TINJAUAN TEORI
1.1.2 Etiologi
Berdasarkan penyebab, OA dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Osteoartritis Primer (Idiopatik)
a. Penuaan/umur
Proses penuaan ada hubungan dengan perubahan-perubahan dalam
fungsi kondrosit, menimbulkan perubahan pada komposisi rawan
sendi yang mengarah pada perkembangan OA.
b. Faktor metabolik/faktor endokrin
Misalnya pada klien dengan gangguan endokrin seperti
hiperparatiroid. Hubungan antara estrogen dan pembentukan tulang
dan prevalensi OA pada wanita menunjukkan bahwa hormon punya
peranan penting dalam progesivitas OA.
c. Genetik/keturunan
Terjadi karena penurunan sintesi kolagen. Bisa juga karena adanya
kelainan genetik dan perkembangan seperti dysplasia epifisial,
dysplasia acetabuler, penyakit Legg-Calve-Perthes, dislokasi sendi
panggul bawaan dan slipped epiphysis.
Wanita pasca menopause dalam keluarga yang sama ternyata
memiliki tipe OA pada tangan yang ditandai dengan rimbulnya
nodus pada sendi interfalang distal dan sendi interfalang proksimal
tangan (Nodus Herbeden).
d. Faktor mekanis
Terjadi karena penekanan yang berulang pada sendi. faktor ini
menyebabkan erosi kartilago sendi sehingga tulang yang ada
dibawahnya tidak terlindungi.
e. Faktor kimiawi
Terjadi karena stimulasi obat-obatan yang mengstimulasi enzim
yang mencerna kolagen dalam membran sinovial seperti preparat
steroid.
(Paramitha, 2011; Price&Wilson, 2013; Kowalak, Welsh&mayer,
2012)
2. Osteoartritis Sekunder
a. Trauma (penyebab paling sering)
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma
yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan
biomekanik sendi tersebut, terutama terjadi akibat fraktur, post
menisektomi, tungkai bawah yang tidak sama panjang,
hipermobilitas dan instabilitas sendi, tidak sejajar dan serasinya
permukaan sendi.
b. Deformitas kongenital
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka
rawan sendi akan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/seimbang
sehingga mempercepat proses degenerasi.
c. Obesitas/kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang
berat badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh
osteoartritis mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan dapat
menambah kegemukan.
(Paramitha, 2011; Price&Wilson, 2013; Kowalak, Welsh&mayer,
2012)
3. Penyebab Lain
a. Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematoid; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan
reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan
sendi oleh membran sinovial dan sel-sel radang.
b. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat
dapat mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam
hemogentisis, kristal monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.
1.1.3 Patogenesis
OA terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling tulang,
dan inflamasi. Terdapat 4 fase penting dalam proses pembentukan
osteoartritis yaitu fase inisiasi, fase inflamasi, nyeri, fase degradasi.
1. Fase inisiasi
Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi, rawan sendi
berupaya melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit mengalami
replikasi dan memproduksi matriks baru. Fase ini dipengaruhi oleh
faktor pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel
dan membantu komunikasi antar sel, faktor tersebut seperti Insulin-like
growth factor (IGF-1), growth hormon, transforming growth factor b
(TGF-b) dan coloni stimulating factors (CSFs). Faktor-faktor ini
menginduksi khondrosit untuk mensintesis asam deoksiribo nukleat
(DNA) dan protein seperti kolagen dan proteoglikan. IGF-1 memegang
peran penting dalam perbaikan rawan sendi.
2. Fase inflamasi
Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1
sehingga meningkatnya pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang
mempengaruhi sendi. IL-1(Inter Leukin-1) dan tumor nekrosis faktor-α
(TNF-α) mengaktifasi enzim degradasi seperti collagenase dan
gelatinase untuk membuat produk inflamasi pada osteoartritis. Produk
inflamasi memiliki dampak negatif pada jaringan sendi, khususnya
pada kartilago sendi, dan menghasilkan kerusakan pada sendi.
