Anda di halaman 1dari 34

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

KASUS 2

OLEH:

KELAS D SEMESTER V

1. Zulkarnain Hasyim Musa (841417110)


2. Aulia Nursuciani Mohamad (841417192)
3. Nurain Bagi (841417076)
4. Nur Fajriatika Lihawa (841417181)
5. Nurul Pratiwi Thalib (8414171456)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2019
KASUS II

Seorang perempuan berumur 50 tahun datang ke rumah sakit


dengan keluhan luka pada kaki sejak dua minggu yang lalu dan tak
kunjung sembuh, awalnya hanya tertusuk paku dan sekarang semakin
membesar. Hasil pengkajian didapatkan luka nampak kotor, klien
mengeluh merasakan sakit pada area luka. Td: 160/80mmHg, N:
88x/m, S: 37,5℃, P: 25x/m, GDS: 160mmHg/dl, klien juga mengeluh
sulit tidur karena memikirkan lukanya.
I. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING
1. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan lateral pada dindidng arteri oleh darah
yang didorong dengan tekanan dari jantung(Perry & Potter, 2010). Tekanan
puncak terjadi saat ventrikal berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan
diastolic adalah teanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan
darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan
sdiastolik. Dengan nilai dewasa normalnya berkisar 100/60 sampai 140/90.
Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer & bare, 2012)
2. Nadi
Denyut nadi adalah suatu gelombang yang teraba pada arteri bila darah
di pompa keluar jantung. Denyut ini mudah diraba di suatu tempat dimana ada
arteri melintas (Sandi, 2016).
Darah yang didorong ke arah aorta sistol tidak hanya bergerak maju
dalam pembuluh darah, tapi juga menimbulkan gelombang bertekanan yang
berjalan sepanjang arteri (Kasenda, Marunduh & Wungouw, 2014).
Gelombang yang bertekanan meregang di dinding arteri sepanjang
perjalanannya dan regangan itu dapat diraba sebagai denyut nadi. Pada jantung
manusia normal, tiap-tiap denyut berasal dari nodus SA (irama sinus normal).
Semakin besar metabolisme dalam suatu organ, maka makin besar aliran
darahnya. Hal ini menyebabkan kompensasi jantung dengan mempercepat
denyutnya dan memperbesar banyaknya aliran darah yang dipompakan dari
jantung ke seluruh tubuh (Herru & Priatna, 2015).
Sedangkan menurut Hermawan, Subiyono & Rahayu (2012) kerja
jantung dapat dilihat dari denyut nadi yang merupakan rambatan dari denyut
jantung, denyut tersebut dihitung tiap menitnya dengan hitungan repetisi
(kali/menit) atau dengan denyut nadi maksimal dikurangi umur.
3. Suhu

Suhu adalah keadaan panas dan dingin yang diukur dengan


menggunakan termometer. Di dalam tubuh terdapat 2 macam suhu, yaitu suhu
inti dan suhu kulit. Suhu inti adalah suhu dari tubuh bagian dalam dan
besarnya selalu dipertahankan konstan, sekitar ± 1ºF (± 0,6º C) dari hari ke
hari, kecuali bila seseorang mengalami demam. Sedangkan suhu kulit berbeda
dengan suhu inti, dapat naik dan turun sesuai dengan suhu lingkungan. Bila
dibentuk panas yang berlebihan di dalam tubuh, suhu kulit akan meningkat.
Sebaliknya, apabila tubuh mengalami kehilangan panas yang besar maka suhu
kulit akan menurun (Guyton & Hall, 2012).

Nilai suhu tubuh juga ditentukan oleh lokasi pengukuran, pengukuran


suhu bertujuan memperoleh nilai suhu jaringan dalam tubuh. Lokasi
pengukuran untuk suhu inti yaitu rektum, membran timpani, arteri temporalis,
arteri pulmonalis, esophagus dan kandung kemih. Lokasi pengukuran suhu
permukaan yaitu kulit, oral dan aksila (Potter & Perry, 2010).

Suhu tubuh yang normal adalah 35,8°C – 37,5°C. Pada pagi hari suhu
akan mendekati 35,5°C, sedangkan pada malam hari mendekati 37,7°C.
Pengukuran suhu di rektum juga akan lebih tinggi 0,5°-l°C, dibandingkan suhu
mulut dan suhu mulut 0,5°C lebih tinggi dibandingkan suhu aksila (Sherwood,
2014).

4. Pernapasan
Pernapasan merupakan proses pertukaran udara di dalam paru.
Pertukaran udara yang terjadi adalah masuknya oksigen kedalam tubuh
( inspirasi ) serta keluarnya karbondioksida ( ekspirasi ) sebagai sisa dari
proses oksidasi ( Syaifuddin, 2006 )
Nilai normal nadi menurut WHO : 20 sampai 24 kali/menit
5. GDS
Kadar gula darah adalah terjadinya suatu peningkatan setelah makan
dan mengalami penurunan di waktu pagi hari bangun tidur. Bila seseorang
dikatakan mengalami hyperglycemia apabila keadaan kadar gula dalam darah
jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia suatu keadaan kondisi
dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah
normal (Rudi 2013). Kadar gula darah merupakan peningkatan glukosa dalam
darah. Konsentrasi terhadap gula darah atau peningkatan glukosa serum diatur
secara ketat di dalam tubuh. Glukosa dialirkan melalui darah merupakan
sumber utama energi untuk sel – sel tubuh.
Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar Glukosa Plasma Vena <100 100 – ≥126


