KELOMPOK :
PROGRAM VOKASI
BIDANG STUDI RUMPUN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jakarta
September 2017
UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM VOKASI
BIDANG STUDI RUMPUN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
LEMBAR PENGESAHAN
Makalah konferensi kasus telah disetujui dan diterima Pembimbing Praktik Klinik
Program Fisioterapi Kardiorespirasi (FTD) RSPAD Gatot Soebroto untuk
melengkapi tugas Praktik Klinik I di semester 5 dan memenuhi persyaratan untuk
mengikuti konferensi kasus.
Hanidar, S.St.Ft.
M.Pd
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena akan
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, kami menyelesaikan penyusunan makalah
konferensi Fisioterapi kasus Kardiorespirasi(FT D) dengan tepat waktu.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas dalam Praktek Klinik I
Semester V.
Dalam penyusunan makalah ini kami telah banyak memperoleh bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak, baik dokter, instruktur atau fisioterapis, senior
fisioterapis, dan teman-teman seperjuangan. Oleh sebab itu pada kesempatan kali
ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu kami
dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa tanpa diberikan bimbingan dan pengarahan dari
semua pihak, maka laporan ini tidak akan tersusun dengan baik. Pada kesempatan
kali ini kami mengucapkan terima kasih kepada dokter, dosen mata ajar fisioterapi
kardiorespirasi, seluruh pembimbing praktek klinik fisioterapi di RSPAD Gatot
Soebroto dan teman-teman mahasiswa fisioterapi Universitas Indonesia.
Kami menyadari bahwa kami masih banyak kekurangan dalam
menyelesaikan makalah konferensi ini. Oleh sebab itu kami mengharapkan saran
dan kritik yang dapat membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca baik umum maupun
khusus.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
2.4 Etiologi CAD ...........................................................................................14
2.5 Manifestasi Klinis CAD ..........................................................................16
2.6 Patofisiologi CAD ...................................................................................16
2.7 Diagnosis CAD ........................................................................................17
2.8 Prognosis CAD ........................................................................................18
2.9 Definisi CABG ........................................................................................19
2.10 Penatalaksanaan Fisioterapi.....................................................................21
1.3.7 Anamnesis ........................................................................................21
1.3.8 Pemeriksaan (O) ...............................................................................22
1.3.9 Pengumpulan Data Tertulis Pemeriksaan Penunjang ......................34
1.3.10 Urutan Masalah Fisioterapi Berdasarkan Prioritas ..........................34
1.3.11 Diagnosis Fisioterapi ........................................................................34
1.3.12 Program Pelaksanaan Fisioterapi (P) ...............................................34
1.3.13 Evaluasi ............................................................................................38
1.3.14 Prognosis ..........................................................................................38
BAB III ..................................................................................................................40
URAIAN KASUS .................................................................................................40
2.11 PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN (S) ............................40
2.12 PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PENYAKIT (S) ........................40
2.13 PEMERIKSAAN (O) ..............................................................................41
2.14 PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN
PENUNJANG ....................................................................................................45
2.15 URUTAN MASALAH FISIOTERAPI BERDASARKAN
PRIORITAS .......................................................................................................45
2.16 DIAGNOSA FISIOTERAPI ...................................................................46
2.17 PROGRAM PELAKSANAAN FISIOTERAPI ......................................46
2.18 EVALUASI .............................................................................................53
2.19 PROGNOSIS ...........................................................................................55
BAB IV ..................................................................................................................56
v
PENUTUPAN .......................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................58
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR TABEL
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka kami
mengidentifikasi permasalahan yang akan kami angkat kami angkat dalam makalah
ini.
2
a. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas praktek klinik 1 di Poli
Fisioterapi Jantung dan Paru RSPAD Gatot Soebroto.
b. Makalah ini dibuat sebagai implementasi pengetahuan penulis
dalampenatalaksanaan fisioterapi pada kasus Post Operasi CABG di
Poli Fisioterapi Jantung dan Paru
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui anatomi dan fisiologi Jantung.
b. Mengetahui definisi CAD.
c. Mengetahui etiologi dan epidemiologi CAD.
d. Mengetahui patologi dan patofisiologiCAD.
e. Mengetahuimanifestasi klinis kejadian CAD.
f. Mengetahuidiagnosis CAD.
g. Mengetahui prognosis CAD.
h. Mengetahui definisi CABG.
i. Mengetahui program penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Post
Operasi CABG di Poli Fisioterapi Jantung dan Paru.
3
Dapat digunakan sebagai bahan kajian dan laporan kasus, serta
menambahkhasanah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
4. Bagi Fisioterapis
Dapat memperkaya atau menambah pengetahuan mengenai kasus Post
Operasi CABG dan mampu mengembangkan aplikasilatihan di rumah
maupun di rumah sakit atau klinik.
4
BAB II
KAJIAN TEORI
5
atrium adalah vena, dan yang membawa darah dari ventrikel ke jaringan
adalah arteri. Kedua paruh jantung dipisahkan oleh septum, suatu partisi
berotot kontinyu yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi
jantung. Pemisahan ini sangat penting karena separuh kanan jantung
menerima dan memompa darah miskin O2, sementara sisi kiri jantung
menerima dan memompa darah kaya O2.
6
ventrikel ke atrium. Katup trikuspidalis terdiri atas tiga kelopak atau
kuspa, sedangkan katup mitral terdiri atas dua kelopak.
7
Gambar 2 Dinding Jantung
Gambar 3 Jantung
8
Penutupan katup menimbulkan dua bunyi jantung normal. Bunyi
jantung pertama disebabkan oleh penutupan katup atrioventrikuler (AV)
dan menandakan awitan sistol ventrikel. Bunyi jantung kedua
disebabkan oleh penutupan katup aorta dan pulmonalis pada awitan
diastol. Kurva tekanan atrium tetap rendah sepanjang siklus jantung,
hanya ada fluktuasi ringan (antara 0 dan 8 mmHg), sedangkan kurva
tekanan aorta tetap tinggi sepanjang waktu, ada fluktuasi moderat
(antara tekanan sistolik 120 mmHg dan tekanan diastolik 80 mmHg).
Kurva tekanan ventrikel berfluktuasi drastis, karena tekanannya harus di
bawah tekanan atrium yang rendah sewaktu diastol agar katup AV
membuka dan ventrikel terisi, dan juga untuk memasa katup aorta
terbuka agar ventrikel dapat mengosongkan isinya, tekanan ventrikel
harus di atas tekanan aorta yang tinggi selama sistol. Karena itu, tekanan
ventrikel dalam keadaan normal bervariasi dari 0 mmHg sewaktu diastol
hingga sedikit di atas 120 mmHg saat sistol.
