Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Standar Nasional Pendidikan yang dituangkan dalam bentuk Peraturan


Pemerintah nomor 19 tahun 2005 mencakup 8 (delapan) standar, yakni (1)
standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar
pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar
pengelolaan, (7) standar pembiayaan, serta (8) standar penilaian pendidikan.
Peraturan Pemerintah tersebut juga memuat pembelajaran harus dilaksanakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik. Pembelajaran juga harus memberi keteladanan.
Uraian di atas menyiratkan bahwa paradigma pembelajaran yang selama
ini dilakukan dapat divariasi. Pembelajaran diupayakan menerapkan inovasi.
Inovasi terjadi pada tataran implementasi, yaitu menerapkan pembelajaran
inovatif. Dengan perkataan lain inovasi sangat berkait dengan perubahan tingkah
laku guru/dosen. Terdapat beberapa alasan, mengapa harus mengubah
paradigma pembelajaran, yakni: (1) Jumlah informasi yang sedemikian banyak di
satu sisi, sementara di sisi lain terbatasnya jumlah waktu yang tersedia, tidaklah
mungkin bagi guru untuk memberikan semua informasi dalam bentuk jadi kepada
peserta didik. Diperlukan suatu keterampilan tertentu yang dapat digunakan oleh
peserta didik untuk mengarahkan dirinya dalam rangka belajar sepanjang hayat.
(2) Tidak semua aspek pengetahuan dapat diajarkan dengan cara yang sama
apalagi hanya dengan satu cara. Diperlukan variasi cara dan strategi sesuai
dengan karakteristik materi pelajaran yang diajarkan. (3) Orientasi pada
penguasaan target materi telah berhasil dalam kompetensi mengingat jangka
pendek, tapi gagal dalam membekali peserta didik memecahkan persoalan dalam
kehidupan jangka panjang. (4) Hasil penelitian yang dilakukan dalam 25 tahun
terakhir tentang otak manusia menunjukkan bahwa drill hanya mengembangkan
satu bagian otak manusia yang disebut dengan batang otak (otak manusia terdiri
dari batang otak, sistem limbik dan neokorteks/otak berpikir). Batang otak atau
1
sering disebut dengan otak reptil berfungsi sebagai motor sensorik,
bertanggungjawab mengkoordinasikan aktivitas yang menyangkut kelangsungan
hidup: melawan atau lari. Sementara neokorteks berfungsi untuk berpikir,
bernalar, berperilaku baik, kemampuan berbahasa, dan kecerdasan yang lebih
tinggi belum difungsikan secara maksimal. (5) Pembelajaran suatu bidang ilmu
lebih baik dilakukan dengan cara sebagaimana ilmu itu ditemukan oleh para ahli.
Hal ini mengisyaratkan adanya integrasi antara keterampilan kerja ilmiah dengan
penguasaan konsep. (6) KBM seharusnya terfokus pada learning, berangkat dari
masalah nyata, dan menumbuhkembangkan kemampuan menggunakan
keterampilan proses. (7) Strategi lebih penting dari pada hanya sekedar hasil
(baca produk saja).
Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Teknologi (PPPGT) Bandung
yang resmi berdiri pada tahun 1981, pada tahun 2007 berubah nama menjadi
Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Bidang Mesin dan Teknik Industri (PPPPTK-BMTI) Bandung, telah melaksanakan
berbagai jenis diklat dan pengembangan lembaga maupun Sekolah Menengah
Kejuruan sesuai dengan tugas dan fungsi pokoknya. Salah satu jenis diklat yang
sering dilaksanakan adalah diklat matematika terapan bagi guru matematika
SMK. Substansi materi matematika terapan berisi obyek-obyek keteknikan, yang
pada kenyataannya sulit untuk dipahami oleh peserta diklat berlatar belakang
matematika. Keadaan ini memaksa fasilitator harus berupaya mencari
pendekatan pembelajaran yang dapat memudahkan peserta diklat dalam
memahami obyek-obyek keteknikan yang menjadi cakupan aplikasi matematika,
sesuai dengan waktu diklat yang ditetapkan dalam aturan keproyekkan.
Melalui penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual pada
pelaksanaan diklat matematika terapan pada tahun anggaran 2008, diharapkan
dapat mengatasi kesulitan terhadap pemahaman matematika terapan, sekaligus
menemukan pendekatan yang tepat dalam pembelajaran matematika terapan.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasi
permasalahan berikut:

2
1.2.1 Standar Nasional pendidikan yang dituangkan dalam bentuk Peraturan
Pemerintah nomor 19 tahun 2005, belum sepenuhnya dilaksanakan
secara saksama, khususnya standar proses dan standar penilaian.
1.2.2 Pembelajaran yang mestinya dilaksanakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian, belum dikembangkan secara optimal.
1.2.3 Paradigma pembelajaran berpendekatan teacher centered perlu divariasi
ke pendekatan student centered.
1.2.4 Kompetensi yang harus dipelajari oleh peserta didik relatif banyak,
sedangkan waktu yang disediakan untuk pembelajaran terbatas.
1.2.5 Tidak semua materi pembelajaran dapat dipelajari melalui pendekatan
yang sama, pada kenyataannya belum semua tenaga pengajar
memperhatikan dan mengembangkan pendekatan pembelajaran yang
tepat.
1.2.6 Neokorteks yang fungsinya untuk berpikir, bernalar, berperilaku baik,
kemampuan berbahasa, dan kecerdasan yang lebih tinggi belum
difungsikan secara maksimal dalam pembelajaran.
1.2.7 Pembelajaran yang seharusnya fokus pada learning, berangkat dari
masalah nyata, dan menumbuhkembangkan kemampuan menggunakan
keterampilan proses, sementara yang yang masih banyak dilaksanakan
berfokus pada teaching.
1.2.8 Belum ditemukannya pendekatan yang efektif dalam pembelajaran
matematika terapan.
1.2.9 Pengembangan program diklat (silabus) yang dilaksanakan di PPPPTK-
BMTI Bandung masih berbasis waktu keproyekan, padahal idealnya
berbasis pada kompetensi yang akan dipelajari.

1.3 Batasan Masalah


Dari sembilan permasalahan yang diperoleh pada identifikasi masalah,
penelitian ini difokuskan pada pemecahan masalah nomor dua tentang
pembelajaran yang mestinya dilaksanakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi

3
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian, belum dikembangkan secara optimal serta masalah nomor
nomor delapan tentang belum ditemukannya pendekatan yang efektif dalam
pembelajaran matematika terapan.

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian
berjudul Penerapan Pembelajaran Kontektual guna meningkatkan Efektivitas
Pembelajaran Matematika Terapan pada Diklat Peningkatan Kompetensi Guru
Matematika SMK di PPPPTK-BMTI Bandung ialah sebagai berikut:
1.4.1 Apakah pembelajaran kontekstual memenuhi kriteria interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi, aktif, kreatif dan mandiri pada
pembelajaran matematika terapan ?
1.4.2 Apakah pembelajaran kontekstual meningkatkan efektivitas pembelajaran
matematika terapan ?
1.4.2 Bagaimana langkah-langkah implementasi pembelajaran kontekstual
dalam pembelajaran matematika terapan !

1.5 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini ialah untuk:
1.5.1 mengetahui apakah pembelajaran kontekstual memenuhi kriteria interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi, aktif, kreatif dan
mandiri pada pembelajaran matematika terapan
1.5.2 mengetahui apakah pembelajaran kontekstual meningkatkan efektivitas
pembelajaran matematika terapan
1.5.3 menemukan langkah-langkah implementasi pembelajaran kontekstual
yang tepat dalam pembelajaran matematika terapan

1.6 Manfaat Penelitian


Manfaat bagi peneliti dari penelitian ini ialah:
1.6.1 menambah khasanah pengetahuan dalam metodologi pembelajaran,
1.6.2 memenuhi Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar
proses pembelajaran, khususnya dalam penerapan strategi PAKEM,

4
1.6.3 Meningkatkan profesionalisme, khususnya dalam hal pengembangan
profesi widyaiswara.
Bagi lembaga, diharapkan penelitian ini dapat:
1.6.1 menambah variasi pembelajaran yang selama ini dilaksanakan,
1.6.2 menjadi acuan dalam pengembangan program diklat.

5
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PUSTAKA
2.1 Teori Pendukung

2.1.1 Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL)


merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan
konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi peserta didik.
Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik
bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke peserta
didik. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil

Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey


dalam Johnson yang menyimpulkan bahwa peserta didik akan belajar dengan
baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan
kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi disekelilingnya. Pembelajaran ini
menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer imu pengetahuan,
mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu
baik secara individu maupun kelompok. Dengan kata lain, pembelajaran
kontekstual merupakan suatu pembelajaran yang holistik dan bertujuan
memotivasi peserta didik untuk memahami makna materi pelajaran yang
dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan
mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga peserta didik
memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan
(ditransfer) dari satu permasalahan/ konteks ke permasalahan/konteks lainnya.

Dalam pembelajaran kontektual, tugas guru/fasilitator adalah membantu


peserta didik mencapai tujuannya. Maksudnya, guru/fasilitator lebih banyak
berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru/fasilitator
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan
sesuatu yang baru bagi anggota kelas (peserta didik).

6
Menurut Depdiknas, pembelajaran kontekstual mendasarkan diri pada
kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut:

1. Proses belajar

a. Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Peserta didik harus mengkontruksi


pengetahuan di benak mereka.
b. Peserta didik belajar dari mengalami, mencatat sendiri pola-pola bermakna
dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru/fasilitator.
c. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu
terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang
sesuatu persoalan.
d. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau
proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat
diterapkan.
e. Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi
baru.
f. Peserta didik perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan
sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
g. Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu
berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan
keterampilan seseorang.

2. Transfer Belajar

a. Peserta didik belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang
lain.
b. Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas
(sedikit demi sedikit).
c. Penting bagi peserta didik tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia
menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.

7
3. Peserta didik sebagai Pembelajar

a. Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu,


dan setiap orang mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat
tentang hal-hal baru.
b. Strategi belajar itu penting. Seseorang dengan mudah mempelajari
sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar
amat penting.
c. Peran orang dewasa (guru/fasilitator) membantu menghubungkan antara
yang baru dan yang sudah diketahui.
d. Tugas guru/fasilitator memfasilitasi agar informasi baru bermakna,
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan dan
menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan peserta didik untuk
menerapkan strategi mereka sendiri.

4. Pentingnya Lingkungan Belajar

a. Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada
peserta didik. Dari guru/fasilitator akting di depan kelas, peserta didik
menonton ke peserta didik lain akting bekerja dan berkarya, guru/fasilitator
mengarahkan.
b. Pembelajaran harus berpusat pada bagaimana cara peserta didik
menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih
dipentingkan dibandingkan hasilnya.
c. Umpan balik amat penting bagi peserta didik, yang berasal dari proses
penilaian yang benar.
d. Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

Pada hakekatnya pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen


utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya
(Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community),
pemodelan (Modeling), refleksi (Reflexion) dan penilaian sebenarnya (Authentic
Assessment).

