.1.10 Pemeriksaan Penunjang


Untuk menentukan diagnostik OA selain melalui pemeriksaan fisik
juga diperlukan pemeriksaan penunjang seperti radiologis dan
pemeriksaan laboratorium. Foto polos dapat digunakan untuk membantu
penegakan diagnosis OA walaupun sensivitasnya rendah terutama pada
OA tahap awal. USG juga menjadi pilihan untuk menegakkan diagnosis
OA karena selain murah, mudah diakses serta lebih aman dibanding sinar-
X, CT-scan atau MRI (Amoako dan Pujalte, 2014).
1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Terdapat asimetrisitas, pembesaran sendi yang mengalami
peradangan, dilihat ada tidaknya kemerahan di area sendi tersebut.
Adanya nodus Herbeden.
b. Palpasi
Didapatkan nyeri tekan dan dirasakan panas. Ditemukan juga
adanya krepitasi, dimana terdengar suara gemeretak “kretek-
kretek” seperti suara krupuk yang diremukkan.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Rontgen/X-Ray menunjukkan:
 Penyempitan rongga atau bagian tepi sendi.
 Endapan tulang mirip kista dala rongga serta tepi sendi.
 Sklerosis rongga subkondrium.
 Deformitas tulang akibat degenerasi atau kerusakan sendi.
 Pertumbuhan tulang di daerah yang menyangga beban tubuh.
 Fusi atau penyatuan sendi.
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging).
c. Artroskopi memperlihatkan bone spurs dan penyempitan rongga
sendi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal, kecuali jika ada
peradangan.
b. Pemeriksaan darah: adanya peningkatan LED akibat sinovitis yang
luas.
(Paramitha, 2011; Kowalak, Welsh&Mayer, 2012)
1.1.11 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OA bertujuan untuk mencegah atau menahan
kerusakan lebih lanjut pada sendi yang terkena/disabilitas, mengatasi nyeri
dan kekakuan sendi dan mempertahankan mobilitas. Penanganan dapat
meliputi:
1. Nonfarmakologi
a. Klien dianjurkan untuk menjaga BB yang ideal untuk mengurangi
tekanan atau beban pada sendi dengan olahraga yang teratur, diet.
b. Klien perlu menjaga keseimbangan antara istirahat, bekerja dan
berolahraga.
c. Klien dapat menggunakan alat bantu berupa kruk, korset, tongkat
penipang, walker ataupun traksi untuk menstabilkan sendi dan
mengurangi tekanan pada sendi.
d. Klien dapat meminum obat tradisional yang di racik sendiri dengan
bahan yang terdiri dari rimpang temulawak (15 g), herba meniran
(7 g), rimpang kunyit (15 g), biji adas (3 g), daun kumis kucing (5
g) dan herba rumput bolong (5 g) kemudian semua bahan dicuci
bersih dan direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc,
disaring, tambahkan madu secukupnya, lalu diminum 2 kali sehari
(Saryanto dkk, 2012).
e. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis,
yang meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan
yang tepat. Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak
sendi dan memperkuat otot yang biasanya atrofi pada sekitar sendi
osteoartritis. Latihan isometrik lebih baik daripada isotonik karena
mengurangi tegangan pada sendi. Atrofi rawan sendi dan tulang
yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena
berkurangnya beban ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh
karena otot-otot periartikular memegang peran penting terhadap
perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-otot
tersebut adalah penting.
f. Terapi panas atau dingin
Terapi panas digunakan untuk mengurangi rasa sakit, membuat
otot-otot sekitar sendi menjadi rileks dan melancarkan peredaran
darah. Terapi panas dapat diperoleh dari kompres dengan air
hangat / panas, sinar IR (infra merah) dan alat-alat terapi lainnya.
Terapi dingin digunakan untuk mengurangi bengkak pada sendi
dan mengurangi rasa sakit. Terapi dingin biasanya dipakai saat
kondisi masih akut. Dapat diperoleh dengan kompres dengan air
dingin.
g. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena
sifat penyakitnya yang menahun dan ketidakmampuan yang
ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin menyembunyikan
ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut
memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan
untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
(Kowalak, Welsh&Mayer, 2012; Price&Wilson, 2013; Paramitha,
2011)
2. Medikamentosa
Berikut nama-nama obat yang umumnya diberikan pada pasien
dengan OA:
a. Acetaminophen/Ibuprofen/Aspirin
Merupakan obat pertama yang direkomendasikan oleh dokter
karena relatif aman dan efektif untuk mengurangi rasa sakit.
Aspirin dan Ibuprofen dapat membantu dalam mengontrol
sinovitis.
b. NSAIDs (nonsteroidal anti inflammatory drugs)
Dapat mengatasi rasa sakit dan peradangan pada sendi. Pada orang
tua biasanya menimbulkan efek samping, misalnya gangguan pada
lambung.
c. Suplemen sendi/cairan sendi artifisial
Suplemen sendi seperti Glukosamin dan Chondroitin, masing
masing memiliki fungsi yaitu:
 Glukosamine adalah bahan pembentukan proteoglycan, bekerja
dengan merangsang pertumbuhan tulang rawan, serta
menghambat perusakan tulang rawan.
 Chondroitin Sulfat berguna untuk merangsang pertumbuhan
tulang rawan dan menghambat perusakan tulang rawan. Cairan
sendi ini dapat juga membantu meredakan nyeri dan diberikan
sementara dengan jangka waktu 6 bulan.
(Kowalak, Welsh&Mayer, 2012; Price&Wilson, 2013; Paramitha,
2011)
3. Pembedahan
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan osteoartritis
dengan kerusakan sendi yang nyata/klien yang mengalami disabilitas
yang berat, dengan nyeri yang menetap/tidak terkontrol. Tindakan
yang dapat dilakukan antara lain:
a. Osteotomi
Yaitu tindakan pengubahan alignment/kesejajaran tulang untuk
mengurangi tekanan dengan melakukan eksisi baji pada tulang atau
memotong tulang tersebut.
b. Artroskopi debridement
Merupakan suatu prosedur tindakan untuk diagnosis dan terapi
pada kelainan sendi dengan menggunakan kamera, dengan alat ini
dokter melakukan pembersihan dan pencucian sendi, selain itu
dokter dapat melihat kelainan pada sendi yang lain dan langsung
dapat memperbaikinya.
c. Artroplasti
Yaitu penggantian partial atau total bagian sendi yang rusak
dengan protesis.
d. Artrodesis
Yaitu operasi penyatuan tulang terutama tulang-tulang vertebra
(laminatokmi).
e. Osteoplasti
Yaitu pengerokan dan pencucian tulang yang rusak dari dalam
sendi.
(Kowalak, Welsh&Mayer, 2012; Price&Wilson, 2013; Paramitha,
2011)

