Anda di halaman 1dari 39

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

KASUS 2

OLEH:

KELAS D SEMESTER V

1. Zulkarnain Hasyim Musa (841417110)


2. Aulia Nursuciani Mohamad (841417192)
3. Dewi Pertiwi Wiratma (841417188)
4. Miskatul Mo’o(841417162)
5. Nur Fajriatika Lihawa (841417181)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2019
KASUS II

“KELEMAHAN KEDUA TUNGKAI”


Tn,G.S umur 32 tahun seorang akuntan datang ke dokter umum empat bulan
yang lalu dengan keluhan penglihatan tidak jelas. Keluhan ini sembuh tanpa ada
masalah lebih lanjut sampai baru-baru ini kembali terjadi gangguan penglihatan disertai
penglihatan ganda. Pada kunjungan terakhir, pasien mengeluhkan kelemahan pada
kedua tungkai dan kaki kanannya cenderung membuatnya “tersandung”. Dokter
umumnya merujuk klien ke dokter spesialis neurologi untuk pemeriksaaan selanjutnya.
Hasil pemeriksaan lebih lannjut menunjukkan kekuatan otot normal sebesar
75% pada kaki kanan bawah dan 60% pada kaki kiri. Pemeriksaan gaya berjalan
memperlihatkan foot drop kaki kanan yang ringan dan sedikit hiperekstensi lutut.
Visual evoked potential test menunjukkan penurunan waktu konduksi impuls sensorik
visual. Klien direncanakan menjalani pemriksaan MRI dan dirujuk ke ahli fisioterapi
untuk pemeriksaan.

I. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING


1. Visual evoked potential test

Evoked potential testing atau tes pembangkit potensi otak adalah uji
diagnostik yang digunakan untuk mengukur aktivitas elektrik otak dalam
menanggapi rangsangan sensorik, dengan tujuan mendeteksi pengiriman
sinyal saraf yang lambat atau tertunda akibat kerusakan saraf. Tes ini
diterapkan pada seseorang yang diduga memiliki sklerosis multipel  atau MS,
dan pada kasus di mana pemeriksaan saraf tidak dapat memberikan cukup
informasi. Tes ini dilakukan dengan cara membangkitkan tanggapan saraf
melalui penglihatan, pendengaran, dan rangsangan somatosensorik. Tes ini
juga dianggap aman, pasien pun hanya mengalami sedikit sekali rasa tidak
nyaman, dan risikonya hanya terbatas pada apa yang mungkin muncul akibat
masalah kesehatan yang sudah ada.
Penggunaan evoked potential testing yang paling sering adalah untuk
pemeriksaan sklerosis mutipel, tetapi secara umum dapat digunakan untuk
menemukan kerusakan atau demielinasi, terutama ketika kerusakan terlalu kecil
untuk dideteksi dalam pemeriksaan saraf. Jenis kerusakan yang dapat dideteksi
melalui tes ini juga termasuk pada tumor otak, masalah saraf tulang belakang,
dan gangguan saraf tertentu. Dengan demikian, tes ini tidak dianggap sebagai
pengujian yang hanya khusus untuk diagnosa sklerosis multipel.

Tes ini dapat memiliki hasil yang normal atau tidak normal:

a. Normal – Hasil yang normal adalah ketika waktu antara pengiriman


rangsang dan tanggapan saraf dalam angka yang normal.

b. Tidak normal – Hasil yang tidak normal adalah ketika waktu tanggapan
saraf lebih lambat dari pada batas normal. Jika demikian, hal ini menunjukkan
ada yang tidak normal pada otak atau jalur saraf.
Akan tetapi, tes ini tidak dapat menentukan akar penyebab kerusakan atau
tanggapan otak yang tertunda. Dengan demikian, tes pembangkit potensi ini
hanya dapat digunakan sebagai tes awal, atau dalam kasus sklerosis multipel,
untuk memastikan diagnosa yang sudah diperkirakan. Apabila terdeteksi
terdapat dua demielinasi atau kerusakan, ada risiko besar diagnosa sklerosis
multipel menjadi positif.( Shy ME,2013)
2. MRI

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu alat diagnostik mutakhir


untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh dengan menggunakan medan magnet yang
besar dan gelombang frekuensi radio yang menghasilkan rekaman gambar potongan
penampang tubuh / organ manusia dengan menggunakan medan magnet berkekuatan
antara 0,064 – 1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti
atom hidrogen. MRI Merupakan metode rutin yang dipakai dalam diagnosis medis
karena hasilnya yang sangat akurat. Teknik penggambaran MRI relatif komplek
karena gambaran yang dihasilkan tergantung pada banyak parameter. Bila pemilihan
parameter tersebut tepat, kualitas gambar MRI dapat memberikan gambaran detail
tubuh manusia dengan perbedaan yang kontras, sehingga anatomi dan patologi
jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti. (Bushberg, 2002).
3. Fisioterapi

Fisioterapi adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu


dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan
gerak-fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan
penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (physics,
electrotherapeutic, mekanik, pelatihan fungsi, dan komunikasi). (Peraturan
Menteri Kesehatan, No. 80, 2013).

