Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN

OLEH:

NAMA : MIRA HARTATI


NIM : PO.71.20.1-19.128 RPL

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


TAHUN AJARAN 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN

A.    PENGERTIAN

 Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan


yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan (fitria, 2009).
 Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba dkk, 2008).
 Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain (Yoseph, 2007).
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat,
membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan: memaki-maki
orang disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri dan orang lain, bahkan
membakar rumah.
 Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO
(dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan
kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok
orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan
memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan
hak
 Menurut Townsend (2000), amuk (aggresion) adalah tingkah laku yang bertujuan untuk
mengancam atau melukai diri sendiri dan orang lain juga diartikan sebagai perang atau
menyerang
 Menurut Stuart dan Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif
 Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993).
B.     PENYEBAB

1.      Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori biologik,
teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk,
2008) adalah:
a.       Teori Biologik

Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:

1)      Neurobiologik

Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem limbik, lobus
frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi,
perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu
tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan
agresif.Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif.Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
agresif.Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.

2)      Biokimia

Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan serotonin)


sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten
dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap
stress.

3)      Genetik

Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan genetik
karyotype XYY.

4)      Gangguan Otak

Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak
kekerasan.Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma
otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy,
khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

b.      Teori Psikologik

1)      Teori Psikoanalitik

Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman
dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah.Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan
memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan  perilaku kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2)      Teori Pembelajaran

Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua mereka
sendiri.Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau
jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif.Anak memiliki persepsi ideal tentang
orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang
dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka
dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.

c.       Teori Sosiokultural

Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap perilaku
agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara
untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan,
apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif.Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku
kekerasan.Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

2.      Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep,
2009):

a.       Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.

b.      Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.

c.       Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan
dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan
konflik.

d.      Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai
seorang yang dewasa.

e.       Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan
tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.

f.       Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap

C.    RENTANG RESPONS MARAH


Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon
kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997).

o Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain,
atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
o Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman
tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
o Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialami.
o Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat
bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan
mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain
o Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri.
Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Respon kemarahan dapat berfluktusi dalam rentang adaptif-maladaptif.

D.    TANDA DAN GEJALA

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:

1.      Fisik

a.       Muka merah dan tegang

b.      Mata melotot/ pandangan tajam

c.       Tangan mengepal

d.      Rahang mengatup

e.       Postur tubuh kaku

f.       Jalan mondar-mandir

2.      Verbal

a.       Bicara kasar


b.      Suara tinggi, membentak atau berteriak

c.       Mengancam secara verbal atau fisik

d.      Mengumpat dengan kata-kata kotor

e.       Suara keras

f.       Ketus

3.      Perilaku

a.       Melempar atau memukul benda/orang lain

b.      Menyerang orang lain

c.       Melukai diri sendiri/orang lain

d.      Merusak lingkungan

e.       Amuk/agresif

4.      Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya,
bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.

5.      Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6.      Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan
orang lain, tidak perduli dan kasar.

7.      Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

8.      Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

E.     AKIBAT DARI PERILAKU KEKERASAN


Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain
dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

F.     PROSES MARAH

Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap
individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak
menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Berikut ini
digambarkan proses kemarahan :(Beck, Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996)

Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu :
Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara yang pertama
adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.

Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini
dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan
dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.

Pathway/ Patoflowdiagram
G.    PERILAKU

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :

Menyerang atau menghindar (fight of flight)

Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap
sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil
melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.

Menyatakan secara asertif (assertiveness)

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan
perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti
orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk
pengembangan diri klien.
Memberontak (acting out)

Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik
perhatian orang lain.

Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan

H.    MEKANISME KOPING

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk
upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk
melindungi diri.(Stuart dan Sundeen, 1998).

Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa
mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain : (Maramis,
1998)

Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang
yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue,
meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.

Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik.
Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.

Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakannya.

Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di
dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

I.       PENATALAKSANAAN

Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:

1.      Medis

a.       Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.

b.      Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.

c.       Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan hiperaktivitas.

d.      ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah pada keadaan
amuk.

2.      Penatalaksanaan keperawatan

a.       Psikoterapeutik

b.      Lingkungan terapieutik

c.       Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)

d.      Pendidikan kesehatan

J.      PERENCANAAN PULANG

Perawatan dirumah sakit akan lebih bermakna jika dilanjutkan dirumah. Untuk itu semua rumah 
sakit perlu membuat perencanaan pulang. Perencanaan pulang dilakukan sesegera mungkin
setelah klien dirawat dan diintegrasikan didalam proses keperawatan.