1.1.12 Komplikasi
Menurut Suriani (2013) komplikasi yang di timbulkan oleh
osteoarthitis knee antra lain :
1. Gangguan pada waktu berjalan karena adanya pembengkakan akibat
peradangan.
2. Terjadi kekakuan pada sendi lutut karena peradangan yang
berlangsung lama sehingga struktur sendi akan mengalami
pelengketan.
3. Terjadi atrofi otot karena adanya nyeri.
4. Menurunya fungsi otot akan mengurangi stabilitas sendi teritama sendi
penumpu berat badan, sehingga dapat meperburuk keadaan penyakit
dan menimbulkan deformitas.

1.1.13 Pencegahan
Menurut (Kowalak, Welsh&Mayer, 2012) OA dapat dicegah
dengan beberapa hal berikut:
1. Menjaga berat badan.
2. Olahraga yang tidak banyak menggunakan persendian.
3. Aktifitas olahraga sesuai kebutuhan.
4. Jaga keseimbangan antara olahraga, bekerja dan istirahat.
5. Menghindari perlukaan pada persendian.
6. Minum suplemen sendi.
7. Mengkonsumsi makanan sehat.
8. Memilih alas kaki yang tepat dan nyaman.
9. Lakukan relaksasi dengan berbagai teknik.
10. Hindari gerakan yang meregangkan sendi jari tangan.
11. Jika ada deformitas pada lutut, misalnya kaki berbentuk O, jangan
dibiarkan. Hal tersebut akan menyebabkan tekanan yang tidak merata
pada semua permukaan tulang.