8
1. Konstruktivisme
Pembelajaran kontekstual harus dapat membangun pemahaman peserta didik
sendiri dari pengalaman baru berdasarkan pada pengetahuan awal.
Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan
menerima pengetahuan.
2. Inquiry
Pembelajaran kontekstual merupakan proses perpindahan dari pengamatan
menjadi pemahaman, sehingga peserta didik belajar menggunakan
keterampilan berpikir kritis.
3. Questioning (Bertanya)
Peran guru sebagai fasilitator harus dapat mendorong, membimbing dan
menilai kemampuan berpikir peserta didik yang merupakan bagian penting
dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
4. Learning Community (Masyarakat Belajar)
Pembelajaran kontekstual diberlakukan pada sekelompok orang yang terikat
dalam kegiatan belajar, sehingga perlu difahami aspek bekerjasama dengan
orang lain lebih baik daripada belajar sendiri, dapat saling bertukar
pengalaman dan berbagi ide sesama peserta didik atau fasilitator
5. Modeling (Pemodelan)
Pembelajaran dilakukan melalui proses penampilan suatu contoh agar orang
lain berpikir, bekerja dan belajar, serta mengerjakan apa yang diinginkan
guru/fasilitator agar peserta didik mengerjakannya.
6. Reflection ( Refleksi)
Sifat refleksi tercermin dalam pembelajaran kontekstual, dimulai dari cara
berpikir tentang apa yang telah dipelajari, mencatat apa yang telah dipelajari
serta membuat jurnal, karya seni, dan atau diskusi kelompok.
7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
Penilaian sebenarnya harus dilaksanakan dalam mengukur pengetahuan dan
keterampilan peserta didik, penilaian produk (kinerja) serta penilaian tugas-
tugas yang relevan dan kontekstual.

Agar hakekat pembelajaran kontektual terpenuhi, Pendidikan Matematika


Realistik Indonesia (PMRI) menetapkan karakteristik pembelajaran matematika
sebagai berikut:

9
1. Peserta didik aktif dan guru/fasilitator aktif (matematika sebagai aktivitas
manusia).
2. Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah
kontekstual realistik.
3. Guru/fasilitator memberikan kesempatan pada peserta didik menyelesaikan
masalah dengan caranya sendiri.
4. Guru/fasilitator menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
5. Peserta didik dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok (kecil atau
besar).
6. Pembelajaran tidak selalu di kelas (bisa di luar kelas, duduk di lantai, pergi ke
luar kelas untuk mengamati atau mengumpulkan data).
7. Guru/fasilitator mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi.
8. Peserta didik bebas memilih modus representasi yang sesuai dengan struktur
kognitifnya sewaktu menyelesaikan suatu masalah (menggunakan model).
9. Guru bertindak sebagai fasilitator (tutwurihandayani).
10. Kalau peserta didik membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah
jangan dimarahi tetapi dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan (motivasi).

Fima Rosyidah mengungkapkan beberapa strategi pembelajaran yang


dapat dikembangkan oleh guru/fasilitator melalui pembelajaran kontekstual,
antara lain:
1. Pembelajaran berbasis masalah
Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik
terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu.
Kemudian peserta didik diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan
yang muncul. Setelah itu, tugas guru/fasilitator/fasilitator ialah merangsang
peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada.
Tugas guru/fasilitator/fasilitator ialah mengarahkan peserta didik untuk
bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda
dengan mereka.
2. Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman
belajar
Guru/fasilitator memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai
konteks lingkungan peserta didik antara lain di sekolah, keluarga, dan

10
masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru/fasilitator memberikan
kesempatan bagi peserta didik untuk belajar di luar kelas. Misalnya, peserta
didik keluar dari ruang kelas dan berinteraksi langsung untuk melakukan
wawancara. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman
langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan
aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai
penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi
pembelajaran.
3. Memberikan aktivitas kelompok
Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta
membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain.
Guru/fasilitator dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima maupun
delapan peserta didik sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan.
4. Membuat aktivitas belajar mandiri
Peserta didik tersebut mampu mencari, menganalisis dan menggunakan
informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru/fasilitator. Supaya
dapat melakukannya, peserta didik harus lebih memperhatikan bagaimana
mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan
menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh. Pengalaman
pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji-coba terlebih dahulu;
menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi; serta berusaha
tanpa meminta bantuan guru/fasilitator supaya dapat melakukan proses
pembelajaran secara mandiri (independent learning).
5. Membuat aktivitas belajar bekerjasama dengan masyarakat
Sekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua peserta didik yang
memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru/fasilitator tamu. Hal ini perlu
dilakukan guna memberikan pengalaman belajar secara langsung dimana
peserta didik dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu, kerja
sama juga dapat dilakukan dengan institusi atau perusahaan tertentu untuk
memberikan pengalaman kerja. Misalnya meminta peserta didik untuk
magang di tempat kerja.
6. Menerapkan penilaian autentik
Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu peserta
didik untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah

11
diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002:
165), penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi peserta didik
untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar-
mengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh
guru/fasilitator adalah portfolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan
tertulis.
Portfolio merupakan kumpulan tugas yang dikerjakan peserta didik dalam
konteks belajar di kehidupan sehari-hari. Peserta didik diharapkan untuk
mengerjakan tugas tersebut supaya lebih kreatif. Mereka memperoleh
kebebasan dalam belajar. Selain itu, portfolio juga memberikan kesempatan
yang lebih luas untuk berkembang serta memotivasi peserta didik. Penilaian
ini tidak perlu mendapatkan penilaian angka, melainkan melihat pada proses
peserta didik sebagai pembelajar aktif. Sebagai contoh, peserta didik diminta
untuk melakukan survey mengenai jenis-jenis pekerjaan di lingkungan
rumahnya.
Tugas kelompok dalam pembelajaran kontekstual berbentuk pengerjaan
proyek. Kegiatan ini merupakan cara untuk mencapai tujuan akademik sambil
mengakomodasi perbedaan gaya belajar, minat, serta bakat dari masing-
masing peserta didik. Isi dari proyek akademik terkait dengan konteks
kehidupan nyata, oleh karena itu tugas ini dapat meningkatkan partisipasi
peserta didik. Sebagai contoh, peserta didik diminta membentuk kelompok
proyek untuk menyelidiki penyebab pencemaran sungai di lingkungan peserta
didik.
Dalam penilaian melalui demonstrasi, peserta didik diminta menampilkan hasil
penugasan kepada orang lain mengenai kompetensi yang telah mereka
kuasai. Para penonton dapat memberikan evaluasi pertunjukkan peserta
didik. Sebagai contoh, peserta didik diminta membentuk kelompok untuk
membuat naskah drama dan mementaskannya dalam pertunjukan drama.
Bentuk penilaian yang terakhir adalah laporan tertulis. Bentuk laporan tertulis
dapat berupa surat, petunjuk pelatihan teknis, brosur, essai penelitian, essai
singkat.
Menurut Brooks&Brooks dalam Johnson (2002: 172), bentuk penilaian seperti
ini lebih baik dari pada menghafalkan teks, peserta didik dituntut untuk
menggunakan keterampilan berpikir yang lebih tinggi agar dapat membantu

12
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.2 Efektivitas Pembelajaran


Pengertian efektivitas bagi setiap orang dapat berbeda-beda tergantung
pada cara pandangnya, seperti dikemukan oleh Chung dan Maginson (1981 :
506) bahwa “efectiveness means different to different people”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1981 : 219) efektif berarti
mempunyai efek (pengaruh, atau akibat), manjur atau mujarab, dapat membawa
hasil yang memuaskan. Jadi, efektivitas berarti keefektifan atau daya guna atau
adanya kesesuaian antara orang-orang yang melaksanakan tugas dalam suatu
kegiatan dengan sasaran yang dituju sebagaimana diungkapkan oleh Robbins
(1994 : 53), keefektifan didefinisikan sebagai sejauh mana sebuah organisasi
mewujudkan tujuan-tujuannya.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan


sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses
pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di
manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip
dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam
konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan
menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan
(aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta
keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi
kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja.
Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan
peserta didik.

Untuk memperoleh pembelajaran yang efektif diperlukan proses


perencanaan pembelajaran yang sistematik. Raymond A. Noe menetapkan tujuh

13
tahapan pada proses perencanaan pembelajaran seperti diperlihatkan gambar
2.1.

Malaksanakan Need assessment Memastikan Peserta Siap Mengkreasi Lingkungan Belajar


untuk Diklat

Analisis pengorganisasian Tujuan pembelajaran


Analisis personal Penampilan dan motivasi Kebermaknaan materi
Analisis kegiatan Keterampilan dasar Latihan/praktek
Umpan balik
Komunitas pembelajaran
Pemodelan
Program administrasi

Mengembangkan Rencana evaluasi Memastikan Transfer Ilmu

Identifikasi learning outcome Manajemen mandiri


Memilih desain evaluasi Anak buah dan manajer
Perencanaan analisis cost benefit Penunjang

Memilih Metoda Monitoring dan Evaluasi


Pembelajaran Pembelajaran

Tradisional Melaksanakan evaluasi


E-learning Menyempurnakan program

Gambar 2.1 Tahapan Proses Pembelajaran

Tahap 1 adalah melaksanakan needs assessment untuk mengidentifikasi


perlunya pembelajaran. Kegiatan utamanya ialah mengorganisasikan atau
merencanakan pembelajaran, mempertimbangkan keadaan peserta didik serta
kegiatan yang akan dilakukan oleh fasilitator dan peserta didik. Cakupan kegiatan
pada tahap 2 meliputi kesiapan peserta didik yang akan mengikuti pembelajaran
dalam hal motivasi dan penguasaan keahlian dasar untuk memasuki substansi
pembelajaran. Tahap 3 adalah mempersiapkan lingkungan belajar yang

14
mencakup tujuan, kebermaknaan materi, kegiatan latihan/praktik yang akan
dilakukan, umpan balik, komunitas pembelajaran, pemodelan dan administrasi,
yang kesemuanya dituangkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) atau Satuan Acara Pembelajaran (SAP). Tahap 4 adalah
memastikan bahwa peserta dapat menerapkan apa yang akan mereka pelajari
pada pekerjaannya, yang berarti perlu peningkatan kecakapan manajemen.
Tahap 5 adalah perencanaan evaluasi dengan berpedoman pada hasil
pembelajaran yang diharapkan yang dapat mengukur pengetahuan, dan perilaku
atau kecakapan serta pemilihan disain evaluasi yang memungkinkan untuk
dilaksanakan. Tahap 6 mencakup pemilihan metodologi pembelajaran yang
didasarkan pada tujuan pembelajaran dan lingkungan belajar, yang mungkin
melibatkan metode tradisional dengan interaksi face-to-face menggunakan trainer
atau e-learning. Tahap 7 merupakan tahap evaluasi dari keseluruhan tahapan
dari rencana pembelajaran yang telah disiapkan, yang dalam hal ini
dimungkinkan adanya penyempurnaan pada setiap tahapannya.

2.1.3 Trend pembelajaran matematika dewasa ini


Beralihnya pendidikan matematika dari bentuk formal (teori dan latihan) ke
reinvention, proses (activities), penerapan, dan pemecahan masalah nyata,
menuntut terjadinya penyempurnaan pembelajaran. Beberapa kajian
mengungkapkan penyempurnaan itu meliputi:
Perubahan paradigma dari guru mengajar ke peserta didik belajar.
 Peralihan dari belajar perorangan ke belajar bersama (cooperative learning).
 Peralihan dari dasar positivist (behaviourist) ke konstruktivisme, atau dari
subject centered ke learner centered (terbentuk/terkonstruksinya
pengetahuan) secara teori baru yang menyatakan bahwa pengetahuan
terbentuk di dalam pikiran sendiri oleh peserta didik sendiri berdasar pada
pengetahuan yang sudah dipelajari).
 Peralihan dari teori pemindahan pengetahuan (knowledge transmitted) ke
bentuk interaktif, investigatif, eksploratif, kegiatan terbuka ketrampilan proses
dan pemecahan masalah.
 Peralihan dari belajar menghafal (rote learning) ke belajar pemahaman
(learning of understanding).

