Anda di halaman 1dari 17

REVIEW JURNAL TERKAIT TOPIK NUTRISI ANAK SEKOLAH

“HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI JAJAN DENGAN


STATUS GIZI ANAK SEKOLAH”
Tugas Mata Kuliah Gizi Kesehatan Masyarakat

OLEH :

ROSALINDA ENICE LEKI (1782111034)

MARIA YOSEVINA AGATHA (1782111038)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2018
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
perkenaannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ Hubungan
Kebiasaan Konsumsi Jajan Dengan Status Gizi Anak Sekolah”. Makalah ini di buat untuk
memenuhi salah satu tugas matakuliah Gizi Kesehatan Masyarakat pada Program Studi
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana
Trimakasih tak terhingga penulis sampaikan kepada semua pihak yang dengan
berbagai cara telah mendukung penulis untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dengan
segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari
para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu
mendatang.

Denpasar, 29 Maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................................................2
D. Manfaat Praktis..........................................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
A. Kebiasaan Anak-Anak Mengkonsumsi Jajanan Sekolah daripada makanan rumah...................3
B. Jajanan Sekolah Berkategori Kurang Sehat...............................................................................4
C. Dampak Konsumsi Jajananan Pada Anak Sekolah....................................................................6
D. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Jajanan Dengan Status Gizi Anak Sekolah.............................9
BAB III................................................................................................................................................12
KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................................................................12
A. Kesimpulan..............................................................................................................................12
B. Saran........................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan nasional suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu upaya peningkatan kualitas sumber
daya manusia adalah terciptanya pembangunan kesehatan yang adil dan
merata, yang mengupayakan agar masyarakat berada dalam keadaan sehat secara
optimal, baik fisik, mental, dan social serta mampu menjadi generasi yang
produktif. Pencapaian pembangunan kesehatan dinilai dengan derajat kesehatan
masyarakat. Derajat kesehatan digambarkan dengan situasi mortalitas,
morbiditas, dan status gizi masyarakat. Ketidakseimbangan gizi dapat
menurunkan kualitas SDM. Gizi yang baik akan menghasilkan SDM yang
berkualitas yaitu sehat, cerdas dan memiliki fisik yang tangguh serta produktif.
(Noviani, Fah, and Astiti 2016)
Perbaikan gizi diperlukan mulai dari masa kehamilan, bayi dan anak
balita, prasekolah, anak usia sekolah dasar, remaja dan dewasa, sampai usia
lanjut. Anak sekolah dasar merupakan sasaran strategis dalam perbaikan gizi
masyarakat karena pada masa anak fungsi organ otak mulai terbentuk mantap
sehingga perkembangan kecerdasan cukup pesat. Anak usia sekolah dasar
termasuk usia perkembangan sehingga membutuhkan nutrisi dengan kualitas
maupun kuantitas yang baik dan benar. Kebutuhan gizi tersebut di antaranya dapat
dipenuhi melalui kebiasaan makan. Pola jajan juga dapat memberikan kontribusi
terhadap status gizi anak apabila jenis jajan yang dikonsumsi berkualitas dari segi
jenis dan kandungan gizinya.(Febry 2013)
Menurut data Riskesdas tahun 2007, pada anak usia 6-14 tahun,
prevalensi anak gizi kurang menggunakan nilai rerata IMT, umur, dan jenis
kelamin paling tinggi di Nusa Tenggara Timur (laki-laki 23,1% dan
perempuan 19,1%), dan prevalensi paling rendah di Bali (laki-laki 8,3% dan
perempuan 6,9%) . Sedangkan prevalensi anak kurang gizi di Sumatera
Selatan, yaitu laki-laki 14,9% dan perempuan 13,8%. Dari data Riskesdas
2010, prevalensi anak pendek masih tinggi pada anak usia 6-12 tahun adalah
35,8%, dan untuk anak kurus pada usia 6-12 tahun adalah 11% Tidak hanya
masalah gizi kurang, masalah gizi lebih juga harus diperhatikan karena
prevalensi gizi lebih meningkat dengan bertambahnya usia. Data Riskesdas
2007 menyatakan bahwa prevalensi paling tinggi anak laki-laki usia 6-14
tahun dengan berat badan lebih di Sumatera Selatan (16,0%) dan anak
perempuan di Nanggroe Aceh Darussalam (12,0%). Sedangkan prevalensi
berat badan lebih paling rendah di Nusa Tenggara Timur, laki-laki (4,6%) dan
perempuan (3,2%).
Akhir-akhir ini, kebiasaan jajan anak sekolah cenderung meningkat dan
anak memilih konsumsi jajan yang kurang sehat. Kebiasaan jajan cenderung
menjadi bagian budaya dari satu keluarga. Makanan jajanan di luar/di sekolah
seringkali tidak memperhatikan mutu gizi, kebersihan, dan keamanan bahan
pangan. Tidak sedikit masalah yang timbul akibat orang tua kurang peduli
terhadap makanan yang dikonsumsi anak di sekolah. Makanan yang tidak aman
dan tidak bergizi menimbulkan penyakit, seperti diare bahkan kanker dan dapat
mengakibatkan tidak tercapainya angka kecukupan gizi. Makalah ini berisi ulasan
dari beberapa jurnal terkait “Hubungan Kebiasaan Konsumsi Jajan Dengan
Status Gizi Anak Sekolah”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kebiasaan jajan anak sekolah?
2. Apa saja jajanan yang berkategori kurang sehat?
3. Apa Dampak Konsumsi Jajananan Pada Anak Sekolah?
4. Apakah ada Hubungan Kebiasaan Konsumsi Jajanan Dengan Status Gizi Anak
Sekolah?