1.2 Konsep Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
1. Data Demografi
Mengkaji identitas seperti nama,jenis kelamin (laki-laki /
perempuan ) serta usia yang akan dijadikan asuhan keperawatan, tempat
tgl lahir, pendidikan terakhir, agama, status perkawinan, alamat, orang
yang terdekat dihubungi, hubungan orang tersebut dengan klien dan
alamat keluarga tersebut.
2. Riwayat keluarga
Dikaji gangguan, kemungkinan terdapat penyakit menular
seperti Hepatitis,HIV AIDS dan menurun seprti PJK,DM,HT dll.
3. Riwayat pekerjaan
Perlu dikaji riwayat pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya,
jarak tempuh, alat transportasi, social ekonomi karena mempuyai
pengaruh dengan kesehatan.
4. Riwayat lingkungan hidup
Dikaji tipe tempat tinggal, jumlah kamar, kondisi tempat tinggal,
jumlah orang yang tinggal dirumah, derajat privasi, tetangga dekat,
alamat/telfon.
5. Riwayat rekreasi
Dikaji aktivitas rekreasi keluarga, hobby/minta, keanggotaan
organisasi, dan liburan perjalanan.
6. Sumber atau Sistem Pendukung yang Digunakan
Keluarga untuk mengatasi masalah kesehatannya berkunjung ke
dokter mana, rumah sakit mana, pelayanan kesehatan di rumahnya
bagaimana dan lain lain.
7. Kebiasaan Ritual
Dikaji tentang kegiatan keagamaan setiap harinya. Seperti
pengajian di lingkungan sekitar atau di masjid.
8. Status kesehatan
Dikaji status kesehatan umum selama setahun yang lalu, status
kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu, keluhan-keluhan kesehatan
utama,pengetahuan tentang penatalaksanaan masalah kesehatan, obat
obatan yang sering dikonsumsi, berapa banyak mengkonsumsi untuk
setiap harinya, bagaimana dan kapan menggunakannya, kaji status
imunisasi, nutrisi dan riwayat pengobatan.
9. Pemeriksaan Fisik
Dikaji dengan cara menggunakan IPPA dari ujung kepala
sampai ujung kaki.
Pemeriksaan Tanda Tanda Vital
1. Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50c)
2. Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)
3. Nadi
a. Frekuensi = Normal: 60-100x/menit ; Takikardia: >100 ;
Bradikardia: <6 span="">
b. Keteraturan= Normal: teratur
c. Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan; 1+: Denyutan kurang teraba;
2+: Denyutan mudah teraba, tak mudah lenyap; 3+: Denyutan
kuat dan mudah teraba
4. Pernafasan
a. Frekuensi: Normal= 15-20x /menit; >20: Takipnea; <15:
Bradipnea
b. Keteraturan= Normal : teratur
c. Kedalaman: dalam/dangkal
d. Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada setelah
diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di
dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.
Pemeriksaan Fisik Head to Toe
1. Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher
a. Pemeriksaan kepala
Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya
lesi atau tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala, warna,
rambut, jumlah dan distribusi rambut.
Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan
tanda-tanda kekurangan gizi(rambut jagung dan kering).
Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur
rambut.
Normal: tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat
dan kuat/tidak rapuh.
b. Pemeriksaan wajah
Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.
Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain,  tidak
pucat/ikterik, simetris.
Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang.
Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema.
c. Pemeriksaan mata
Inspeksi:  bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak
mata, kesimestrisan, bola mata, warna konjunctiva dan sclera
(anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa kontak, dan
respon terhadap cahaya.
Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna
konjungtiva pink, dan sclera berwarna putih.