15
 Beralihnya bentuk evaluasi ke bentuk authentic assessment seperti misalnya
portofolio, journal, proyek, laporan peserta didik, penampilah atau yang lain.

Penyempurnaan yang sedang trend saat ini adalah dicobakannya strategi


pembelajaran matematika yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan yang
biasa disebut pendekatan PAKEM.

2.1.3.1 Pembelajaran Aktif dalam Matematika


Pembelajaran aktif atau yang dikenal dengan Cara Belajar Peserta didik
Aktif (CBSA), sebenarnya bukan barang baru, tetapi di Indonesia sekitar tahun
90an, saat dipopulerkan secara nasional barangkali disebut baru. Pengertian
CBSA sendiri tidak mudah didefinisikan secara tegas sebab bukan bukanlah
belajar itu sendiri wujud dari keaktifan peserta didik, walaupun derajat keaktifan
bisa saja tidak sama di samping ada banyak sekali keaktifan yang tidak bisa
diukur atau diamati. Keaktifan dalam pembelajaran aktif adalah lebih banyak
berupa keaktifan mental, meskipun dalam beberapa hal ada juga yang
diwujudkan dalam keaktifan fisik.
Sejalan dengan faham konstruktifisme, diyakini bahwa mengajar
matematika tidak dapat disamakan dengan menuangkan air ke dalam botol atau
menuliskan sesuatu informasi pada selembar kertas. Konstruktifisme
berlandaskan dua hipotesis, yaitu:
 Pengetahuan dibangun atau dikonstruksi secara aktif oleh dan dalam diri
subyek belajar, bukan secara pasif diterima dari lingkungan belajar.
 Peranjakan dalam memahami pengetahuan sesuatu merupakan proses
adaptif, yang mengorganisasikan pengalaman belajar dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Dalam faham konstruktifisme diyakini bahwa pengetahuan (knowledge)
tentang sesuatu merupakan konstruksi (bentukan) oleh subyek yang dalam
proses dalam memahami sesuatu itu. Pengetahuan bukanlah suatu gambaran
tentang suatu kenyataan yang ada, pengetahuan selalu merupakan akibat dari
suatu konstruksi kognitif. Menurut Paul Suparno dalam Setiawan, kenyataan
melalui kegiatan seseorang, pengetahuan bukanlah tentang dunia yang lepas
dari pengalaman, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari

16
pengalaman atau dunia sejauh yang dialaminya. Proses pembuktian ini berjalan
terus menerus, setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu
pemahaman yang baru. Pengetahuan selalu merupakan suatu konstruksi dari
seseorang yang mengetahui, maka tidak dapat ditransfer kepada penerima yang
pasif. Penerima sendiri harus mengkonstruksikan sendiri pengetahuan itu.
Semua yang lain, entah obyek maupun lingkungan hanyalah sarana terjadinya
konstruksi tersebut. Berangkat dari pandangan ini maka seorang peserta didik
akan dapat memahami matematika hanya apabila peserta didik secara aktif
mengkonstruksikan pengetahuan yang ada pada dirinya lewat pengalamannya
dengan lingkungan. Dalam pembelajaran aktif peserta didik lebih berpartisipasi
aktif sedemikian rupa sehingga kegiatan peserta didik dalam belajar jauh lebih
dominan dari kegiatan guru dalam mengajar.
Dalam belajar, proses belajar terjadi dalam benak peserta didik. Jelas
bahwa faktor peserta didik sangat penting di samping faktor lain. Dengan
demikian perlu diketahui bahwa belajar aktif bukanlah merupakan konsep yang
memisahkan pembelajaran secara dikotomis menjadi pembelajaran aktif dan
pembelajaran pasif. Derajat keaktifan dapat mempunyai rentang dari sangat
rendah, sedang, agak tinggi, sampai dengan tinggi.

2.1.3.2 Pembelajaran Kreatif dalam Matematika


Apabila pembelajaran aktif penekanannya bagaimana peserta didik secara
aktif mengkonstruksi pemahamannnya tentang sesuatu yang dipelajarinya, maka
pembelajaran kreatif penekanannya bagaimana guru sebagai fasilitator dalam
pembelajaran matematika mampu memfasilitasi pembelajaran sehingga memberi
suasana yang kondusif bagi peserta didik untuk belajar. Dengan bermodal pada
pengalaman dan pengetahuannya serta mau terus belajar dan mengamati dan
berkreasi dengan memanfaatkan lingkungan sekitar, sehingga tercapai tujuan
pembelajaran yang baik. James E. Stice dalam Setiawan, seorang profesor
kawakan dari North Carolina bersama Richard Felder pada 1991 secara kreatif
mendirikan National Effective Teaching Institute (NETI). Berikut ini adalah saran-
saran yang diajukannya, bagaimana seorang guru secara kreatif menciptakan
suatu suasana kondusif dalam pembelajarannya agar efektif, saya jamin Anda
akan melihat keberhasilannya. Untuk itu Stice memberikan saran-sarannya
sebagai berikut:

17
 Pahamilah apa yang sedang Anda bicarakan.
Untuk itu guru tidak boleh lagi berfalsafah boleh ”menang semalam” dari
pesertadidiknya, berbagai survai yang masih diikuti survai berikutnya,
akhirnya sampai pada suatu kesimpulan dari hasil penilaian peserta didik
kepada gurunya (sebagai umpan balik), menunjukkan bahwa peserta didik
tidak dengan mudah menerima materi pengajaran yang tidak disiapkan oleh
gurunya sendiri. Hal ini menuntut guru secara kreatif mempersiapkan materi
pembelajaran. Tidak sekadar mencomot dari sana sini dan belum dikemas
oleh gurunya.
 Ajarilah dan kedepankan dengan contoh.
Guru harus menunjukkan bahwa keberhasilan seseorang menjadi mantap
secara intelektual menjadi lebih profesional adalah dari hasil belajarnya.
 Hargailah peserta didik Anda.
Salah satu bagian dari menghargai peserta didik adalah membuatnya berani
mengajukan suatu pertanyaan dan berani mengatakan pendapatnya.
 Berilah motivasi kepada peserta didik Anda.
Belajar akan menjadi lebih efektif apabila si pembelajar dimotivasi dan
disemangati untuk ambil bagian dalam menyelesaikan tugas dalam
belajarnya. Pertahankanlah ketertarikan peserta didik menggunakan materi
pelajaran dengan berbagai contoh dan variasinya. Dengan demikian guru
dituntut secara kreatif untuk selalu memberi motivasi sepanjang jalannya
pembelajaran dan terus mengupayakan ketertarikan peserta didik.
 Konstruksikan selalu tujuan pembelajaran yang akan Anda ajarkan.
Dengan telah dikonstruksikan selalu tujuan pembelajaran, maka Anda dapat
memilih kegiatan-kegiatan kelas, memilih bacaan, dan penetapan tugas
rumah yang lebih fokus untuk membantu peserta didik meningkatkan
kemampuannya. Dari sini guru dituntut secara kreatif mengembangkan
silabus sehingga mampu diselenggarakan suatu proses pembelajaran
sehingga diwujudkannya suatu kemampuan dasar yang telah ditetapkannya.
 Ajarilah peserta didik problem solving skill.
Peserta didik mengerti banyak, tetapi tidak banyak dari mereka yang mengerti
bagaimana menerapkan pengetahuannya untuk menyelesaikan problem yang

18
belum pernah mereka pelajari sebelumnya. Di sini kreativitas guru dituntut
meningkatkan kemampuan problem solving peserta didik.
 Katakan dan perlihatkan.
Kebanyakan yang kita ajarkan adalah abstrak. Kita seringkali menerapkan
kecanggihan matematika untuk menurunkan suatu relasi, membangun suatu
konsep, dan memaksakan dengan itu semua untuk memecahkan masalah.
Sehingga sering dijumpai peserta didik melewati itu semua tanpa memahami
secara realistis fenomena pokok yang sedang didiskusikan. Jawablah
tantangan itu secara kreatif dengan memvariasikan metoda-metoda yang
lebih membuatnya lebih kongkrit. Dengan merealisasikan konsep-konsep
terhadap dunia riil, memberanikan kelompok kerja menggunakan cara apapun
untuk dapat mengetuk pintu pengetahuan peserta didik.
 Baca dan baca terus model-model pembelajaran.
Perkembangan dan perpaduan model pembelajaran matematika sangat
beragam, oleh karena itu penting artinya bagi pendidik untuk terus
meningkatkan pengetahuan itu, guna menghasilkan mutu pembelajaran
matematika yang makin meningkat. Belajar tentang berbagai jalan yang dilalui
oleh orang yang belajar adalah langkah pertama untuk mengeliminasi tidak
sesuainya (mismatch) antara gaya belajar peserta didik dengan gaya
mengajar dari pengajarnya.
 Ajarkan peserta didik Anda tentang belajar.
Seseorang dapat dijadikan figur idola dalam belajarnya dengan style yang
berbeda-beda. Secara kreatif kita dapat menceriterakan gaya belajar penemu
atau gaya belajar Kolb atau gaya belajar indikator dari Myers-Briggs. Dengan
memahami gaya-gaya belajar yang disenangi, peserta didik akan menentukan
cara belajar yang efektif bagi mereka sendiri.
 Konstruksikan tes yang valid.
Konstruksikan tes yang akurat untuk mengukur apa yang akan diukur,
mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai dan pengembangan
silabus yang telah dirumuskan. Teori tentang teknik penyusunan dan
pengujian tes tidak sulit diperoleh dan dengan kemampuan menyusun soal
tes yang akurat akan menjadikan seorang pendidik tambah profesional.

19
2.1.3.3 Pembelajaran Efektif dalam Matematika
Kanold (dalam Suryanto, 1999) mengemukakan resep pembelajaran
efektif, yang meliputi perencanaan, penyajian, dan penutupan sebagai berikut.
a. Perencanaan.
1). Memulai pertemuan dengan tinjauan singkat atau dengan masalah
pembuka selera.
2). Memulai pelajaran dengan pemberitahuan tujuan dan alasan secara
singkat.
3). Menyajikan bahan pelajaran baru sedikit demi sedikit, dan di antara
bagian-bagian penyajian yang sedikit itu memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk memahami, mencobakan, bertanya, dan
sebagainya.
4). Memberikan petunjuk yang rinci untuk setiap tugas bagi peserta didik.
5). Memeriksa pemahaman peserta didik dengan jalan mengajukan banyak
pertanyaan dan latihan yang cukup banyak.
6). Meperbolehkan peserta didik bekerjasama sampai pada tingkat dapat
mengerjakan tugas secara mandiri.
b. Penyajian.
1). Pemeriksaan pemahaman oleh peserta didik dilakukan dengan
pemberian tugas. Pendidik memberikan penjelasan pembuka jalan,
kemudian peserta didik menyelesaikan tugas itu, lalu pendidik berkeliling
memeriksa hasilnya, dan memberi bantuan. Di akhir tahap ini, peserta
diminta membuat ringkasan proses langkah-langkah penyelesaian tugas.
2). Pertanyaan diajukan kepada seluruh peserta, peserta diberi cukup waktu
untuk menemukan jawaban, kemudian salah seorang ditunjuk untuk
menjawab pertanyaan, akhirnya jawaban ditawarkan kepada yang lain
untuk menilai kebenaran atau ketepantannya.
3). Pada pembelajaran tentang konsep atau prosedur, peserta didik
mengerjakan latihan terbimbing. Pendidik membimbing dengan
menugasi peserta didik bekerja berkelompok kecil atau berpasangan
untuk merumuskan jawaban atas latihan itu. Menyelidiki pola yang
mungkin ada, menyusun strategi yang diperlukan dalam mengerjakan
latihan itu, dan sebagainya.