125
(sumber : kesehatan 2014)

II. KATA/ PROBLEM KUNCI

1. Luka pada kaki sejak dua minggu tak kunjung sembuh


2. Luka nampak kotor
3. Sakit pada area luka
4. Td: 160/80mmHg
5. P: 25x/m
6. GDS: 160mmHg/dl
III. MIND MAP

Ulkus dekubitus

Ulkus Diabetikum Luka tak kunjung Kusta


sembuh
Lembar Check List

Penyakit

No. Tanda Dan Gejala Ulkus Diabetikum Ulkus Dekubitus Kusta

1. Luka pada kaki tak   


kunjung sembuh
2. Luka nampak kotor   

3. Sakit pada area luka   -


4. TD meningkat  - -
5. RR meningkat  - -
6. GDS tinggi  - -
IV. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING

1. Apa yang menyebabkan meningkatnya tekanan darah?


2. Penyebab luka lama sembuh?
3. Apakah jenis kelamin dam usia dapat mempengaruhi GDS?

V. JAWABAN PERTANYAAN

1. Dalam banyak kasus, penyebab darah tinggi belum diketahui secara pasti.


Namun menurut para ahli, kombinasi beberapa faktor berikut ini dapat
meningkatkan risiko seseorang untuk menderita darah tinggi:
a. Keturunan

Seseorang menjadi lebih rentan terkena darah tinggi jika ia memiliki


orang tua atau sanak keluarga yang menderita darah tinggi. Hal ini diduga
berkaitan dengan faktor genetik.

b. Usia
Seiring bertambahnya usia, organ dan pembuluh darah di dalam tubuh
akan mengalami perubahan, termasuk ginjal dan pembuluh darah. Perubahan
pada ginjal akan menurunkan fungsinya, sehingga mengganggu keseimbangan
garam dan cairan dalam tubuh. Sedangkan perubahan pada pembuluh darah
akibat penuaan menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi kaku.Kedua hal
tersebut mengakibatkan tekanan darah dalam tubuh akan meningkat. Itulah
sebabnya, orang yang berusia lebih dari 35 tahun disebut lebih berisiko
mengalami darah tinggi.
c. Pola makan yang tidak sehat

Penyebab darah tinggi juga terkait dengan faktor makanan yang tidak
sehat. Terlalu sering mengonsumsi makanan yang asin dan berlemak (tinggi
kolesterol) atau kekurangan kalium dapat meningkatkan risiko seseorang
terkena darah tinggi.
d. Obesitas

Berat badan berlebih atau obesitas dapat meningkatkan risiko darah


tinggi. Semakin gemuk tubuh seseorang, semakin banyak darah yang diperlukan
untuk memasok oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh. Nah, ketika volume darah
meningkat, maka meningkat pula tekanan dalam pembuluh darah Anda.

e. Jarang berolahraga

Orang yang jarang berolahraga cenderung akan memiliki detak jantung


yang lebih tinggi dan rentan terkena obesitas. Hal ini dapat membuat jantung
harus bekerja lebih keras, sehingga meningkatkan risiko hipertensi.

f. Kebiasaan merokok dan mengonsumsi alkohol


Ini berlaku bagi perokok aktif maupun perokok pasif. Perlu diketahui,
zat kimia pada tembakau dapat menyebabkan penyempitan pada pembuluh
darah, sehingga meningkatkan tekanan dalam pembuluh darah dan
jantung.Begitu juga dengan konsumsi minuman beralkohol terlalu sering.
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang terlalu sering mengonsumsi alkohol
dalam jumlah lebih (lebih dari 7 kali per minggu) cenderung mengalami
hipertensi. Hal ini diduga berkaitan dengan efek alkohol yang dapat membuat
dinding pembuluh darah menjadi lebih keras dan kaku, sehingga jantung harus
memompa darah lebih kuat.

g. Stres

Stres, sering cemas, dan kurang tidur merupakan beberapa faktor risiko
yang cukup sering berkontribusi pada munculnya darah tinggi. Hal ini diduga
berkaitan dengan peningkatan hormon stres, seperti kortisol dan adrenalin, saat
seseorang mengalami stres berkepanjangan. Mengingat tekanan darah tinggi
dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit lain, seperti penyakit
jantung dan stroke, maka mengenali dan menjauhi faktor-faktor risiko hipertensi
dapat menjadi langkah yang baik untuk mencegah kondisi ini. Beberapa faktor