d. Pemeriksaan telinga
Inspeksi  : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas,
posisi telinga, warna, liang telinga (cerumen/tanda-tanda
infeksi), alat bantu dengar.
Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus,
warna sama dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi,
dan alat bantu dengar.
Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan  tragus.
Normal: tidak ada nyeri tekan.
e. Pemeriksan hidung dan sinus
Inspeksi  : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna,
kesimetrisan), rongga, hidung ( lesi, sekret, sumbatan,
pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2 infeksi).
Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain,
tidak ada lesi, tidak ada sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda
infeksi.
Palpasi  dan Perkusi frontalis dan, maksilaris  (bengkak, nyeri,
dan septum deviasi).
Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan.
f. Pemeriksaan mulut dan bibir
Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan
bibir, tekstur , lesi, dan stomatitis.
Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada
lesi dan stomatitis.
Inspeksi dan palpasi strukur dalam  : gigi
lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan/ radang gusi,
kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit2.
Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang
atau kerusakan gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi,
lidah simetris, warna pink, langit2 utuh dan tidak ada tanda
infeksi.

g. Pemeriksaan leher
Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.
Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik,
bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjer gondok.
Inspeksi dan auskultasi arteri karotis: lokasi pulsas.
Normal: arteri karotis terdengar.
Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid: (nodus/difus,
pembesaran,batas, konsistensi, nyeri, gerakan/perlengketan pada
kulit), kelenjer limfe (letak, konsistensi, nyeri, pembesaran),
kelenjer parotis (letak, terlihat/ teraba).
Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri,
tidak ada  pembesaran kel.limfe, tidak ada nyeri.
Auskultasi : bising pembuluh darah.
2. Pemeriksaan dada (dada dan punggung)
a. System pernafasan
Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur  dada, gerakan nafas
(frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya 
pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna kulit,
lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-
tanda distress pernapasan, warna kulit sama dengan warna
kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada
pembengkakan/penonjolan/edema.
Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri,
tractile fremitus (perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan
pasien untuk mengucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “enam-
enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan
pada punggung pasien).
Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri
tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris, taktil
vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan
satu sisi dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola
berjenjang sisi ke sisi).
Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih
daripada bagian udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian
udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng deng
deng”), batas jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.
Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan
dengan menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1
dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea).
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial,
tracheal.
b. System kardiovaskuler
Inspeksi : muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri
karotis.
Palpasi: denyutan.
Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah
samping ke tengah dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi
redup).
Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri
dari garis mid sterna, pada RIC 4,5,dan 8.
Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian
diafragma dan bell dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi
jantung.
Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung
II/S2 (dub), tidak ada bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).
3. Payudara dan aksila
Inspeksi payudara: Integritas kulit.
Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan
penyebaran vena.
Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe,
konsistensi.
4. Pemeriksaan Abdomen (Perut)
Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar,
ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus,  dan
gerakan dinding perut.
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik
tidak terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan
umbilicus.
Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran
(bagian diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan
friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell).
Normal:  suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar
denyutan arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.
Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak
searah jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman
kualitas bunyinya.
Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan
apabila banyak cairan = hipertimpan.
Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan):
massa, karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi,
dan nyeri.dengan cara perawat menghangatkan tangan terlebih
dahulu.
Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada
massa dan penumpukan caira.
5. Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)
Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan,
Integritas ROM, kekuatan dan tonus otot.
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan
otot penuh.
Palpasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis .
Normal: teraba jelas.
Tes reflex :tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.
Normal: reflek bisep dan trisep positif.
6. Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki
dan telapak kaki)
Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan,
integritas kulit, posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus otot.
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan
otot penuh.
Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan.
Normal: teraba jelas.
Tes reflex :tendon patella dan archilles.
Normal: reflex patella dan archiles positif.
7. Pemeriksaan kulit dan kuku
a. Pemeriksaan kulit
Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat,
sianosis, dan ikterik.
Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan,
turgor kulit, dan   edema.
Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.
b. Pemeriksaan kuku
Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku
Normal: bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh
(clubbing finger), tidak ikterik/sianosis.
Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile (pengisian kapiler).
Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.
8. Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum)
a. Wanita:
Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit,
contour simetris, edema, pengeluaran.
Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris
tidak ada edema dan tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus
/bau).
Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa,
pengeluaran.
Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi
dan,  massa.
Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema,
haemoroid, fistula ani pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema /  hemoroid/
polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.
b. Pria:
Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan
pengeluaran.
Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau
pembengkakan, tidak ada pengeluaran pus atau darah.
Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan
bentuk, turunan testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan.
Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema,
hemoroid, fistula ani, pengeluaran dan perdarahan.
Normal:  tidak ada nyeri , tidak terdapat edema /  hemoroid/
polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.
10. Pengkajian Status Fungsional, kognitif,afektif dan sosial
a. Pengkajian Status fungsional
INDEKS KATZ
Skore Kriteria