3. Fase nyeri
Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik
dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan
penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah
subkondral sehingga menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis
jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya mediator kimia seperti
prostaglandin dan interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri.
Rasa nyeri juga berupa akibat lepasnya mediator kimia seperti kinin
yang dapat menyebabkan peregangan tendo, ligamen serta spasme
otot-otot. Nyeri juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan
periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta
kenaikan tekanan vena intramedular akibat stasis vena pada pada
proses remodelling trabekula dan subkondrial.
4. Fase degradasi
IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran
makrofag didalam cairan sendi juga bermanfaat, yaitu apabila terjadi
jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan
memproduksi sitokin aktifator plasminogen (PA). Sitokin ini akan
merangsang khondrosit untuk memproduksi CSFs. Sitokin ini juga
mempercepat resorpsi matriks rawan sendi. Faktor pertumbuhan dan
sitokin membawa pengaruh yang berlawanan selama perkembangan
OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks
rawan sendi sedangkan faktor pertumbuhan merangsang sintesis.
(Sudoyo et. al, 2014).
1.1.4 Fisiologi
Muskuloskeletal terdiri atas :
Muskuler/Otot : Otot, tendon,dan ligamen
Skeletal/Rangka : Tulang dan sendi
1. Muskuler/Otot
a. Otot
Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk
berkontraksi. Terdapat lebih dari 600 buah otot pada tubuh manusia.
Sebagian besar otot-otot tersebut dilekatkan pada tulang-tulang
kerangka tubuh oleh tendon, dan sebagian kecil ada yang melekat di
bawah permukaan kulit.
1) Fungsi sistem muskuler/otot:
a) Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat
otot tersebut melekat dan bergerak dalam bagian organ
internal tubuh.
b) Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot
menopang rangka dan mempertahankan tubuh saat berada
dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi.
c) Produksi panas. Kontraksi otot-otot secara metabolis
menghasilkan panas untuk mepertahankan suhu tubuh
normal.
2) Ciri-ciri sistem muskuler/otot:
a) Kontrakstilitas. Serabut otot berkontraksi dan menegang,
yang dapat atau tidak melibatkan pemendekan otot.
b) Eksitabilitas. Serabut otot akan merespons dengan kuat jika
distimulasi oleh impuls saraf.
c) Ekstensibilitas. Serabut otot memiliki kemampuan untuk
menegang melebihi panjang otot saat rileks.
d) Elastisitas. Serabut otot dapat kembali ke ukuran semula
setelah berkontraksi atau meregang.
3) Jenis-jenis otot
a) Otot rangka
Merupakan otot lurik, volunter, dan melekat pada
rangka.
Serabut otot sangat panjang, sampai 30 cm, berbentuk
silindris dengan lebar berkisar antara 10 mikron sampai
100 mikron.
Setiap serabut memiliki banyak inti yang tersusun di
bagian perifer.
Kontraksinya sangat cepat dan kuat.
Struktur Mikroskopis Otot Skelet/Rangka
Otot skelet disusun oleh bundel-bundel paralel yang
terdiri dari serabut-serabut berbentuk silinder yang
panjang, disebut myofiber /serabut otot.
Setiap serabut otot sesungguhnya adalah sebuah sel yang
mempunyai banyak nukleus ditepinya.
Cytoplasma dari sel otot disebut sarcoplasma yang penuh
dengan bermacam-macam organella, kebanyakan
berbentuk silinder yang panjang disebut dengan
myofibril.
Myofibril disusun oleh myofilament-myofilament yang
berbeda-beda ukurannya :
- Yang kasar terdiri dari protein myosin.
- Yang halus terdiri dari protein aktin/actin.
b) Otot Polos
Merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot
ini dapat ditemukan pada dinding berongga seperti
kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba,
seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi,
urinarius, dan sistem sirkulasi darah.