20
c. Penutup pertemuan.
1). Jika sisa waktu tinggal sedikit, digunakan untuk membuat ringkasan dari
pembelajaran yang baru saja selesai.
2). Jika sisa waktu agak banyak, digunakan untuk membicarakan langkah
awal penyelesaian tugas yang harus dikerjakan di rumah.

Cooperative Learning (pembelajaran kooperatif) atau sering dinamakan


pembelajaran gotong royong merupakan jenis belajar yang dapat digunakan
dalam pembelajaran efektif. Ciri dari pembelajaran kooperatif meliputi kelompok
terdiri atas anggota yang heterogen; ada ketergantungan yang positif di antara
anggota-anggota kelompok; kepemimpinan dipegang bersama, tetapi ada
pembagian tugas selain kepemimpinan; guru mengamati kerja kelompok dan
melakukan intervensi bila perlu; serta setiap anggota kelompok harus siap
menyajikan hasil kerja kelompok. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan
bahwa belajar kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang efektif untuk
semua jenjang sekolah dan untuk berbagai mata pelajaran, termasuk pelajaran
matematika. Pada pembelajaran matematika di kelas dengan pembelajaran
kooperatif lebih dari sekedar kompetitif, karena siswa belajar dengan pasti atau
mendiskusikan tugas-tugas matematika yang diberikan, dan saling membantu
dalam memecahkan masalah.

Pembelajaran yang bermakna dan kontekstual juga merupakan suatu


pembelajaran efektif dalam Pendekatan PAKEM. Belajar dan mengajar
kontekstual dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pembelajaran bermakna
b. Penerapan pengetahuan
c. Berpikir tingkat tinggi
d. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan isi pembelajaran dikaitkan
dengan standar lokal, propinsi, dan nasional.
e. Responsif terhadap budaya.
f. Penilaian otentik, misalnya penilaian proyek, kegiatan peserta didik,
penggunaan portofolio, daftar cek, observasi akan merefleksikan hasil belajar
sesungguhnya.

21
2.1.3.4 Pembelajaran Menyenangkan dalam Matematika
Motivasi merupakan kunci utama pembelajaran yang menyenangkan. Gagne
(dalam Setiawan) menyatakan bahwa motivasi untuk pembelajaran adalah
dorongan utama yang mengakibatkan seseorang dengan senang hati, terdorong
untuk meraih suatu tujuan. Dengan adanya motivasi yang baik, peserta didik
akan lebih mudah dan senang. Motivasi dalam pembelajaran matematika adalah
usaha-usaha untuk menyediakan kondisi sehingga seseorang terdorong untuk
belajar lebih baik, dan mempengaruhi peserta didik sehingga pada diri peserta
didik timbul dorongan untuk belajar sehingga diperoleh pengertian, pengetahuan,
sikap, dan penguasaan kecakapan, agar dapat menguasai kesulitan-kesulitan.
Tim Instruktur Pemantapan Kerja Guru (PKG) Sekolah Menengah (1994),
menyimpulkan sejumlah motivasi yang dapat dikembangkan di sekolah yang
dapat dimanfaatkan untuk menjadikan peserta didik menyenangi dan termotivasi
untuk belajar matematika dan sudah barang tentu untuk pembelajaran
Trigonometri SMU, diantaranya
1. Pemberian nilai
2. Persaingan. Di sekolah persaingan sering mempertinggi hasil belajar, baik
persaingan individual maupun persaingan kelompok.
3. Kerja sama. Jika peserta didik diminta untuk melakukan tugas bersama-
sama, saling bantu membantu dalam mengerjakan tugas akan mempertinggi
kegiatan pembelajaran dan dapat memupuk hubungan sosial yang sehat.
4. Keterlibatan harga diri. Bila peserta didik merasa pentingnya tugas yang
harus diembannya, maka ia akan menerima sebagai suatu tantangan dengan
mempertaruhkan harga dirinya.
5. Tugas atau pertanyaan yang menantang.
6. Pujian.
7. Penampilan guru. Bahwa guru yang menarik perhatian peserta didik
terhadap pelajaran dapat menimbulkan minat yang lebih mendalam terhadap
pelajaran itu.
8. Suasana yang menyenangkan.
9. Pengertian, ia akan berusaha untuk mencapainya. Tujuan yang menarik bagi
peserta didik adalah motivasi yang sangat baik.
10. Variasi kegiatan belajar. Dengan digunakannya bermacam-macam alat bantu
pembelajaran, menceriterakan sejarah yang berhubungan dengan topik,

22
kegiatan laboratorium dan outdoor mathematics, akan membangkitkan minat
peserta didik dalam belajar matematika.
11. Matematika sebagai rekreasi. Bahwa pengajaran yang disisipi teka-teki
matematika, permainan dan tebakan yang menyangkut sifat-sifat matematika
dapat membangkitkan pengalaman yang menyenangkan terhadap
matematika.
Memang membangkitkan motivasi itu tidak mudah, di bawah ini diberikan
beberapa resep untuk membangkitkan motivasi, sehingga akan semakin
menyenangi belajar matematika, diantaranya:
1. Usahakan agar setiap tujuan pembelajaran itu jelas dan menarik.
2. Usahakan untuk memberikan motivasi dengan contoh. Guru harus
berkompeten dalam matematika yang diajarkannya.
3. Guru harus antusias pada matematika dan memperlihatkan kegemaran
terhadap matematika, dan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Ciptakan suasana yang menyenangkan.
5. Usahakan agar peserta didik sebanyak mungkin terlibat dalam kegiatan
belajar mengajar.
6. Hubungkanlah bahan pelajaran dengan kebutuhan peserta didik.
7. Pujian dan hadiah lebih berhasil dalam membangkitkan motivasi daripada
hukuman dan celaan.
8. Pekerjaan dan tugas harus sesuai dengan kematangan dan kesanggupan
peserta didik.
9. Hargailah pekerjaan yang telah dilakukan peserta didik.
10. Berikanlah kritik dengan senyuman.
11. Usahakanlah agar selalu terdapat motivasi pada setiap langkah proses
pembelajaran.

23
2.2 Kerangka Berpikir

WI : Peserta :
KONDISI Belum mengoptimalkan Sulit memahami materi
AWAL fasilitas bengkel dalam aplikasi matematika
pembelajaran

SIKLUS I
Pembelajaran
Pembelajaran kon-
kontekstual dalam
tekstual ke bengkel
pembelajaran
TINDAKAN matematika terapan
yang didahului
pembelaran di kelas

SIKLUS II
Pembelajaran kon-
tekstual langsung ke
bengkel
Peningkatan efekti-
KONDISI AKHIR vitas pembelajaran
matematika terapan

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

2.3 Hipotesis Tindakan


Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah:
“pembelajaran kontekstual dengan penjelasan langsung dapat meningkatkan
efektivitas pembelajaran matematika terapan pada diklat guru matematika SMK
di PPPTK-BMTI”.

24
BAB III
METODA PENELITIAN

3.1 Setting

3.1.1 Tempat Penelitian


Penelitian berjudul Penerapan Pembelajaran Kontekstual Guna
Meningkatkan Efektivitas Pembelajaran Matematika Terapan pada Diklat
Peningkatan Kompetensi Guru Matematika SMK Di PPPPTK-BMTI ini
dilaksanakan di tempat kerja peneliti, yaitu di PPPPTK-BMTI Jalan Pasantren
Cibabat Cimahi.

3.1.2 Waktu dan Siklus Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan lebih kurang selama tiga bulan, dengan rincian
sebagai berikut.
3.1.2.1 Penyiapan instrumen dan dokumen pembelajaran 2 (dua) minggu
sebelum diklat dimulai. Diklat matematika terapan akan berlangsung
tanggal 4 Juni s.d 3 Juli 2008.
3.1.2.2 Pelaksanaan siklus I selama dua hari, yaitu pada pembelajaran
pertama dan kedua (terdiri dari dua kali pertemuan sebanyak 20 jam
pelajaran). Pembelajaran dilakukan sesuai dengan SAP 1 dan SAP 2.
3.1.2.3 Pelaksanaan siklus II selama dua hari, yaitu hari ketiga dan keempat
pembelajaran (terdiri dari dua kali pertemuan sebanyak 18 jam
pelajaran). Pembelajaran dilakukan sesuai dengan SAP 3 dan SAP 4.
3.1.2.4 Penyusunan laporan penelitian selama 8 (delapan) minggu.

3.1.3 Observer
Observer atau pengamat yang dilibatkan dalam penelitian diambil dari
teman sejawat, yaitu bapak Totok Triwibowo, SE., MM. dan ibu Laeny Siti
Hasanah, SPd., MSi. Pemilihan dua observer berbeda dimaksudkan agar data
yang diperoleh reprensentatif.

25
3.2 Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian yaitu peserta diklat Peningkatan Kompetensi
Guru Matematika SMK tahun 2008 yang berjumlah 24 orang.

3.3 Sumber Data


Data yang akan diolah dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh dari
kegiatan pembelajaran berupa catatan observer yang dituliskan dalam instrument
dan hasil penilaian pre tes dan post tes pada setiap siklus penelitian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Data yang diperlukan untuk menjawab tujuan pertama dari penelitian ini,
yaitu pembelajaran kontekstual memenuhi kriteria interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi, aktif, kreatif dan mandiri pada
pembelajaran matematika terapan, dijaring menggunakan instrument
pengamatan. Sedangkan data untuk mengukur efektivitas dijaring melalui
dokumen hasil pre tes dan post tes.

3.5 Validasi Data


Data yang diperoleh dari proses pembelajaran divalidasi melalui refleksi
yang dilakukan oleh pengajar dan observer, sedangkan validasi data hasil belajar
dilakukan dengan memvalidasi tingkat kesulitan soal-soal yang diujikan terhadap
substansi materi yang dipelajari dan soal-soal tahun lalu.

3.6 Teknik Pengolahan Data


Pengolahan data hasil belajar dilakukan dengan menghitung selisih rata-
rata post tes dan pre tes pada setiap siklus kemudian dibandingkan. Makin tinggi
selisih post tes dan pre tes menunjukkan makin efektif hasil pembelajaran yang
dilakukan. Sedangkan data yang dijaring melalui instrument pengamatan, dipilah
untuk mengetahui peningkatan kategori interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi, aktif, kreatif dan mandirinya.

3.7 Indikator Kinerja

26
Indikator kinerja dari penelitian ini mencakup tiga hal, yaitu:
3.7.1 Dibuktikannya bahwa pembelajaran kontekstual memenuhi kriteria inter-
aktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi, aktif, kreatif dan
mandiri pada pembelajaran matematika terapan.
3.7.2 Diketahuinya peningkatan efektivitas pembelajaran matematika terapan
menggunakan pembelajaran kontekstual.
3.7.3 Ditemukannya langkah-langkah implementasi pembelajaran kontekstual
yang tepat dalam pembelajaran matematika terapan.