4. Foot Drop

Drop Foot (DF) merupakan gangguan yang melibatkan pergelangan


kaki seseorang dan otot-otot kaki (James, 2009). Seseorang dengan DF
memiliki kontrol terbatas terhadap gerakan kaki yang terkena, DF biasanya
merupakan gejala dari masalah yang lebih besar, bukan penyakit itu sendiri.
Hal ini ditandai oleh ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggerakkan
pergelangan kaki dan jari kaki ke atas (Wahid, 2008). Tingkat keparahan dapat
berkisar dari sementara untuk kondisi permanen, tergantung pada sejauh mana
kelemahan otot atau kelumpuhan (Margaret, 2000).
II. KATA/ PROBLEM KUNCI

1. Umur 32 tahun
2. Penglihatan tidak jelas empat bulan lau
3. Terjadi gangguan penglihatan disertai penglihatan ganda
4. Mengeluh kelemahan pada kedua tungkai dan kaki kanannya
5. kekuatan otot normal sebesar 75% pada kaki kanan bawah dan 60% pada kaki
kiri.
6. Pemeriksaan gaya berjalan memperlihatkan foot dorp kaki kanan yang ringan
dan sedikit hiperekstensi lutut
7. Visual evoked potential lest menunjukkan penurunan waktu konduksi impuils
sensorik visual.
III. MIND MAP
Kelemahan pada
Tumor otak Stroke
tungkai

Sindrom
Lembar Check List Guillain-Barré

Penyakit

No. Tanda Dan Gejala Ulkus Diabetikum Ulkus Dekubitus Kusta

1. Kelemahan pada   
dua tungkai
2. Gangguan   
penglihatan disertai
penglihatan ganda
3. Kekuatan otot  - -
menurun
4. Gaya berjalan foot  - -
drop dan
hiperekstensi lutut
IV. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING

1. Apa penyebab dari terjadinya penglihatan ganda?


2. Apa yang menyebabkan seseorang bisa mengalami kelemahan sendi?
3. Apakah saat orang mengalami kelemahan pada tungkai bisa mengalami
kelumpuhan?

V. JAWABAN PERTANYAAN
1. Penglihatan ganda adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh perubahan posisi
mata sehingga pasien akan melihat dua gambar dari satu objek yang saling
berdekatan. Kondisi yang juga dikenal sebagai diplopia ini harus dianggap
sebagai kondisi yang serius dan membutuhkan diagnosis dan pengobatan
secepat mungkin karena beberapa kasus diplopia dapat membahayakan nyawa.

Seseorang yang memiliki penglihatan ganda akan menyadari bahwa gambar


yang ia lihat biasanya buram karena objek tersebut akan bertabrakan dengan
objek lain. Dalam beberapa kasus, penglihatan pasien dapat membaik apabila
pasien mengarahkan objek mendekati atau menjauhi wajahnya, menyipitkan
mata, atau menambah cahaya di dalam ruangan. Namun, ada beberapa orang
yang tidak dapat memperbaiki penglihatan mereka.

Diplopia dapat terjadi pada satu atau kedua mata. Apabila kondisi ini
terjadi pada kedua mata, maka kondisi ini disebut sebagai diplopia binokular
dan diplopia pada satu mata disebut sebagai diplopia monokular. Diplopia
monokular lebih jarang terjadi dibandingkan diplopia binokular dan biasanya
terjadi akibat kelainan pada mata yang sakit. Karena gangguan pada mata
terjadi akibat perubahan posisi mata, maka seharusnya penglihatan pasien dapat
diperbaiki dengan menutup salah satu mata.( Olitsky SE,2011)

Penglihatan ganda dapat disebabkan oleh kelainan pada mata, penyakit


pada bagian tubuh lainnya yang juga berpengaruh pada mata, atau cedera kepala
yang telah mengganggu kemampuan otak untuk mengolah sinyal dari mata.
2. Paraplegia adalah kondisi hilangnya kemampuan untuk menggerakkan anggota
tubuh bagian bawah yang meliputi kedua tungkai dan organ panggul. Paraplegia
dapat terjadi hanya sementara atau bahkan menjadi permanen tergantung dari
penyebabnya. Berbeda dengan paraparesis yang masih dapat menggerakan kedua
tungkai walaupun kekuatannya berkurang, paraplegia sama sekali tidak dapat
menggerakan kedua tungkai.

Umumnya, paraplegia terjadi akibat adanya gangguan di rangkaian sistem


saraf yang mengendalikan otot-otot di area tersebut. Beberapa hal yang
menyebabkan seseorang mengalami paraplegia, antara lain:

a. Cedera saraf tulang belakang. Saraf tulang belakang berfungsi


menyalurkan sinyal dari otak ke seluruh tubuh. Cedera saraf tulang
belakang di bawah bagian leher dapat menyebabkan paraplegia.
b. Multiple  sclerosis. Kondisi ini dapat menyebabkan rusaknya selaput
pelindung saraf pada otak dan saraf tulang belakang akibat serangan sistem
kekebalan tubuh sendiri. Multiple sclerosis dapat menyebabkan paraplegia
tergantung dari selaput pelindung saraf mana yang terkena.
c. Sindrom Guillain-Barré, merupakan kondisi rusaknya sistem saraf perifer
yang mengendalikan pergerakan dan sensasi rasa yang diterima tubuh.
Umumnya kelemahan pada sindrom Guillain-Barre mulai dari kedua tungkai,
namun bisa menyebar ke atas.
d. Spina bifida, adalah sebutan untuk kondisi cacat lahir yang memengaruhi
perkembangan tulang belakang dan sistem saraf.
e. Hereditary spastic paraplegia, adalah kumpulan gangguan akibat kelainan
genetik yang mengakibatkan tubuh bagian bawah penderita melemah secara
perlahan dan menjadi kaku.
f. Tropical spastic paraparesis, terjadi akibat infeksi virus T-cell
lymphotrophic tipe 1 yang menyerang sistem saraf dan mengakibatkan
kelemahan dan kekakuan kedua tungkai.

=
g. Tumor saraf tulang belakang, baik yang berasal dari saraf tulang belakang
maupun akibat penyebaran dari organ lain, dapat menekan saraf tulang
belakang dan menyebabkan paraplegia.
h. Infeksi, seperti tuberkulosis saraf tulang belakang (Pott’s paraplegia) atau
polio, dapat menyebabkan paraplegia.
i. Sindrom pasca polio, merupakan kelumpuhan yang muncul beberapa dekade
setelah terinfeksi virus polio.
j. Penyakit dekompresi, merupakan komplikasi akibat menyelam yang
menyebabkan kelumpuhan akibat gelembung gas yang terbentuk dan
mengganggu sistem saraf. Elgebe,(O. et. al. 2011).