A Kemandirian dalam hal makan, berpindah, ke kamarkecil,


berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
keuali satu dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi
tambahan
F Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, berpindah dan
satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut
Lain-lain Tergantung pada sedikitnya dua fingsi, tetapi tidak dapat
diklasifikasikan sebagai C,D,E, dan F
b. Pengkajian Status Kognitif dan Afektif
SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionnaire)
Skore

+ - No. Pertanyaan Jawaban

1.Tanggal berapa hati ini ?


2.Hari apa sekarang ini ?
3.Apa nama tempat ini ?
4.Berapa nomor telepon anda ?
Dimana alamat anda ?
(Tanyakan bila tidak memiliki
telpon)
5. Berapa umur anda ?
6. Kapan anda lahir ?
7. Siapa Presiden Indonesia
sekarang ?
8. Siapa Presiden sebelumnya ?
9. Siapa nama kecil ibu Anda ?
10. Kurangi 3 dari 20dan tetap
pengurangan 3 dari setiap angka
baru, semua secara menurun?
Jumlah Kesalahan Total
Keterangan :
1. Kesalahan 0-2 fungsi intelektual utuh
2. Kesalahan 3-4 kerusakan intelektual Ringan
3. Kesalahan 5-7 kerusakan intelektual Sedang
4. Kesalahan 8-10 Kerusakan intelektual Berat

Keterangan dilihat dari pendidikan :


a) Bisa dimaklumi bisa lebih dari satu kesalahan bila subyek hanya
berpendidikan sekolah dasar
b) Bisa dimaklumi bila kurang dari satu kesalhan bila subjek
mempunyai pendidikan di atas sekolah menengah atas
c) Bisa dimaklumi bila lebih dari satu kesalhan untuk subyek kulit
hitam dengan menggunakan kriteria pendidikan yang sama.

MMSE (Mini Mental State Examination)


Nilai kemungkinan paling tinggi adalah 30, nilai 21 atau
kurang menunjukkan adanya kerusakan kognitif yang memerlukan
penyelidikan lanjut.
Nilai Pasien Pertanyaan
Maksimum

Orientasi

5 (Tahun), (Musim), (Tgl), (Hari),


(Bulan) apa sekarang ?
5 Dimana kita : (Negara bagian),
(Wilayah), (Kota), jika di RS (lantai
berapa) ?
Registrasi

3 Nama 3 obyek (1 detik untuk


mengatakan masing-masing) tanykan
klien ke 3 obyek setelah anda telah
mengatakan. Beri 1 point untuk tiap
jawaban yang benar, kemudian ulangi
sampai ia mempelajari ke 3 nya
jumlahkan percobaan&catat.
Percobaan :
1. Gelas
2. Sendok
3. Piring
Perhatian dan Kalkulasi

5 Seri 7’s (1 point tiap benar, berhenti


setelah 5 jawaban, berganti eja kata ke
belakang) (7 kata dipilih eja dari
belakang)
Mengingat

3 Minta untuk mengulangi ke 3 obyek


diatas, beri 1 point untuk tiap
kebenaran
Bahasa

9 Nama pensil & melihat (2 point)


Mengulang hal berikut taka da jika
(dan atau tetapi) 1 point
30 Nilai Total
 Ikuti perintah 3-langkah: “ambil kertas di tangan kanan anda, lipat
dua, dan taruh di lantai” (3 point)
 Baca dan turuti hal berikut: “ tutup mata Anda” (1 point)
 Tulis satu kalimat (1 point)
 Menyalin gambar (1 point)