3.8 Prosedur Penelitian


Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.8.1 Menetapkan permasalahan pembelajaran yang dialami oleh peneliti.
3.8.2 Menyiapkan proposal penelitian untuk mendapatkan persetujuan pimpinan
PPPPTK-BMTI.
3.8.3 Menyiapkan satuan acara pembelajaran (SAP) untuk pelaksanaan siklus I
dengan penekanan pada pembelajaran kelas yang disambung dengan
pembelajaran bengkel (kontektual), dan untuk pelaksanaan siklus II
dengan penekanan pembelajaran langsung di bengkel.
3.8.4 Menyiapkan bahan belajar dan instrumen pengamatan.
3.8.5 Menetapkan teman sejawat untuk bertindak sebagai observer.
3.8.6 Pelaksanaan pengumpulan data selama pembelajaran menggunakan SAP
yang telah disiapkan berlangsung selama empat pertemuan.
3.8.7 Bersama observer melakukan refleksi hasil pembelajaran setiap siklus.
3.8.8 Menyusun laporan penelitian tindakan kelas.

27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Awal
Diklat matematika terapan bagi guru matematika SMK yang dilaksanakan
oleh PPPPTK-BMTI sudah berjalan sejak tahun 1983. Sejak itu pula selalu
muncul ungkapan “sulit” dari peserta yang berlatar belakang matematika untuk
memahami atau mengingat nama dan bentuk peralatan teknik yang obyek
terapan dari matematika. Bahkan tidak sedikit dari peserta yang tertawa ketika
mendengar nama komponen mesin seperti “alur ekor burung”, “roda gigi cacing”
atau “batang sinus”. Namun dari bahan ketawa itu, mereka jadi selalu ingat akan
nama dan bentuk dari peralatan yang diketawakan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan efektivitas
pembelajaran matematika terapan, mulai dari pemakaian transfaransi over heat
projector, membuat benda teknik tiruan (model), membawa peralatan bengkel ke
kelas, bahkan membawa peserta ke bengkel lembaga maupun industri yang
mengoperasikan fasilitas yang menjadi obyek matematika terapan. Namun
seberapa jauh peningkatan efektivitas pembelajarannya, hingga saat ini belum
pernah diukur.
Berbekal anggapan bahwa guru matematika SMK memiliki kesamaan
karakteristik, maka pada penelitian ini, kesulitan memahami matematika terapan
dijadikan sebagai kondisi awal.

4.2 Hasil Siklus I


4.2.1 Perencanaan Tindakan
Materi pembelajaran pada siklus I terdiri dari dua pokok bahasan untuk
dua kali pertemuan (20 jam), yakni Aplikasi Operasi Bilangan Real serta Aplikasi
Persamaan dan Pertidaksamaan. Tindakan yang dirancang pada setiap
pertemuan adalah:
 memberikan pre tes,
 menyajikan contoh-contoh aplikasi menggunakan alat bantú komputer dan in
focus,
 membawa peserta ke bengkel mesin untuk melihat kontekstual dari peralatan
yang dijadikan obyek aplikasi matematika,

28
 peserta kembali ke kelas dan melakukan diskusi dengan widyaiswara tentang
materi yang sedang dipelajari,
 penugasan peserta untuk mengerjakan soal-soal latihan dengan bimbingan
widyaiswara, dan
 memberikan post tes.
Waktu dari setiap tahapan tindakan seperti yang ditentukan dalam SAP 1
dan SAP 2 serta pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran
menggunakan acuan instrumen pengamatan.

4.2.2 Pelaksanaan Tindakan


Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang
telah dirancang dan berpedoman pada SAP yang digunakan. Posisi pengamat
pada saat pembelajaran berada di belakang, dan pada peserta dijelaskan bahwa
kehadiran pengamat adalah mengamati berlangsungnya proses pembelajaran
untuk keperluan perbaikan (tidak untuk keperluan penelitian).
Nilai hasil pre tes pertemuan pertama, pertemuan kedua, dan rata-rata
nilai pre tes yang diperoleh peserta, seperti ditunjukkan dalam daftar 4-1.

29
Daftar 4-1 Nilai Hasil Pre Test Aplikasi Operasi Bilangan Real (OBR) serta Persamaan dan
Pertidaksamaan (PP)
Materi
No
OBR PP Rata-rata
1 40 60 50
2 60 50 55
3 50 40 45
4 30 20 25
5 50 60 55
6 40 50 45
7 40 50 45
8 40 45 42,5
9 40 65 52,5
10 60 50 55
11 40 40 40
12 40 40 40
13 40 50 45
14 20 50 35
15 40 45 42,5
16 30 45 37,5
17 60 30 45
18 40 50 45
19 40 60 50
20 50 40 45
21 40 60 50
22 40 35 75
23 40 50 45
24 50 50 50
Rata-rata 42,5 51.5 47

4.2.3 Hasil Pengamatan


Hasil pengamatan yang dicatat oleh observer pada pembelajaran pertama
dan kedua adalah seperti ditunjukkan pada daftar 4-2.

Daftar 4-2 Hasil Pengamatan pada Pembelajaran Operasi Bilangan Real serta Persamaan dan
Pertidaksamaan

Catatan Pengamat
Unsur yang diamati
B C K SK
1. Interaksi sesama peserta 
2. Interaksi antara Widyaiswara dan peserta 
3. Ekspresi peserta akan adanya inspirasi 
4. Ekspresi keceriaan (kesenangan) peserta 
5. Ekpresi keingintahuan peserta terhadap materi 

30
6. Motivasi peserta selama pembelajaran 
7. Keaktifan peserta selama pembelajaran 
8. Kreativitas yang dilakukan peserta 
9. Kemandirian peserta dalam belajar 
10. Jumlah peserta yang bertanya 20 kali
11. Jenis pertanyaan:
a. Tentang kejelasan materi yang dibahas 13 kali

b. Tentang hubungan materi dengan materi lain 6 kali


c. Tidak ada hubungan dengan materi 1 kali
12. Urutan kegiatan pembelajaran sesuai SAP Sesuai
13. Distribusi waktu pembelajaran sesuai SAP Waktu untuk penugasan agak lebih
14. Fasilitas pembelajaran sesuai SAP sesuai
Ada beberapa peserta yang izin ke
15. Hal lain yang menjadi catatan pengamat luar saat pembelajaran
berlangsung
Keterangan: B = baik, C = cukup, K = kurang dan SK = sangat kurang

4.2.4 Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan hari pertama dan kedua terdapat 20 kali
pertanyaan dari peserta, ini menunjukkan bahwa sifat keingintahuan atau
inspiratif, interaktif, motivasi dan keaktifan peserta dalam pembelajaran cukup
tinggi. Namun demikian, bersama observer disepakati bahwa pada siklus kedua
perlu ada pertanyaan langsung dari widyaiswara pada saat penjelasan, atau
sebagai balikan dari pertanyaan yang diajukan peserta, sehingga dapat
memancing pertanyaan dari peserta.
Keseriusan peserta mengikuti pembelajaran juga cukup baik dan tidak
tampak ada yang ngantuk, ini menunjukkan bahwa pembelajaran memenuhi
kriteria cukup menyenangkan. Dengan masukkan dari pengamat disepakati
bahwa pada siklus berikutnya akan lebih baik jika di antara pembahasan
disisipkan permainan-permainan, khususnya permainan matematika, untuk lebih
meningkatkan variasi pembelajaran.
Penugasan individual dalam mengerjakan soal-soal latihan dilakukan oleh
peserta dengan serius, ini menunjukkan bahwa pembelajaran memenuhi kriteria
aktif, kreatif dan mandiri.

31
Pada pembelajaran di bengkel mesin perlu menggunakan pengeras suara
karena sebagian peserta kurang jelas mendengar informasi yang diberikan oleh
widyaiswara, atau pembelajarannya dilakukan dengan membagi peserta menjadi
du kelompok.

4.3 Hasil Siklus II


4.3.1 Perencanaan Tindakan
Materi pembelajaran pada siklus II terdiri dari tiga pokok bahasan untuk
dua kali pertemuan (18 jam), yakni Aplikasi Geometri, Aplikasi Trigonometri, dan
Aplikasi Diferensial Integral. Tindakan yang dirancang pada setiap pertemuan
adalah:
 memberikan pre tes,
 membawa peserta ke bengkel mesin untuk melihat kontekstual dari peralatan
yang dijadikan obyek aplikasi matematika,
 peserta kembali ke kelas dan mengikuti penjelasan contoh-contoh aplikasi
menggunakan alat bantú komputer dan in focus,
 melakukan diskusi dengan widyaiswara tentang materi yang sedang dipelajari,
 penugasan peserta untuk mengerjakan soal-soal latihan dengan bimbingan
widyaiswara, dan
 memberikan post tes.
Waktu dari setiap tahapan tindakan seperti yang ditentukan dalam SAP 3
dan SAP 4 serta pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran
menggunakan acuan instrumen pengamatan.

4.3.2 Pelaksanaan Tindakan


Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang
telah dirancang dan berpedoman pada SAP yang digunakan. Posisi pengamat
pada saat pembelajaran berada di belakang, dan pada peserta dijelaskan bahwa
kehadiran pengamat adalah mengamati berlangsungnya proses pembelajaran
untuk keperluan perbaikan (tidak untuk keperluan penelitian).
Nilai hasil pre tes pertemuan ketiga, pertemuan keempat, dan rata-rata
nilai pre tes yang diperoleh peserta, seperti ditunjukkan dalam daftar 4-3.

32
Daftar 4-3 Nilai Hasil Pre Test Aplikasi Geometri (G) serta Trigonometri dan
Diferensial Integral (TDI)
Materi
No
G TDI Rata-rata
1 30 20 25
2 45 40 42,5
3 45 30 37,5
4 30 35 32,5
5 40 40 40
6 30 30 30
7 40 40 40
8 40 35 37,5
9 40 30 35
10 40 40 40
11 40 35 37,5
12 30 40 35
13 40 40 40
14 50 60 55
15 40 30 35
16 40 35 37,5
17 40 20 30
18 45 40 42,5
19 40 40 40
20 40 20 30
21 45 40 42,5
22 35 20 27,5
23 40 30 35
24 40 40 40
Rata-rata 37,8 34,6 36,2

4.3.3 Hasil Pengamatan


Hasil pengamatan yang dicatat oleh observer pada pembelajaran ketiga
dan keempat adalah seperti ditunjukkan pada daftar 4-4.

33
Daftar 4-4 Hasil Pengamatan pada Pembelajaran Aplikasi Geometri, Trigonometri dan
Diferensial Integral

Catatan Pengamat
Unsur yang diamati
B C K SK
1. Interaksi sesama peserta 
2. Interaksi antara Widyaiswara dan peserta 
3. Ekspresi peserta akan adanya inspirasi 
4. Ekspresi keceriaan (kesenangan) peserta 
5. Ekpresi keingintahuan peserta terhadap materi 
6. Motivasi peserta selama pembelajaran 
7. Keaktifan peserta selama pembelajaran 
8. Kreativitas yang dilakukan peserta 
9. Kemandirian peserta dalam belajar 
10. Jumlah peserta yang bertanya 16 kali
11. Jenis pertanyaan:
a. Tentang kejelasan materi yang dibahas 12 kali

b. Tentang hubungan materi dengan materi lain 2 kali


c. Tidak ada hubungan dengan materi 2 kali
12. Urutan kegiatan pembelajaran sesuai SAP Sesuai
13. Distribusi waktu pembelajaran sesuai SAP Waktu untuk penugasan agak lebih
14. Fasilitas pembelajaran sesuai SAP sesuai
Kertas untuk pengerjaan tugas
15. Hal lain yang menjadi catatan pengamat
kurang dan perlu kalkulator
Keterangan: B = baik, C = cukup, K = kurang dan SK = sangat kurang

4.3.4 Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan hari ketiga dan keempat terdapat 16 kali
pertanyaan dari peserta, ini menunjukkan bahwa sifat keingintahuan atau
inspiratif, interaktif, motivasi dan keaktifan peserta dalam pembelajaran cukup
tinggi. Masukkan dari pengamat diungkapkan bahwa, ketika penjelasan di
bengkel ada peserta yang mempermainkan peralatan bengkel, sehingga
perhatian terhadap penjelasan tidak fokus. Kelelahan peserta juga tampak,
karena harus berdiri terlalu lama. Perlu ada penjelasan di awal sebelum masuk
ke bengkel tentang batasan materi yang dipelajari, sehingga pertanyaan yang
dilontarkan peserta tidak ke luar dari materi yang dibahas.