C. Tujuan
1. Mengetahui Bagaimana kebiasaan jajan anak sekolah
2. Mengetahui seperti apa jajanan yang berkategori kurang sehat
3. Mengetahui Dampak Konsumsi Jajananan Pada Anak Sekolah
4. Mengetahui Hubungan Kebiasaan Konsumsi Jajanan Dengan Status Gizi Anak
Sekolah

D. Manfaat Praktis
Makalah ini bisa menjadi referensi, baik untuk penulis sendiri maupun pembaca
dalam menambah wawasan tentang jajan yang sehat bagai anak sekolah dan
hubungan kebiasaan jajan dengan status gizi anak sekolah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebiasaan Anak-Anak Mengkonsumsi Jajanan Sekolah daripada makanan rumah


Semua anak yang membawa uang saku ke sekolah mengindikasikan peluang
besar anak untuk belanja. Hampir seluruh siswa membeli makanan jajanan sekolah
setiap hari. Makanan jajanan tampaknya merupakan bagian penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi harian anak. Hampir semua anak usia sekolah (95 – 96%) melakukan
jajan.
Menurut Irianto (2007) makanan jajanan adalah makanan yang banyak
ditemukan dipinggir jalan yang dijajakan dalam berbagai bentuk, warna, rasa serta
ukuran sehingga menarik minat dan perhatian orang untuk membelinya. Makanan
jajanan memegang peranan yang cukup penting dalam memberikan asupan energi dan
zat gizi lain bagi anak- anak usia sekolah. Konsumsi makanan jajanan anak sekolah
perlu diperhatikan karena aktivitas anak yang tinggi. Konsumsi makanan jajanan anak
diharapkan dapat memberikan kontribusi energi dan zat gizi lain yang berguna untuk
pertumbuhan anak (Aprillia et al. 2011)
Menurut pakar-pakar kesehatan, semestinya jajanan untuk anak itu memiliki
komposisi gizi yang baik dan berimbang. Selain juga tidak mengandung bahan
pengawet, pewarna buatan dan bahan tambahan yang tak diperlukan, misalnya; perasa
instan. Masih ditambah dengan kebersihan dalam proses pengolahan dan kebersihan
bahan. Ciri-ciri jajanan sehat antara lain jajanan yang tidak memiliki warna mencolok,
manis-asam-gurih berlebihan, dikemas dalam kemasan plastik yang aman (bahan
polyethylene (PE) dan polypropilene (PP) yang berwarna bening/tidak keruh) dan
memiliki izin dari BPOM. Perlu juga diperhatikan komposisi kandungan bahannya.
Kebersihan pengolahan bahan juga perlu diperhatikan, (Iklima 2017)
Penelitian di Kota Semarang bahkan menunjukkan rata-rata frekuensi jajan
anak sekolah dasar antara 2 – 3 kali setiap hari yang terkait dengan rendahnya
pengawasan pihak sekolah dan uang saku yang besar. Kandungan energi makanan
jajanan per porsi yang beredar di sekolah dasar Kota Batu pada umumnya lebih
rendah dari nilai yang dipersyaratkan untuk makanan tambahan anak sekolah (300
Kkal). Namun, sebagian kecil jajanan mendekati persyaratan gizi tersebut meliputi
pangsit (5 biji), weci, roti goreng, dan donat. Untuk mendapatkan jumlah energi yang
mendekati standar, diperlukan lebih dari satu porsi saji. Hal tersebut sulit dilakukan
karena porsi yang besar membuat anak tidak mampu menghabiskannya. Selain itu,
harga dua porsi makanan dari jenis yang sama atau berbeda mungkin tidak terjangkau,
mengingat uang saku siswa yang rendah. Banyak siswa yang membawa bekal
(64,2%) dapat meminimalkan kekurangan asupan gizi dari makanan jajanan. Bekal
yang dibawa siswa berupa nasi dan mi dengan lauk. Kebiasaan membawa bekal
sangat membantu menurunkan masalah kekurangan asupan gizi selama siswa berada
di sekolah.
Kebiasaan sarapan juga dapat mempengaruhi status gizi anak di samping
kebiasaan jajan. Pengaruh sarapan terhadap status gizi yaitu melalui pemenuhan
kebutuhan zat gizi karena sarapan dapat memberikan sumbangan zat gizi per harinya.
Anak yang tidak sarapan akan berisiko mengalami defi siensi zat gizi. Jika hal ini
berlangsung lama akan berpengaruh terhadap status gizinya. Sarapan yang baik akan
memberikan sumbangan energi sebanyak 20%. Status gizi yang baik atau optimal
akan tercapai apabila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang digunakan secara efi
sien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fi sik, pertumbuhan otak, kemampuan
kerja otak. Seorang anak yang sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan potensi
genetik yang dimilikinya, tetapi pertumbuhan ini juga akan dipengaruhi oleh asupan
gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan. Cadangan energi yang rendah dan
tinggi lemak akan berdampak pada penurunan produktivitas dan prestasi belajar pada
anak sekolah sebagai akibat kekurangan dan kelebihan zat gizi. Kekurangan atau
kelebihan zat gizi akan mempengaruhi status gizi anak.