= risiko, seperti faktor keturunan, memang tidak bisa dicegah. Namun dengan tetap
menjalani gaya hidup sehat, risiko terjadinya tekanan darah tinggi dapat ditekan
dan darah tinggi dapat lebih mudah terkontrol.(Jiang, et al. (2016)
2. Hal-hal yang Menyebabkan Luka Lama Sembuh
Berikut ini beberapa faktor yang bisa membuat luka membutuhkan waktu
lama untuk sembuh: (Dening, J. (2017)
Sindrom siklus bulanan, pasca menopause yang membuat distribusi
a. Gangguan suplai darah atau oksigen
lemak tubuh
VII. TUJUAN menjadi mudah
PEMBELAJARAN terakumulasi akibat proses hormonal tersebut.
SELANJUTNYA
Luka lama sembuh dapat disebabkan oleh sirkulasi darah dan suplai
(Jurnal “Hubungan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Kadar
Untuk mengetahui
oksigen tentang
yang buruk. pengaruhdarah
Saat sirkulasi kompres metronidazol
dan suplai oksigen terhadap lukaproses
tidak lancar, kaki
Gula Darah Sewaktu, 2016”)
penyembuhan luka akan terganggu. Beberapa kondisi yang menyebabkan aliran
diabetikum.
darah tidak lancar di antaranya menderita penyakit diabetes atau penyakit arteri
perifer.
b. Infeksi
Infeksi pada luka juga menyebabkan luka lama sembuh. Infeksi dapat
terjadi saat kuman masuk ke dalam luka terbuka. Saat luka mengalami infeksi,
VII. INFORMASI TAMBAHAN
tubuh lebih banyak berupaya melawan infeksi tersebut dibanding
Jurnal : Pengaruh Kompres Metronidazol Terhadap Luka Kaki Diabetikum
menyembuhkan luka. Kondisi ini dapat menghambat penyembuhan luka.
Perawatan luka menggunakan metronidazole dan NaCl yang baik dan benar
c. Diabetes
akan mempercepat penyembuhan luka kaki diabetik (selama 3 minggu luka membaik)
Tingginya kadar gula darah penderita diabetes dapat menurunkan
daripada hanya menggunakan NaCl saja (selama 6 minggu luka baru terjadi pemulihan).
fungsi kekebalan tubuh, sehingga mempermudah luka terinfeksi, selain itu juga
Karena metrodinazole merupakan antibiotik, antiprotozoa dan antibakteri. Obat ini
meningkatkan risiko peradangan pada area tubuh yang terluka.  Selain itu, hal
melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan amoeba dalam tubuh.
lain yang juga menyebabkan luka sulit sembuh pada penderita diabetes di
antaranya gangguan peredaran darah dan kerusakan saraf atau neuropati.
3. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas responden berumur 20-72
tahun. Bisa disimpulkan bahwa responden yang berusia di atas 40 tahun
memiliki kadar GDS yang tinggi. Resiko untuk menderita intoleransi glukosa
meningkat seiring dengan meningkatnya umur. Umur >45 tahun harus
dilakukan pemeriksaan diabetes melitus.hal ini disebabkan oleh komposisi
VIII. KLARISIFIKASI INFORMASI TAMBAHAN
tubuh yang berubah, penurunan kegiatan fisik, penurunan sensifitas jaringan
Perawatan luka menggunakan metronidazole dan NaCl yang baik dan benar akan
terhadap insulin
mempercepat penyembuhan luka kaki diabetik (selama 3dengan
minggu lukamembaik) dari
Berdasarkan analisis antara jenis kelamin tingginya kadar GDS,
pada hanya menggunakan
tingginyaNaCl
kadarsaja (selama 6 minggu
lebihluka baru terjadilebih
pemulihan).
prevalensi GDS pada wanita tinggi. Wanita beresiko
Karena memiliki
metrodinazole
kadar merupakan
GDS yang antibiotik, antiprotozoa
secar fisikdan antibakteri.
memilikObat ini
tinggi karena wanita peluang
melawanpeningkatan
infeksi yangIMT
disebabkan olehbesar.
bakteri dan amoeba dalam tubuh.
yang lebih
Metronidazole adalah antibakteri dan antiprotozoa sintetik derivate nitroimidazoi
yang mempunyai aktifitas bakterisid, amebisid dan trikomonosid. Dalam sel atau
mikroorganisme metronidazole mengalami reduksi menjadi produk polar.
Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri dengan jalan menghambat sintesa
asam nukleat. Terjadinya peningkatan resiko ini berhubungan dengan gangguan
metabolik terutama pengendalian kadar glukosa yang buruk, timbulnya angiopati
maupun neuropati diabetic.
Mekanisme pertahanan tubuh penderita diabetes menurut diantaranya
diakibatkan terjadinya penurunan mekanismetubuh seperti fungsi neurotropil, monosit,
komplemen, dan cell mediated immunity (CMI).
Klinis infeksi pada kaki dijumpai adanya penyebaran atau perluasan selulitis
kearah proksimal, adanya penyebaran atau perluasan necrotizing fasciitis, adanya
penyebaran yang cepat wet gangrene, diikuti tanda sistemik seperti 2 atau
lebih manifestasi SIRS (the systemic inflammatory respons syndrome) seperti suhu < 36̊
C atau > 38̊C, denyut jantung > 90x/menit, frekuensi nafas > 20x/menit, PaCO2 < 32
mmHg, jumlah leukosit > 12000, hiperglikemia tidak terkontrol, keadaan infeksi kaki ini
sudah dalam tahap PKD derajat infeksi berat dengan sepsis ( Siswanto, 2011).
IX. ANALISA DAN SINTESA INFORMASI

Seorang perempuan berumur 50 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan


luka pada kaki sejak dua minggu yang lalu dan tak kunjung sembuh, awalnya hanya
tertusuk paku dan sekarang semakin membesar. Hasil pengkajian didapatkan luka
nampak kotor, klien mengeluh merasakan sakit pada area luka. Td: 160/80mmHg, N:
88x/m, S: 37,5℃, P: 25x/m, GDS: 160mmHg/dl, klien juga mengeluh sulit tidur
karena memikirkan lukanya.

Wanita 50 tahun
Faktor Usia tertusuk paku pada
& Trauma kaki

Monopause

Estrogen ↑

Transformasi jaringan lemak

dx. Ketidakstabilan Kadar


Glukosa ↑
Glukosa Darah

Penyempitan vaskular Luka Penumpukan glukosa dikulit


tusuk
↓ O2 keluka Luka membesar

Penyembuhan luka melambat Ulkus dx.


Inflamasi Gangguan
Integritas
Kulit
Melepaskan mediator kimia

Merangsang nosiseptor di Gelisah/Cemas


hipotalamus
Sulit tidur
VIII. LAPORAN DISKUSI

A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI

Ulkus diabetikum merupakan kerusakan yang terjadi sebagian (Partial


Thickness) atau keseluruhan (Full Thickness) pada daerah kulit yang meluas
ke jaringan bawah kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada
seseorang yang menderita penyakit Diabetes Melitus (DM), kondisi ini timbul
akibat dari peningkatan kadar gula darah yang tinggi. Apabila ulkus kaki
berlangsung lama, tidak dilakukan penatalaksanaan dan tidak sembuh, luka
akan menjadi terinfeksi. Ulkus kaki, infeksi, neuroarthropati dan penyakit
arteri perifer merupakan penyebab terjadinya gangren dan amputasi
ekstremitas pada bagian bawah (Tarwoto & Dkk., 2012).
2. ETIOLOGI

Penyebab dari ulkus kaki diabetik ada beberapa komponen yaitu


meliputi neuropati sensori perifer, trauma, deformitas, iskemia, pembentukan
kalus, infeksi dan edema. faktor penyebab terjadinya ulkus diabetikum terdiri
dari 2 faktor yaitu faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen yaitu genetik
metabolik, angiopati diabetik, neuopati diabetik sedangkan faktor eksogen
yaitu trauma, infeksi, dan obat (Wijaya, Andra Saferi dan Mariza Putri, 2013).
3. PATOFISIOLOGI
Terjadi ulkus diabetikum diawali dengan adanya hiperglikemia pada
pasien diabetes. Hiperglikemia ini menyebabkan terjadinya neuropati dan
kelainan pada pembuluh darah. Neuropati baik sensorik, motoric maupun
autonomic yang akan menimbulkan berbagai perubahan pada kulit dan otot.
Kondisi ini selanjutnya menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada
telapak kaki yang akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan
terhadap infeksi menyebabkan luka mudah terinfeksi. Faktor aliran darah yang
kurang akan menambah kesulitan pengelolaan kaki diabetic (Sudoyo, 2006)
4. MANIFESTASI KLINIK
Adapun tanda dan gejala ulkus diabetikum :
1) Pengisian kapiler <3 detik
2) Warna kulit pucat
3) ABI (Ankle Brachial Index) <0,90
4) Turgor kulit menurun
5) Edema
6) Penyembuhan luka lambat
(Tellechea, Leal, Veves, & Carvalho, 2010)
5. KLASIFIKASI
Klasifikasi ulkus diabetik menurut (Wijaya, Andra Saferi dan Mariza
Putri, 2013) adalah sebagai berikut:
1) Derajat 0 : Tidak ada lesi yang terbuka, luka masih dalam keadaan utuh
dengan adanya kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw,
callus”
2) Derajat I : Ulkus superfisial yang terbatas pada kulit.
3) Derajat II : Ulkus dalam yang menembus tendon dan tulang.
4) Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa adanya osteomielitis.
5) Derajat IV : Gangren yang terdapat pada jari kaki atau bagian distal kaki
dengan atau tanpa adanya selulitis.
6) Derajat V : Gangren yang terjadi pada seluruh kaki atau sebagian pada
tungkai.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Laboratorium

Pemeriksaan kultur jaringan diperlukan untuk melihat penyebab


infeksi luka. Pemeriksaan kultur tidak dapat dilakukan terlalu sering/setiap
hari karena ini hanya akan menambah risiko infeksi pada luka (Sigh, Pai,
& Yuhhui, 2013; Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005).
2) Radiologi
Dalam beberapa kasus untuk mengetahui kedalaman luka tidaklah
mudah jika terdapat banyak slough atau eksudat/pus yang menutupi luka.
X-ray sangat membantu untuk memudahkan pengkajian terhadap
kedalaman luka serta untuk melihat ada atau tidaknya infeksi pada tulang,
fraktur, subluxatio/dislokasi sendi (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013)

3) ABI (Ankle Brakhial Indeks)

Tindakan non invasif untuk mengetahui adanya obstruksi di


vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat murah, mudah dilakukan
dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai marker adanya
insufisiensi arterial.

Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita mengukur tekanan darah


menggunakan manset tekanan darah, kemudian adanya tekanan yang
berasal dari arteri akan dideteksi oleh probe Doppler (pengganti
stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai bawah
(ankle) (dorsalis pedis/tibia posterior) sama atau sedikit lebih tinggi
dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas (brachial). Pada keadaan
di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi
penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle
(dorsalis pedis/tibia posterior) dibagi tekanan sistolik brachial
7. PENATALAKSANAAN

Standar penatalaksanaan ulkus diabetikum dilakukan dalam tim


multidisiplin ilmu. Penatalaksanaan ini bertujuan untuk memastikan control
glukosa darah perfusi adekuat, perawatan luka dan debridemen, mengurangi
beban tekanan (offloading), serta control infeksi dengan antibiotic yang sesuai
dan penggantian balutan, serta tindakan operasi/bedahuntuk mencegah
komplikasi dan mempercepat proses penyembuhan (Sigh, Pai, & Yuhhui,
2013).

1) Debridemen

Penyembuhan luka lebih cepat terjadi jika kondisi luka terbas dari
jaringan mati/nekrotik serta material yang menghambat pertumbuhan
jaringan baru. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan
nekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman
berkembang Penatalaksanaan ulkus kaki diabetikum ini salah satunya
dengan debridemen. Deberidement berfungsi untuk menghilangkan jaringan
mati/nekrotik dan benda asing serta dapat mengoptimalkan kondisi
lingkungan sekitar luka (Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005). Debridemen
tidak hanya dilakukan melalui proses pembedahan. Metode lain yang
dilakukan adalah debridement dengan menggunakan balutan basah- kering
(wet to dry dressing); debridement menggunakan enzim seperti kolagen
sebagai salep; dan ada juga autolitik debridemen menggunakan dengan
menggunakan balutan yang mempertahankan kelembaban (moisture
retaining dressing) (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013). Dari berbagai macam
debridemen, debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling
cepat dan efisien.

Tujuan debridemen bedah adalah untuk :


a.Mengevakuasi bakteri kontaminasi,
b.Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan,

c.Menghilangkan jaringan kalus,

d.Mengurangi risiko infeksi lokal.

2) Balutan/Dressing
Prinsip perawatan luka diabetes saat ini menekankan pada
kelembaban luka (moist wound healing). Kondisi luka yang lembab dan
bersih dapat merangsang percepatan proses granulasi (Sumpio, Schroeder,
& Blume, 2005). Tindakan dressing merupakan salah satu komponen
penting dalam mempercepat penyembuhan luka. Prinsip dressing
adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga
dapat meminimalisasi trauma.

3) Mengurangi beban (offloading)

Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang


besar. Neuropati yang terjadi pada penderita DM sangat rentan terjadi
luka akibat beban dan gesekan yang terjadi pada kaki. Pad pendderita DM
luka menjadi sulit untuk sembuh. Salah satu hal yang sangat penting
dalam perawatan kaki diabetik adalah mengurangi atau menghilangkan
beban pada kaki (off loading).
4) Revascularization surgery
Revaskularisasi dapat menurunkan risiko amputasi pada klien
dengan iskemik perifer. Prosedur revaskularisasi meliputi bypass grafting
tau endovaskular techniques (angioplasty dengan atau tanpa stent).
Komplikasi yang harus diperhatikan dalam melakukan revaskularisasi
berkaitan dengan adanya trombolisis (Singh, Rai, dan Yuhhui, 2013).

5) Amputasi
Amputasi merupakan tindakan yang paling terakhir jika berbagai
macam telah gagal dan tidak menunjukkan perbaikan. Pasien DM
dnegan ulkus kaki 40- 60% mengalami amputasi ekstremitas bawah
(Singh, Rai, dan Yuhhui, 2013). Amputasi pada diabetes ini
menyebabkan seseorang menjadi cacat dan kehilangan kemandiriannya
(Wounds International, 2013). Indikasi amputasi meliputi
a. Iskemik jaringan yang tidak dapat di atasi dengan tindakan
revaskularisasi

b. Infeksi kaki yang mengancam dengan perluasan infeksi yang tidak


terukur
c. Terdapatnya ulkus yang semakn memburuk sehingga tindakan
pemotongan menjadi lebih baik untuk keselamatan pasien.
8. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada :
1) Usia
2) Grade ulkus
3) Lamanya menderita diabetes melitus
4) Adanya infeksi yang berat
5) Derajat kualitas sirkulasi P.D
6) Keterampilan dari tenaga medis Referensi
(Umami, Vidhia, Dr. 2007)
B. KONSEP KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Identifikasi kebutuhan dasar yang mengalami gangguan

Kategori dan Subkategori Data Subjektif dan Objektif


Fisiologis Respirasi -

Sirkulasi -

Nutrisi dan cairan DS : -


DO :
1. GDS 160 mg/dl
Eliminasi -

Aktivitas dan -
istirahat
Neurosensori -

Reproduksi dan -
Seksualitas

Psikologis Nyeri dan DS :


Kenyamanan 1. Klien mengeluh sakit pada
area luka
DO :
1. Tekanan darah 160/80
mmHg
2. Pernapasan 25 x/menit
Integritas ego DS :
1. Klien mengeluh sulit tidur
karena memikirkan lukanya
DO :
1. TD 160/80 mmHg
2. Pernapasan 25x/menit
Pertumbuhan dan -
perkembangan
Perilaku Kebersihan diri -

Penyuluhan dan -
pembelajaran

Relasional Interaksi social -

Lingkunga Keamanan dan DS :


n proteksi 1. Klien mengeluh luka pada
kaki sejak 2 minggu yang
lalu

DO :
1. Luka tak kunjung sembuh
dan semakin membesar
b. Diagnosa keperawatan yang diambil

1. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik (misal. trauma), d.d mengeluh

nyeri, tekanan darah meningkat, dan pola napas berubah

2. Gangguan Integritas Kulit b.d perubahan sirkulasi d.d kerusakan

jaringan dan/atau lapisan kulit, nyeri

3. Ansietas b.d terpapar bahaya lingkungan, kurang terpapar

informasi d.d merasa khawatir dengan akibat kondisi yang

dihadapi, tampak gelisah, sulit tidur, tekanan darah meningkat,

frekuensi napas meningkat

4. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah b.d gangguan toleransi

glukosa darah d.d kadar glukosa dalam darah/urin tinggi

2. Diagnosis Keperawatan

Data Subjektif dan Analisis Data Masalah Keperawatan

Objektif
DS : Penyembuhan luka Nyeri Akut
1. Klien
melambat dan luka
mengeluh sakit
membesar
pada area luka

Inflamasi
DO :
1. Tekanan darah
160/80 mmHg Melepaskan mediator
2. Pernapasan 25
kimia
x/menit
Merangsang

nosiseptor di

hipotalamus

Nyeri dipersepsikan

Metabolisme ↑

TD ↑, RR↑
DS : Penyembuhan luka Gangguan Integritas
1. Klien
melambat dan luka Kulit
mengeluh luka
membesar
pada kaki sejak
2 minggu yang
lalu
Ulkus
DO :
1. Luka tak

kunjung

sembuh dan

semakin

membesar
DS : Penyembuhan luka Ansietas
1. Klien
melambat dan luka
mengeluh sulit
membesar
tidur karena
memikirkan
lukanya Ulkus
DO :
1. TD 160/80
Gelisah/Cemas
mmHg
2. Pernapasan
25x/menit
Sulit tidur

DS : Faktor usia Ketidakstabilan Kadar

DO : (Wanita 50 tahun, Glukosa Darah

1. GDS 160 mg/dl tertusuk paku pada

kaki)

Monopause

Estrogen ↑

Transformasi jaringan

lemak

Glukosa ↑
3. Rencana Intervensi Keperawatan

N DIAGNOSIS LUARAN INTERVENSI RASIONAL


O KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut Luaran : 1. Manajemen Nyeri 1. Manajemen Nyeri
(D.0077) 1. Tingkat Nyeri Observasi Observasi
Kategori : Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, 1. Agar tindakan ini
Psikologis tindakan keperawatan karakteristik, durasi, memungkinkan klien untuk
Subkategori : Nyeri selama 3x24 jam frekuensi, kualitas, mendapatkan rasa control
dan kenyamanan masalah tingkat nyeri intensitas nyeri. terhadap nyeri.
Definisi : teratasi dengan indikator Terapeutik Terapeutik
Pengalaman : 2. Kontrol lingkungan yang 2. Untuk menghindari
sensorik atau 1. Keluhan nyeri memperberat rasa nyeri adanya cidera.
emosional yang (2) (mis. Suhu ruangan,
berkaitan dengan Keterangan : pencahayaan, kebisingan).
kerusakan jaringan 1. Meningkat Edukasi Edukasi
aktual atau 2. Cukup 3. Jelaskan strategi 3. Agar pasien bisa mecoba
fungsional, dengan meningkat meredakan nyeri kembali cara praktis
onset mendadak 3. Sedang meredakan nyeri yang
atau lambat dan 4. Cukup menurun dijelaskan oleh perawat.
berintensitas ringan 5. Menurun 4. Memfokuskan kembali
hingga berat yang 2. Pola Napas (2) 4. Anjurkan memonitor nyeri perhatian; mungkin
berlangsung kurang 3. Tekanan darah secara mandiri. dapat meningkatkan
dari 3 bulan. b.d (2) kemampuan pasien
agen pencedera Keterangan : dengan cara
fisik (misal. 1. Memburuk memonitoring kembali
trauma), d.d 2. Cukup Kolaborasi
mengeluh nyeri, memburuk Kolaborasi 5. Memberikan penurunan
tekanan darah 3. Sedang 5. Kolaborasi pemberian nyeri/tidak nyaman;
meningkat, dan 4. Cukup membaik analgesik, jika perlu. mengurangi demam.
pola napas berubah 5. Membaik
Luaran : 2. Pemberian Analgesik
2. Kontrol Nyeri 2. Pemberian Analgesik Observasi
Setelah dilakukan Observasi 1. Agar tidak terjadi
tindakan keperawatan 1. Identifikasi kesesuaian kesalahan dalam
selama 3x24 jam jenis analgesik (mis. pemberian analgesik
masalah kontrol nyeri Narkotika, non-narkotik, pada pasien yang
teratasi dengan indikator atau NSAID) dengan Narkotika ataupun yang
: tingkat keparahan nyeri. non narkotika.
1. Melaporkan Terapeutik Terapeutik
nyeri terkontrol 2. Dokumentasikan respons 2. Memberitahukan kepada
(3) terhadap efek analgesik pasien agar pasien tidak
2. Kemampuan dan efek yang tidak cemas setelah pemberian
mengenali onset diinginkan. analgesik.
nyeri (3) Edukasi
3. Kemampuan Edukasi 3. Agar pasien tidak cemas
mengenali 3. Jelaskan efek terapi dan dan tidak berfikiran aneh
penyebab nyeri efek samping obat tentang analgesik yang
(3) di berikan oleh perawat.
Keterangan : Kolaborasi
1. Menurun Kolaborasi 4. Agar analgesik dan
2. Cukup menurun 4. Kolaborasi pemberian pemberian dosis bersifat
3. Sedang dosis dan jenis analgesik, ideal untuk mengubah
4. Cukup sesuai indikasi persepsi terhadap nyeri.
meningkat
5. Meningkat
2. Gangguan Luaran 1. Perawatan Luka 1. Perawatan Luka
Integritas Kulit 1. Integritas Kulit Observasi Observasi
(D.0192) dan Jaringan 1. Monitor karakteristik luka 1. Agar dapat mengetahui
Kategori : Setelah dilakukan (mis. Drainase, warna, perkembangan
Lingkungan tindakan keperawatan ukuran, bau). karakteristik dari luka.
Subkategori : selama 3x24 jam 2. Monitor tanda-tanda 2. Agar tidak terjadi infeksi
Keamanan dan masalah integritas kulit infeksi pada luka tersebut.
proteksi dan jaringan teratasi Terapeutik Terapeutik
Definisi : dengan indikator : 3. Bersihkan dengan cairan 3. Agar tidak terjadi reaksi
Kerusakan kulit 1. Kerusakan NaCl atau pembersih inflamasi akibat dari
(dermis dan/atau jaringan (2) nontoksik, sesuai cairan pembersih luka.
epidermis) atau 2. Kerusakan kebutuhan.
jaringan (membran lapisan kulit (2) 4. Pasang balutan sesuai jenis 4. Mencegah resiko infeksi
mukosa, kornea, Keterangan : luka pada luka dengan
fasia, otot, tendon, 1. Meningkat mempertahankan
tulang, kartilago, 2. Cukup dressing.
kapsul sendi meningkat
dan/atau ligamen). 3. Sedang
b.d Perubahan 4. Cukup menurun
sirkulasi, b.d 5. Menurun Edukasi Edukasi
kerusakan jaringan Luaran : 5. Ajarkan prosedur 5. Agar pasien bisa
dan/atau lapisan 2. Penyembuhan perawatan luka secara melakukan kembali di
kulit, nyeri. Luka mandiri rumah atau tanpa ada
Setelah dilakukan perawat.
tindakan keperawatan Kolaborasi Kolaborasi
selama 3x24 jam 6. Kolaborasi pemberian 6. Agar pasien tidak
masalah penyembuhan antibiotik, jika perlu merasakan nyeri
luka teratasi dengan sehingga harus diberikan
indikator : antibiotic.
1. Penyatuan kulit
(3) 2. Edukasi Program 2. Edukasi Program
2. Penyatuan tepi Pengobatan Pengobatan
luka (3) Observasi Observasi
3. Pembentukan 1. Identifikasi pengetahuan 1. Agar tidak terjadi
jaringan parut (3) tentang pengobatan yang kesalahan dalam
Keterangan : direkomendasikan. memberikan pengobatan
1. Menurun yang telah
2. Cukup menurun direkomendasikan
3. Sedang Terapeutik Terapeutik
4. Cukup 2. Berikan dukungan untuk 2. Sehingga pasien mau
meningkat menjalani program dan mampu untuk
5. Meningkat pengobatan dengan baik melakukan pengobatan.
dan benar.
3. Libatkan keluarga untuk 3. Agar pasien lebih
memberikan dukungan semangat dalam
pada pasien selama menjalani pengobatan
pengobatan. selama ada keluarga
yang menemani.
Edukasi Edukasi
4. Jelaskan manfaat dan efek 4. Supaya pasien tau tipe
samping pengobatan. obat,dosis, dan bahkan
efek samping dari obat
tersebut.
Kolaborasi : - Kolaborasi : -

3. Ansietas (D.0080) Luaran 1. Edukasi Program 1. Edukasi Program


Kategori : 1. Tingkat Ansietas Pengobatan Pengobatan
Psikologis Setalah dilakukan Observasi Observasi
Subkategori : tindakan keperawatan 1. Monitor tanda-tanda 1. Agar reaksi verbal/non
Integritas ego selama 3x24 jam ansietas (verbal dan verbal dapat menunjukan
Definisi : masalah tingkat ansietas nonverbal). rasa agitasi marah dan
Kondisi emosi dan teratasi dengan indikator gelisah.
pengalaman : Terapeutik Terapeutik
subyektif individu 1. Verbalisasi 2. Temani pasien untuk 2. Agar pasien lebih merasa
terhadap objek khawatir akibat mengurangi kecemasan, nyaman dan tingkat
yang tidak jelas kondisi yang jika memungkinkan. kecemasanya dpat
dan spesifik akibat dihadapi (2) berkurang.
antisipasi bahaya 2. Perilaku gelisah Edukasi Edukasi
yang (2) 3. Latih teknik relaksasi. 3. Sehingga pasien bisa
memungkinkan Keterangan : memandirikan dirinya.
individu 1. Meningkat Kolaborasi Kolaborasi
melakukan 2. Cukup 4. Kolaborasi pemberian obat 4. Agar dapat mengurangi
tindakan untuk meningkat anti ansietas, jika perlu rancangan eksternal yang
menghadapi 3. Sedang tidak perlu.
ancaman. b.d 4. Cukup menurun 2. Terapi Relaksasi 2. Terapi Relaksasi
terpapar bahaya 5. Menurun Observasi Observasi
lingkungan, kurang 1. Monitor adanya indikator 1. Agar tidak terjadi
terpapar informasi tidak rileks (mis. Adanya gangguan pernafasan dan
d.d merasa gerakan, pernapasan yang gerakan pada pasien
khawatir dengan berat). yang berat.
akibat kondisi yang Terapeutik Terapeutik
dihadapi, tampak 2. Atur lingkungan agar tidak 2. Agar terbentuknya rasa
gelisah, sulit tidur, ada gangguan saat terapi. nyaman pasien selama
tekanan darah terapi
meningkat, 3. Berikan posisi bersandar 3. Sehinga pasien bisa
frekuensi napas pada kursi atau posisi merasakan kenyamanan
meningkat lainnya yang nyaman. tersebut.
Edukasi Edukasi
4. Anjurkan bernapas dalam 4. sehingga proses pernafasan
dan perlahan. pasien lebih terjaga, dan
rileks.

4. Ketidakstabilan Luaran 1. Manajemen 1. Manajemen


Kadar Glukosa 1. Kestabilan Hiperglikemia Hiperglikemia
Darah (D.0027) Kadar Glukosa Observasi Observasi
Kategori : Darah 1. Identifikasi kemungkinan 1. Untuk memberikan
Fisiologis Setelah dilakukan penyebab hiperglikemia. tindakan medis yang
Subkategori : tindakan keperawatan tepat pada hiperglikemia.
Nutrisi dan cairan selama 3x24 jam Terapeutik Terapeutik
Definisi : masalah kestabilan 2. Konsultasi dengan medis 2. Untuk mencegah
Variasi kadar kadar glukosa darah jika tanda dan gejala terjadinya komplikasi
glukosa darah teratasi dengan indikator hiperglikemia tetap ada akibat dari hiperglikemi.
naik/turun dari : atau memburuk.
rentang normal. b.d 1. Kadar glukosa Edukasi Edukasi
gangguan toleransi dalam darah (2) 3. Anjurkan monitor kadar 3. Agar pasien bisa
glukosa darah. d.d 2. Kadar glukosa glukosa darah secara melkukan dengan
kadar glukosa dalam urine (2) mandiri. sendirinya untuk
dalam darah/urin Keterangan : melakukan pemeriksaan.
tinggi. 1. Memburuk Kolaborasi Kolaborasi
2. Cukup 4. Kolaborasi pemberian 4. Agar cairan yang masuk
memburuk cairan IV, jika perlu. dan keluar itu seimbang.
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
2. Kontrol Risiko
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam
masalah kontrol risiko
teratasi dengan indikator
:
1. Kemampuan
mencari
informasi
tentang faktor
risiko (3)
2. Kemampuan
mengidentifikasi
faktor risiko (3)
Keterangan :
1. Menurun
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup
meningkat
5. Meningkat
DAFTAR PUSTAKA

Andra saferi wijaya & Yessie Mariza Putri. (2013). Keperawatan Medikal Bedah
1 (keperawatan dewasa).

Bryant, A.R., Nix, P.D. (2007). Acute & Chronic Wounds : Current Management
Concepts, Third Edition. St. Louis, Missouri. Mosby

Dening, J. Healthline (2017). What’s the Connection Between Diabetes and


Wound Healing

Depkes RI, 2008. Diabetes Melitus Ancaman Umat Manusia di Dunia. Diakses 15
Agustus 2013. Http: www.depkes.go.id/indeks/.

Guyton & Hall. (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC

Hermawan. L , Subiyono & Rahayu. (2012). Pengaruh Pemberian Asupan Cairan


(Air) Terhadap Profil Denyut Jantung Pada Aktivitas Aerobik
Journal of Sport Sciences and Fitness. 1 (2).

Herru & Priatna, H. (2015). Penambahan Resistance Exercise Pada Senam


Aerobik Lebih Baik Terhadap Penurunan Denyut Nadi 2 Menit Setelah
Latihan Pada Remaja Putri Usia 17-21 Tahun. Journal fisioterapi. 15 (1).
Jiang, et al. (2016). Obesity and Hypertension. Experimental and Therapeutic
Medicine, 12(4), pp. 2395-2399.
Jurnal “Hubungan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Kadar Gula
Darah Sewaktu, 2016”
Kasenda, I., Marunduh, S & Wungouw, H. (2014). Perbandingan Denyut Nadi
Antara Penduduk Yang Tinggal Di Dataran Tinggi Dan Dataran Rendah.
Jurnal e-Biomedik (eBM). 2 (2).
Potter & Perry., (2010). Fudamental Keperawatan. Buku 2, Edisi 7. Jakarta:
Salemba Medika.G
Rudi, A., & Kwureh, H. N. (2017). Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Kadar
Gula Darah Puasa pada Pengguna Layanan Laboratorium. Wawasan
kesehatan, 35
Sandi, N. I. (2016). Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Frekuensi Denyut Nadi.
Journal Sport and Fitness. 4 (2).
Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Singh S, Pai DR, Yuhhui C (2013). Diabetic footulcer-diagnosis and management.
Clinical Research on Foot and Ankle,1(3):120
Siswanto. 2011. Materi Workshop Pengelolaan Kaki Diabetik. Surakarta

Smeltzer & Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Jakarta : EGC.

Sudoyo, A.W, Setiyohadi, B., Alwi, I. Simadibrata, M., Setiati, S. (2006). Buku
Ajar Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Sumpio, B. E., Schroeder, S.M., & Blume, P.A. (2005). Etiology and
management of foot ulceration dalam The wound management
manual oleh Bok Y lee. Singapura: The McGraw-Hill Companies

Syaifuddin, 2006, Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3,


Editor Monica Ester, Jakarta : EGC
Tarwoto, dkk, 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Trans Info Media

Tellechea A, Leal E, Veves A, Carvalho E. Inflammatory and angiogenic


abnormalities in diabetic wound healing: Role of neuropeptides and
therapeutic perspective. The Open Circulation and Vascular
2010;3:43-55.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta :
Penerbit Erlangga

Anda mungkin juga menyukai