Jadi bukan persiapan yang dilakukan pada hari atau sehari sebelum klien pulang.

Tujuan perencanaan pulang:

1.      Menyiapkan klien dan keluarga secara fisik, psikologis dan sosial.

2.      Klien tidak menciderai diri, orang lain dan lingkungannya.

3.      Klien tidak terisolasi sosial

4.      Menyelenggarakan proses pulang yang bertahap (Kelliat, 1992).


K.    KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang


meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi dan
evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan
professional tenaga keperawatan.

Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi
keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis
dan ilmiah. Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut : (Keliat, dkk, 1996)

1.      Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, dan perumusan masalah atau
kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.

Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.

  Aspek biologis

Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar,
pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks
cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.

  Aspek emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam,
ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.

  Aspek intelektual

Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca
indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses
intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.

  Aspek social

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering
merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik
tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata
kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri,
menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.

  Aspek spiritual

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang
bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan
dengan amoral dan rasa tidak berdosa.

Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif
meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan
sebagai berikut :

  Aspek fisik: terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat,
sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.

  Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel.

  Aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.

  Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

Klasifiaksi data

Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data subyektif
dan data obyektif.Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarga.Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga.Sedangkan
data obyektif yang ditemukan secara nyata.Data ini didapatkan melalui obsevasi atau
pemeriksaan langsung oleh perawat.

Analisa data

Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi
klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek
dari masalah tersebut.Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.

Pohon masalah
2.      Diagnosa Keperawatan

“Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial dari
individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai proses kehidupan”
(Carpenito, 2000). Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan
masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :

  Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.

  Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.


Rencana Tindakan
No Diagnosis
TUK/SP Tindakan

1 Resiko perilaku kekerasan TUM: Selama perawatan Tindakan Psikoterapi


diruangan, pasien tidak
memperlihatkan perilaku a.    Pasien
kekerasan, dengan criteria hasil   BHSP
(TUK):
  Ajarakan SP I:
  Dapat membina hubungan
saling percaya o  Diskusikan penyebab, tanda dan gejala, bentuk dan akibat PK
yang dilakukan pasien serta akibat PK
  Dapat mengidentifikasi
penyebab, tanda dan gejala, o  Latih pasien mencegah PK dengan cara: fisik (tarik nafas dalam
bentuk dan akibat PK yang sering & memeukul bantal)
dilakukan
o  Masukkan dalam jadwal harian
  Dapat mendemonstrasikan
  Ajarkan SP II:
cara mengontrol PK dengan cara :
o  Diskusikan jadwal harian
o  Fisik
o  Latih pasien mengntrol PK dengan cara sosial
o  Social dan verbal
o  Latih pasien cara menolak dan meminta yang asertif
o  Spiritual
o  Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
o  Minum obat teratur
  Ajarkan SP III:
  Dapat menyebutkan dan
mendemonstrasikan cara o  Diskusikan jadwal harian
mencegah PK yang sesuai
  Dapat memelih cara o  Latih cara spiritual untuk mencegah PK
mengontrol PK yang efektif dan
sesuai o  Masukkan dalam jadawal kegiatan harian

  Dapat melakukan cara yang   Ajarkan SP IV


sudah dipilih untuk mengontrl PK o  Diskusikan jadwal harian
  Memasukan cara yang sudah o  Diskusikan tentang manfaat obat dan kerugian jika tidak minum
dipilih dalam kegitan harian obat secara teratur
  Mendapat dukungan dari o  Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
keluarga untuk mengontrol PK
  Bantu pasien mempraktekan cara yang telah diajarkan
  Dapat terlibat dalam kegiatan
diruangan   Anjurkan pasien untuk memilih cara mengontrol PK yang
sesuai