Volume diastolik akhir adalah jumlah darah di ventrikel ketika
pengisian telah tuntas pada akhir diastol. Volume sistolik akhir adalah
jumlah darah yang tersisa di ventrikel ketika penyemprotan darah telah
selesai pada akhir sistol. Isi sekuncup (stroke volume adalah jumlah
darah yang dipompa keluar oleh masing-masing ventrikel setiap kali
berdenyut. Gangguan fungsi katup menyebabkan turbulensi aliran
darah, yang terdengar sebagai bising jantung. Kelainan katup dapat
berupa stenosis dan tidak membuka sempurna atau insufisiensi dan tidak
menutup sempurna.
9
koronaria normalnya bervariasi untuk mengimbangi kebutuhan oksigen
jantung. Aliran darah koronaria dapat berkurang akibat terbentuknya
plak aterosklerotik, yang dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik
yang keparahannya bervariasi dari nyeri dada ringan saat olahraga
hingga serangan jantung yang mematikan.
10
mengakomodasi volume ekstra darah yang dipompa ke dalamnya
oleh kontraksi jantung dan kemudian mengecil (recoil) untuk terus
mendorong darah ketika jantung melemas.
3. Vena
Merupakan pembuluh berdinding tipis yang sangat mudah
diregangkan serta dapat teregang pasif untuk menampung volume
darah dalam jumlah besar. Vena dapat mengakomodasi berbagai
volume darah sehingga berfungsi sebagai reservoar darah. Kapasitas
vena untuk menampung darah dapat berubah banyak dengan sedikit
perubahan pada tekanan vena.
Aliran balik vena ditingkatkan oleh vasokontriksi vena yang
diinduksi oleh aktivitas simpatis dan oleh kompresi eksternal vena
karena kontraksi otot rangka sekitar. Kedua hal ini mendorong darah
keluar dari vena. Efek-efek ini membantu tubuh melawan efek
gravitasi pada sistem vena. Aliran balik vena juga ditingkatkan oleh
pompa respirasi dan efek penghisapan jantung. Aktivitas pernapasan
menghasilkan tekanan yang lebih rendah daripada tekanan atmosfer
di rongga toraks sehingga terbentuk gradien tekanan eksternal yang
mendorong aliran dari vena di tungkai yang terpajan ke tekanan
atmosfer ke vena dada yang mengosongkan isinya ke jantung.
Tekanan yang sedikit negatif yang tercipta di dalam atrium sewaktu
sistol ventrikel dan di dalam ventrikel sewaktu diastol ventrikel
menghasilkan efek menghisap yang meningkatkan aliran balik vena
dan mempermudah pengisian jantung.
4. Kapiler
Merupakan tempat pertukaran bahan antara darah dan sel
jaringan, bercabang-cabang secara ekstensif untuk membawa darah
agar dapat dijangkau oleh setiap sel. Terdapat dua jenis pertukaran
pasif, yaitu difusi dan bulk flow yang berlangsung menembus
dinding kapiler. Bulk flow merupakan penentu distribusi cairan
ekstrasel antara plasma dan cairan interstisium. Dalam keadaan
11
normal, cairan yang difiltrasi sedikit lebih banyak daripada yang
direabsorpsi. Kelebihan cairan ini, protein yang bocor, dan bakteri
di jaringan diserap oleh sistem limfe. Bakteri dihancurkan sewaktu
limfe melewati limfonodus dalam perjalanannya kembali ke sistem
vena.
Gambar 4 CAD
12
kardiovaskuler. Terjadinya kematian dini yang disebabkan oleh penyakit
jantung berkisar sebesar 4% di negara berpenghasilan tinggi, dan 42% terjadi di
negara berpenghasilan rendah. Kematian yang disebabkan oleh penyakit
jantung pembuluh darah, terutama penyakit jantung koroner dan stroke
diperkirakan akan terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada tahun
2030.Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah ini terus meningkat
dan akan memberikan beban kesakitan, kecacatan dan beban sosial ekonomi
bagi keluarga penderita, masyarakat, dan negara. Prevalensi penyakit jantung
koroner di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis dokter sebesar 0,5%.
Sedangkan berdasarkan diagnosis dokter gejala sebesar 1,5%. Sementara itu,
prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia tahun 2013 berdasarkan
diagnosis dokter sebesar 0.13%. [2]
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama di
negara maju dan negara berkembang. Banyak faktor yang mempengaruhi
terjadinya penyakit jantung koroner, sehingga usaha pencegahan harus
multifaktorial. Pencegahan harus diusahakan sedapat mungkin dengan cara
pengendalian faktor faktor risiko dan merupakan hal yang cukup penting dalam
usaha pencegahan, baik primer maupun sekunder. Menurut Jurnal mahasiswi
Unnes, rincian jumlah kasus penyakit jantung koroner di kota Semarang pada
tahun 2005, jumlah kasus 3.290 kasus (28 kasus kematian), tahun 2006 ada
6.548 kasus (98 kasus kematian), tahun 2007 terdapat 6.432 kasus (116 kasus
kematian), tahun 2008 ada 6.685 kasus (94 orang meninggal), tahun 2009
terdapat 7.632 kasus (89 kasus kematian), tahun 2010 terdapat 6.194 kasus (108
kasus kematian), jumlah kasus pada tahun 2011 terdapat 20.336 kasus, jumlah
kasus pada tahun 2012 terdapat 8.178 kasus. RSUD Kota Semarang merupakan
rumah sakit pemerintah dengan jumlah PJK terbanyak kedua setelah RSUP Dr.
Kariadi pada tahun 2013 dengan jumlah pasien PJK sebanyak 695 pasien
dengan lingkup pasien meliputi kota Semarang dan kabupaten Demak. [3]
13
2.4 Etiologi CAD
CAD dapat terjadi karena adanya beberapa faktor resiko, faktor resiko ada
yang dapat dimodifikasi dan ada yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor resiko
yang dapat dimodifikasi yaitu merokok, hiperkolesterolemia (kelebihan kadar
kolesterol), hipertensi (darah tinggi), diabetes melitus (penyakit kencing manis),
dan kegemukan (Dede Kusmana dan Moechtar Hanafi, 2003).
Faktor-faktor resiko yang dapat dimodifikasi: [4]
1. Merokok
Penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa rokok menyebabkan kanker,
penyakit jantung koroner, gangguan kehamilan dan janin. Menurut statistik
di Indonesia setiap tahun terdapat 57.000 kematian karena merokok (Sujudi,
A, 1999).