DEPRESI BECK
Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejala dan sikap
yang berhubungan dengan depresi.
Inventaris Depresi Beck
Skor Uraian
e
A. Kesedihan
3 Saya sangat sedih atau tidak bahagia di mengahadapinya mana
saya tak dapat
2 Saya galau atau sedih sepanjang waktu dan darinya saya tidak
dapat keluar
1 Saya merasa sedih atau galau
0 Saya tidak merasa
B. Pesimisme
3 Saya merasa bahwa masa depan saya adalah sia-sia dan sesuatu
dapat membaik tidak
2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang ke
depan
1 Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan
0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan
C. Rasa Kegagalan
3 Saya merasa saya benar-benar gagal sebagai seseorang (orang
tua, suami, istri)
2 Seperti melihat ke belakang hidup saya, semua yang dapat saya
lihat hanya kegagalan
1 Saya merasa saya telah gagal melebihi orang tua pada umunya
0 Saya tidak merasa gagal
D. Ketidakpuasan
3 Saya tidak puas dengan segalanya
2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 Saya tidak merasa tidak puas
E. Rasa Bersalah
3 Saya merasa seolah-olah saya sangat buruk atau tak berharga
2 Saya merasa sangat bersalah
1 Saya merasa buruk atau tak terduga sebagai bagian dari waktu
yang baik
0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah
F. Tidak Menyukai Diri Sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri
G. Membahayakan Diri Sendiri
3 Saya akan mebunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai
kesempatan
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai
membahayakan diri sendiri
H. Menarik Diri dari Sosial
3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan
tidak perduli pada mereka semuanya
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan
mempunyai sedikit perasaan pada mereka
1 Saya kurang berminat pada orang lain daripada sebelumnya
0 Saya tidak berminat pada orang lain daripada sebelumnya
I. Keragu-raguan
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
1 Saya berusaha mengambil keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik
J. Perubahan Gambaran Diri
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan
2 Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang permanen
dalam penampilan saya dan ini membuat saya tak menarik
1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak menarik
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk daripada
sebelumnya
K. Kesulitan Kerja
3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk
melakukan sesuatu
1 Ini memrlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan
sesuatu
0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya
L. Keletihan
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya lelah lebih dari yang biasanya
0 Saya tidak lebih lelah dari biasanya
M. Anoreksia
3 Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali
2 Nafsu makan saya sangat memburuk sekarang
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya
Penilaian :
 0-4 : Depresi tidak ada atau minimal
 5-7 : Depresi berat
 8-15 : Depresi sedang
 16 : Depresi ringan
c. Pengkajian Status Sosial
Status sosial lansia dapat diukur dengan menggunakan APGAR
keluarga. Penilaian : jika pertanyaan-pertanyaan yang dijawab selalu
(poin 2), kadang-kadang (poin 1), hamper tidak pernah (poin 0).
APGAR keluarga.
No Fungsi Uraian Skore

1. Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat kembali


pada keluarga (teman-teman) saya untuk
membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2. Hubungan Saya puas dengan cara keluarga (teman
teman) saya membicarakan sesuatu
dengan saya dan mengungkapkan
masalah dengan saya
3. Pertumbuhan Saya puas dengan cara keluarga (teman
teman) saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan aktivitas
atau arah baru
4. Afeksi Saya puas dengan cara keluarga (teman
teman) saya mengekspresikan afek dan
berespons terhadap emosi-emosi saya,
seperti marah, sedih, atau mencintai
5. Pemecahan Saya puas dengan cara teman-teman saya
dan saya menyediakan waktu bersama
sama

1.2.2 Analisa Data


1. Data subjektif
Data subjektif adalah deskripsi verbal pasien mengenai masalah
kesehatannya. Data subjektif diperoleh dari riwayat keperawatan
termasuk persepsi pasien, perasaan dan ide tentang status kesehatannya.
Sumber data lain dapat diperoleh dari keluarga, konsultan dan tenaga
kesehatan lainnya.
2. Data objektif
Data objektif adalah hasil observasi atau pengukuran dari status
kesehatan pasien.