B. Jajanan Sekolah Berkategori Kurang Sehat


Makanan jajanan beresiko terhadap kesehatan karena penanganannya sering
tidak higienis yang memungkinkan makanan jajanan terkontaminasi oleh mikroba
beracun maupun penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang tidak diizinkan
(Mudjajanto, 2006). Makanan jajanan mengandung banyak resiko, debu-debu dan
lalat yang hinggap pada makanan yang tidak ditutupi dapat menyebabkan penyakit
terutama pada sistem pencernaan kita. Belum lagi bila persediaan air terbatas, maka
alat-alat yang digunakan seperti sendok, garpu, gelas dan piring tidak dicuci dengan
bersih. Hal ini sering membuat orang yang mengkonsumsinya dapat terserang
berbagai penyakit seperti disentri, tifus ataupun penyakit perut lainnya (Irianto, K,
2007).
Menurut Irianto (2007) terlalu sering dan menjadikan mengkonsumsi makanan
jajanan menjadi kebiasaan akan berakibat negatif, antara lain:
a. Nafsu makan menurun
b. Makanan yang tidak higienis akan menimbulkan berbagai penyakit
c. Salah satu penyebab terjadinya obesitas pada anak
d. Kurang gizi sebab kandungan gizi pada jajanan belum tentu terjamin
e. Pemborosan
f. Permen yang menjadi kesukaan anak-anak bukanlah sumber energi yang baik
sebab
hanya mengandung karbohidrat. Terlalu sering makan permen dapat
menyebabkan gangguan pada kesehatan gigi.
Dengan mengetahui ciri-ciri makanan jajanan yang tidak sehat dan bahaya dari
makanan jajanan yang tidak sehat, diharapkan orang tua dapat mengajari anak ciri-ciri
makanan jajanan yang tidak sehat agar anak tidak membeli makanan jajanan yang
tidak sehat. Atau orang tua dapat membawakan bekal buat anaknya, agar makanan
yang masuk ke dalam tubuh anak terbukti kebersihan dan kesehatannya.
Kandungan gizi makanan jajanan anak sekolah dasar masih di bawah
ketentuan kandungan gizi kudapan. Kandungan gizi makanan jajanan kemasan sulit
untuk diperkirakan karena tidak terdapat informasi gizi pada label. Makanan jajanan
tradisional umumnya menggunakan bahan yang kurang bervariasi. Sejumlah besar
makanan jajanan anak sekolah masih mengandung bahan berbahaya. seperti formalin,
boraks, dan rhodamin B. Anak sekolah dasar dalam memilih makanan jajanan
mempertimbangkan empat faktor utama. Faktor pertama, harga murah, ada hadiah,
proporsi besar, dan aroma menarik. Faktor kedua, meliputi variabel tingkat
keempukan makanan dan rasa yang gurih. Faktor ketiga, pengaruh teman. Faktor
keempat mencakup daya tarik warna dan rasa jajanan yang cenderung asin.
Makanan selain mengandung nilai gizi juga merupakan media untuk dapat
berkembang biaknya mikroba atau kuman. Salah satu kelompok masyarakat yang
sering mengalami masalah akibat keracunan makanan adalah anak sekolah. Jajanan
anak sekolah berisiko terhadap cemaran biologis atau kimiawi yang banyak
mengganggu kesehatan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut pakar-
pakar kesehatan, semestinya jajanan untuk anak itu memiliki komposisi gizi yang baik
dan berimbang. Makanan jajanan mengandung banyak resiko. Dengan mengetahui
ciri-ciri makanan jajanan yang tidak sehat dan bahaya dari makanan jajajan yang tidak
sehat, diharapkan orang tua dapat mengajari anak ciri-ciri makanan jajanan yang tidak
sehat agar anak tidak membeli makanan jajanan yang tidak sehat. Atau orang tua
dapat membawakan bekal buat anaknya, agar makanan yang masuk ke dalam tubuh
anak terbukti kebersihan dan kesehatannya.