3. Kelumpuhan atau paralisis adalah kondisi ketika satu atau beberapa bagian tubuh tidak
dapat digerakkan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh gangguan pada otot atau saraf,
akibat cedera atau penyakit tertentu. Kelumpuhan yang terjadi dapat berlangsung
sementara atau permanen, baik pada penderita yang hanya mengalami kelemahan
maupun sama sekali tidak dapat menggerakkan bagian tubuh tertentu.
Penanganan kelumpuhan tergantung pada penyebab kelumpuhan itu sendiri.
Penanganan bisa berupa obat-obatan, fisioterapi, operasi, atau penggunaan alat
bantu bila kelumpuhan tersebut bersifat permanen.
Otot berperan penting dalam mengendalikan setiap gerakan tubuh manusia. Dalam
menggerakkan tubuh, otot bekerja sama dengan tulang, saraf, dan jaringan
penghubung antara otot, saraf, dan tulang. Ketika salah satu jaringan tersebut
mengalami gangguan, maka kelumpuhan dapat terjadi.

VII. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA

Untuk mengetahui tentang polao mage pada pasien tumor otak berbasis syaraf

tiruan
VII. INFORMASI TAMBAHAN

“KLASIFIKASI POLA IMAGE PADA PASIEN TUMOR OTAK BERBASIS

JARINGAN SYARAF TIRUAN ( STUDI KASUS PENANGANAN KURATIF

PASIEN TUMOR OTAK )”

VIII. KLARISIFIKASI INFORMASI TAMBAHAN

Saat ini ilmu kedokteran telah berkembang pesat, teknik diagnostik dan
pengobatan telah memberikan harapan hidup bagi pasien. Salah satu cara pemeriksanaan
penderita tumor otak adalah Pemeriksaan radiologis yang perlu dilakukan antara lain
MRI dengan kontras. Citra otak MRI berguna untuk melihat adanya tumor pada langkah
awal penegakkan diagnosis dan sangat baik untuk melihat klasifikasi, lesi erosi/destruksi
pada tulang tengkorak. Pengolahan citra smoothing, segmentasi dengan metode otsu dan
ekstraksi ciri yang dilakukan untuk mempermudah proses pelatihan dan pengujian.
Penelitian ini, akan menerapkan analisis tekstur dengan parameter contrast, correlation,
energy, homogenity untuk membedakan tekstur citra tumor otak dan normal sehingga
menghasilkan nilai gold standard berdasarkan ciri-ciri tekstur yang ada. Pelatihan dan
pengujian fiturfitur tekstur menggunakan metode propagasi balik (backpropagation)
jaringan syaraf tiruan dengan variasi nilai learning rate sehingga diharapkan dapat
memperoleh klasifikasi dari kondisi citra penderita tumor otak.
Data yang digunakan sejumlah 29 citra otak yang menghasilkan akurasi klasifikasi
sebesar 96,55%.
Proses pengolahan citra menggunakan proses smoothing untuk menghilangkan
noise, metode otsu untuk segmentasi, dan ekstraksi ciri untuk mempermudah proses
pada pelatihan dan pengujian. Parameter dari ekstraksi ciri yang digunakan adalah mean,
standard deviation, entropy, RMS (Root Mean Square), variance, smoothness, kurtosis,
skewness, IDM (Inverse Difference Movement), kontras, korelasi, energi dan
IX. ANALISAHasil
homogenitas. DAN klasifikasi
SINTESA menggunakan
INFORMASI jaringan syaraf tiruan propagasi balik
(Backpropagation) dengan 29 data citra otak dengan 23 citra otak normal dan 6 citra
Tn,G.S umur 32 tahun seorang akuntan datang ke dokter umum empat bulan
otak normal menghasilkan akurasi sebesar 96,55%. (Yeni Lestari Nst,2017)
yang lalu dengan keluhan penglihatan tidak jelas. Keluhan ini sembuh tanpa ada
masalah lebih lanjut sampai baru-baru ini kembali terjadi gangguan penglihatan disertai
penglihatan ganda. Pada kunjungan terakhir, pasien mengeluhkan kelemahan pada
kedua tungkai dan kaki kanannya cenderung membuatnya “tersandung”. Dokter
Pertumbuhan otak
abnormal

Massa dalam otak


bertambah/berfolirasi

Penekanan jaringan
otak terhadap sirkulasi
darah & O2

Suplai O2 kejaringan
otak ↓ akibat obstruksi
sirkulasi otak

Kerusakan saluran
darah keotak

Obstruksi vena &


Edema

Perpindahan cairan intravaskulaar


jaringan serebral

Volume
intracranial ↑

TIK ↑

Kompensasi tubuh

Kompensasi kurang cepat

Statis vena serebral

Obstruksi system serebral

Obstruksi drainage vena Arteri serebral tengah


retina
Disfungsi N. IX
Koordinasi
Pupil edema
anggota tubuh
tidak seimbang Kelemahan
Kompresi saraf optiks anggota gerak
N. II

dx. Risiko
Gangguan penglihatan dx. Gangguan
Cedera
Mobilitas Fisik

dx. Gangguan
Persepsi Sensori

VIII. LAPORAN DISKUSI

A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI

Tumor otak adalah pertumbuhan jaringan yang disebabkan oleh sel-sel


tidak normal pada otak atau di sekitar otak. Sampai saat ini belum diketahui
pasti penyebab tumor otak, tapi beberapa peneliti menduga bahwa kondisi ini
disebabkan oleh faktor genetik dan paparan bahan kimia berbahaya. (Maria
Ulfa, 2018)