1.2.3 Diagnosis Keperawatan


Diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan masalah yang
ditemukan. Diagnosis keperawatan pada lansia dapat bersifat actual,
potensial, maupun resiko. Diagnosis keperawatan lansia dapat berupa
diagnosis keperawatan individu, diagnosis keperawtan keluarga dengan
lansia, atau diagnosis keperawatan pada kelompok lansia. Berikut contoh
diagnosis yang sering muncul pada lansia :
1. Diagnosis keperawatan pada lansia secara individu
a. Resiko kesepian berhubungan dengan deprivasi afek, deprivasi
kateksis, isolasi fisik.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular.
2. Diagnosis keperawatan pada keluarga dengan lansia
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuha tubuh pada keluarga
Tn.X berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat
lansia dengan dyspepsia.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada lansia Ny.G berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga dalam mengambil keputusan
perawatan lansia dengan tuberculosis paru.
3. Diagnosis keperawatan pada kelompok lansia
a. Hambatan mobilitas fisik pada kelompok lansia di panti R
berhubungan dengan gangguan neuromuscular ditandai dengan 70%
lansia mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri,
80% lansia menggunakan kursi roda, 40% lansia menderita stroke.
b. Risiko injuri/jatuh pada keompok lansia dipanti Z berhubungan
dengan penurunan penglihatan ditandai dengan 85% lansia
mengatakan tidak dapat melihat dengan jelas, 70% lansia menderita
katarak, 25% lansia pernah terjatuh karena tidak jelas melihat jalan.

1.2.4 Intervensi
Rencana keperawatan dimulai dengan prioritas diagnosis yang telah
ditentukan kemudian dilanjutkan dengan penentuan tujuan dan sasaran agar
kebutuhan klien terpenuhi. Rencana keperawtaan disusun untuk
keberlangsungan pelayanan dalam waktu yang tidak terbatas, sesuai dengan
respon serta kebutuhan klien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
menyusun rencana keperawatan menurut Maryam,et al. (2010) yaitu :
1. Sesuaikan dengan tujuan yang spesifik dimana diarahkan pada
pemenuhan kebutuhan dasar.
2. Libatkan klien dan keluarga dalam perencanaan.
3. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain yang terkait.
4. Tentukan prioritas.
5. Sediakan cukup waktu untuk klien.
6. Dokumentasikan rencana keperawatan yang telah dibuat.

1.2.5 Implementasi
Implementasi merupakan pengelolaan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun. Tujuan tindakan keperawatan pada lansia
adalah agar lansia dapat berfungsi seoptimal mungkin sesuai dengan
kemampuan dan kondisi fisik, psikologis, serta sosial dengan
meminimalkan ketergantungan pada orang lain. Melalui tindakan
keperawatan tersebut diharapkan lansia dapat memnuhi kebutuhan dasarnya
antara lain nutrisi, keamanan dan keselamatan, kebersihan diri,
keseimbangan dan sitirahat, dan hubungan interpersonal melalui komunikasi
efektif.
Contoh tindakan keperawatan yang diberikan pada klien lansia adala
sebagai berikut :
1. Menumbuhkan dan membina hubungan saling percaya misalnya dengan
memanggil nama klien, memberikan sentuhan pada klien, menjadi
pendengar yang baik bagi klien, serta menunjukkan skap empati.
2. Memberikan perawatan tentang kebutuhan nutrisi ,isalnya dengan
memberikan porsi makan sedikit tapi sering, beri makan yang menarik
dan dalam keadaan hangat, sediakan makanan yang disukai klien,
sediakan makanan yang cukup cairan, banyak makan sayur dan buah.
3. Memberikan perawatan tentang kebutuhan eliminasi misalnya dengan
cara cegah inkotinensia dengan blader training serta observasi jumlah
urin pada waktu akan tidur.
4. Memberikan perawatan tentang kebutuhan personal hygiene misalnya
mandi menggunakan sabun yang mengandung lemak, hidari menggosok
terlalu keras saat mandi, memotong kuku tangan dan kaki, hindari
menggaruk dengan keras, membersihkan gigi dan mulut termasuk
perawatan gigi palsu, serta kebersihan rambut.
5. Memberikan perawatan muculoskeletal melalui latihan range of motion
(ROM) aktif maupun pasif sesuai kebutuhan, rubah posisi setiap 2 jam
mengajarkan senam lansia.
6. Memberikan perawatan psikososial misalnya dengan mendorong klien
untuk bersosialisasi, membantu menentukan dan mengikuti aktivitas,
terapi kelompok, serta berikan reinforcement positif.
7. Memelihara keselamatan misalnya dengan mengusahakan adanya
pembatas pada tempat tidur (bed site guard), posisikan tempat tidur lebih
rendah, lantai tidak licin, cukup penerangan serta membantu melakukan
aktivitas bila diperlukan.
8. Memberikan berbagi terapi misalnya untuk menurunkan tekanan darah
dengan relaksasi otot progresif, mengatasi insomnia dengan slow stroke
back massage, dan lain sebagainya.