34
Kertas buram hendaknya disiapkan dengan cukup di ruang belajar dan
jumlah kalkulator ditambah sehingga setiap peserta tidak harus menunggu untuk
menggunakannya. Peserta sangat serius ketika mengerjakan tugas individual
dan ketika mengerjakan post tes.
Pada pembelajaran setelah dari bengkel mesin, peserta sebaiknya diberi
waktu istirahat yang cukup agar ketika mengikuti penjelasan widyaiswara

4.3 Pembahasan
Dari pelaksanaan siklus I diperoleh data sebagai berikut:
No Kegiatan Evaluasi Nilai Rata-rata
1 Pre tes pertemuan I 42,5
2 Pre tes pertemuan II 51,5
Rata-rata pre tes pertemuan I dan II 47
3 Post tes pertemuan I 89,1
4 Post tes pertemuan II 83,25
Rata-rata post tes pertemuan I dan II 86,2

 Sifat keingintahuan atau inspiratif, interaktif, motivasi dan keaktifan peserta


dalam pembelajaran cukup baik
 Keseriusan peserta mengikuti pembelajaran juga cukup baik dan tidak tampak
ada yang ngantuk, ini menunjukkan bahwa pembelajaran memenuhi kriteria
cukup menyenangkan (motivasi merupakan kunci utama pembelajaran yang
menyenangkan)
 Penugasan individual dalam pembelajaran dilakukan oleh peserta dengan
serius, ini menunjukkan bahwa pembelajaran memenuhi kriteria aktif, kreatif
dan mandiri (Keaktifan dalam pembelajaran aktif adalah lebih banyak berupa
keaktifan mental, meskipun dalam beberapa hal ada juga yang diwujudkan
dalam keaktifan fisik dan pembelajaran kreatif penekanannya bagaimana guru
sebagai fasilitator dalam pembelajaran matematika mampu memfasilitasi
pembelajaran).

Dari pelaksanaan siklus II diperoleh data sebagai berikut:


No Kegiatan Evaluasi Nilai Rata-rata
1 Pre tes pertemuan III 37,8
2 Pre tes pertemuan IV 34,6
Rata-rata pre tes pertemuan III dan IV 36,2
3 Post tes pertemuan III 77,3

35
4 Post tes pertemuan IV 79,3
Rata-rata post tes pertemuan III dan IV 78,3

 Sifat keingintahuan atau inspiratif, interaktif, motivasi dan keaktifan peserta


dalam pembelajaran cukup baik
 Keseriusan peserta mengikuti pembelajaran tidak jauh berbeda dengan siklus
I.
 Penugasan individual dalam pembelajaran dilakukan oleh peserta dengan
serius, juga tidak jauh berbeda dengan siklus I.

Efektivitas pembelajaran yang ditentukan berdasarkan besaran kemajuan


belajar, diperoleh dari selisih rata-rata nilai post tes dan rata-rata nilai pre tes
setiap siklus.
Efektivitas pada siklus I = Nilai rata-rata post tes – Nilai rata-rata pre tes
= 86,2 – 47
= 39,2
Efektivitas pada siklus II = Nilai rata-rata post tes – Nilai rata-rata pre tes
= 78,3 – 36,2
= 42,1

Dari hasil perhitungan untuk menentukan efektivitas pembelajaran dapat


disimpulkan bahwa, pembelajaran pada siklus II lebih efektif dibanding
pembelajaran pada siklus I, karena memiliki nilai kemajuan belajar yang lebih
tinggi.

36
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan dan hipótesis penelitian ini serta
hasil penelitian yang dilaksanakan berdasarkan prosedur penelitian dapat
disimpulkan bahwa:
5.1.1 Pembelajaran kontekstual memenuhi kriteria interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi, aktif, kreatif dan mandiri pada
pembelajaran matematika terapan.
5.1.2 Pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran
matematika terapan.
5.1.3 Implementasi pembelajaran kontekstual yang tepat dalam pembelajaran
matematika terapan dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
o memberikan pre tes,
o membawa peserta ke bengkel mesin untuk melihat kontekstual dari
peralatan yang dijadikan obyek aplikasi matematika,
o peserta kembali ke kelas dan mengikuti penjelasan contoh-contoh
aplikasi menggunakan alat bantú komputer dan in focus,
o melakukan diskusi dengan widyaiswara tentang materi yang sedang
dipelajari,
o penugasan peserta untuk mengerjakan soal-soal latihan dengan
bimbingan widyaiswara, dan
o memberikan post tes.
5.1.4 Hipotesis dari penelitian tindakan kelas ini dapat diterima, yakni
pembelajaran kontekstual langsung dapat meningkatkan efektivitas
pembelajaran matematika terapan di PPPPTK-BMTI.

5.2. Saran
Berdasarkan simpulan penelitian disarankan hal-hal berikut:
5.1.1 Pembelajaran kontekstual memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan
dengan pendekatan lain, khususnya dalam memenuhi sifat interaktif,

37
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi, aktif, kreatif dan
mandiri. Oleh karenanya patut untuk diimplementasikan pada
pembelajaran lain, sehingga dapat dijadikan tambahan variasi
pembelajaran yang biasa digunakan selama ini.
5.1.2 Pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran,
oleh karenanya untuk tujuan peningkatan efektivitas pembelajaran mata
diklat lain pendekatan ini dapat dijadikan sebagai pendekatan alternatif
yang direkomendasikan pada setiap widyaiswara.
5.1.3 Dalam mengimplementasikan pendekatan kontekstual, hendaknya
mecobakan langkah-langkah yang telah digunakan oleh peneliti, karena
telah terbukti kelebihannya.

38
DAFTAR PUSTAKA

Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning. United states of


America: Corwin Press, Inc.

Noe, Raymond A. 2001. Employee Training & Development. Mc Graw-Hill Higher


Education.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005. Standar


Nasional Pendidikan.

Robbins, Stephen P. Alih bahasa, Udaya Jusuf. 1994. Teori Organisasi. Jakarta :
Arcan.

Setiawan, 2004. Strategi pembelajaran Matematika yang Aktif, Kreatif, Efektif,


dan Menyenangkan /PAKEM. Yogyakarta. PPPG Matematika.

Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV. Alpabeta.

Suharsimi Arikunto. 1996. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bina


Aksara.

Depdiknas. Pembelajaran Kontekstual. http://www.google.co.id/search?


hl=id&q =Depdiknas+kontekstual&btnG=Telusuri&meta=

Rosyidah Fima. Pengembangan KBK Melalui Strategi Pembelajaran Kontekstual.


http://re-searchengines.com/art05-96.html

39
LAMPIRAN
Satuan Acara Pembelajaran (SAP)
Instrumen Hasil Pengamatan
Nilai Hasil Pre tes
Nilai Hasil Post tes

a
PUSAT PENGEMBANGAN PENATARAN GURU TEKNOLOGI BANDUNG
(TECHNICAL EDUCATION DEVELOPMENT CENTRE BANDUNG)
KEGIATAN DIKLAT / PENLOK / Nomor Dokumen
FORMULIR
REGULER F/IPD/06.05

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN


(S A P)

DIKLAT : Matematika Teknik Bagi Guru matematika SMK

MATA TATARAN : Aplikasi Matematika pada Teknik Mesin


TANGGAL : 5 s.d 8 Juni 2008
Jumlah jam : 40 jam

Nama Widyaiswara : Drs. Wiyoto, MT


NIP : 130 609 914

b
PUSAT PENGEMBANGAN PENATARAN GURU TEKNOLOGI BANDUNG
(TECHNICAL EDUCATION DEVELOPMENT CENTRE BANDUNG)

KEGIATAN DIKLAT / PENLOK / Nomor Dokumen


FORMULIR
REGULER F/IPD/06.05

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)


NAMA DIKLAT :

1. MATA DIKLAT : Aplikasi Matematika pada Teknik Mesin

2. WAKTU : 40 jam

3. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM : Peserta dapat menerapkan matematika


pada teknik mesin
4. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS : - Peserta dapat menerapkan Operasi
Bilangan Real
- Peserta dapat menerapkan Persama-
an dan Pertidaksamaan
- Peserta dapat menerapkan Geometri
- Peserta dapat menerapkan
Trigonometri
- Peserta dapat menerapkan
Diferensial Intergral

5. POKOK BAHASAN : Aplikasi Matematika pada Teknik Mesin


6. SUB POKOK BAHASAN : - Operasi Bilangan Real
- Persamaan dan Pertidaksamaan
- Geometri
- Trigonometri
- Diferensial Integral
7. KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR :

c
PUSAT PENGEMBANGAN PENATARAN GURU TEKNOLOGI BANDUNG
(TECHNICAL EDUCATION DEVELOPMENT CENTRE BANDUNG)

KEGIATAN DIKLAT / PENLOK / Nomor Dokumen


FORMULIR REGULER F/IPD/06.05

Pertemuan I (10 JP) Operasi Bilangan Real


TAHAPAN KEGIATAN SKENARIO
NO ALAT BANTU
KEGIATAN PESERTA PEMBELAJARAN
 Menyimak  Informasi kondisi  In Focus
 Bertanya pembelajaran matema-
 Menanggapi tika di SMK dalam kaitan
Pendahuluan
1 dengan nilai UN dan
90 menit
tuntutan pembelajaran
berbasis kompetensi
 Pre tes
 Menyimak  Penyajian informasi  In Focus
 Mempelajari tentang contoh dan  Komputer
 Bertanya penyelesaian aplikasi  Handout
 Menginterpretasi Operasi Bilangan Real  Kalkulator
 Menyimpulkan pada teknik mesin di
kelas
 Diskusi tentang
pemahaman
 Peserta dibawa ke
bengkel mesin untuk
Penyajian melihat obyek aplikasi
2
320 menit  Pembagian kelompok
menjadi 5 kelompok
 Kerja kelompok untuk
menyelesaikan soal
aplikasi Operasi
Bilangan Real yang
terdapat dalam handout
 Tutorial untuk setiap
kelompok
 Diskusi tentang kesulitan
pengerjaan soal
Penutup  Mengerjakan  Diberikan 5 soal aplikasi  Lembar soal
3
90 menit soal tes Operasi Bilangan Real
Cimahi, 28 Mei 2008

Drs. Wiyoto, MT

d
NIP. 130609914
TES PENGUASAAN APLIKASI OPERASI BILANGAN REAL PADA TEKNIK MESIN
90 MENIT

1. Hitung panjang L dan


panjang W pada pelat
berlubang yang mempunyai
ketentuan seperti gambar di
samping !