Tumor di otak tidak selalu menyebabkan kanker, namun pada beberapa


orang dapat menyebabkan kanker. Seseorang dapat mengalami tumor pada
beberapa sel di otak atau karena kanker dari bagian tubuh lainnya menyebar
ke otak (metastasis). (Maria Ulfa, 2018)

2. ETIOLOGI

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan tumor otak, diantaranya


adalah:
1. Keturunan genetik: hanya sekitar 5 hingga 10 persen dari semua kanker
yang diwariskan secara genetis, atau keturunan. Sangat jarang tumor otak
diturunkan secara genetik.
2. Usia: risiko tumor otak meningkat seiring bertambahnya usia.
3. Ras: tumor otak secara umum lebih umum di kalangan orang Kaukasia.
4. Paparan Bahan kimia: terpapar bahan kimia tertentu, seperti yang
ditemukan di lingkungan kerja ataupun lingkungan tempat tinggal dapat
meningkatkan risiko kanker otak.
5. Paparan radiasi: orang yang telah terpapar radiasi memiliki peningkatan
risiko tumor otak

(Maria Ulfa, 2018)

3. PATOFISIOLOGI
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progesif. Gejala-
gejala terjadi berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam
pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya sebaiknya dibicarakan dalam suatu
perspektif waktu. Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap
disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan
intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan
infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan
neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang
tumbuh paling cepat.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri
pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan
mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro
dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan
otak. Beberapatumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak
sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.
Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa
faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar
tumor dan perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor
menyebabkan bertambahnya massa, karena tumor akan mengambil ruang yang
relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan oedema
dalam jaruingan otak. Mekanisme belum seluruhnyanya dipahami, namun
diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi
vena dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya
menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan
serebrospinaldari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan
hidrocepalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila
terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan
sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-
hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oelh karena itu tidak berguna
apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara
lain bekerja menurunkan volume darahintra kranial, volume cairan
serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim.
Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau
serebulum. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporals bergeser ke
inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi
menekan men ensefalon menyebabkab hilangnya kesadaran dan menenkan
saraf ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah
melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula
oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranialyang cepat adalah
bradicardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan
pernafasan).
(Sudoyo AW, 2009)
3. MANIFESTASI KLINIK
Adapun tanda dan gejala tumor otak :
1) Penglihatan kabur atau penglihatan ganda
2) Hilang keseimbangan
3) Kelemahan anggota tubuh atau bagian wajah.
4) Kelemahan otot
(Maria Ulfa, 2018)
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan saraf yang dilakukan meliputi:

1) Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan

2) Pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi tubuh

3) Pemeriksaan saraf wajah (misalnya penderita diminta tersenyum atau

menyeringai)

4) Pemeriksaan reflex

5) Pemeriksaan kekuatan otot

6) Pemeriksaan sensitivitas kulit

Untuk melihat ada tidaknya tumor di otak, dokter akan melakukan tes
lanjutan berupa:

1) CT scan
Pemindaian CT scan dilakukan dengan bantuan sinar-X untuk
mendapatkan gambaran bagian dalam otak secara jelas.

2) MRI
Tujuan MRI sama seperti CT scan. Namun pada MRI, pemindaian
dilakukan dengan medan magnet yang kuat dan gelombang radio.
3) Positron Emmision Tomography (PET) scan
PET scan merupakan prosedur pemindaian dengan media nuklir,
yang dilakukan untuk memeriksa penyebaran tumor di seluruh tubuh.
Jika terdapat tumor, biopsi atau pengambilan sampel jaringan otak
akan dilakukan untuk menentukan jenis tumor dan pengobatan yang sesuai.
(Owonikoko, et al. 2014).
5. PENATALAKSANAAN
Faktor –faktor Prognostik sebagai Pertimbangan Penatalaksanaan
1. Usia
2. General Health
3. Ukuran Tumor
4. Lokasi Tumor
5. Jenis Tumor
PenatalaksanaanTindakan terhadap tumor otak adalah paliatip dan
melibatkan penghilangan atau mengurangi simtomatologi serius.
Pendekatan terapeutik ini mencakup radiasi, yang menjadi dasar
pengobatan, pembedahan (biasanya pada metastase intracranial tunggal),
kemoterapi.
Kortikosteroid dapat membantu mengurangi sakit kepala dan
perubahan kesadaran. Hal ini dianggap bahwa kortikosteroid
(deksametason, prednison) menurunkan radang sekitar pusat metastase dan
menurunkan edemasekitarnya. Obat-obat lain mencakup agen-agen
osmotic (manitol, gliserol) untuk menurunkan cairan pada otak, yang
ditunjukkan dengan penurunan TIK. Obat-obat anti kejang (penitoin)
digunakan untuk mencegah dan mengobatikejang.Bila pasien mempunyai
nyeri hebat, morfin dapat diinfuskan kedalam ruangepidural atau
subaraknoid melalui jarum spinal dan kateter sedekat mungkinke segmen
spinal dimana nyeri dirasakan. Morfin disis kecil diberikan padainterval
yang ditentukan.
(Sudoyo AW, 2009)
Untuk tumor otak ada tiga metode utama yang digunakan dalam
penatalaksaannya:
1. Surgery
Terapi Pre-Surgery :
a. Steroid ® Menghilangkan swelling, contoh dexamethason
b. Anticonvulsant Untuk mencegah dan mengontrol kejang, seperti
carbamazepin
c. Shunt Digunakan untuk mengalirkan cairan cerebrospinal
Pembedahan merupakan pilihan utama untuk mengangkat tumor.
Pembedahan pada tumor otak bertujuan utama untuk melakukan
dekompresi dengan cara mereduksi efek massa sebagai upaya
menyelamatkan nyawa serta memperoleh efek paliasi. Dengan
pengambilan massa tumor sebanyak mungkin diharapkan pula jaringan
hipoksik akan terikut serta sehingga akan diperoleh efek radiasi yang
optimal.
Diperolehnya banyak jaringan tumor akan memudahkan evaluasi
histopatologik, sehingga diagnosis patologi anatomi diharapkan akan
menjadi lebih sempurna. Namun pada tindakan pengangkatan tumor
jarang sekali menghilangkan gejala-gelaja yang ada pada penderita.
2. Radiotherapy
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam
penatalaksanaan proses keganasan. Berbagai penelitian klinis telah
membuktikan bahwa modalitas terapi pembedahan akan memberikan hasil
yang lebih optimal jika diberikan kombinasi terapi dengan kemoterapi dan
radioterapi.
Sebagian besar tumor otak bersifat radioresponsif (moderately
sensitive), sehingga pada tumor dengan ukuran terbatas pemberian dosis
tinggi radiasi diharapkan dapat mengeradikasi semua sel tumor. Namun
demikian pemberian dosis ini dibatasi oleh toleransi jaringan sehat
disekitarnya. Semakin dikit jaringan sehat yang terkena maka makin tinggi
dosis yang diberikan. Guna menyiasati hal ini maka diperlukan metode
serta teknik pemberian radiasi dengan tingkat presisi yang tinggi.
Glioma dapat diterapi dengan radioterapi yang diarahkan pada
tumor sementara metastasis diterapi dengan radiasi seluruh otak.
Radioterapi jyga digunakan dalam tata laksana beberapa tumor jinak,
misalnya adenoma hipofisis.
3. Chemotherapy
Pada kemoterapi dapat menggunakan powerfull drugs, bisa
menggunakan satu atau dikombinasikan. Tindakan ini dilakukan dengan
tujuan untuk membunuh sel tumor pada klien. Diberikan secara oral, IV,
atau bisa juga secara shunt. Tindakan ini diberikan dalam siklus, satu
siklus terdiri dari treatment intensif dalam waktu yang singkat, diikuti
waktu istirahat dan pemulihan. Saat siklus dua sampai empat telah lengkap
dilakukan, pasien dianjurkan untuk istirahat dan dilihat apakah tumor
berespon terhadap terapi yang dilakukan ataukah tidak. (Sudoyo AW,
2009)

6. PROGNOSIS
Pasien yang bertahan hidup setelah mengalami tumor otak di usia
anak-anak lebih berisiko untuk mengalami penyakit jiwa (depresi,
ansietas, schizophrenia) dan gangguan perilaku. Angka ketahanan hidup 10
tahun untuk tumor embrional (terutama di anak-anak) meduloblastoma adalah
63,3%, tumor neuroektodermal primitif 42,6%, dan tumor teratoid/ rhabdoid
atipikal 25,9%.
Pasien dengan manifestasi klinis kejang karena tumor umumnya
mengalami penurunan fungsi neurologis yang nyata dalam waktu 6 bulan.
Pasien tumor otak akibat metastasis yang tidak mendapatkan radioterapi dapat
bertahan hidup lebih kurang 1 bulan. Kebanyakan pasien dengan metastasis
otak meninggal bukan karena kerusakan di otak melainkan karena
progresivitas tumor primernya.
Tumor otak primer maligna merupakan salah satu jenis kanker yang
sulit diterapi. Angka ketahanan hidup 5 tahun relatif rendah yakni <35%.
[9] Berikut ini angka ketahanan hidup 5 tahun beberapa jenis tumor otak
berdasarkan American Cancer Society. Angka tersebut tidak mutlak karena
adanya faktor-faktor prognostik yang mempengaruhi selain dari usia.
(dr. Tjin willy. 2018)
B. KONSEP KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Identifikasi kebutuhan dasar yang mengalami gangguan

Kategori dan Subkategori Data Subjektif dan Objektif


Fisiologis Respirasi -

Sirkulasi -

Nutrisi dan cairan -

Eliminasi -

Aktivitas dan DS :
istirahat 1. Kelemahan kedua tungkai
kaki
DO :
Hasil pemeriksaan :
1. Kekuatan otot 75% kaki
kanan dan 60% kaki kiri
Neurosensori -

Reproduksi dan -
Seksualitas

Psikologis Nyeri dan -


Kenyamanan
Integritas ego DS :
1. Empat bulan yang lalu
keluhan penglihatan tidak
jelas (sembuh tanpa ada
masalah)
2. Baru-baru ini terjadi
gangguan penglihatan
disertai penglihatan ganda
DO :
1. Visual evoked potensial test
menunjukkan penurunan
waktu konduksi impuls
sensorik visual

Pertumbuhan dan -
perkembangan
Perilaku Kebersihan diri -

Penyuluhan dan -
pembelajaran
Relasional Interaksi social -
Lingkunga Keamanan dan DS :
n proteksi 1. Kaki kanan cenderung
membuatnya “tersandung”
DO :
Hasil pemeriksaan :
1. Gaya berjalan menunjukkan
foot drop, kaki kanan yang
ringan dan sedikit
hiperekstensi lutut

b. Diagnosa keperawatan yang diambil

1. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Penurunan kekuatan otot d.d

mengeluh sulit menggerakan ekstremitas, kekuatan otot menurun


2. Gangguan Sensori Penglihatan b.d Gangguan penglihatan d.d

distorsi sensori

3. Risiko Cedera b.d Perubahan fungsi psikomotor

2. Diagnosis Keperawatan

Data Subjektif dan Analisis Data Masalah Keperawatan

Objektif
DS : Belum diketahui pasti Gangguan Mobilitas
1. Kelemahan ↓
Fisik
kedua tungkai Pertumbuhan otak
kaki abnormal
DO : ↓
Hasil pemeriksaan : Massa dalam otak
1. Kekuatan otot bertambah/berfolirasi
75% kaki ↓
kanan dan 60% Penekanan jaringan
kaki kiri otak terhadap
sirkulasi darah & O2

Suplai O2 kejaringan
otak ↓ akibat
obstruksi sirkulasi
otak

Kerusakan saluran
darah keotak

Obstruksi vena &
Edema

Perpindahan cairan
intravaskulaar
jaringan serebral

Volume intracranial ↑

TIK ↑

Kompensasi tubuh

Kompensasi kurang
cepat

Statis vena serebral

Obstruksi system
serebral

Arteri serebral tengah

Disfungsi N. IX

Kelemahan anggota
gerak
DS : Obstruksi system Gangguan Persepsi
1. Empat bulan serebral
Sensori
yang lalu ↓
keluhan Obstruksi drainage
penglihatan vena retina
tidak jelas ↓
(sembuh tanpa Pupil edema
ada masalah) ↓
2. Baru-baru ini Kompresi saraf optiks
terjadi N. II
gangguan ↓
penglihatan Gangguan
disertai penglihatan
penglihatan
ganda
DO :
1. Visual evoked
potensial test
menunjukkan
penurunan
waktu konduksi
impuls sensorik
visual

DS : Arteri serebral tengah Risiko Cedera


1. Kaki kanan ↓
cenderung Disfungsi N. IX
membuatnya ↓
“tersandung” Kelemahan anggota
DO : gerak
Hasil pemeriksaan : ↓
1. Gaya berjalan Koordinasi anggota
menunjukkan tubuh tidak seimbang
foot drop, kaki
kanan yang
ringan dan
sedikit
hiperekstensi
lutut
3. Rencana Intervensi Keperawatan

N DIAGNOSIS LUARAN INTERVENSI RASIONAL


O KEPERAWATAN
1. Gangguan 1. Mobilitas Fisik 1. Dukungan Mobilisasi 1. Dukungan Mobilisasi
Mobilitas Fisik (D. Setelah dilakukan Observasi Observasi
0054) tindakan keperawatan 1. Monitor kondisi umum 1. Supaya dapat
Kategori : Fisiologis selama 3x24 jam selama melakukan mengetahui kondisi
Subkategori : masalah keperawatan mobilisasi pasien.
Aktivitas/Istirahat mobilitas fisik dapat 2. Identifikasi adanya nyeri 2. Agar dapat
Definisi : teratasi dengan indikator atau nyeri atau keluhan menyesuaikan dengan
Keterbatasan dalam : fisik lainnya kondisi pasien ketika
gerakan fisik dari 1. Pergearakan melakukan mobilisasi
satu atau lebih ektremitas (3) Terapeutik Terapeutik
ekstremitas secara 2. Kekuatan otot 3. Fasilitasi melakukan 3. Supaya pasien dapat
mandiri. (3) pergerakan, jika perlu. melakukan pergerakan
Penyebab : 3. Gerakan tidak 4. Libatkan keluarga untuk dengan baik
1. Perubahan terkordinasi meembantu pasien dalam
kekuatan otot 4. Gerakan terbatas meningkatkan pergerakan 4. Agar pasien semakin
Gejala dan Tanda (3) aktif dalam pergerakan,
Mayor Keterangan : terlebih ketika pasien
Subjekif : 1. menurun tidak bersama perawat.
1. Mengeluh 2. Cukup menurun Edukasi dalam meningkatkan
sulit 3. sedang 5. Jelaskan tujuan dan pergerakan
4. cukup meningkat
menggerakan prosedur mobilisasi Edukasi
5. meningkat
ekstremitas 5. Supaya pasien dan
Objektif : 6. Ajarkan mobilisasi keluarga tau alasam
2. Koordinasi
1. Kekuatn otot sederhana yang harus dilakukan mobilisasi
Pergerakan
menurun dilakukan (mis. Duduk di 6. Agar pasien semakin
Gejala dan Tanda Setelah dilakukan
tempat toidur, duduk di sisi terlatih dalam melakukan
Minor tindakan keperawatan
tempat tidur, pindah dari aktivitas
Subjektif : - selama 3x24 jam
tempat tidur ke kursi
masalah keperawatan
Kolaborasi : -
koordinasi pergerakan

Objektif : dapat teratasi dengan


3. Edukasi Latihan Fisik Kolaborasi : -
1. Gerakan indikator :
Observasi
terbatas 1. Kekuatan otot
1. Identifikasi kesiapan dan 3. Edukasi Latihan Fisik
2. Fisik lemah (3)
kemampuan menerima Observasi
2. Kontrol gerakan
informasi 1. Supaya apa yang kita
(3) sampaikan tidak akan
3. Keseimbangan sia-sia dan dapat
gerakan (3) diterima dengan baik
Keterangan : Terapeutik oleh pasien maupun
1. Menurun 2. Sediakan materi dan media keluarga.
2. Cukup menurun pendidikan kesehatan Terapeutik
3. Sedang 2. Agar tidak buta dalam
4. Cukup 3. Jadwalkan pendidikan menyampaikan
meningkat kesehatan sesuai informasi
5. Meningkat kesepakatan 3. Agar apa yang telah
direncanakan dapat
3. Keseimbangan berjalan dengan baik
Setelah dilakukan sesuai yang tekah
tindakan keperawatan Edukasi disepakati
selama 3x24 jam 4. Jelaskan jenis latihan yang
masalah keperawatan sesuai dengan kondisi Edukasi
keseimbangan dapat kesehatan 4. Agar yang kita
teratasi dengan indikator 5. Jelaskan manfaat sampaikan tidak banya
: kesehatan dan efek dan lebih terfokus sesuai
1. Keseimbangan saat fisiologi olahraga dengan kondisi
berdiri (3) 6. Ajarkan teknik pernapasan kesehatan
2. Keseimbangan saat yang tepat untuk 5. Agar pasien dan
berjalan (3) memaksimalkan keluarga tau pentinginya
3. Tersandung (3) penyerapan oksigen olahraga dalam
Keterangan : selama latihan fisik kesehatan.
1. Menurun 6. Supaya pernapasan
2. Cukup menurun Kolaborasi : - pasien berjalan dengan
3. Sedang baik
4. Cukup Kolaborasi : -
meningkat
5. Meningkat
3. Manajemen Lingkungan
3. Manajemen
Observasi Lingkungan
1. Identifikasi keamanan dan Observasi
kenyamanan lingkungan 1. Agar pasien nyaman
dalam melakukan
Terapeutik aktivitas
2. Sediakan ruang berjalan Terapeutik
yang cukup dan aman 2. Supaya pasien dapat
melakukan aktivitas
3. Berikan bel atau alat dengan maksimal
komunikasi untuk 3. Supaya ketika terjadi
memanggil perawat cedera atau tejatuh
pasien dapat dengan
mudah memanggil
4. Sediakan tempat tidur dan
perawat atau keluarga
lingkungan yang bersih
4. Agar pasien dapat
dan nyaman
beritirahat dengan
Edukasi
nyaman.
5. Jelaskan cara membuat
Edukasi
lingkungan rumah yang
5. Karena pasien lebih
aman.
sering berada di rumah
oleh sebab itu keluarga
harus tau bahwa bahwa
lingkungan pasien harus
tetap aman. Salah
satunya yaitu
menjelaskan kepada
keluarga untuk
menciptakan lingkungan
Kolaborasi : - yang aman untuk pasien
Kolaborasi : -
2. Gangguan Persepsi 1. Persepsi Sensori 1. Terapi Aktivitas 2. Terapi Aktivitas
Sensori (D. 0085) Setelah dilakukan Observasi Observasi
Kategori : psikologis tindakan keperawatan 1. Identifikasi defisit tingkat 1. Supaya dapat
Subkategori : selama 3x24 jam aktivitas mengetahui kemampuan
integritas ego masalah keperawatan 2. Identifikasi strategi aktivitas pasien
Definisi : perubahan Persepsi sensori dapat meningkatkan partisipasi 2. Supaya pasien dapat
persepsi terhadap teratasi dengan indikator dalam aktivitas berpartisipasi dalam
stimulus baik : Terapeutik peningkatan aktivitas
internal maupun 1. Distorsi Sensori 3. Koordinasikan pemilihan Terapeutik
eksternal yang (3) aktivitas sesuai usia 3. Supaya tidak salah
disertai dengan 2. konsentrasi (3) dalam pemberian
respon yang 3. Orientasi (3) 4. Fasilitasi makna aktivitas aktivitas
berkurang, Keterangan : yang dipilih 4. Agar tau manfaat apa
berlebihan atau 1. Meningkat yang ada di dalam
terdistrosi. 2. Cukup aktivitas yang akan kita
5. Fasilitasi aktivitas fisik
Penyebab : meningkat berikan.
rutin (mis. Ambulasi,
2. Gangguan 3. Sedang 5. Agar mengetahui
mobilisasi, dan perawatan
penglihatan 4. Cukup menurun aktivitas fisik dari klien
diri) sesuai kebutuhan
Gejala dan Tanda 5. menurun
Mayor
Subjektif : -
Objektif :
Edukasi
1. Distorsi 2. Fungsi Sensori
6. Jelaskan metode aktivtas
Sensori Setelah dilakukan Edukasi
fisik sehari-hari, jika perlu
Gejala dan Tanda tindakan keperawatan 6. Supaya pasien tau
Minor selama 3x24 metode apa-apa saja
Kolaborasi
Subjektif : - jam masalah yang akan dilakukan
7. Kolaborasi dengan terapis
Objekftif : - keperawatan fungsi Kolaborasi
okupasi dalam
Kondisi Klinis sensoru dapat teratasi 7. Agar mendapatkan hasil
merencanakan dan
Terkait : dengan indikator : yang lebih baik dalam
memonitor program
2. Trauma pada 1. Ketajamn program pemberian
aktivitas, jika sesuai.
saraf Penglihatan (3) aktivitas kepada pasien.
kranialis II Keterangan :
akibat 1. Menurun
trauma/tumor 2. Cukup Menurun 2. Minimalisir Rangsangan
otak 3. Sedang 2. Minimalisir
1. 4. Cukup Observasi Rangsangan
meningkat 1. Periksa status mental, Observasi
5. meningkat status sensori, dan 1. Untuk mengetahui status
3. Status Neurologis tingkatkenyamanan (mis. mental, sensori dan
Setelah dilakukan Nyeri, kelelahan) tingkat kenyamanana
tindakan keperawatan Terapeutik pasien agar dapat
selama 3x24 jam 2. Diskusikan tingkat terkontrol dengan baik.
masalah keperawatan toleransi terhadap beban Terapeutik
status neurologis dapat sensori (mis. Terlalu 5. Diskusikan tingkat
teratasi dengan indikator terang, bising) toleransi terhadap beban
: sensori (mis. Terlalu
1. Pandangan kabur Edukasi terang, bising)
(3) 3. Ajarkan cara
2. Gerakan mata (3) meminimalisasi stimulus Edukasi
Keterangan : (mis. Pengatur 3. Agar dapat terkontrol
1. Meningkat pencahayaan ruangan, beban sensori pasien
2. Cukup mengurangi kebisingan,
meningkat membatasi kunjungan)
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun Kolaborasi :
4. Kolaborasi pemberian obat
yang mempengaruhi Kolaborasi :
persepsi stimulus. 4. Agar pemberian obat
terhadap pasien
maksimal.

3. Resiko Cedera 1. Tingkat Cedera 1. Pencegahan Cedera 1. Pencegahan Cedera


(D.0136) Setelah dilakukan Observasi Observasi
Kategori : tindakan keperawatan 1. Indentifikasi area 1. Agar dapat mencegah
lingkungan selama 3x24 jam lingkungan yang pasien tidak mudah
Subkategori : masalah keperawatan berpotensi menyebabkan terjadi cedera
Keamanan dan Tingkat Cedera dapat cedera
proteksi teratasi dengan indikator Terapeutik Terapeutik
Definisi : Beresiko : 2. Sediakan pencahayaan 2. Supaya pasien dapat
mengalami bahaya 1. Toleransi (3) yang memadai melihat dengan baik
atau kerusakan fisik 2. Ketegangan otot 3. Diskusikan mengenai 3. Agar tau terapi dan
yang menyebabkan (3) latihan dan terapi fisik latihan apa yang akan
seseorang tidak lagi yang diperlukan dilakukan
sepenuhnya sehat Keterangan : 4. Pastikan bel panggilan atau 4. Agar pasien mudah
atau dalam kondisi 1. Menurun telepon mudah dijangkau untuk memanggil
baik. 2. Cukup menurun perawat atau kelurga saat
Faktor risiko : 3. Sedang pasien terjadi cedera
Eksternal : - 4. Cukup Edukasi Edukasi
Internal : meningkat 5. Jelaskan alasan intervensi 5. Agar pasien dan
1. Perubahan 5. Meningkat pencegahan jatuh ke pasien keluarga tau apa-apa saja
fungsi dan keluarga pencegahan agar tidak
psikomotor 2. Tingkat Jatuh 6. Anjurkan berganti posisi jatuh
Setelah dilakukan secara perlahan dan duduk 6. Agar aliran darah lancar
tindakan keperawatan selama beberapa menit dan dapat
selama 3x24 jam sebelum berdiri. menyeimbangkan tubuh.
masalah keperawatan Kolaborasi : - Kolaborasi : -
tingkat jatuh dapat
teratasi dengan indikator 2. Pencegahan Jatuh 2. Pencegahan Jatuh
: Observasi Observasi
1. Jatuh saat berdiri 1. Monitor kemampuan 1. Agar mengetahui
(3) berpindah dari tempat tidur kemampuan pasien
2. Jatuh saat duduk ke kursi roda dan 2. Supaya mengetahui
(3) sebaliknya faktor apa yang
3. Jatuh saat 2. Identifikasi resiko jatuh mempengaruhui pasien
berjalan (3) (mis. Usia lebih dari 65 mudan tejatuh
4. Jatuh saat tahun, penurunan tingkat
membungkuk (3) kesadaran, defisit kognitif,
Keterangan : hipotensi ortostatik,
1. Meningkat gangguang keseimbangan,
2. Cukup gangguang penglihatan,
meningkat dam neuropati)
3. Sedang Terapeutik Terapeutik
4. Cukup menurun 3. Pasang handrail tempat 3. Supaya ketika pasien
5. Menurun tidur bergerak tidak mudah
jatuh
4. Orientasikan ruang pada 4. Agar keluarga dan
pasien dan keluarga pasien tau akan kondisi
ruangan.
5. Supaya pasien mudah
5. Dekatkan bel pemanggil
memanggil perawat
dalam jagkauan pasien
ketika terjatuh
Edukasi
Edukasi
6. Agar pasien tidak
6. Anjurkan menggunakan
terpeleset dan jatuh
alas kaki yang tidak licin
hingga menyebabkan
cedera yang lebih serius
7. Supaya keseimbangan
7. Anjurkan berkonsentrasi
tubuh tetap terjaga
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
Kolaborasi : -
Kolaborasi : -
DAFTAR PUSTAKA

Bushberg, Jerrold T. 2002. The Essential Physics of Medical Imaging. California:


Lippincott Williams & Wilkins

dr. Tjin willy. (2018). Alodokter

Elgebe, O. et. al. (2011). The Patient with Acute Paraplegia: A Problem-Based
Review.

James, Pritchett W, 2009. Epidemology of Foot Drop. Jakarta

Margaret, Porembski A, 2000; Introduction to Clinical Examination. Churchill


Livingstone. Edinburg

Maria Ulfa. (2018). Tumor Otak, Kenali Tanda dan Gejala. Tirto.id

Olitsky SE, Hug D, Smith LP. Disorders of vision. In: Kliegman RM,
Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, eds. Nelson Textbook of
Pediatrics. 19th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders;
2011:chap 613.

Owonikoko, et al. (2014). Current Approaches to the Treatment of Metastatic


Brain Tumours. Nat Rev Clin Oncol., 11(4), pp. 203–22.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 80 tahun 2013 Tentang


Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Fisioterapi. Lembar
Negara.

Shy ME. Peripheral neuropathies. In: Goldman L, Ausiello D, eds. Cecil


Medicine. 23rd ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier. 2007:
chap 446

Statland, et al (2018). Review of the Diagnosis and Treatment of Periodic


Paralysis. Muscle and Nerve, 57(4), pp. 522-530.
Sudoyo, A.W, Setiyohadi, B., Alwi, I. Simadibrata, M., Setiati, S. (2006). Buku
Ajar Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Thurtell MJ, Tomsak RL. Vision loss. In: Daroff RB, Fenichel GM, Jankovic
J, Mazziotta JC, eds. Bradley's Neurology in Clinical Practice.
6th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2012:chap 14

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Yeni Lestari Nst, Mesran, Suginam, Fadlina, 2017, Sistem Pakar Untuk
Mendiagnosis Penyakit Tumor Otak Menggunakan Metode
Certainty Factor (CF), Jurnal INFOTEK, Vol 2, No 1, Februari 2017
hal 8286 ISSN 2502-6968 (Media Cetak)

Anda mungkin juga menyukai