  Masukkan cara mengontrol PK yang telah dipilih dalam


kegiatan harian

  Validasi pelaksanaan jadwal kegiatan pasien dirumah sakit

b.   Keluarga

      Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam


merawat pasien PK

      Jelaskan pengertian tanda dan gejala PK yang dialami


pasien serta proses terjadinya

      Jelaskan dan latih cara-cara merawat pasien PK

      Latih keluarga melakukan cara merawat pasien PK secara


langsung

      Discharge planning : jadwal aktivitas dan minum obat

Tindakan psikofarmako

  Berikan obat-obatan sesuai program pasien

  Memantau kefektifan dan efek samping obat yang diminum

  Mengukur vital sign secara periodic

Tindakan manipulasi lingkungan

  Singkirkan semua benda yang berbahaya dari pasien

  Temani pasien selama dalam kondisi kegelisahan dan


ketegangan mulai meningkat

  Lakaukan pemebtasan mekanik/fisik dengan melakukan


pengikatan/restrain atau masukkan ruang isolasi bila perlu

  Libatkan pasien dalam TAK konservasi energi, stimulasi


persepsi dan realita
DAFTAR PUSTAKA

Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia,


FKUI; Jakarta.

Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan


Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.

Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.

Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku
kedokteran EGC : Jakarta.

Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku
kedokteran EGC ; Jakarta.

Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI :


Jakarta.

Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga, Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.

Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3,
Penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.

Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit


Buku Kedokteran, EGC ; Jakarta.

WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran


EGC ; Jakarta.
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA
I. IDENTITAS KLIEN

Nama : Tn.C
Jenis kelamin : Laki- Laki
Umur : 30 Thn
Suku/bangsa : Indonesia
Ajaran : Islam
Pendidikan : Tidak Sekolah
Alamat : Desa Ngunang Dusun I

Penanggung Jawab
Nama : Tn.A
Umur : 40th
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan klien : Saudara
Alamat : Desa Ngunang Dusun I
II. KELUHAN UTAMA

Keluarga pasien mengatakan pasien sering merusak barang-barang


dirumahnya, pasien sering melepas pakainya sendiri, sering menghalagi orang
yang sedang bermotor lalu didorongnya danPasien marah-marah sambil
memukul tubuh dan orang yang disekitarnya.
III. FAKTOR PREDISPOSISI

Keluarga pasien mengatakan semenjak kedua orang tuanya meninggal


pasien sering merasa pusing dan sering ingin marah-marah dan sering
memukul orang atau barang yang ada di dekatnya. Pasien baru pertama kali
dirawat di RSJ tahun 2017, 2 tahun terakhir pasien tidak minum obat dan
kumat lagi.Keluarga pasien juga mengatakan bahwa keluarganya tidak ada
yang mengalami sakit seperti klien.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda tanda Vita
- TD : 130/90 mmhg
- HR : 82 x/menit
- S : 36,3 C
- RR : 20x/menit
2. Antopometri
- Tinggi badan : 162 cm
- Berat badan : 54 kg
3. Kepala : Rambut hitam,tidak berketombe dan rambut pendek
4. Mata : Sclera tidak ikterik,pupil isokor,konjungtiva tidak anemis dan

mata dapat melihat dengan baik


5. Hidung : Bersih,tidak ada secret dan penciuman baik
6. Mulut : Gigi bersih dan tidak ada stomatitis
7. Kuku : Kurang bersih dan agak panjang
8. Telinga : Bersih ,tidak ada serumen
9. Leher : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembesaran tonsil
10. Dada
a. Paru
- Inspeksi : Simetris,tidak alat bantu pernafasan
- Palpasi : Vocal premitus kanan dan kiri sama
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : Vesikuler
b. Jantung
- Inspeksi : Simetris,tidak tampak Ictus Cordis
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada LMCS 1CS ke 5
- Perkusi : Pekak
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 lup dan S2 reguler
c. Abdomen
- Inspeksi : Simetris,datar tidak ada lesi
- Auskultasi : Terdengar bising usus 12 xmenit
- Perkusi : Tympani
- Palpasi : Tidak ada massa,tidak ada nyeri tekan

V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Keterangan

: Perempuan

: Laki-laki

: Meninggal

: Tinggal serumah

: Pasien Ny.C
a. Pola Asuh

Pasien mengatakan setiap harinya hanya dirumah saja dan


tinggal serumah dengan kakak dan anak-anak kakaknya sejak kedua
orang tuanya meninggal.
b. Pola komunikasi

Pasien mengatakan jika mendapatkan suatu masalah pasien


menceritakanyakepada kakaknya.Pasien juga berkomunikasi baik
dengan keluarganya.
c. Pengambilan keputusan

Pasien mengatakan dalam mengambil keputusan, pasien


selalu memutuskannya sendiri tanpa dirunding terlebih dahulu
dengan keluarganya.Pasien juga sering mendapatkan saran dari
kakaknya.
2. Konsep Diri
a. Citra Diri

pasien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya. Saat


ditanya bagian tubuh yang paling disukai adalah hidungnya
b. Identitas Diri

pasien dapat menyebutkan identitas dirinya (nama, alamat,


hobi). Pasien mengatakan setiap harinya sebagai adik dari kakaknya,
Pasien suka dengan statusnya sebagai seorang adik dari kakaknya.
c. Peran Diri

sebelum sakit dirumah pasien mempuyai tanggung jawab


sebagai seorang adik. Pasien dapat melakukan pekerjaannya sendiri,
tapi setelah pulang dari dirawat di RSJ pasien tidak melakukan
aktivitas seperti dirumah
d. Ideal Diri
Pasien mengatakan ingin segera sembuh dan tidak ingin lagi
memukul orang atau merusak barang yang ada dirumah atau
disekitar lingkungannya.
e. Harga Diri
Pasien mengatakan tidak ada gangguan untuk berhubungan
dengan orang lain.

3. Hubungan Sosial

Pasien mengatakan sebelum kedua orang tuanya meninggal


yaitu orang terdekatnya adalah kedua orang tuanya karena sering
bertemu dirumah, namun setelah kedua orang tuanya meninggal
pasien hanya dekat dengan kakaknya.

4. Spiritual
Pasien dan keluarganya beragama Islam, pasien melakukan ibadah
sholat.
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan

Penampilan dalam cara berpakaian tidak rapi dan tidak sesuai,


postur tubuh sedang, rambut lurus pendek, ekspresi wajah kadang serius
saat bercerita, cara berjalan baik, pasien saat duduk bersama keluarganya
terkadang hanya diam.
2. Pembicaraan
Pasien berbicara baik, dapat menjawab pertanyaan, selalu bertanya
kapan saya bisadilepas ikatan kaki saya.
3. Aktivitas Motorik
Pasien terlihat gelisah, tegang, sering berpindah – pindah.
4. Interaksi Selama Wawancara
Saat wawancara pasien kooperatif, kontak mata dengan lawan
bicara baik, pasien tampak curiga.
5. Proses Pikir
Perkataan pasien dapat dimengerti dengan baik oleh perawat,
selama interaksi berangsung dapat diketahui bahwa pembicaraan sudah
terarah.
6. Isi Pikir

Pasien mengatakan tidak ada yang mengendalikan pikiranya.Pasien


tidak mampunyai pikiran yang aneh-aneh kalaupun sering merasakan saat
ini hanya ingin minta dilepas ikatan yang ada di kakinya.
7. Tingkat Kesadaran
Pasien tampak bingung dan tidak terfokus. Pasien  mampu
mengingatdengan keluarganya, hari dan waktu, ketika diajak kenalan
klien mampu mengingat nama orang lain.
8. Memori
Pasien mengalami gangguan daya ingat jangka pendek sehingga
Pasien lupa kejadian yang telah terjadi dalam jangka waktu seminggu.

9. Tingkat Kosentrasi dan Berhitung


Pasien mampu berkomunikasi, tidak mampu berkonsentrasi lama
dan sering memutuskan pembicaraan secara sepihak, mampu berhitung.
10. Daya Tilik Diri
Pasien sadar bahwa dirinya telah berbuat salah karena telah
berperilaku kekerasan dan merasa menyesal.
VII. KEMAMPUAN AKTIVITAS SEHARI-HARI
1. Makan

Makanan disiapkan oleh keluarganya yang ada dirumah pasien mau


makan 3x sehari 1 porsi habis, pasien dapat makan sendiri.
2. BAB/ BAK

Klien BAB 1 hari sekali kalau dirumah, dan dapat dilakukan


ditoilet dan BAK 4-5 x/hari dan dapat dilakukan sendiri di toilet.
3. Mandi
Pasien mengatakan sehari mandi 1 x/hari dan dapat melakukan
sendiri dikamar mandi memakai sabun tetapi tidak handukan , gosok gigi
1kali sehari dapat dilakukan sendiri dikamar mandi.
4. Berpakaian/ Berhias