C. Dampak Konsumsi Jajananan Pada Anak Sekolah


Anak sekolah tidak dapat terlepas dari pangan jajanan. Di setiap sekolah pasti
ada saja pedagang yang menjajakan dagangannya. Jajanan yang ditawarkan para
pedagang ini membuat anak tertarik untuk membelinya, walaupun mungkin
sebenarnya anak tidak lapar. Ini sudah menjadi suatu kebiasaan anak-anak sekolah.
Jika sudah menjadi suatu kebiasaan, maka lebih sulit bagi anak untuk menolak tidak
jajan di sekolah atau memilih membawa bekal ke sekolah.
Laporan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2014
menunjukkan bahwa pangan jajanan tidak aman paling tinggi disebabkan oleh
pencemaran mikroba, bahan tambahan pangan (zat aditif) berlebih, dan penggunaan
bahan berbahaya. Laporan BPOM tahun 2015 juga menunjukkan bahwa sebanyak
9,37% dari 416 sampel jajanan sekolah di DKI Jakarta tidak memenuhi syarat untuk
dikonsumsi. Dari hasil telusur BPOM terhadap jajanan sekolah di sekolah-sekolah di
DKI Jakarta menemukan bahwa jajanan sekolah tersebut mengandung formalin,
boraks, serta pewarna Rhodamin B dan Methanyl Yellow (pewarna tekstil), seperti
dikutip dari Media Indonesia.
Adanya kandungan bahan berbahaya tersebut atau karena kebersihan jajanan
yang tidak terjaga, beberapa pangan jajanan tidak aman bagi anak sekolah. Pangan
jajanan yang tidak aman ini dapat menyebabkan anak sakit. Anak bisa mengalami
kondisi seperti pusing dan mual, mual-muntah, kram perut, kram otot, lumpuh otot,
diare, cacat, bahkan mungkin bisa menyebabkan kematian bila kondisi anak sudah
sangat serius.
Selain itu, pangan jajanan yang biasa anak beli di sekolah biasanya hanya
mengenyangkan perut anak, tetapi tidak mengandung gizi yang kaya. Sehingga, bisa
jadi anak kekurangan asupan zat gizi penting, seperti zat besi, yang dapat
menyebabkan anak menderita anemia gizi. Jika anak sering sakit, maka absen anak
akan lebih banyak dan bisa berpengaruh pada prestasi anak di sekolah.