1.2.6 Evaluasi
Tahap evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil tindakan
yang telah dilakukan dengan perencanaan sebelumnya sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan format
SOAP (evaluasi formatif) dan SOAPIER (evaluasi sumatif).

DAFTAR PUSTAKA

Amoako A. O., Pujalte G. G. A., 2014. Osteoarthritis in Young, Active, and


Athletic Individuals. Clinical Medicine Insights: Arthritis and
Musculoskeletal Disorders: 7 27–32
Arissa, Maria.I. 2012. Pola Distribusi Kasus Osteoarthritis Di RSU dr.Soeharso
Pontianak Periode 1 Januari 2008 - 31 Desember 2009. Skripsi. Pontianak:
Fakultas kedokteran. Universitas Tanjungpura (online) yang diakses
tanggal 8 Oktober 2015.
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.
Helmi, Z.N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:Salemba
Medika.
Kowalak, J., P., Welsh, W., & Mayer, B. 2012. Buku ajar patofisiologis
(professional guide to pathophysiology). Jakarta : EGC.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.
Paramita. 2011. Nursing, Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: PT
Indeks.
Petersson I. F., Boegard T., Saxne T., Silman A. J., Scensson B., 2014.
Radiographic osteoarthritis of the knee classified by the Ahlback and
Kellgren & Lawrence system for the tibiofemoral joint in people aged 35
54 years with chronic knee pain.Annals of the Rheumatic Diseases; 56:
493–496. Dipublikkan oleh group.bmj.com
Price, S.A., Wilson, L.M. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi VI. Jakarta: EGC.
Robbins SP, dan Judge. 2014. Perilaku Organisasi, Salemba Empat, Jakarta.
Sambrook P., Schrieber L., Taylor T., Ellis A., 2010. The musculoskeletal system
basic science and clinical condition. USA: Churchill Livingstone Elsevier
Saryanto dkk, 2012, Uji Praklinik Formula Jamu untuk Osteoarthritis, Balai
Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Tawangmangu
Sjamsuhidajat R & Wim de Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 3.Jakarta :
EGC.
Sudoyo A. W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., Setiati S., 2014. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam jilid 2. Edisi 5. Jakatra: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Sumual, A.S., Danes, V.R., Lintang, F. 2013. Pengaruh Berat Badan Terhadap
Gaya Gesekan dab Timbulnya Osteoarthrits pada Orang Diatas 45 Tahun
di RSUP PROF. DR. R. D. Kandou Manado. Manado. Universitas Sam
Ratulangi
Suriani, S & Lesmana, S.I. 2013. Latihan Theraband lebih baik menurunkan nyeri
darioada latihan Quadriceps bench pada osteoarthritis genu. Vol. 13.
Nomor 1. April 2013.

Anda mungkin juga menyukai