2. Rencanakan susunan roda gigi pengganti pada mesin bubut untuk membuat
ulir dengan kisar 2,18 mm dan kisar ulir transportirnya 5 mm, jika roda gigi
pengganti yang tersedia mempunyai 20 s.d 120 gigi dengan selisih 5 gigi
untuk setiap roda gigi yang berurutan !

3. Diketahui transmisi pulley seperti


C D gambar di samping, dengan
B
diameter: pulley A = 12 mm
pulley B = 15 mm
pulley C = 30 mm
pulley D = 24 mm
Hitunglah:
a. Putaran pulley D, jika A
A
berputar 1600 put per menit !
b. Putaran pulley C dan putaran
pulley A, jika pulley D berputar
100 putaran per menit !

4. Perbandingan panjang (L) dengan


ketirusan poros seperti gambar
D d ialah 16 : 1. Jika diketahui D = 80
mm, hitung:
L
a. ukuran d, untuk L = 200 mm
b. ukuran L, untuk d = 30 mm

5. Cairan pendingin pahat (C) terdiri dari minyak dromus (m) dan air (a) dengan
perbandingan 1 : 18. Hitung:
a. m dan a untuk menghasilkan 28,5 liter cairan pendingin !

e
b. m dan c untuk 36 liter air !

PUSAT PENGEMBANGAN PENATARAN GURU TEKNOLOGI BANDUNG


(TECHNICAL EDUCATION DEVELOPMENT CENTRE BANDUNG)

KEGIATAN DIKLAT / PENLOK / Nomor Dokumen


FORMULIR
REGULER F/IPD/06.05

Pertemuan II (10 JP) Persamaan dan Pertidaksamaan


TAHAPAN KEGIATAN SKENARIO
NO ALAT BANTU
KEGIATAN PESERTA PEMBELAJARAN
 Menyimak  Membagikan hasil tes
Pendahuluan  Bertanya  Komentar terhadap hasil
1
90 menit  Menanggapi tes
 Pre tes
 Menyimak  Penyajian informasi  In Focus
 Mempelajari tentang contoh dan  Komputer
 Bertanya penyelesaian aplikasi  Handout
 Menginterpretasi Persamaan dan  Kalkulator
 Menyimpulkan Pertidaksamaan pada
teknik mesin di kelas
 Diskusi tentang
pemahaman
 Peserta dibawa ke
bengkel mesin untuk
Penyajian melihat obyek aplikasi
2
320 menit  Pembagian kelompok
menjadi 5 kelompok
 Kerja kelompok untuk
menyelesaikan soal
aplikasi Persamaan dan
Pertidaksamaan yang
terdapat dalam handout
 Tutorial untuk setiap
kelompok
 Diskusi tentang kesulitan
pengerjaan soal
 Mengerjakan  Diberikan 5 soal aplikasi  Lembar soal
Penutup
3 soal tes Persamaan dan
90 menit
Pertidaksamaan
Cimahi, 28 Mei 2008

Drs. Wiyoto, MT
NIP. 130609914

f
TES PENGUASAAN APLIKASI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN
PADA TEKNIK MESIN (90 MENIT)

1. Manipulasikan rumus berikut untuk variabel yang diminta !


mv 2 3V 1 1 1
a. F  untuk v b. R  4 untuk V c. f  v  u untuk u
3
r

2. Hitung nilai x, y dan z dari hubungan tiga


silinder seperti pada gambar di samping !

3. Pada pemeriksaan tegangan lentur (l) yang terjadi pada poros kerah
Mi 1
digunakan rumus   dengan Wi  dh
2
. Jika diketahui l = 300
2
Wi 6
kg/cm , d = 15 cm dan Mi = 5625 kgcm, hitunglah besarnya h !

4. Mekanisme poros engkol


b
a
motor bakar mempunyai
ketentuan seperti gambar
di samping. x merupakan
jarak dari poros ke titik mati
bawah dan y merupakan
x jarak dari poros ke titik mati
y atas. Jika diketahui
x + y = 496
y – x = 124
hitunglah jarak x, y, a dan
b!
P
5. Tekanan bidang (k) pada poros kerah dihitung dengan rumus k  
(D2  d 2 )
4

Jika diketahui k = 3750 kg/cm2, P = 3750 kg dan D = 4d, hitunglah nilai d !

g
PUSAT PENGEMBANGAN PENATARAN GURU TEKNOLOGI BANDUNG
(TECHNICAL EDUCATION DEVELOPMENT CENTRE BANDUNG)

KEGIATAN DIKLAT / PENLOK / Nomor Dokumen


FORMULIR
REGULER F/IPD/06.05

Pertemuan III (10 JP) Geometri


TAHAPAN KEGIATAN SKENARIO
NO ALAT BANTU
KEGIATAN PESERTA PEMBELAJARAN
 Menyimak  Membagikan hasil tes  In Focus
Pendahuluan
1  Bertanya  Pembahasan hasil tes
90 menit
 Menanggapi  Pre tes
 Menyimak  Peserta dibawa ke  In Focus
 Mempelajari bengkel mesin  Compact Disk
 Bertanya  Penjelasan permasalah-  Handout
 Menginterpretasi an geometri pada pera-  Kalkulator
 Menyimpulkan latan/perkakas bengkel
diselingi permainan
 Diskusi pemahaman
materi dan pertanyaan
Penyajian  Pembagian kelompok
2
320 menit menjadi 5 kelompok
 Kerja kelompok untuk
menyelesaikan soal
aplikasi Geometri yang
terdapat dalam handout
 Tutorial untuk setiap
kelompok
 Diskusi tentang kesulitan
pengerjaan soal
Penutup  Mengerjakan  Diberikan 5 soal aplikasi  Lembar soal
3
90 menit soal tes Geometri

Cimahi, 28 Mei 2008

Drs. Wiyoto, MT
NIP. 130609914

h
TES PENGUASAAN APLIKASI GEOMETRI
PADA TEKNIK MESIN (90 MENIT)

1. Suatu roda berputar dengan kecepatan 1 1/6 put/menit. Tentukan


kecepatannya dalam satuan:
a. rad/det !
b. derajat/detik !

2. Hitung besar sudut A dan B pada bentuk


corong seperti gambar !

3. Roda gigi cacing dan batang cacing pada kepala pembagi mempunyai
perbandingan gigi 40 : 1. Jika batang cacing harus berputar 60 o, berapa
putaran roda gigi cacing

4.  216 Hasil pembubutan suatu benda


 200 kerja seperti ditunjukkan pada
gambar di samping. Jika massa
jenis bahan 7,8, hitunglah massa
25

benda kerja tersebut !


20

20

 160
 250

5.  300 Corong tanpa tutup memiliki


ketentuan seperti gambar di
samping. Gambarkan jaring-jaring
corong tersebut lengkap dengan
ukurannya !
400

 160
i
PUSAT PENGEMBANGAN PENATARAN GURU TEKNOLOGI BANDUNG
(TECHNICAL EDUCATION DEVELOPMENT CENTRE BANDUNG)

KEGIATAN DIKLAT / PENLOK / Nomor Dokumen


FORMULIR
REGULER F/IPD/06.05

Pertemuan IV (10 JP) Trigonometri dan Diferensial Integral


TAHAPAN KEGIATAN SKENARIO
NO ALAT BANTU
KEGIATAN PESERTA PEMBELAJARAN
 Menyimak  Membagikan hasil tes  In Focus
Pendahuluan
1  Bertanya  Pembahasan hasil tes
90 menit
 Menanggapi  Pre tes
 Menyimak  Peserta dibawa ke  In Focus
 Mempelajari bengkel mesin  Compact Disk
 Bertanya  Penjelasan permasalah-  Handout
 Menginterpretasi an trigonometri dan dife-  Kalkulator
 Menyimpulkan rensial integral pada per-
alatan/perkakas bengkel
diselingi permainan
 Diskusi pemahaman
materi dan pertanyaan
Penyajian  Pembagian kelompok
2
320 menit menjadi 5 kelompok
 Kerja kelompok untuk
menyelesaikan soal
aplikasi trigonometri dan
diferensial integral yang
terdapat dalam handout
 Tutorial untuk setiap
kelompok
 Diskusi tentang kesulitan
pengerjaan soal
 Mengerjakan  Diberikan 5 soal aplikasi  Lembar soal
Penutup
3 soal tes trigonometri dan
90 menit
diferensial integral

Cimahi, 28 Mei 2008

Drs. Wiyoto, MT
NIP. 130609914
TES PENGUASAAN APLIKASI TRIGONOMETRI

j
PADA TEKNIK MESIN (90 MENIT)

1. Batang sinus digunakan untuk


mengukur ketirusan 22o seperti
gambar. Hitung L !

2. Hitung jarak x dan y pada alur V seperti


gambar !

3. Tentukan besar dan arah gaya


200 N
resultan dari transmisi gerak
dengan ketentuan seperti gambar
75o

O di samping !

120 N

200 N
4. Batang pengungkit yang beratnya
12 N per meter dibebani seperti
1m gambar. Hitung panjang batang
F pengungkit tersebut agar gaya F
minimum !

5. Gas bertekanan 10 Bar dengan isi mula-mula 0,05 m3 berada dalam silinder
berpenghisap. Tentukan besar usaha (W =  p dV) yang dihasilkan jika gas
mengembang sesuai dengan hokum pV = konstan sehingga volumenya
menjadi 0,1 m3 !

k
INSTRUMEN PENGAMATAN
Mata Diklat : Aplikasi Matematika pada Teknik Mesin
Sub Pokok Bahasan : ....................................................
Pertemuan ke : ......

Catatan Pengamat
Unsur yang diamati
B C K SK
1. Interaksi sesama peserta
2. Interaksi antara Widyaiswara dan peserta
3. Ekspresi peserta akan adanya inspirasi
4. Ekspresi keceriaan (kesenangan) peserta
5. Ekpresi keingintahuan peserta terhadap materi
6. Motivasi peserta selama pembelajaran
7. Keaktifan peserta selama pembelajaran
8. Kreativitas yang dilakukan peserta
9. Kemandirian peserta dalam belajar
10. Jumlah peserta yang bertanya
11. Jenis pertanyaan:

a. Tentang kejelasan materi yang dibahas


b. Tentang hubungan materi dengan materi lain

c. Tidak ada hubungan dengan materi


12. Urutan kegiatan pembelajaran sesuai SAP
13. Distribusi waktu pembelajaran sesuai SAP
14. Fasilitas pembelajaran sesuai SAP
15. Hal lain yang menjadi catatan pengamat
Keterangan: B = baik, C = cukup, K = kurang dan SK = sangat kurang

Cimahi, ... – ... – 2008


Pengamat,

(................................)

l
PUSAT PENGEMBANGAN PENATARAN GURU TEKNOLOGI BANDUNG
(TECHNICAL EDUCATION DEVELOPMENT CENTRE BANDUNG)

Nomor Dokumen
FORMULIR REKAPITULASI NILAI
F/IPD/11.02

NILAI HASIL PRE TEST APLIKASI MATEMATIKA PADA TEKNIK MESIN


PESERTA DIKLAT MATEMATIKA TERAPAN 4 JUNI- 3 JULI 2008
Materi
No Nama
1 2 Rt 3 4 Rt
1 40 60 30 20
2 60 50 45 40
3 50 40 45 30
4 30 20 30 35
5 50 60 40 40
6 40 50 30 30
7 40 50 40 40
8 40 45 40 35
9 40 65 40 30
10 60 50 40 40
11 40 40 40 35
12 40 40 30 40
13 40 50 40 40
14 20 50 50 60
15 40 45 40 30
16 30 45 40 35
17 60 30 40 20
18 40 50 45 40
19 40 60 40 40
20 50 40 40 20
21 40 60 45 40
22 40 35 35 20
23 40 50 40 30
24 50 50 40 40
Rata-rata 42,5 51.5 47 37,8 34,6 36,2
Cimahi, 14 Juni 2008
Ketua Jurusan Sains Penguji,

Dra. Kania Tresnajati A Drs. Wiyoto, MT.