Pasien tidak mau pakai baju ,kalau di beri baju selalu di lepasnya
5. Istirahat dan Tidur

Pasien mengatakan tidur malam sekitar jam 21.00 wib dan pada
saat disiang hari pasien tidur jam 13.00 wib .
6. Penggunaan Obat

Pasien sudah tidak minum obat lagi sudah 2 tahun terakhir ini dan
saat ini tidak ada lagi obat untuk diminum karna keluarga tidak mampu
untuk mengajak pasien berobat lagi.
7. Aktivitas dalam Rumah
Pasien mengatakan di rumah tidak pernah melakukan pekerjaan
rumah.

8. Aktivitas luar Rumah


Pasien mengatakan tidak suka kegiatan diluar rumah.
VIII. MEKANISME KOPING

Pasien jika mempunyai masalah lebih senang berdiam diri dikamar,


marah - marah. Jika sudah tidak tahan lagi Pasien kemudian menjadi
mengamuk atau merusak barang-barang yang ada. di dekatnya.

IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


Menurut keluarga semenjak pasien marah-marah dan mengamuk,
lingkungan tidak mau menerima pasien dan hal ini membuat pasien menjadi
lebih menarik diri.
X. ASPEK MEDIS

Terapi medik : THP 2 mg 1 – 0 – 1


   Haloperidole            2 x 5 mg
                      
ANALISA DATA
N DATA FOKUS MASALAH
O
1. DS: Perilaku Kekerasan
Keluarga pasien mengatakan pasien
sering merusak barang-barang
dirumahnya, pasien sering melepas
pakainya sendiri, sering menghalagi
orang yang sedang bermotor lalu
didorongnya dan Pasien marah-marah
sambil memukul tubuh dan orang
yang disekitarnya.
DO:
Pasien saat interaksi kooperatif,
kadang memukul tubuhnya,kadang
marah – marah, pasien selalu ingin
mintak di lepas ikatan di kakinya.
B. POHON MASALAH

Akibat Resiko mencederai diri, Orang lain, lingkungan 

Core (Masalah Utama)  Perilaku Kekerasan   

Penyebab Gangguan Konsep Diri: Harga diri rendah 

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perilaku kekerasan.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


KEPERAWATAN

Resiko perilaku Setelah tindakan SP I


dilakukan
kekerasan. keperawatan selama 3 kali 1.     Bina hubungan saling percaya
pertemuan, diharapkan Pasien 2.      Identifikasi penyebab marah
dapat mengontrol perilaku 3.     Identifikasi tanda dan gejala
kekerasan dengan criteria hasil : RPK.
1.      Pasien tampak tenang. 4.     Identifikasi RPK yang
2.      Pasien dapatmenceritakan
dilakukan
perasaannya.
5.      Identifikasi akibat RPK
3.     Pasien dapat menceritakan
6.      Identifikasi cara kontrol RPK
penyebab marahnya.
4.      Pasien dapat menceritakan 7.      Latih cara kontrol RPK dengan
akibat marahnya. SP I ( nafas dalam ).
5.      Pasien dapat mengetahui 8.      Bimbing pasien memasukkan
bagaimana cara mengontrol dalam jadwal kegiatan harian.
marahnya. SP II
1.   Evaluasi kemampuan pasien
mengontrol PK dengan cara SP I
2.   Latih pasien konrol RPK dengan
cara SP II
3.   Bimbing pasien memasukkan
jadwal kegiatan harian
SP III
1. Evaluasi kemampuan pasien
mengontrol RPK dengan cara
SP I dan II
2. Latih kontrol RPK dengan cara
verbal
3. Bimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IV
1.   Evaluasi kemampuan pasien
mengontrol RPK dengan cara SP
I , II dan verbal
2.   Latih kontrol RPK dengan cara
spiritual
3.   Bimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP V
1.    Evaluasi kemampuan pasien
mengontrol RPK dengan cara SP
I , II dan verbal
2.   Jelaskan cara kontrol RPK
dengan minum obat teratur