Seberapa parah dampak buruk yang bisa terjadi pada anak karena pangan
jajanan yang tidak aman tergantung dari beberapa faktor, seperti faktor banyaknya
konsumsi, faktor penanggulangan, dan kondisi tubuh anak. Bila semakin banyak
konsumsi jajanan yang tidak aman, semakin lama penanggulangan diberikan, serta
semakin lemah kekebalan dan kondisi fisik anak, maka semakin serius dampak buruk
yang bisa dialami anak. Perlu diketahui bahwa anak lebih rentan terhadap keracunan
pangan dibandingkan orang dewasa.
Budaya jajan di SD terbentuk karena lingkungan yang mendukung.
Banyaknya penjual jajanan di pinggir pagar sekolah, tidak adanya kantin, tidak ada
aturan larangan berjualan, atau jajan di luar pagar. Rendahnya kesadaran pihak
sekolah dan orang tua akan bahaya jajanan serta ketidakpedulian pada kesehatan,
ditambah minimnya pendidikan bagi anak untuk lebih waspada terhadap konsumsi
makanan.
Hasil penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
menyimpulkan, persentase makanan jajanan anak SD yang dicampur zat berbahaya
masih sangat tinggi. Salah satu alternatif makanan bagi anak sekolah, nilai gizi dan
nilai keamanan perlu mendapat perhatian (Qonita, 2010).
Penyakit yang diderita anak SD terkait perilaku jajanan tidak sehat, di
antaranya cacingan 40-60 persen, anemia 23,2 persen, karies dan periodontal 74,4
persen. Perilaku ini bisa menimbulkan persoalan lebih serius, seperti ancaman
penyakit menular karena sekolah lokasi sumber penularan penyakit infeksi pada anak
(Depkes, 2005).
Penelitian BPOM (2011) di Jakarta Timur mengungkapkan, jenis jajanan yang
sering dikonsumsi anak sekolah adalah lontong, otak-otak, tahu goreng, mi bakso
dengan saus, ketan uli, es sirop, dan cilok. Berdasarkan uji laboratorium, pada otak-
otak dan bakso ditemukan borax, tahu goreng dan mi kuning basah ditemukan
formalin, dan es sirop merah positif mengandung rhodamin B (Judarwanto, 2011).
Bahan-bahan ini terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik,
yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit kanker dan tumor pada organ
tubuh manusia. Kandungan gizi dari makanan jajanan, seperti cilok terdiri atas kadar
karbohidrat tinggi, proteinnya rendah, mi bakso terdiri atas lemak (2,51 persen),
protein (5,78 persen), karbohidrat (39,30 persen), dan kandungan tambahan lain
seperti air (50,13 persen).
Mengonsumsi cilok dan mi bakso dapat menambah kebutuhan protein, lemak,
dan karbohidrat, tapi tanpa bahan tambahan pangan berbahaya yang tidak baik bagi
tubuh (Anita, 2006). Terungkap juga reaksi simpang makanan tertentu ternyata
mempengaruhi fungsi otak, termasuk gangguan perilaku pada anak sekolah.
Gangguan perilaku ini meliputi gangguan tidur, konsentrasi, emosi, hiperaktif, dan
memperberat gejala pada penderita autisme. Pengaruh jangka pendek penggunaan
bahan tambahan pangan (BTP) ini menimbulkan gejala sangat umum, seperti pusing,
mual, muntah, diare, atau kesulitan buang air besar (Judarwanto, 2006).