Nip 131470178 Nip 130609914

PUSAT PENGEMBANGAN PENATARAN GURU TEKNOLOGI BANDUNG


(TECHNICAL EDUCATION DEVELOPMENT CENTRE BANDUNG)

m
Nomor Dokumen
FORMULIR REKAPITULASI NILAI
F/IPD/11.02

NILAI HASIL POST TEST APLIKASI MATEMATIKA PADA TEKNIK MESIN


PESERTA DIKLAT MATEMATIKA TERAPAN 4 JUNI- 3 JULI 2008
Materi
No Nama
1 2 Rt 3 4 Rt 5 6
1 76 87,5 82 50
2 100 95 75 85
3 100 100 80 90
4 72 56 85 82
5 100 100 80 95
6 82 87 84 62,5
7 85 80 80,5 70
8 92 84 83 87,5
9 96 100 80 75
10 98 75 81 60
11 100 100 80 80
12 82 94 56 80
13 100 75 82 95
14 64 87,5 83 90
15 84 87,5 81 90
16 68 90 85 92
17 100 81 83 80
18 100 100 85 95
19 100 87,5 84 90
20 82 81 84 60
21 100 100 83 90
22 60 75 81 50
23 100 87,5 80 75
24 98 87,5 82 80
Rata-rata 89,1 83,25 86,2 77,3 79,3 78,3
Cimahi, 14 Juni 2008
Ketua Jurusan Sains Penguji,

Dra. Kania Tresnajati A Drs. Wiyoto, MT.


Nip 131470178 Nip 130609914

n
LEMBAR PENGESAHAN PENELITIAN

Judul Penelitian :

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL


GUNA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS
PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERAPAN
PADA DIKLAT PENINGKATAN KOMPETENSI
GURU MATEMATIKA SMK DI PPPPTK-BMTI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat orasi widyaiswara

Disusun Oleh :
Wiyoto

Cimahi, 11 Juni 2009


Disetujui Oleh: Diketahui Oleh:
Pembimbing, Kepala P4TK-BMTI,

Prof. Dr. Wahyudin, M.Pd. Drs. Murtoyo, MM.


Guru Besar FMIPA UPI Bandung NIP. 130504205

ii
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Drs. Wiyoto, MT


Nip : 130609914
Jabatan : Widyaiswara
Alamat Rumah : Jl. Cihanjuang 06/XI, Cibabat, Cimahi, Jabar
Tlp. (022)6642710, Hp. 08156003095
Alamat Kantor : Jl. Pasantren, Cibabat, Cimahi, Jabar
Tlp. (022)6652326.

Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa, laporan penelitian yang


berjudul ”Penerapan Pembelajaran Kontekstual Guna Meningkatkan
Efektivitas Pembelajaran Matematika Terapan pada Diklat
Peningkatan Kompetensi Guru Matematika SMK Di PPPPTK-BMTI” ini
merupakan tulisan asli saya sendiri dan bukan hasil penjiplakan. Apabila
pernyataan ini tidak benar, saya bersedia dituntut sesuai dengan hukum
yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk digunakan sebagai tindak
lanjut dari keberadaan laporan penelitian.

Cimahi, 11 Juni 2009


Peneliti,

Drs. Wiyoto, MT.

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
“Penerapan Pembelajaran Kontekstual Guna Meningkatkan Efektivitas
Pembelajaran Matematika Terapan pada Diklat Peningkatan Kompetensi Guru
Matematika SMK Di PPPPTK-BMTI”.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menambah khasanah pengetahuan,
sekaligus sebagai kajian ilmiah untuk bahan orasi ilmiah dalam memenuhi salah
satu persyaratan kenaikan jabatan widyaiswara madya ke widyaiswara utama
dari penulis .
Penelitian ini dapat dilaksanakan berkat izin, arahan dan bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu melalui laporan ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Bapak Kepala P4TK-BMTI Bandung yang telah mengizinkan serta
memberikan dukungan moral dan material pada pelaksanaan penelitian.
2. Bapak Prof. Dr. Wahyudin, MPd. yang dengan kecerdasan dan
kesabarannya telah membimbing dan membahas laporan hasil penelitian.
3. Bapak Dr. James Situmorang, MPd. yang menjadi pembahas proposal
penelitian ini.
4. Bapak H. Totok Triwibowo, SE. MM. dan Ibu Laeny Siti Hasanah, SPd. MSi.
yang telah berkenan menjadi observer pada penelitian ini.
5. Teman-teman kerja yang tidak kami sebutkan satu per satu, yang telah
membantu mengerjakan penelitian ini.
Akhirnya penulis berharap agar laporan penelitian ini dapat manambah
khasanah pengetahuan, meningkatkan profesionalisme, serta laporannya dapat
diterima sebagai penghargaan angka kredit pengembangan profesi, sesuai
dengan profesi penulis sebagai widyaiswara di PPPPTK-BMTI.

Cimahi, Juni 2009


Peneliti,

Drs. Wiyoto, MT.

iv
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................. i


Halaman Pengesahan ........................................................................ ii
Surat Pernyataan .............................................................................. iii
Kata Pengantar .................................................................................. iv
Daftar Isi .............................................................................................. v
Daftar Tabel ........................................................................................ vii
Daftar Gambar ..................................................................................... viii
Daftar Lampiran ................................................................................. ix
Abstrak ............................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ..................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ........................................................ 3
1.4 Rumusan Masalah ...................................................... 4
1.5 Tujuan Penelitian ....................................................... 4
1.6 Manfaat Penelitian ....................................................... 4
BAB II KAJIAN TEORI DAN PUSTAKA
2.1 Teori Pendukung ........................................................ 6
2.1.1 Pembelajaran Kontekstual .................................. 6
2.1.2 Efektivitas Pembelajaran .................................... 13
3.1.3 Trend Pembelajaran Matematika Dewasa Ini ....... 15
2.2 Kerangka Berpikir ..................................................... 24
2.3 Hipotesis Tindakan ........................................................ 24
BAB III METODA PENELITIAN
3.1 Setting .......................................................................... 25
2.1.1 Tempat Penelitian .............................................. 25
2.1.2 Waktu dan Siklus Penelitian ................................. 25
3.1.3 Observer ........................................................... 25
3.2 Subyek Penelitian ........................................................ 26
3.3 Sumber Data .................................................................. 26
3.4 Teknik Pengumpulan Data ............................................. 26
3.5 Validasi Data ............................................................. 26
3.6 Teknik Pengolahan Data ……...................................... 26
3.7 Indikator Kinerja .......................................................... 26
3.8 Prosedur Penelitian ....................................................... 27

v
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Awal ................................................................ 28
4.2 Hasil Siklus I ............................................................... 28
4.2.1 Perencanaan Tindakan ........................................ 28
4.2.2 Pelaksanaan Tindakan ........................................ 29
4.2.3 Hasil Pengamatan ............................................. 30
4.2.4 Refleksi ............................................................. 31
4.2 Hasil Siklus II ............................................................... 32
4.2.1 Perencanaan Tindakan ........................................ 32
4.2.2 Pelaksanaan Tindakan ........................................ 33
4.2.3 Hasil Pengamatan ............................................. 34
4.2.4 Refleksi ............................................................. 35
4.3 Pembahasan .............................................................. 36
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ...................................................................... 39
5.2 Saran ............................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 41
LAMPIRAN .................................................................................. a

vi
DAFTAR TABEL

Daftar 4-1 Nilai Hasil Pre Test Aplikasi Operasi Bilangan Real (OBR) serta
Persamaan dan Pertidaksamaan (PP) ................................... 30
Daftar 4-2 Hasil Pengamatan pada Pembelajaran Operasi Bilangan Real
serta Persamaan dan Pertidaksamaan ................................... 31
Daftar 4-3 Nilai Hasil Pre Test Aplikasi Geometri (G) serta Trigonometri
dan Diferensial Integral (TDI) .................................................. 34
Daftar 4-4 Hasil Pengamatan pada Pembelajaran Aplikasi Geometri,
Trigonometri dan Diferensial Integral ................................... 35

vii
DAFTAR GAMBAR PENELITIAN TINDAKAN KELAS

……………………….. 14
Gambar 2.1 Tahapan Proses Pembelajaran
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir ……………………………………….. 24

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Satuan Acara Pembelajaran (SAP) ....................................................... b


Instrumen Hasil Pengamatan ................................................................ l
Nilai Hasil Pre tes ................................................................................... m
Nilai Hasil Post tes ................................................................................. n

ix
ABSTRAK

Penerapan Pembelajaran Kontekstual Guna Meningkatkan


Efektivitas Pembelajaran Matematika Terapan pada Diklat
Peningkatan Kompetensi Guru Matematika SMK Di PPPPTK-
BMTI

Oleh
Wiyoto

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran


matematika terapan pada diklat Peningkatan Kompetensi Guru Matematika SMK
di P4TK-BMTI, sekaligus menemukan langkah-langkah penerapan pembelajaran
kontekstual pada pembelajaran matematika terapan. Dengan maksud itu
diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran matematika terapan
yang dilaksanakan pada diklat di P4TK-BMTI. Hipotesis yang dibuktikan dalam
penelitian adalah “pembelajaran kontekstual dengan penjelasan langsung dapat
meningkatkan efektivitas pembelajaran matematika terapan pada diklat guru
matematika SMK di PPPTK-BMTI”.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada 24 peserta diklat Peningkatan
Kompetensi Guru Matematika SMK di PPPPTK-BMTI tahun 2008 dengan dua
siklus. Pembeda tindakan yang dirancang ialah belajar kelas-bengkel dan belajar
bengkel-kelas, untuk mendapatkan data nilai pre tes, post tes, dan intrumen
pengamatan pada setiap siklus. Pengolahan data dilakukan dengan
membandingkan peningkatan nilai pre tes dan post tes dari setiap siklus untuk
menentukan efektivitas pembejaran, serta menganalisis hasil data isian intrumen
pengamatan untuk menentukan kriteria interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi, aktif, kreatif dan mandiri pada pembelajaran.
Efektivitas pembelajaran pada siklus I (belajar kelas-bengkel) mencapai
angka 39,2 dan efektivitas pada siklus II (belajar bengkel-kelas) mencapai angka
42,1, sehingga disimpulkan bahwa, pembelajaran pada siklus II lebih efektif
dibanding pembelajaran pada siklus I, karena memiliki nilai kemajuan belajar
yang lebih tinggi. Kriteria interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi, aktif, kreatif dan mandiri pada pembelajaran dari kedua siklus
diperoleh pernyataan cukup tinggi, sehingga disimpulkan bahwa pembelajaran
kontekstual memenuhi kriteria interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi, aktif, kreatif dan mandiri pada pembelajaran matematika terapan.

x
Kata Kunci: Pembelajaran kontekstual, efektivitas, belajar bengkel-kelas

xi
LAPORAN PENELITIAN

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL


GUNA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS
PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERAPAN
PADA DIKLAT PENINGKATAN KOMPETENSI
GURU MATEMATIKA SMK DI PPPPTK-BMTI

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

PENELITI
Drs. Wiyoto, MT
NIP 130609914

Anda mungkin juga menyukai