3.   Bimbing pasien memasukkan


dalam jadwal kegiatan harian.
Keluarga:
1. Diskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat Pasien.
2. Jelaskan pengertian tanda dan
gejala, dan jenis resiko perilaku
kekerasan yang dialami pasien
serta proses terjadinya.
3. Jelaskan dan latih cara-cara
merawat pasien resiko perilaku
kekerasan.
4. Latih keluarga melakukan cara
merawat pasien resiko perilaku
kekerasan secara langsung.
5. Discharge planning : jadwal
aktivitas dan minum obat.
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

TGL DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATA KEPERAWATAN
N
Selasa Resiko Perilaku
SP I S:
07 April 2020 kekerasan 1.    Membina hubungan - Pasien mengatakan
saling percaya namanya C suka
2.    mendiskusikan bersama dipanggil C.
pasien penyebab - Pasien mengatakan
marah,  tanda dan pernah memukul orang
gejala RPK, RPK yang dan membanting barang-
dilakukan saat marah, barang yang ada
akibat RPK, cara disekitarnya.
kontrol RPK. - Pasien mengatakan
3.    mengajarkan cara bisa tenang setelah tarik
kontrol RPK dengan SP nafas dalam dan akan
I ( tarik nafas dalam ). mencobanya ketika
4.    membimbing pasien hendak marah.
memasukkan dalam
O:
jadwal kegiatan harian. - Pasien bicara lancar,
tampak gelisah dan tidak
terfokus dan tampak
marah-marah.
- Pasien tampak
memukul tubuhnya dan
barang-barang yang ada
di sekitarnya, dan
pasienselalu bicara ingin
dilepas ikatan di kakinya.
- Pasien mampu
mendemonstrasikan cara
SP I( tarik nafas dalam).
A:
- Pasien dapat merbina
hubungan saling percaya.
- Dapat terkontrol RPK
dengan tarik nafas dalam.
P: lanjutkan intervensi SP II
Rabu Resiko Perilaku SP II S: Pasien mengatakan dapat
08 April 2020 kekerasan 1.    Memvalidasi masalah. mengontrol emosinya
2.    Melatih cara control dengan cara SP II(pukul
RPK dengan cara SP II bantal)dan berusaha
(pukul bantal) melakukannya saat sedang
3.    Mengikutsertakan klien marah.
dalam jadwal kegiatan O: pasien tampak
sehari-hari. tenang, Pasien mampu
mendemontrasikan cara
SP II dengan baik tanpa
bimbingan.
A: SP II tercapai.
P: Lanjutkan SP III ( cara
control RPK dengan cara
verbal).
Saptu Resiko Perilaku SP III S: Pasien mengatakan masih
11 April 2020 kekerasan 1.    Memvalidasi masalah ingat cara control marah
2.    melatih kontrol RPK yang sudah diajarkan
dengan cara verbal (tarik nafas dalam dan
3.    membimbing pasien pukul bantal), pasien
memasukkan dalam mengatakan sudah sering
jadwal kegiatan harian berdo’a dan shalat
dirumah.
O: Pasien tampak senang,
kontak mata baik, pasien
bersedia membicarakan
dengan baik – baik ketika
marah.
A: SP III tercapai
P: lanjutkan SP IV (dengan
cara spiritual).
Senin Resiko Perilaku SP IV S: pasien mengatakan  sudah
13 April 2020 kekerasan 1.    memvalidasi masalah dapat mengontrol emosi,
2.    melatih kontrol RPK dan akan mencoba cara
dengan cara spiritual control marah dengan
3.    Membimbing pasien berdo’a dan shalat
memasukkan dalam O: pasien tampak lebih
jadwal kegiatan harian tenang.
A: SP IV belum optimal
P: lanjutkan SP V (dengan
cara minum obat teratur).
Selasa Resiko Perilaku SP V S:  pasien mengatakan tidak
14 April 2020 kekerasan 1.    Memvalidasi masalah. pernah meminum obat
2.    menjelaskan cara lagi.
kontrol RPK dengan O: pasien tampak lebih
minum obat teratur. tenang, pasien kooperatif.
3.    membimbing pasien A: Tidak pernah minum obat
memasukkan dalam lagi.
jadwal kegiatan harian. P: Pertahankan kondisi pasien
dan memberitahu keluarga
pasienpentingnya minum
obat secarateratur.

DOKUMENTASI
Pertemuan Hari I
Pertemuan Hari II

Pertemuan Hari III

Anda mungkin juga menyukai