Jajanan di jalanan merupakan salah satu sumber risiko kesehatan dan sangat
mungkin terkontaminasi oleh berbagai bakteri pathogen. Demikian juga, dengan zat
kimia lainnya serta logam berat. Beberapa penelitian terkait kualitas mutu jajanan di
pinggir jalan menunjukkan, makanan ini merupakan salah satu sumber gangguan
kesehatan, dan setiap orang yang mengonsumsinya berisiko tinggi mengalami
gangguan kesehatan.
Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan Badan Tenaga Nuklir Nasional
(Batan) Bandung bekerja sama dengan Teknik Lingkungan ITB, melakukan
pengambilan 24 macam jajanan anak SD di empat SD di Kota Bandung. Jajanan yang
meliputi bakwan, martabak, kentang goreng, cakue, telur puyuh, cireng, cilok, baso
tahu, batagor, agar-agar, bacil, cimol, dan jajanan lainnya.
Berbagai penelitian telah banyak dilakukan yang berfokus pada zat kimia,
pengawet atau pewarna, tetapi masih jarang yang melakukan penelitian khususnya di
Indonesia, terkait dengan kandungan logam berat di berbagai makanan.
Penelitian yang dilakukan Batan Bandung dan ITB difokuskan pada penentuan
kandungan logam berat di dalam jajanan, dengan mengaplikasikan teknologi nuklir.
Karena kecilnya kandungan logam berat yang ada di dalam makanan itu, teknologi
analisis nuklir menjadi salah satu solusi dalam penentuan kandungannya.Hasil
penelitian menunjukkan, untuk kandungan logam berat merkuri ditemukan adanya
nilai yang melebihi ambang batas yang diperbolehkan (>0,05 mg/kg setara 0.05 ppm
--part per million). Di samping itu, juga terdapat indikasi adanya kontaminasi logam
berat krom dan seng.
Berkaitan dengan kesehatan, merkuri merupakan logam berat berbahaya yang
bisa menimbulkan gangguan kesehatan, seperti gangguan sistem syaraf, kerusakan
fungsi otak, kerusakan DNA dan kromosom. Juga efek negatif reproduksi, seperti
kerusakan sperma, kecacatan pada bayi, dan keguguran.
Kerusakan fungsi otak dapat menyebabkan penurunan kemampuan belajar,
tingkat kecerdasan atau intelegensi, perubahan kepribadian, tremor/gemetaran,
gangguan penglihatan, ketulian, gangguan koordinasi otot, dan kehilangan memori.
Mengingat bahaya logam berat, perlu dilakukan studi yang lebih komprehensif terkait
hal ini. Sayang sekali data penelitian ini masih belum banyak dipublikasikan.
Sebagai konsumen yang cerdas, kita semua harus lebih sadar dan waspada
akan bahaya ini. Sebagai orang tua, kita harus menanamkan serta mendidik anak-anak
kita, generasi penerus bangsa yang paling rentan akan bahaya jajanan agar lebih
memiliki pengetahuan dan kecerdasan, terkait keselamatan pangan dan membiasakan
untuk tidak jajan sembarangan.
Supervisi dan pembimbingan kepada para penjaja jajanan juga harus
dilakukan, agar tingkat kesadaran penjual akan kualitas mutu makanan mereka tidak
merugikan konsumen atau masyarakat luas. Tentunya, peran berbagai pihak terkait
sangat diperlukan agar tercipta kesadaran bersama mewujudkan makanan yang baik,
aman, dan sehat.

D. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Jajanan Dengan Status Gizi Anak Sekolah


Status gizi merupakan suatu keadaan yang berhubungan dengan asupan
makanan dan penggunaannya dalam tubuh. Keseimbangan asupan makanan dan
penggunaannya dalam tubuh akan menghasilkan status gizi yang baik (Depkes RI,
2006). Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan sumber
daya manusia (SDM) yang berkualitas di masa yang akan datang. Semakin baik status
gizi, maka semakin berkualitas sumber daya manusia. Status gizi baik dapat terwujud
dengan memperhatikan status gizi sejak anak usia dini sampai anak memasuki masa
anak usia sekolah.
Anak usia sekolah adalah masa remaja awal anak dalam rentang usia 6 sampai
12 tahun yang memasuki masa pubertas. Anak usia sekolah pada umumnya
mempunyai kondisi gizi yang lebih baik daripada kelompok balita. Meskipun
demikian, masih terdapat berbagai kondisi gizi anak sekolah yang tidak baik
(Sediaoetama, 2010). Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi yang berasal dari dalam
diri individu, antara lain usia, jenis kelamin, dan penyakit infeksi. Anak usia sekolah
membutuhkan asupan gizi lebih banyak yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh
kembang menuju remaja (Sulistyoningsih, 2010).
Sudah jadi rahasia umum bahwa banyak jajanan anak sekolah yang tidak
sehat. Mulai dari berpengawet, menggunakan pewarna tekstil, penyedap hingga
pemanis buatan. Bila terus-menerus dikonsumsi, maka kesehatan tubuh anak jadi
taruhannya. Sayangnya, hanya 32 persen sekolah yang memiliki kantin sehat. Sisanya
merupakan jajan tidak sehat karena mengandung zat adiktif (pengawet, pewarna non
pangan, penyedap dan pemaniss buatan), terkontaminasi bakteri, dan sumber air tidak
sehat mengandung E.coli. Hal ini berdasarkan studi tahun 2012 yang dilakukan DR
Rachmat Sentika, Sp.A.,MARS.
Dampaknya bisa menyebabkan gangguan gizi, anak cacingan, anemia,
obesitas. Hampir merusak semua organ, hati terjadi sirosis (pengerasan hati), gagal
ginjal dan organ metabolik lain, hingga kanker. Kalau mengandung bakteri atau virus
bisa menyebabkan diare, muntah-muntah hingga keracunan, jelas Dr. Tb Rachmat
Sentika, Sp.A.,MARS, dokter spesialis anak IDAI yang juga staf ahli Menko Kesra
Bidang Pencapaian MDGs.
Dr Rachmat menjelaskan bahwa kondisi gizi anak-anak Indonesia terbilang
cukup buruk. Sebagai contoh, sebanyak 17,9% anak Indonesia mengalami kekurangan
gizi, yang mengalami gizi buruk sebanyak 5,3% dan 36% mengalami stunting atau
bertubuh kuntet. Tidak mungkin otaknya top. Jadi ada sekitar seperempat anak
Indonesia yang terancam tidak tamat SD karena otaknya tidak cukup berkembang.
Yang lebih menakutkan, konsumsi jajanan tak sehat terus-menerus dalam
jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan hati. Dalam jangka 20-30 tahun
kemudian, si anak akan mengalami sirosis (pengerasan hati) lebih cepat. Ginjal yang
berfungsi sebagai filtrasi atau pencuci darah pun akan mulai mengerak dan merusak
sistem kerjanya, hingga akhirnya mengalami gagal ginjal.
Hasil penelitian yang telah dilakukan di SDN Bibis Kasihan Bantul diperoleh
data dari pengujian statistik mendapatkan nilai p-value 0,036 lebih kecil daripada (α=
0,05) dengan koefisien korelasi 0,246 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kebiasaan jajan dengan status gizi anak di SDN
Bibis Kasihan Bantul dengan tingkat keeratan hubungan rendah. Hasil ini sesuai
dengan teori menyatakan bahwa kebiasaan jajan dapat meningkatkan asupan energi
sehingga berlebih dibandingkan dengan energi yang keluar (energy expenditure) dan
kebiasaan jajan dapat meningkatkan total energi yang berasal dari asupan lemak
sehingga memicu kenaikan berat badan bila tidak sesuai dengan energi yang keluar,
sehingga dapat mempengaruhi status gizi seseorang (Candra, 2013).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mariza
(2013) dengan hasil terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan jajan dengan
status gizi lebih pada anak dengan hasil uji statistik menunjukkan hasil p-value
0,001<0,05. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh
Noviani (2016) yang mendapatkan hasil tidak ada hubungan antara kebiasaan jajan
dengan status gizi dengan hasil penelitian ρ 0,781 (ρ>0,005). Perbedaan hasil ini
dapat disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya pengaruh dari orang tua,
budaya/adat, pengaruh teman sebaya, harga, merek, pengetahuan, sikap.