Serabut otot berbentuk spindel dengan nukleus sentral.
Serabut ini berukuran kecil, berkisar antara 20 mikron
(melapisi pembuluh darah) sampai 0,5 mm pada uterus
wanita hamil.
Kontraksinya kuat dan lamban.
Struktur Mikroskopis Otot Polos
Sarcoplasmanya terdiri dari myofibril yang disusun
oleh myofilamen-myofilamen.
Jenis otot polos
Ada dua kategori otot polos berdasarkan cara serabut
otot distimulasi untuk berkontraksi.
Otot polos unit ganda ditemukan pada dinding
pembuluh darah besar, pada jalan udara besar traktus
respiratorik, pada otot mata yang memfokuskan lensa
dan menyesuaikan ukuran pupil dan pada otot erektor
pili rambut.
Otot polos unit tunggal (viseral) ditemukan tersusun
dalam lapisan dinding organ berongga atau visera.
Semua serabut dalam lapisan mampu berkontraksi
sebagai satu unit tunggal. Otot ini dapat bereksitasi
sendiri atau miogenik dan tidak memerlukan stimulasi
saraf eksternal untuk hasil dari aktivitas listrik spontan.
c) Otot Jantung
Merupakan otot lurik.
Disebut juga otot seran lintang involunter.
Otot ini hanya terdapat pada jantung.
Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot
jantung juga mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali
berdenyut.
Struktur Mikroskopis Otot Jantung
Mirip dengan otot skelet.
b. Tendon
Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat
fleksibel, yang terbuat dari fibrous protein (kolagen). Tendon
berfungsi melekatkan tulang dengan otot atau otot dengan otot.
c. Ligamen
Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang
merupakan jaringan elastis penghubung yang terdiri atas kolagen.
Ligamen membungkus tulang dengan tulang yang diikat oleh sendi.
Beberapa tipe ligamen :
Ligamen Tipis
Ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan ligament
kolateral yang ada di siku dan lutut. Ligamen ini memungkinkan
terjadinya pergerakan.
Ligamen jaringan elastik kuning
Merupakan ligamen yang dipererat oleh jaringan yang
membungkus dan memperkuat sendi, seperti pada tulang bahu
dengan tulang lengan atas.
2. Skeletal
a. Tulang/ Rangka
Skeletal disebut juga sistem rangka, yang tersusun atas tulang-
tulang. Tubuh kita memiliki 206 tulang yang membentuk rangka.
Bagian terpenting adalah tulang belakang.
b. Fungsi Sistem Skeletal :
1) Memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis.
2) Membentuk kerangka yang yang berfungsi untuk menyangga
tubuh dan otot-otot yang.
3) Melekat pada tulang.
4) Berisi dan melindungi sum-sum tulang merah yang merupakan
salah satu jaringan pembentuk darah.
5) Merupakan tempat penyimpanan bagimineral seperti calcium
dari dalam darah misalnya.
6) Hemopoesis.
c. Struktur Tulang
1) Tulang terdiri dari sel hidup yang tersebar diantara material
tidak hidup (matriks).
2) Matriks tersusun atas osteoblas (sel pembentuk tulang).
3) Osteoblas membuat dan mensekresi protein kolagen dan garam
mineral.
4) Jika pembentukan tulang baru dibutuhkan, osteoblas baru akan
dibentuk.
5) Jika tulang telah dibentuk, osteoblas akan berubah menjadi
osteosit (sel tulang dewasa).
6) Sel tulang yang telah mati akan dirusak oleh osteoklas (sel
perusakan tulang).
7) Jaringan tulang terdiri atas :
a) Kompak (sistem harvesian matrik dan lacuna, lamella
intersisialis).
b) Spongiosa (trabecula yang mengandung sumsum tulang dan
pembuluh darah).
d. Klasifikasi Tulang berdasarkan penyusunnya
1) Tulang Kompak
a) Padat, halus dan homogen.
b) Pada bagian tengah terdapat medullary cavity yang
mengandung ’yellow bone marrow”.
c) Tersusun atas unit : Osteon Haversian System.
d) Pada pusat osteon mengandung saluran (Haversian Kanal)
tempat pembuluh darah dan saraf yang dikelilingi oleh
lapisan konsentrik (lamellae).
e) Tulang kompak dan spongiosa dikelilingi oleh membran
tipis yang disebut periosteur, membran ini mengandung:
Bagian luar percabangan pembuluh darah yang masuk ke
dalam tulang.
Osteoblas.
2) Tulang Spongiosa
a) Tersusun atas ”honeycomb” network yang disebut trabekula.
b) Struktur tersebut menyebabkan tulang dapat menahan
tekanan.
c) Rongga antara trebakula terisi ”red bone marrow” yang
mengandung pembuluh darah yang memberi nutrisi pada
tulang.
d) Contoh, tulang pelvis, rusuk,tulang belakang, tengkorak dan
pada ujung tulang lengan dan paha.
e. Klasifikasi Tulang berdasarkan Bentuknya
1) Tulang panjang, contoh: humerus, femur, radius, ulna.
2) Tulang pendek, contoh: tulang pergelangan tangan dan
pergelangan kaki.
3) Tulang pipih, contoh: tulang tengkorak kepala, tulang rusuk dan
sternum.
4) Tulang tidak beraturan: contoh: vertebra, tulang muka, pelvis.
f. Pembagian Sistem Skeletal
1) Axial / rangka aksial, terdiri dari :
a) Tengkorak kepala / cranium dan tulang-tulang muka.
b) Columna vertebralis / batang tulang belakang.
c) Costae / tulang-tulang rusuk.
d) Sternum / tulang dada.
2) Appendicular / rangka tambahan, terdiri dari :
a) Tulang extremitas superior.
b) Korset pectoralis, terdiri dari scapula (tulang berbentuk
segitiga) dan clavicula (tulang berbentuk lengkung).
c) Lengan atas, mulai dari bahu sampai ke siku.
d) Lengan bawah, mulai dari siku sampai pergelangan tangan.
e) Tulang extremitas inferior: korset pelvis, paha, tungkai
bawah, kaki.
3. Sendi
Persendian adalah hubungan antar dua tulang sedemikian rupa,
sehingga dimaksudkan untuk memudahkan terjadinya gerakan.
1) Synarthrosis (suture)
Hubungan antara dua tulang yang tidak dapat digerakkan,
strukturnya terdiri atas fibrosa. Contoh: Hubungan antara tulang di
tengkorak.
2) Amphiarthrosis
Hubungan antara dua tulang yang sedikit dapat digerakkan,
strukturnya adalah kartilago. Contoh: Tulang belakang.
3) Diarthrosis
Hubungan antara dua tulang yang memungkinkan pergerakan, yang
terdiri dari struktur sinovial. Contoh: sendi peluru (tangan dengan
bahu), sendi engsel (siku), sendi putar (kepala dan leher), dan sendi
pelana (jempol/ibu jari).
1.1.5 Patofisiologi
Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan
dan kolagen pada rawan sendi) gagal dalam memelihara keseimbangan
antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, sehingga terjadi
perubahan diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah
biomekanik dari tulang rawan, yang menjadikan tulang rawan sendi
kehilangan sifat kompresibilitasnya yang unik (Price dan Wilson, 2013).
Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA,
terutama setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan
tidak nyaman. Sinoviosit yang mengalami peradangan akan menghasilkan
Matrix Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan
dilepaskan ke dalam rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta
mengaktifkan kondrosit. Pada akhirnya tulang subkondral juga akan ikut
berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan menghasilkan enzim
proteolitik (Robbins, 2014). Perkembangan osteoarthritis terbagi atas tiga
fase, yaitu sebagai berikut.
1. Fase 1
Terjadi penguraian proteolitik pada matrik kartilago.
Metabolisme kondrosit menjadi terpangaruh dan meningkatkan
produksi enzim seperti metalloproteinases yang kemudian hancur
dalam matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat
protease yang akan mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan
manifestasi pada penipisan kartilago.
2. Fase 2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan
kartilago, disertai adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen
ke dalam cairan sinovia.
3. Fase 3
Proses penguaraian dari produk kartilago yang menginduksi
respon inflamasi pada sinovia. Produksi makrofag sinovia seperti
interleukin 1 (IL 1), tumor necrosis factor-alpha (TNFα), dan
metalloproteinases menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan
manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung memberikan
dampak destruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-inflamasi
lainnya seperti nitric oxide (NO) juga terlibat. Kondisi ini memberikan
manifestasi perubahan arsitektur sendi, dan memberikan dampak
terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan
arsitektur sendi dan stres inflamasi memberikan pengaruh pada
permukaan artikular menjadikan kondisi gangguan yang progresif
(Helmi, 2012).
Osteoartritis pernah dianggap sebagai kelainan degeneratif primer
dan kejadian natural akibat proses ”wear and tear” pada sendi sebagai
hasil dari proses penuaan. Tetapi, temuan-temuan yang lebih baru dalam
bidang biokimia dan biomekanik telah menyanggah teoari ini. Osteoartritis
adalah sebuah proses penyakit aktif pada sendi yang dapat mengalami
perubahan oleh manipulasi mekanik dan biokimia. Terdapat efek penuaan
pada komponen sistem muskuloskeletal seperti kartilago artikular, tulang,
dan jaringan yang memungkinkan meningkatnya kejadian beberapa
penyakit seperti OA (Price dan Wilson, 2013). Untuk melindungi tulang
dari gesekan, di dalam tubuh ada tulang rawan. Namun karena berbagai
faktor risiko yang ada, maka terjadi erosi pada tulang rawan dan
berkurangnya cairan pada sendi.
Tulang rawan sendiri berfungsi untuk menjamin gerakan yang
hampir tanpa gesekan di dalam sendi berkat adanya cairan sinovium dan
sebagai penerima beban, serta meredam getar antar tulang (Robbins,
2014). Tulang rawan yang normal bersifat avaskuler, alimfatik, dan
aneural sehingga memungkinkan menebarkan beban keseluruh permukaan
sendi. Tulang rawan matriks terdiri dari air dan gel (ground substansi),
yang biasanya memberikan proteoglikan, dan kolagen (Hassanali, 2011).
1.1.6 Pathway
1.1.12 Komplikasi
Menurut Suriani (2013) komplikasi yang di timbulkan oleh
osteoarthitis knee antra lain :
1. Gangguan pada waktu berjalan karena adanya pembengkakan akibat
peradangan.
2. Terjadi kekakuan pada sendi lutut karena peradangan yang
berlangsung lama sehingga struktur sendi akan mengalami
pelengketan.
3. Terjadi atrofi otot karena adanya nyeri.
4. Menurunya fungsi otot akan mengurangi stabilitas sendi teritama sendi
penumpu berat badan, sehingga dapat meperburuk keadaan penyakit
dan menimbulkan deformitas.
1.1.13 Pencegahan
Menurut (Kowalak, Welsh&Mayer, 2012) OA dapat dicegah
dengan beberapa hal berikut:
1. Menjaga berat badan.
2. Olahraga yang tidak banyak menggunakan persendian.
3. Aktifitas olahraga sesuai kebutuhan.
4. Jaga keseimbangan antara olahraga, bekerja dan istirahat.
5. Menghindari perlukaan pada persendian.
6. Minum suplemen sendi.
7. Mengkonsumsi makanan sehat.
8. Memilih alas kaki yang tepat dan nyaman.
9. Lakukan relaksasi dengan berbagai teknik.
10. Hindari gerakan yang meregangkan sendi jari tangan.
11. Jika ada deformitas pada lutut, misalnya kaki berbentuk O, jangan
dibiarkan. Hal tersebut akan menyebabkan tekanan yang tidak merata
pada semua permukaan tulang.
d. Pemeriksaan telinga
Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas,
posisi telinga, warna, liang telinga (cerumen/tanda-tanda
infeksi), alat bantu dengar.
Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus,
warna sama dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi,
dan alat bantu dengar.
Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus.
Normal: tidak ada nyeri tekan.
e. Pemeriksan hidung dan sinus
Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna,
kesimetrisan), rongga, hidung ( lesi, sekret, sumbatan,
pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2 infeksi).
Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain,
tidak ada lesi, tidak ada sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda
infeksi.
Palpasi dan Perkusi frontalis dan, maksilaris (bengkak, nyeri,
dan septum deviasi).
Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan.
f. Pemeriksaan mulut dan bibir
Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan
bibir, tekstur , lesi, dan stomatitis.
Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada
lesi dan stomatitis.
Inspeksi dan palpasi strukur dalam : gigi
lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan/ radang gusi,
kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit2.
Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang
atau kerusakan gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi,
lidah simetris, warna pink, langit2 utuh dan tidak ada tanda
infeksi.
g. Pemeriksaan leher
Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.
Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik,
bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjer gondok.
Inspeksi dan auskultasi arteri karotis: lokasi pulsas.
Normal: arteri karotis terdengar.
Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid: (nodus/difus,
pembesaran,batas, konsistensi, nyeri, gerakan/perlengketan pada
kulit), kelenjer limfe (letak, konsistensi, nyeri, pembesaran),
kelenjer parotis (letak, terlihat/ teraba).
Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri,
tidak ada pembesaran kel.limfe, tidak ada nyeri.
Auskultasi : bising pembuluh darah.
2. Pemeriksaan dada (dada dan punggung)
a. System pernafasan
Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas
(frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna kulit,
lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-
tanda distress pernapasan, warna kulit sama dengan warna
kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada
pembengkakan/penonjolan/edema.
Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri,
tractile fremitus (perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan
pasien untuk mengucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “enam-
enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan
pada punggung pasien).
Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri
tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris, taktil
vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan
satu sisi dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola
berjenjang sisi ke sisi).
Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih
daripada bagian udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian
udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng deng
deng”), batas jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.
Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan
dengan menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1
dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea).
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial,
tracheal.
b. System kardiovaskuler
Inspeksi : muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri
karotis.
Palpasi: denyutan.
Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah
samping ke tengah dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi
redup).
Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri
dari garis mid sterna, pada RIC 4,5,dan 8.
Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian
diafragma dan bell dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi
jantung.
Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung
II/S2 (dub), tidak ada bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).
3. Payudara dan aksila
Inspeksi payudara: Integritas kulit.
Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan
penyebaran vena.
Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe,
konsistensi.
4. Pemeriksaan Abdomen (Perut)
Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar,
ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan
gerakan dinding perut.
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik
tidak terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan
umbilicus.
Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran
(bagian diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan
friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell).
Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar
denyutan arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.
Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak
searah jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman
kualitas bunyinya.
Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan
apabila banyak cairan = hipertimpan.
Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan):
massa, karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi,
dan nyeri.dengan cara perawat menghangatkan tangan terlebih
dahulu.
Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada
massa dan penumpukan caira.
5. Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)
Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan,
Integritas ROM, kekuatan dan tonus otot.
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan
otot penuh.
Palpasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis .
Normal: teraba jelas.
Tes reflex :tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.
Normal: reflek bisep dan trisep positif.
6. Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki
dan telapak kaki)
Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan,
integritas kulit, posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus otot.
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan
otot penuh.
Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan.
Normal: teraba jelas.
Tes reflex :tendon patella dan archilles.
Normal: reflex patella dan archiles positif.
7. Pemeriksaan kulit dan kuku
a. Pemeriksaan kulit
Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat,
sianosis, dan ikterik.
Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan,
turgor kulit, dan edema.
Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.
b. Pemeriksaan kuku
Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku
Normal: bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh
(clubbing finger), tidak ikterik/sianosis.
Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile (pengisian kapiler).
Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.
8. Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum)
a. Wanita:
Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit,
contour simetris, edema, pengeluaran.
Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris
tidak ada edema dan tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus
/bau).
Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa,
pengeluaran.
Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi
dan, massa.
Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema,
haemoroid, fistula ani pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/
polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.
b. Pria:
Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan
pengeluaran.
Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau
pembengkakan, tidak ada pengeluaran pus atau darah.
Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan
bentuk, turunan testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan.
Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema,
hemoroid, fistula ani, pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/
polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.
10. Pengkajian Status Fungsional, kognitif,afektif dan sosial
a. Pengkajian Status fungsional
INDEKS KATZ
Skore Kriteria
Orientasi
DEPRESI BECK
Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejala dan sikap
yang berhubungan dengan depresi.
Inventaris Depresi Beck
Skor Uraian
e
A. Kesedihan
3 Saya sangat sedih atau tidak bahagia di mengahadapinya mana
saya tak dapat
2 Saya galau atau sedih sepanjang waktu dan darinya saya tidak
dapat keluar
1 Saya merasa sedih atau galau
0 Saya tidak merasa
B. Pesimisme
3 Saya merasa bahwa masa depan saya adalah sia-sia dan sesuatu
dapat membaik tidak
2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang ke
depan
1 Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan
0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan
C. Rasa Kegagalan
3 Saya merasa saya benar-benar gagal sebagai seseorang (orang
tua, suami, istri)
2 Seperti melihat ke belakang hidup saya, semua yang dapat saya
lihat hanya kegagalan
1 Saya merasa saya telah gagal melebihi orang tua pada umunya
0 Saya tidak merasa gagal
D. Ketidakpuasan
3 Saya tidak puas dengan segalanya
2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 Saya tidak merasa tidak puas
E. Rasa Bersalah
3 Saya merasa seolah-olah saya sangat buruk atau tak berharga
2 Saya merasa sangat bersalah
1 Saya merasa buruk atau tak terduga sebagai bagian dari waktu
yang baik
0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah
F. Tidak Menyukai Diri Sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri
G. Membahayakan Diri Sendiri
3 Saya akan mebunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai
kesempatan
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai
membahayakan diri sendiri
H. Menarik Diri dari Sosial
3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan
tidak perduli pada mereka semuanya
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan
mempunyai sedikit perasaan pada mereka
1 Saya kurang berminat pada orang lain daripada sebelumnya
0 Saya tidak berminat pada orang lain daripada sebelumnya
I. Keragu-raguan
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
1 Saya berusaha mengambil keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik
J. Perubahan Gambaran Diri
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan
2 Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang permanen
dalam penampilan saya dan ini membuat saya tak menarik
1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak menarik
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk daripada
sebelumnya
K. Kesulitan Kerja
3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk
melakukan sesuatu
1 Ini memrlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan
sesuatu
0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya
L. Keletihan
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya lelah lebih dari yang biasanya
0 Saya tidak lebih lelah dari biasanya
M. Anoreksia
3 Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali
2 Nafsu makan saya sangat memburuk sekarang
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya
Penilaian :
0-4 : Depresi tidak ada atau minimal
5-7 : Depresi berat
8-15 : Depresi sedang
16 : Depresi ringan
c. Pengkajian Status Sosial
Status sosial lansia dapat diukur dengan menggunakan APGAR
keluarga. Penilaian : jika pertanyaan-pertanyaan yang dijawab selalu
(poin 2), kadang-kadang (poin 1), hamper tidak pernah (poin 0).
APGAR keluarga.
No Fungsi Uraian Skore
1.2.4 Intervensi
Rencana keperawatan dimulai dengan prioritas diagnosis yang telah
ditentukan kemudian dilanjutkan dengan penentuan tujuan dan sasaran agar
kebutuhan klien terpenuhi. Rencana keperawtaan disusun untuk
keberlangsungan pelayanan dalam waktu yang tidak terbatas, sesuai dengan
respon serta kebutuhan klien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
menyusun rencana keperawatan menurut Maryam,et al. (2010) yaitu :
1. Sesuaikan dengan tujuan yang spesifik dimana diarahkan pada
pemenuhan kebutuhan dasar.
2. Libatkan klien dan keluarga dalam perencanaan.
3. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain yang terkait.
4. Tentukan prioritas.
5. Sediakan cukup waktu untuk klien.
6. Dokumentasikan rencana keperawatan yang telah dibuat.
1.2.5 Implementasi
Implementasi merupakan pengelolaan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun. Tujuan tindakan keperawatan pada lansia
adalah agar lansia dapat berfungsi seoptimal mungkin sesuai dengan
kemampuan dan kondisi fisik, psikologis, serta sosial dengan
meminimalkan ketergantungan pada orang lain. Melalui tindakan
keperawatan tersebut diharapkan lansia dapat memnuhi kebutuhan dasarnya
antara lain nutrisi, keamanan dan keselamatan, kebersihan diri,
keseimbangan dan sitirahat, dan hubungan interpersonal melalui komunikasi
efektif.
Contoh tindakan keperawatan yang diberikan pada klien lansia adala
sebagai berikut :
1. Menumbuhkan dan membina hubungan saling percaya misalnya dengan
memanggil nama klien, memberikan sentuhan pada klien, menjadi
pendengar yang baik bagi klien, serta menunjukkan skap empati.
2. Memberikan perawatan tentang kebutuhan nutrisi ,isalnya dengan
memberikan porsi makan sedikit tapi sering, beri makan yang menarik
dan dalam keadaan hangat, sediakan makanan yang disukai klien,
sediakan makanan yang cukup cairan, banyak makan sayur dan buah.
3. Memberikan perawatan tentang kebutuhan eliminasi misalnya dengan
cara cegah inkotinensia dengan blader training serta observasi jumlah
urin pada waktu akan tidur.
4. Memberikan perawatan tentang kebutuhan personal hygiene misalnya
mandi menggunakan sabun yang mengandung lemak, hidari menggosok
terlalu keras saat mandi, memotong kuku tangan dan kaki, hindari
menggaruk dengan keras, membersihkan gigi dan mulut termasuk
perawatan gigi palsu, serta kebersihan rambut.
5. Memberikan perawatan muculoskeletal melalui latihan range of motion
(ROM) aktif maupun pasif sesuai kebutuhan, rubah posisi setiap 2 jam
mengajarkan senam lansia.
6. Memberikan perawatan psikososial misalnya dengan mendorong klien
untuk bersosialisasi, membantu menentukan dan mengikuti aktivitas,
terapi kelompok, serta berikan reinforcement positif.
7. Memelihara keselamatan misalnya dengan mengusahakan adanya
pembatas pada tempat tidur (bed site guard), posisikan tempat tidur lebih
rendah, lantai tidak licin, cukup penerangan serta membantu melakukan
aktivitas bila diperlukan.
8. Memberikan berbagi terapi misalnya untuk menurunkan tekanan darah
dengan relaksasi otot progresif, mengatasi insomnia dengan slow stroke
back massage, dan lain sebagainya.
1.2.6 Evaluasi
Tahap evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil tindakan
yang telah dilakukan dengan perencanaan sebelumnya sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan format
SOAP (evaluasi formatif) dan SOAPIER (evaluasi sumatif).
DAFTAR PUSTAKA