Penelitian yang dilakukan oleh Wake Forest University (WFU) North
California, AS, menyatakanbahwa merokok dapat menyebabkan
aterosklerosis yang berakibat pada penyempitan pembuluh darah koroner
yang pada gilirannya berakibat pada manifestasi penyakit jantung koroner.
2. Hipertensi (darah tinggi)
Bila tekanan darah meninggi dan tidak terkendali akan membebani kerja
jantung, otot-otot jantung lama kelamaan mengalami pembesaran (dilatasi).
Hal ini dapat dilihat pada pemeriksaan medis fisik dan radiologis, organ
jantung nampak membesar pada penderita penyakir darah tinggi. Selain dari
pembesaran organ jantung pada umumnya disertai disfungsi pembuluh
darah koroner.
3. Hiperkolesterolemia (kelebihan kadar kolesterol)
Kadar kolesterol yang tinggi serta tidak terkendali akan mengakibatkan
penyempitan pembuluh darah koroner, yang pada gilirannya menjelma
menjadi penyakit jantung koroner.
4. Diabetes Melitus (penyakit kencing manis)
Menurut American Heart Association pada Mei 2012, paling kurang 65%
penderita DM meninggal akibat penyakit jantung atau stroke. Selain itu,
14
orang dewasa yang menderita DM berisiko dua sampai empat kali lebih
besar terkena penyakit jantung dari pada orang yang tidak menderita DM.
5. Kegemukan
Jika lemak pada tubuh kita terlalu banyak atau berlebihan akan
mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan salah satunya dapat
menyebabkan penyakit jantung. Volume darah yang meningkat sekitar
10%-20% akan menyebabkan beban pada otot jantung untuk bekerja lebih
kuat, sehingga akan terjadi gangguan dalam proses memompa darah.
Faktor yang tidak bisa dimodifikasi
1. Keturunan
Anak yang memiliki orang tua dengan riwayat penyakit jantung beresiko
tinggi untuk mengalami CAD. Peningkatan resiko ini berhubungan dengan
predisposisi genetik terhadap peningkatan kadar lipid, diabetes, dan
obesitas.
2. Usia
Resiko dan keparahan CAD dipengaruhi oleh usia. CAD simptomatik
kebanyakan dialami oleh orang dewasa di atas usia 40 tahun, dan 4 dari 5
orang yang meninggal karena CAD berusia di atas 65 tahun.
3. Jenis kelamin
Pria memiliki resiko untuk mengalami serangan jantung pada usia yang
lebih muda, sedangkan resiko wanita mengalami CAD meningkat signifikan
saat menopause. Sehingga insiden CAD pada wanita setelah menopause 2-
3 kali lebih tinggi dari wanita dengan usia yang sama sebelum menopause.
Wanita yang mengkonsumsi kontrasepsi oral dan merokok atau memiliki
tekanan darah tinggi beresiko besar untuk terkena CAD.
15
5. Spasme arteria koronaria
16
Jenis CAD: [6]
1. Stabil
a. Jenis yang paling umum, dipicu oleh aktivitas fisik, stres emosional,
paparan suhu panas atau dingin, makanan berat , dan merokok.
b. Terjadi dalam pola yang teratur, biasanya berlangsung 5 menit atau
kurang, dan mudah hilang dengan obat-obatan.
2. Labil
a. Mungkin onset baru nyeri dengan pengerahan tenaga atau saat
istirahat, atau percepatan terbaru dalam keparahan nyeri.
b. Terjadi pada tidak ada pola teratur, biasanya berlangsung lebih lama
(30 menit), umumnya tidak lega dengan istirahat atau obat-obatan.
c. Kadang-kadang dikelompokkan dengan infark miokard (MI) di bawah
diagnosis sindrom koroner akut (ACS).
3. Variant (prinzmetal)
a. Langka , biasanya terjadi saat istirahat - tengah malam hingga dini
hari.
b. Nyeri mungkin parah.
c. Elektrokardiogram (EKG) berubah karena koroner spasme arteri.
17
Pemeriksaan ini terdiri dari M. Mode dan 2 Dimentional =, sehingga terlihat
gambaran rongga jantung dan pergerakan katup jantung. Selain itu sekarang
ada lagi Doppler Echocardiografi dengan warna, dimana dari gambaran
warna yang terlihat bisa dilihat shunt, kebocoran katup atau kolateral.
5. Nuklir Kardiologi yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai isotop
intravena kemudian dengan “scanner” ditangkap pengumpulan isotop pada
jantung. Dapat dibagi:
a. Perfusi myocardial dengan memakai Talium 201.
b. Melihat daerah infark dengan memakai Technetium pyrophospate 99.
c. Blood pool scanning
6. Kateterisasi jantung yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai kateter
yang dimasukkan ke pembuluh darah dan didorong ke rongga jantung.
Kateterisasi jantug kanan melalui vena femoralis, kateterisasi jantung kiri
melalui arteri femoralis. Pemeriksaan katteterisasi bertujuan:
a. Pemeriksaan tekanan dan saturasi oksigen rongga jantung, sehingga
diketahui adanya peningkatan saturasi pada rongga jantung kanan
akibat suatu shunt dan adanya hypoxamia pada jantung bagian kiri.
b. Angiografi untuk melihat rongga jantung atau pembuluh darah tertentu
misalnya LV grafi, aortografi, angiografi koroner, dll.
c. Pemeriksaan curah jantung pada keadaan tertentu.
7. Pemeriksaan enzym khusus, yaitu pemeriksaan enzym creatikinase dan
fraksi CKMB untuk penentuan adanya infrak pada keadaan “unstable
angina pectoris”
18
operasi. Secara umum, deteksi dini PJK umumnya mengarah ke hasil yang lebih
baik. [8]
Gambar 5 CABG
19
CABG bertujuan untuk mengatasi kurang/terhambatnya aliran arteri
coronaria akibat adanya penyempitan bahkan penyumbatan ke otot jantung
dengan melakukan katerisasi jantung terlebih dahulu, katerisasi jantung
dilakukan untuk menentukan seberapa banyak pembuluh darah yang akan
diganti.
CABG dilakukan dengan membuka dinding dada melalui pemotongan tulag
sternum, selanjutnya dilakukan pemasangan pembuluh darah baru yang dapat
diambil dari arteri radialis atau arteri mammaria interna ataupun vena
saphenous tergantung pada kebutuhan, teknik yang dipakai, dan keadaan
anatomi pembuluh darah pasien tersebut.
1. Indikasi CABG
a. Penderita penyakit arteri utama / setara
b. Penderita dengan 3 vessel disease
c. Abnormal fungsi ventrikel kiri
d. Oklusi cangkokan dari CABG sebelumnya
e. Angina yang tidak dapat di kontrol dengan terapi medis
f. Angina yang tidak stabil
g. Sumbatan yang tidak dapat ditangani dengan terapi PTCA
h. Stenosis arteri koroner kiri lebih dari 70 %
i. Klien dengan komplikasi kegagalan PTCA
(Institute Kesehatan Nasional, Departement Kesehatan & Layanan
Kemanusiaan)
2. Kontraindikasi CABG
a. Usia Lanjut
b. Tidak ada gangguan angina
c. Fungsi ventrikel kiri jelek ( kurang dari 30 % )
d. Struktur arteri koroner tidak memungkinkan untuk di sambung
e. Sumbatan pada arteri kurang 70 %, sebab jika sumbatan pada arteri
kurang dari 70 %, maka aliran darah tersebut masih cukup banyak
sehingga mencegah aliran darah yang adekuat pada pintasan, akibatnya
20
akan terjadi bekuan pada CABG, sehingga hasil operasi menjadi sia-
sia.
3. Komplikasi CABG
a. Kerusakan sementara pada Neurokognitif, namun penelitian terbaru
bahwa penurunankognitif tidak disebabkan oleh CABG tetapi lebih
merupakan konsekuensi daripenyakit vaskuler.
b. Infark miokard akut akibat emboli.
c. Gagal renal akut akibat emboli atau hipoperkusi.
d. Stenosis pada cangkokan.
e. Stroke skunder terhadap emboli atau hipoperkusi.
21
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya
22
Somnolen Keadaan kesadaran pasien Guncangkan tubuh pasien
yang selalu mau tidur saja, secara perlahan seperti
dapat dibangunkan dengan ketika membangunkan
rasa nyeri, atau untuk orang tidur.
makan/minum, namun
jatuh tertidur kembali.
Sopor (Stupor) Keadaan kesadaranpasien Berikan rangsangan yang
yang mirip koma, menimbulkan rasa nyeri.
berbaring dengan mata Misalnya memijit tendon,
tertutup, tidak gosok tulang sternum atau
menunjukkan reaksi jika menggulirkan pensil dengan
dibangunkan, kecuali penekanan pada kuku
dengan rangsangan nyeri. (rangsangan yang lebih kuat
Refleks kornea meski lagi tidak diperlukan).
lunak masih bisa
dibangkitkan, reaksi pupil
utuh.
Koma Keadaan kesadaran yang Berikan rangsangan yang
hilang sama sekali, dengan kuat secara berulang-ulang.
rangsangan apapun reaksi
atas rangsang tidak akan
timbul. Refleks apapun
tidak didapatkan lahi
bahkan batuk atau muntah
tidak ada.
Tabel 1 Tingkat Kesadaran
Dikutip dari: Bickley, Lynn S. Buku ajar pemeriksaan fisik
& riwayat kesehatan Bates, 8th ed. Jakarta: EGC, 2009,hal.
605, dan Markum, H.M.S, Editor. Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisis. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
23
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2000, hal. 46.
e. Nadi
Suatu gelombang yang teraba pada arteri bila darah di pompa
keluar jantung.Mudah di raba di tempat arteri melintasi sebuah
tulang yang terletak dekat permukaan. Kecepatan denyut jantung
berbeda, sesuai dengan kondisi individu. 5
MenurutDepartemenKesehatan
24
2-6 thn 75-120 x/menit
6-12 thn 75-110 x/menit
12 thn-Dewasa 60-110 x/menit
Usila 60-70 x/menit
Tabel 3 Denyut Nadi Normal menurut
Departemen Kesehatan RI
Menurut Evelyn
f. Respiratory Rate
Kecepatan pernafasan diukur pada saat satu kali inspirasi dan
ekspirasi. Bernafas secara normal diidentifikasikan dengan
ekspirasi yang menyusul inspirasi dan kemudian terdapat jeda
sebentar. 5
25
Kecepatan normal pernafasaan
Umur
tiap menit
Bayi baru lahir 30 – 40
1 tahun 30
1-5 tahun 24
Orang dewasa 10-20
Tabel 5 Respiratori Rate normal
Kecepatan dan irama pernafasan serta usaha bernafas perlu
diperiksa untuk menilai adanya kelainan:
1) Kecepatan :
a. Takipnea : pernafasan cepat dan dangkal.
b. Bradipnea : pernafasan lambat.
c. Hiperpnea/hiperventilasi : pernafasan dalam dan cepat
(Kussmaul)
d. Hipoventilasi : bradipnea disertai pernafasan dangkal.
2) Irama :
a. Reguler
b. Pernafasan cheyne-stoke : Periode apnea diselingi
hiperpnea.
c. Pernafasan Biot’s (ataksia) : periode apnea yang tiba-tiba
diselingiperiode pernafasan konstan dan dalam.
g. Suhu
Suhu normal berkisar antara 36,5°C – 37,5°C. Lokasi
pengukuran suhu adalah oral (dibawah lidah), aksila, dan rektal.
Pada pemeriksaan suhu per rektal tingkat kesalahan lebih kecil
daripada oral atau aksila. Peninggian semua terjadi setelah 15
menit, saat beraktivitas, merokok, dan minum minuman hangat,
sedangkan pembacaan semu rendah terjadi bila pasien bernafas
melalui mulut dan minum minuman dingin.
26
Memeriksa suhu badan bisa menggunakan punggung tangan.
Afebris berarti dalam batas normal, subfebris berarti demam yang
tidak tinggi atau saat dipalpasi terasa hangat, febris berarti demam.
h. Status gizi
Body Mass Index atau BMI atau dalam bahasa Indonesia
disebut Index Masa Tubuh atau IMT adalah sebuah ukuran berat
terhadap tinggi badan yang umum digunakan untuk
menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori Underweight
yaitu kekurangan berat badan, Overweight yaitu kelebihan berat
badan dan Obesitas yaitu kegemukan. Rumus atau cara
menghitung BMI sangat mudah, yaitu dengan membagi berat
badan dalam kilogram dengan kuadrat dari tinggi badan dalam
meter yaitu kg/m².
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus
berikut:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔)
𝐼𝑀𝑇 =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)²
27
Obesitas Klas III >= 40,00
Tabel 6 Klasifkasi Body Mass Indeks
Source Adapted from WHO, 1985, WHO, 2000 and WHO
2004 www.andaka.com
2. Pemeriksaan Khusus
a. Inspeksi
Merupakan suatu tindakan pemeriksaan dengan menggunakan
indera penglihatan untuk mendeteksi karakteristik normal atau
tanda tertentu dari bagian tubuh atau fungsi bagian tubuh
pasien.
Inspeksi statis
- Bagian wajah
Warna muka/bibir (pucat, sianosis/kebiru-biruan)
Konjungtiva anemis/tidak anemis
Gerak cuping hidung
- Bagian leher dan thoraks
Penggunaan otot bantu pernapasan
Tekanan vena jugularis
Bentuk dada (barrel chest, pectus excavatum,
pectus carinatum)
Pola pernapasan (takipnoe, bradynoe, apnoe,
cheyne-stokes, biot)
Gerak napas (dominan abdominal atau thorakal)
- Kulit dan ekstremitas
Kulit kemerahan/sianosis/berkeringat
Ada/tidak ada luka/bekas operasi/kelainan
Ada atau tidak adanya oedem
- Perifer
Clubbing finger
28
Perubahan warna pada jari-jari dan kuku
- Postur tubuh
Anterior : Posisi kepala, shoulder, clavicula,
papilla mamae, elbow space, SIAS, posisi patela
Lateral : Lordosis, kifosis, forward head, hump,
hyperekstensi, arkus
Posterior : Posisi shoulder, scapula, SIAS, gluetal
fold, aligment vertebra
Inspeksi dinamis
- Pola berjalan
- Pergerakan trunk dan ekstremitas
- Mobilisasi (mika-miki, duduk)
b. Palpasi
Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan
perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari
atau tangan. Digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya
getaran, adanya pergerakan, bentuk, konsistensi dan ukuran, rasa
nyeri tekan dan kelainan dari jaringan atau organ tubuh. Dengan kata
lain bahwa palpasi merupakan tindakan penegasan dari hasil
inspeksi, disamping untuk menemukan yang tidak terlihat.
Gerak napas
Digunakan untuk mengetahui pergerakan napas dominan
abodminal atau thorakal
- Posisi pasien : berbaring
- Posisi terapis : di samping pasien
- Prosedur : terapis meletakkan tangan diatas dada dengan
posisi jari kelingking dibawah processus xiphoideus dan
ibu jari pada sternum, perhatikan pergerakan tangan terapis
pada dada pasien. Gerakan ibu jari terapis lebih naik
29
dibandingkan jari kelingking mengindikasikan pola
pernapasan dominan thorakal dan sebaliknya.
30
pasien. Pasien diminta inspirasi penuh lalu ekspirasi
penuh 2-3kali. Perhatikan pergeseran kedua ibu jari
terapis akibat tarikan pengembangan dada pasien.
c. Auskultasi
Auskultasi paru (dada) merupakan suatu proses mendengarkan dan
menginterpretasikan suara yang dihasilkan oleh thoraks dengan
menggunakan stetoskop. Auskultasi sebaiknya dilakukan pada
ruangan yang nyaman dan terhindar dari kebisingan, dengan bagian
dada pasien yang terbuka. Posisi pasien sebaiknya duduk akan tetapi
dapat juga dilaksanakan dalam posisi tidur.
31
Ada berbagai macam variasi dari intensitas suara napas utama,
suara napas normal terdengar dari paru-paru yang sehat melalui
auskultasi. Sementara suara napas yang tidak normal terdengar dari
bagian paru-paru dengan keadan patologi yang berbeda-beda.
32
ed.,Frownfelter D,Dean E, 340-341, Copyright [1996], with
permission from Elsevier.)
33
- Upper lobus : axilla (Normal 2-3
cm)
- Middle lobus : processus xhipoid (Normal 3-5
cm)
- Lower lobus : subcostal (Normal 5-7
cm)
Dilakukan dengan meletakkan midline secara melingkar antara
axilla, processus xipoid dan subcosta, dengan ujung berada pada
pertengahan dada. Dimulai saat pasien full expirasi lalu deep
inspirasi, catat hasil penambahan pengembangan chest.
34
1. Pengumpulan data program fisioterapi dari dokter Rehabilitasi
Medik
Pengumpulan data program Fisioterapi dari dokter Rehabilitasi
Medik Merupakan program yang disusun oleh dokter Rehabilitasi
Medik yang bersangkutan.
2. Tujuan
a. Tujuan Jangka Pendek
Tujuan jangka pendek biasanya dibuat berdasarkan prioritas
masalah yang utama.Dalam membuat Tujuan jangka pendek ini
harus disertai dengan bagaimana tujuan/ rencana tersebut akan
dicapai, alokasi waktu pencapaian,dan kondisi-kondisi seputar
pasien dan lingkungan yang memungkinkan tujuan tersebut
dapat dicapai.
b. Tujuan Jangka Panjang
Tujuan yang dibuat berdasarkan prioritas masalah, tetapi bukan
masalah utama/segera. Tujuan jangka Panjang harus sesuai
realistis sesuai dengan patologi dan kondisi pasien.
3. Modalitas:
a. Modalitas Alternatif
Merupakan semua modalitas yang dapat dan mampu diberikan
kepada pasien post op CABG
b. Modalitas Terpilih
Merupakan semua modalitas yang telah dilakukan pada pasien
post op CABG
4. Metoda Pemberian Fisioterapi
Berisikan tentang semua terapi yang akan diberikan kepada
pasien sesuai dengan masalah fisioterapi, yang terdapat dalam
metoda ini adalah jenis latihan, metoda latihan, dosis (intensitas,
durasi, frekuensi) dan keterangan.
35
Berikut ini penulis paparkan atau perdalam tinjauan teoritis
modalitas yang penulis gunakan dalam menangani kasus post op
CABG yaitu:
1) Chest Physical Therapy
Tujuan dari chest physical therapy yaitu mencegah obstruksi
jalan udara dan akumulasi sekresi yang mengganggu respirasi
normal, meningkatkan pembersihan jalan udara dan ventilasi
dengan mobilisasi dan drainage dari sekresi, meningkatkan
ketahanan dan toleransi exercise umum, memelihara dan
memperbaiki postur yang salah sehubungan dengan gangguan
respirasi, menjaga dan meningkatkan mobilitas dada dan
meningkatkan efektifitas batuk. Adapun teknik yang digunakan
dalam chest physical therapy antara lain adalah sebagai berikut
:
Breathing exercise
Pursed Lip Breathing
Bertujuan untuk control breathing dalam mengurangi
sesak napas.
Thorakal Breathing
Bertujuan untuk mengajarkan gerak pernapasan dada
Segmental Breathing
Bertujuan untuk meningkatkan pengembangan dada
Huffing Coughing
Huff Coughing adalah tehnik mengontrol batuk yang
dapat digunakan pada pasien menderita penyakit paru-
paru seperti COPD/PPOK, emphysema atau cystic
fibrosis. Postsurgical Deep Coughing. Batuk efektif dan
napas dalam merupakan teknik batuk efektif yang
menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari
ekspirasi yang bertujuan untuk merangsang terbukanya
system kolateral, meningkatkan distribusi ventilasi,
36
meningkatkan volume paru dan memfasilitasi
pembersihan saluran napas ( Jenkins, 1996 ).
2) Chest Mobility
Chest Mobilily Exercise adalah latihan yang
menggabungkan gerakan aktif dari trunk atau ekstremitas
dengan pernapasan dalam.Meskipun mobilitas dada harus
dipertahankan pada semua pasien untuk ventilasi yang efektif
dan harus dimulai segera setelah cedera mungkin, pasien dengan
berbagai ekspansi dada kurang dari 2 inci ketika bernapas dalam-
dalam biasanya calon untuk terapi, seperti deep breathing, air
shift, manual chest stretching, dan glossopharyngeal breathing.
Teknik Chest Mobilization merupakan teknik dasar dalam
penanganan kasus penyakit paru kronik diantaranya yang
disebabkan oleh poor posture, rigidity, atau lack dari thoracic
spine dan gerakan rib (Vibekk, 1991). Teknik ini dibedakan
dalam bentuk pasif dan aktif, Chest Mobilization dengan
memperhatikan kondisi pasien
Teknik Pasif Chest Mobilization bisa dilakukan dengan
mobilisasi pada dinding dada oleh terapis. Yaitu, pada kasus
dimana pasien berada dalam fase pemulihan dan kondisi yang
cukup baik,“
Teknik Aktif Chest Mobilization bisa dilakukan dalam
praktik general, pasien dengan fase pemulihan bisa dilakukan
modifikasi Teknik Aktif Chest Mobilization untuk
meningkatkan flexibilitas dari dinding dada. Teknik ini terdiri
dari meningkatkan mobilitas dada bagian upper, midle dan
bagian lower
Tujuan dari chest mobility exercise antara lain :
Meningkatkan ventilasi paru-paru dan pertukaran gas.
37
Mempertahankan atau meningkatkan mobilitas dinding
dada dan bahu ketika mempengaruhi respirasi.
Memperkuat atau menekankan kedalaman inspirasi dan
mengendalikan ekspirasi.
Sebelum dan sesudah intervensi, inspeksi, palpasi atau
pengukuran ekspansi dada, termasuk X-Ray dan tes
fungsi paru perlu dilakukan kembali, sangat penting
untuk mengkonfirmasi perbaikan secara klinis.
3) Pumping Exercises
Merupakan latihan yg digunakan untuk memperbaiki
sirkulasi darah di daerah kaki dan tungkai. Berperan dalam
mengurangi pembengkakan karena gangguan sirkulasi darah.
1.3.13 Evaluasi
Evaluasi dilakukan sesaat melakukan tindakan, dan setelah
dilakukan tindakan fisioterapi. Jika pasien mengalami kemajuan dari
sebelumnya maka evaluasi ditulis dalam format Subjektif, Objektif,
Assesmen, Planning.
1.3.14 Prognosis
Suatu prospek yang berkaitan dengan kesembuhan dari penyakit
sebagaimana dimana diperkirakan oleh sifat penyakit tersebut.
Istilah dalam perumusan prognosis:
a. Quo ad vitam adalah mengenai hidup dan matinya penderita.
b. Quo ad sanam adalah mengenai penyembuhan.
c. Quo ad fungsionam adalah menyangkut kemampuan fungsional
penderita.
d. Quo ad cosmeticam adalah ditinjau dari segi kecacatan.
Sedangkan kualitas prognosisnya terdapat tiga kemungkinan:
a. Ad bonam, yaitu baik dengan suatu ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi.
38
b. Ad dubiosan, yaitu meragukan.
c. Ad malam, yaitu jelek
39
BAB III
URAIAN KASUS
40
kembali ke rumah. Lalu pada bulan Mei 2017 Os dengan keinginan
sendiri pergi control ke Rs Yustira di Poli Jantung yang ternyata
harus di rawat inap ±3 hari, selama di rawat Os dilakukan Cath
dengan hasil penyumbatan 70%-80%. Dari Rs Yustira Os dirujuk ke
RSPAD Gatot Soebroto. Pada 22 Juli 2017 Os periksa di Poli
Jantung RSPAD Gatot Soebroto dan dilakukan Cath dengan hasil
penyumbatan 80%-90% dan diharuskan melakukan operasi CABG.
Sebelum operasi Os melakukan pemeriksaan ke Poli Gigi dan Poli
Paru, kemudian ke Rehabilitasi Medik untuk dirujuk ke Fisioterapi
Jantung&Paru. Os melakukan operasi pada 7 September 2017 dan
dirawat inap selama 1 hari di ICU. Pada Jum’at siang Os
diperbolehkan pindah ke Ruang Bedah Jantung.
R.P.K : Tidak ada
R.P.D : Hipertensi (+)
DM (-)
Kolestrol (+)
R.Psi : Os tinggal bersama istri dan seorang anak (9 thn) di Bandung.
41
Ket : Kesan Normal
IMT Normal menurut WHO: 18,5-24,99 kg/m2
B. Pemeriksaan Khusus
1. Inspeksi
a. Statis
Posisi pasien : tidur telentang diatas bed
- Warna muka tidak pucat
- Tidak ada pergerakan cuping hidung
- Pola napas cepat dangkal
- Tidak ada cyanosis bibir dan kuku
- Batuk efektif
- Terdapat luka bekas operasi sepanjang sternum sampai
dibagian distal procesus xiphoideus
- Terdapat luka bekas jahitan pada kedua tungkai
- Bentuk dada normal
- Terdapat odema pada ankle dekstra
b. Dinamis
Posisi pasien : duduk di pinggir bed
Anterior :
- Posisi kepala tepat pada midline
- Clavicula sejajar
Posterior
- Posisi kepala tepat pada midline
- Aligment vertebra lurus
- Tidak ada hump
- Tidak skoliosis
Lateral
- Tidak forward head
- Shoulder protraksi
42
2. Palpasi
- Suhu lokal normal
- Terdapat spasme pada M. Upper Trapezius dextra
- Nyeri tekan tidak ada
- Gerak napas dominan abdominal
- Gerak simetris dada simetris
- Fremitus: tidak terdapat sputum
3. Auskultasi
Tidak terdapat retensi sputum
4. Tes Khusus
a. Pemeriksaan Sesak Napas
MRC (Medical Research Council)
Deskripsi Peringkat Derajat
Tidak ada sesak 0 -
Sesak saat berjalan bergegas atau sedikit
1 Ringan
mendaki
Berjalan lebih dari 100m melambat
2 Sedang
karena merasa sesak dan harus berhenti
Sesak timbul bila berjalan sebelum 100
3 Berat
m atau setelah beberapa menit
Sangat
Sesak bila mandi atau berpakaian 4
Berat
Hasil pemeriksaan:
Os berada pada peringkat 2 dengan derajat sedang oleh karena
adanya sesak napas Os harus berhenti untuk bernapas saat
berjalan biasa.
43
b. Pemeriksaan Ekspansi Thoraks
Regio Inspirasi Ekspirasi Selisih Normal
Upper 97cm 96cm 1 cm 2-3 cm
Middle 98cm 96cm 2 cm 3-5 cm
Lower 96cm 94cm 2 cm 5-7 cm
NILAI ROM
REGIO NILAI ROM Aktif Pasif
NORMAL
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
S. 450 – 00 – 900 S. 150 – 00 – S. 300 – S. 400 – 00 S. 450 – 00 -
450 00 -900 - 450 900
44
2). Manual Muscle Testing dan Skala Nyeri Gerak
Sinistra Dextra
Regio Gerakan
MMT VAS MMT VAS
Fleksi 5 0 3 8
Ekstensi 5 0 2 8
Abduksi 5 0 2 8
Bahu
Adduksi 5 0 4 8
Endorotasi 4 0 4 0
Eksorotasi 4 0 4 5
Kesimpulan: Hasil manual muscle testing pada sendi bahu pada
gerak fleksi, ekstensi dan abduksi bahu dextra terdapat keterbatasan
lingkup gerak sendi yang disebabkan oleh nyeri gerak.
45
8. Adanya nyeri gerak pada bahu dextra
9. Terdapat odema pada ankle dextra
2. Tujuan
a. Tujuan Jangka Pendek
Mengurangi sesak napas
Mengurangi spasme
Pernapasan thorakoabdominal
46
Meningkatkan ekspansi thoraks
Memperbaiki ROM
Mengurangi nyeri
Mengurangi odema
b. Tujuan Jangka Panjang
Koreksi postur
Menambah kekuatan otot
Os dapat melakukan aktivitas tanpa ada keluhan
3. Modalitas
a. Modalitas Alternatif :
1) Chest Physical Therapy (Breathing Exercise)
2) Chest Mobility
3) Pumping Exercise
4) Massage
5) ROM Exercise
6) Koreksi Postur
7) IRR
8) TENS
9) SWD
10) MWD
b. Modalitas Terpilih
1) Chest Physical Therapy (Breathing Exercise)
2) Chest Mobility
3) Pumping Exercise
4) ROM Exercise
5) Massage
47
4. Metode Pemberian Fisioterapi
F : 3x sehari Memperlancar
Pumping Exercise I : 10x repetisi peredaran darah ke
T : 5-10 menit jantung
Mengurangi spasme,
memperlancar
Stroking, F = 1x sehari sirkulasi darah,
effleurage, thumb I = supervisial merelaksasikan otot
3. Massage
kneading dan deep serta dapat
D = 5-10 menit mengurangi aktivitas
titik nyeri.
48
5. Uraian Tindakan Fisioterapi
a. Chest Physical Therapy
1) Breathing Exercise
a) Pursed Lip Breathing
Tujuan : Sebagai kontrol pernapasan dan mengurangi
sesak napas
Posisi pasien : duduk di pinggir bed
Posisi terapis : di samping pasien
Aplikasi :
Jelaskan manfaat dan tujuan latihan yang akan
diberikan kepada pasien
Pasien diinstruksikan menarik napas panjang
melalui hidung dan perlahan membuang napas
melalui mulut dengan kedua bibir mencucu
seperti pada saat meniup lilin. Gerakan diulangi
sebanyak 5x repetisi
b) Thorakal Breathing
Tujuan : Mengajarkan gerak pernapasan dada
Posisi Pasien : duduk di pinggir bed
Posisi terapis : di samping pasien
Aplikasi
Jelaskan manfaat dan tujuan latihan yang akan
diberikan kepada pasien
Pasien diminta meletakkan kedua tangan di dada,
kemudian pasien diinstruksikan menarik napas
panjang melalui hidung, pada saat menarik napas
pasien dimita untuk mengembangkan dadanya
dengan cara merasakan pengembangan dadanya
menggunakan kedua tangan. Selanjutnya secara
perlahan membuang napas melalui mulut dengan
49
kedua bibir mencucu seperti pada saat meniup
lilin. Gerakan diulangi sebanyak 5x repetisi.
b. Chest Mobility
Tujuan : Meningkatkan ekspansi thoraks bagian lobus paru atas
a) Upper Lobe
Posisi pasien : duduk di pinggir bed
Posisi terapis : di samping pasien
Aplikasi :
Jelaskan manfaat dan tujuan latihan yang akan
diberikan kepada pasien
Pasien diinstruksikan untuk menarik napas panjang
melalui hidung dan menengokkan kepala ke samping
kanan sambil membuang napas perlahan melalui
mulut. Gerakan diulangi sebanyak 5x repetisi
bergantian kanan dan kiri.
Pasien diinstruksikan untuk menarik napas panjang
melalui hidung sambil mengangkat kedua lengan
dan tangan keatas sampai sejajar dengan kepala,
selanjutnya pasien diinstruksikan untuk membuang
napas melalui mulut secara perlahan sambil
menurunkan kedua lengan dan tangan ke bawah.
Gerakan diulangi sebanyak 5x repetisi.
Pasien diinstruksikan untuk menarik napas panjang
melalui hidung sambil mengangkat kedua lengan
dan tangan ke samping menjauhi tubuh sampai
setinggi bahu, selanjutnya pasien diinstruksikan
untuk membuang napas melalui mulut secara
perlahan sambil menurunkan kedua lengan dan
tangan ke bawah. Gerakan diulangi sebanyak 5x
repetisi.
50
b) Middle Lobe
Tujuan : Meningkatkan ekspansi thoraks bagian lobus paru
tengah
Posisi Pasien : duduk di pinggir bed
Posisi Terapis : di samping pasien
Aplikasi :
Jelaskan manfaat dan tujuan latihan yang akan
diberikan kepada pasien
Pasien diinstruksikan untuk menarik napas panjang
melalui hidung, selanjutnya pasien diinstruksikan
untuk membuang napas melalui mulut secara
perlahan sambil memutar badan dan kedua lengan ke
samping kanan. Gerakan diulangi sebanyak 5x
repetisi bergantian kanan dan kiri.
Pasien diinstruksikan untuk menarik napas panjang
melalui hidung, selanjutnya pasien diinstruksikan
untuk membuang napas melalui mulut secara
perlahan sambil memiringkan badan ke samping
kanan. Gerakan diulangi sebanyak 5x repetisi
bergantian kanan dan kiri.
c) Lower Lobe
Tujuan : Meningkatkan ekspansi thoraks bagian lobus paru
bawah
Posisi Pasien : tidur telentang diatas bed
Posisi Terapis : disamping pasien
Aplikasi
Jelaskan manfaat dan tujuan latihan yang akan
diberikan kepada pasien
Pasien diminta menekuk kedua lutut, kedua tangan
diletakkan di samping badan, kemudian pasien
diinstruksikan untuk menarik napas panjang melalui
51
hidung, selanjutnya pasien diinstruksikan untuk
membuang napas melalui mulut secara perlahan
sambil menggerakkan kedua lutut kesamping kanan
(badan tidak ikut miring). Gerakan diulangi
sebanyak 5x repetisi bergantian kanan dan kiri.
Pasien diminta menekuk kedua lutut, kedua tangan
diletakkan di samping badan, kemudian pasien
diinstruksikan untuk menarik napas panjang melalui
hidung, selanjutnya pasien diinstruksikan untuk
membuang napas secara perlahan sambil
mengangkat dan memindahkan bokong ke samping
kanan. Gerakan diulangi sebanyak 5x repetisi
bergantian kanan dan kiri.
c. Pumping Exercise
Tujuan : Rileksasi dan memperlancar peredaran darah ke jantung
Posisi Pasien : tidur telentang diatas bed
Posisi terapis : di samping pasien
Aplikasi
Jelaskan manfaat dan tujuan latihan yang akan diberikan
kepada pasien
Pasien diinstruksikan untuk menggerakkan telapak kaki
keatas dan kebawah kemudian gerakan memutar. Gerakan
diulangi sampai 8x repetisi
d. Active ROM Exercise
Tujuan: Latihan lingkup gerak sendi pada bahu
Posisi Pasien: Duduk atau bediri
Posisi Terapis: Sebelah samping os
Tatalaksana: pasien diminta untuk menggerakkan lengan kanannya
ke arah samping tubuh dan kembali lagi lalu diangkat ke atas dan ke
52
bawah. Kemudian lakukan pada lengan kiri. Masing-masing gerakan
diulang 8-10 kali.
e. Massage
Posisi Pasien: duduk
Posisi Terapis: di belakang pasien
Tatalaksana: oleskan massage cream pada m.upper trapezius
dextra. Kemudian terapis melakukan stroking dan effleurage pada
upper trapezius. Lalu terapis melakukan massage dengan teknik
thumb kneading. Massage dilakukan selama 5 menit.
2.18 EVALUASI
Tanggal Pemeriksaan
No. Problematik Senin, 11 Selasa, 12
September 2017 September 2017
53
Selisih: Selisih:
upper: 1 cm upper: 1 cm
2. Ekspansi thoraks
middle: 2cm middle: 2 cm
lower: 2cm lower: 2 cm
Sin Dx Sin Dx
S. 300 – 00 - 0 0 0
S. 300 – S. 200 – 00
S. 15 – 0 – 45
900 00 – 900 – 900
3. ROM aktif bahu
F. 900 – 00 0 0 0
F. 900 – F. 700 – 00
F. 60 – 0 – 30
– 300 00 – 300 – 350
T. 400 – 00 T. 400 – 00 – T. 400 – T. 400 – 00
– 350 250 00 - 350 – 250
Sin Dx Sin Dx
Fleksi 5 3 5 4
4. MMT
Ekstensi 5 2 5 3
Abduksi 5 2 5 3
Derajat 2
5. Sesak RR = 23 x/menit
(MRC)
54
2.19 PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : Bonam
b. Quo ad sanam : Bonam
c. Quo ad fungsionam : Bonam
d. Quo ad cosmeticam : Bonam
55
BAB IV
PENUTUPAN
4.1 Kesimpulan
Coronary Artery Bypass Grafting merupakan salah satu penanganan
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau yang bisa disebut Coronary Artery
Disease (CAD), dengan cara membuat jalan pintas melewati bagian arteri
coronaria yang mengalami penyempitan atau penyumbatan.
Umumnya, pada pasien post operasi CABG akan mengalami beberapa
masalah seperti sesak nafas, retensi sputum, penurunan ekspansi thoraks, batuk
tidak efektif dan lain-lain. Oleh karena itu, fisioterapi berperan penting dalam
mengembalikan fungsi pernafasan dan meningkatkan endurance jantung pasca
operasi CABG.
Dalam makalah ini, setelah dilakukan 2 kali fisioterapi pada pasien post
operasi CABG dengan problematik spasme pada upper trapezius dextra, gerak
nafas dominan abdominal, penurunan ekspansi thoraks upper, middle, dan
lower, adanya nyeri gerak pada bahu dextra, penurunan kekuatan MMT bahu,
bahu cenderung protraksi, odema pada ankle dextra, keterbatasan ROM.
Dengan intervensi Chest Physical Therapy, Chest Mobility, Pumping Exercise,
Correct Posture, Active ROM Exercise dan Massage didapatkan hasil
meningkatnya ROM bahu dextra.
4.2. Saran
Pada penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
bagi para pembaca agar penulis makalah berikutnya dapat lebih baik.
A. Untuk fisioterapi
Fisioterapi perlu memahami perannya pada kasus Post op CABG,
fisioterapi paham tentang indikasi dan kontra indikasi modalitas
maupun exercise agar dapat menyusun program yang baik dan aman
56
untuk pasien serta mengembangkan kemampuan pasien ke tingkat yang
lebih tinggi.
B. Untuk pasien
Pasien disarankan untuk mengikuti program-program yang telah
diberikan fisioterapi dengan semangat dan antusias yang tinggi demi
kelancaran pemulihan.
57
DAFTAR PUSTAKA
58