Widaninggar (2010) menyatakan bahwa anak usia sekolah beresiko


mengalami masalah gizi terhadap keterkaitannya dengan kebiasaan jajan. Banyak
sedikitnya makanan jajanan yang dikomsumsi anak akan memberikan kontribusi atau
sumbangan zat gizi pada status gizi seseorang. Kecenderungan anak sekolah
mengalami masalah gizi dikarenakan kebiasaan jajan yang tidak tepat. Hal tersebut
didukung oleh beberapa pendapat antara lain yaitu masalah gizi yang diakibatkan
karena kebiasaan jajan yang tidak tepat atau karena berlebihan ketika makan. Status
gizi pada anak sekolah dipengaruhi oleh kebiasaan jajan anak, anak yang biasa jajan
memiliki risiko sebesar 7 kali lebih besar terhadap terjadinya status gizi lebih.
Kebiasaan jajan anak juga memberikan sumbangan yang cukup berati dalam
pemenuhan gizi anak dan sebagai alternatif pemenuhan gizi harian anak, namun anak
harus selektif dalam memilih jajan yang akan dimakan, jajanan yang dianjurkan untuk
dimakan adalah jajanan yang bersih/higienis, sehat dan memiliki nilai gizi (Ayuniyah,
2015).
Data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa
masalah kegemukan pada anak umur 5-12 tahun di Indonesia masih tinggi yaitu 18,8
%, terdiri dari anak gemuk 10,8 % dan anak sangat gemuk (obesitas) 8,0 % Riskesdas,
2013). Jawa Timur termasuk salah satu provinsi dari 15 provinsi yang mempunyai
revalensi sangat gemuk diatas nasional (19,3%) (Riskesdas, 2013). Penelitian di
Surabaya menyebutkan bahwa prevalensi overweight dan obesitas anak pada salah
satu sekolah dasar di Surabaya sebesar 20%, terdiri dari overweight 18% dan obesitas
2% (Yaqin, et al., 2014).
Masalah obesitas pada anak umur 6-12 tahun di wilayah perkotaan bertambah
tahun semakin meningkat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Widiastiti, et al.,
(2013), menyatakan bahwa 32 anak di salah satu Sekolah Dasar Surabaya mengalami
obesitas dengan BMI tertinggi sebesar 31,69 kg/m2 (Danari, et al., 2013). Selain itu
penelitian yang dilakukan Rosyidah (2015), di Kecamatan Tambaksari Surabaya juga
menunjukkan bahwa prevalensi overweight dan obesitas pada anak sekolah berturut-
turut sebesar 28,8% dan 34,6%.
Faktor yang mempengaruhi kejadian obesitas pada anak sekolah dikarenakan
faktor dari rumah, sekolah, dan lingkungan sosial (Yaqin, et al., 2014). Obesitas yang
terjadi pada anak sekolah disebabkan karena pola konsumsi makan yang salah, yaitu
anak menyukai makanan jajanan yang tinggi lemak, dan tinggi gula (Widyawati,
2014). Selain itu kelebihan asupan energi dan lemak disertai dengan kurangnya
aktivitas juga berpengaruh terhadap kejadian obesitas (Rosyidah, 2015).

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
1. Perbaikan gizi diperlukan mulai dari masa kehamilan, bayi dan anak balita,
prasekolah, anak usia sekolah dasar, remaja dan dewasa, sampai usia lanjut.
2. Anak sekolah dasar merupakan sasaran strategis dalam perbaikan gizi
masyarakat karena pada masa anak fungsi organ otak mulai terbentuk mantap
sehingga perkembangan kecerdasan cukup pesat.
3. Makanan jajanan mengandung banyak resiko. Dengan mengetahui ciri-ciri
makanan jajanan yang tidak sehat dan bahaya dari makanan jajajan yang tidak
sehat, diharapkan orang tua dapat mengajari anak ciri-ciri makanan jajanan yang
tidak sehat agar anak tidak membeli makanan jajanan yang tidak sehat
4. Status gizi pada anak sekolah dipengaruhi oleh kebiasaan jajan anak, anak yang
biasa jajan memiliki risiko sebesar 7 kali lebih besar terhadap terjadinya status gizi
lebih

B. Saran
1. Ada sosialisasi terus menerus di sekolah terkait jajanan sehat dengan melibatkan
pedagang makanan dilingkungan sekolah
2. Ada peneliti selanjutnya yang mau meneliti tentang tentang kebiasaan jajan pada
anak sekolah dengan status gizi dan prestasi belajar disekolah
DAFTAR PUSTAKA

Aprillia, Bondika Ariandani, Program Studi, Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, and Universitas
Diponegoro. 2011. “Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Makanan Jajanan
Pada Anak Sekolah Dasar.” Science 1–63.

Badan POM RI. (2007). Kemanan Pangan. Buletin BPOM. Volume 12

Badan POM RI. (2014). Kemanan Pangan. Buletin BPOM.

Febry, Fatmalina. 2013. “Kebiasaan Jajan Pada Anak.” Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
1(2):81–84.

Iklima, Nurul. 2017. “Gambaran Pemilihan Makanan Jajanan Pada Anak Usia Sekolah
Dasar.” Jurnal Keperawatan BSI 5(1):8–17.

Irianto, Kus, 2007. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Yrama Widya, Bandung

Mudjajanto , E . S,. 2006. Pewarna Makanan . Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber
Daya Keluarga. Fakultas Pertanian . IPB . Bogor

Noviani, Kurnia, Effatul Afi Fah, and Dewi Astiti. 2016. “Kebiasaan Jajan Dan Pola Makan
Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Anak Usia Sekolah Di SD Sonosewu Bantul
Yogyakarta.” Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia 4(1):97–104.

Widaninggar, (2010). Menuju Kantin Sehat di Sekolah. Jakarta: Kepala Pusat Pengembangan
Kualitas Jasmani Kementrian Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai