KASUS 2
OLEH:
KELAS D SEMESTER V
2019
KASUS II
Evoked potential testing atau tes pembangkit potensi otak adalah uji
diagnostik yang digunakan untuk mengukur aktivitas elektrik otak dalam
menanggapi rangsangan sensorik, dengan tujuan mendeteksi pengiriman
sinyal saraf yang lambat atau tertunda akibat kerusakan saraf. Tes ini
diterapkan pada seseorang yang diduga memiliki sklerosis multipel atau MS,
dan pada kasus di mana pemeriksaan saraf tidak dapat memberikan cukup
informasi. Tes ini dilakukan dengan cara membangkitkan tanggapan saraf
melalui penglihatan, pendengaran, dan rangsangan somatosensorik. Tes ini
juga dianggap aman, pasien pun hanya mengalami sedikit sekali rasa tidak
nyaman, dan risikonya hanya terbatas pada apa yang mungkin muncul akibat
masalah kesehatan yang sudah ada.
Penggunaan evoked potential testing yang paling sering adalah untuk
pemeriksaan sklerosis mutipel, tetapi secara umum dapat digunakan untuk
menemukan kerusakan atau demielinasi, terutama ketika kerusakan terlalu kecil
untuk dideteksi dalam pemeriksaan saraf. Jenis kerusakan yang dapat dideteksi
melalui tes ini juga termasuk pada tumor otak, masalah saraf tulang belakang,
dan gangguan saraf tertentu. Dengan demikian, tes ini tidak dianggap sebagai
pengujian yang hanya khusus untuk diagnosa sklerosis multipel.
Tes ini dapat memiliki hasil yang normal atau tidak normal:
b. Tidak normal – Hasil yang tidak normal adalah ketika waktu tanggapan
saraf lebih lambat dari pada batas normal. Jika demikian, hal ini menunjukkan
ada yang tidak normal pada otak atau jalur saraf.
Akan tetapi, tes ini tidak dapat menentukan akar penyebab kerusakan atau
tanggapan otak yang tertunda. Dengan demikian, tes pembangkit potensi ini
hanya dapat digunakan sebagai tes awal, atau dalam kasus sklerosis multipel,
untuk memastikan diagnosa yang sudah diperkirakan. Apabila terdeteksi
terdapat dua demielinasi atau kerusakan, ada risiko besar diagnosa sklerosis
multipel menjadi positif.( Shy ME,2013)
2. MRI
4. Foot Drop
1. Umur 32 tahun
2. Penglihatan tidak jelas empat bulan lau
3. Terjadi gangguan penglihatan disertai penglihatan ganda
4. Mengeluh kelemahan pada kedua tungkai dan kaki kanannya
5. kekuatan otot normal sebesar 75% pada kaki kanan bawah dan 60% pada kaki
kiri.
6. Pemeriksaan gaya berjalan memperlihatkan foot dorp kaki kanan yang ringan
dan sedikit hiperekstensi lutut
7. Visual evoked potential lest menunjukkan penurunan waktu konduksi impuils
sensorik visual.
III. MIND MAP
Kelemahan pada
Tumor otak Stroke
tungkai
Sindrom
Lembar Check List Guillain-Barré
Penyakit
1. Kelemahan pada
dua tungkai
2. Gangguan
penglihatan disertai
penglihatan ganda
3. Kekuatan otot - -
menurun
4. Gaya berjalan foot - -
drop dan
hiperekstensi lutut
IV. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
V. JAWABAN PERTANYAAN
1. Penglihatan ganda adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh perubahan posisi
mata sehingga pasien akan melihat dua gambar dari satu objek yang saling
berdekatan. Kondisi yang juga dikenal sebagai diplopia ini harus dianggap
sebagai kondisi yang serius dan membutuhkan diagnosis dan pengobatan
secepat mungkin karena beberapa kasus diplopia dapat membahayakan nyawa.
Diplopia dapat terjadi pada satu atau kedua mata. Apabila kondisi ini
terjadi pada kedua mata, maka kondisi ini disebut sebagai diplopia binokular
dan diplopia pada satu mata disebut sebagai diplopia monokular. Diplopia
monokular lebih jarang terjadi dibandingkan diplopia binokular dan biasanya
terjadi akibat kelainan pada mata yang sakit. Karena gangguan pada mata
terjadi akibat perubahan posisi mata, maka seharusnya penglihatan pasien dapat
diperbaiki dengan menutup salah satu mata.( Olitsky SE,2011)
=
g. Tumor saraf tulang belakang, baik yang berasal dari saraf tulang belakang
maupun akibat penyebaran dari organ lain, dapat menekan saraf tulang
belakang dan menyebabkan paraplegia.
h. Infeksi, seperti tuberkulosis saraf tulang belakang (Pott’s paraplegia) atau
polio, dapat menyebabkan paraplegia.
i. Sindrom pasca polio, merupakan kelumpuhan yang muncul beberapa dekade
setelah terinfeksi virus polio.
j. Penyakit dekompresi, merupakan komplikasi akibat menyelam yang
menyebabkan kelumpuhan akibat gelembung gas yang terbentuk dan
mengganggu sistem saraf. Elgebe,(O. et. al. 2011).
3. Kelumpuhan atau paralisis adalah kondisi ketika satu atau beberapa bagian tubuh tidak
dapat digerakkan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh gangguan pada otot atau saraf,
akibat cedera atau penyakit tertentu. Kelumpuhan yang terjadi dapat berlangsung
sementara atau permanen, baik pada penderita yang hanya mengalami kelemahan
maupun sama sekali tidak dapat menggerakkan bagian tubuh tertentu.
Penanganan kelumpuhan tergantung pada penyebab kelumpuhan itu sendiri.
Penanganan bisa berupa obat-obatan, fisioterapi, operasi, atau penggunaan alat
bantu bila kelumpuhan tersebut bersifat permanen.
Otot berperan penting dalam mengendalikan setiap gerakan tubuh manusia. Dalam
menggerakkan tubuh, otot bekerja sama dengan tulang, saraf, dan jaringan
penghubung antara otot, saraf, dan tulang. Ketika salah satu jaringan tersebut
mengalami gangguan, maka kelumpuhan dapat terjadi.
Untuk mengetahui tentang polao mage pada pasien tumor otak berbasis syaraf
tiruan
VII. INFORMASI TAMBAHAN
Saat ini ilmu kedokteran telah berkembang pesat, teknik diagnostik dan
pengobatan telah memberikan harapan hidup bagi pasien. Salah satu cara pemeriksanaan
penderita tumor otak adalah Pemeriksaan radiologis yang perlu dilakukan antara lain
MRI dengan kontras. Citra otak MRI berguna untuk melihat adanya tumor pada langkah
awal penegakkan diagnosis dan sangat baik untuk melihat klasifikasi, lesi erosi/destruksi
pada tulang tengkorak. Pengolahan citra smoothing, segmentasi dengan metode otsu dan
ekstraksi ciri yang dilakukan untuk mempermudah proses pelatihan dan pengujian.
Penelitian ini, akan menerapkan analisis tekstur dengan parameter contrast, correlation,
energy, homogenity untuk membedakan tekstur citra tumor otak dan normal sehingga
menghasilkan nilai gold standard berdasarkan ciri-ciri tekstur yang ada. Pelatihan dan
pengujian fiturfitur tekstur menggunakan metode propagasi balik (backpropagation)
jaringan syaraf tiruan dengan variasi nilai learning rate sehingga diharapkan dapat
memperoleh klasifikasi dari kondisi citra penderita tumor otak.
Data yang digunakan sejumlah 29 citra otak yang menghasilkan akurasi klasifikasi
sebesar 96,55%.
Proses pengolahan citra menggunakan proses smoothing untuk menghilangkan
noise, metode otsu untuk segmentasi, dan ekstraksi ciri untuk mempermudah proses
pada pelatihan dan pengujian. Parameter dari ekstraksi ciri yang digunakan adalah mean,
standard deviation, entropy, RMS (Root Mean Square), variance, smoothness, kurtosis,
skewness, IDM (Inverse Difference Movement), kontras, korelasi, energi dan
IX. ANALISAHasil
homogenitas. DAN klasifikasi
SINTESA menggunakan
INFORMASI jaringan syaraf tiruan propagasi balik
(Backpropagation) dengan 29 data citra otak dengan 23 citra otak normal dan 6 citra
Tn,G.S umur 32 tahun seorang akuntan datang ke dokter umum empat bulan
otak normal menghasilkan akurasi sebesar 96,55%. (Yeni Lestari Nst,2017)
yang lalu dengan keluhan penglihatan tidak jelas. Keluhan ini sembuh tanpa ada
masalah lebih lanjut sampai baru-baru ini kembali terjadi gangguan penglihatan disertai
penglihatan ganda. Pada kunjungan terakhir, pasien mengeluhkan kelemahan pada
kedua tungkai dan kaki kanannya cenderung membuatnya “tersandung”. Dokter
Pertumbuhan otak
abnormal
Penekanan jaringan
otak terhadap sirkulasi
darah & O2
Suplai O2 kejaringan
otak ↓ akibat obstruksi
sirkulasi otak
Kerusakan saluran
darah keotak
Volume
intracranial ↑
TIK ↑
Kompensasi tubuh
dx. Risiko
Gangguan penglihatan dx. Gangguan
Cedera
Mobilitas Fisik
dx. Gangguan
Persepsi Sensori
A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
2. ETIOLOGI
3. PATOFISIOLOGI
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progesif. Gejala-
gejala terjadi berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam
pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya sebaiknya dibicarakan dalam suatu
perspektif waktu. Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap
disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan
intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan
infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan
neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang
tumbuh paling cepat.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri
pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan
mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro
dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan
otak. Beberapatumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak
sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.
Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa
faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar
tumor dan perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor
menyebabkan bertambahnya massa, karena tumor akan mengambil ruang yang
relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan oedema
dalam jaruingan otak. Mekanisme belum seluruhnyanya dipahami, namun
diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi
vena dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya
menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan
serebrospinaldari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan
hidrocepalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila
terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan
sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-
hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oelh karena itu tidak berguna
apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara
lain bekerja menurunkan volume darahintra kranial, volume cairan
serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim.
Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau
serebulum. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporals bergeser ke
inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi
menekan men ensefalon menyebabkab hilangnya kesadaran dan menenkan
saraf ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah
melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula
oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranialyang cepat adalah
bradicardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan
pernafasan).
(Sudoyo AW, 2009)
3. MANIFESTASI KLINIK
Adapun tanda dan gejala tumor otak :
1) Penglihatan kabur atau penglihatan ganda
2) Hilang keseimbangan
3) Kelemahan anggota tubuh atau bagian wajah.
4) Kelemahan otot
(Maria Ulfa, 2018)
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
menyeringai)
4) Pemeriksaan reflex
Untuk melihat ada tidaknya tumor di otak, dokter akan melakukan tes
lanjutan berupa:
1) CT scan
Pemindaian CT scan dilakukan dengan bantuan sinar-X untuk
mendapatkan gambaran bagian dalam otak secara jelas.
2) MRI
Tujuan MRI sama seperti CT scan. Namun pada MRI, pemindaian
dilakukan dengan medan magnet yang kuat dan gelombang radio.
3) Positron Emmision Tomography (PET) scan
PET scan merupakan prosedur pemindaian dengan media nuklir,
yang dilakukan untuk memeriksa penyebaran tumor di seluruh tubuh.
Jika terdapat tumor, biopsi atau pengambilan sampel jaringan otak
akan dilakukan untuk menentukan jenis tumor dan pengobatan yang sesuai.
(Owonikoko, et al. 2014).
5. PENATALAKSANAAN
Faktor –faktor Prognostik sebagai Pertimbangan Penatalaksanaan
1. Usia
2. General Health
3. Ukuran Tumor
4. Lokasi Tumor
5. Jenis Tumor
PenatalaksanaanTindakan terhadap tumor otak adalah paliatip dan
melibatkan penghilangan atau mengurangi simtomatologi serius.
Pendekatan terapeutik ini mencakup radiasi, yang menjadi dasar
pengobatan, pembedahan (biasanya pada metastase intracranial tunggal),
kemoterapi.
Kortikosteroid dapat membantu mengurangi sakit kepala dan
perubahan kesadaran. Hal ini dianggap bahwa kortikosteroid
(deksametason, prednison) menurunkan radang sekitar pusat metastase dan
menurunkan edemasekitarnya. Obat-obat lain mencakup agen-agen
osmotic (manitol, gliserol) untuk menurunkan cairan pada otak, yang
ditunjukkan dengan penurunan TIK. Obat-obat anti kejang (penitoin)
digunakan untuk mencegah dan mengobatikejang.Bila pasien mempunyai
nyeri hebat, morfin dapat diinfuskan kedalam ruangepidural atau
subaraknoid melalui jarum spinal dan kateter sedekat mungkinke segmen
spinal dimana nyeri dirasakan. Morfin disis kecil diberikan padainterval
yang ditentukan.
(Sudoyo AW, 2009)
Untuk tumor otak ada tiga metode utama yang digunakan dalam
penatalaksaannya:
1. Surgery
Terapi Pre-Surgery :
a. Steroid ® Menghilangkan swelling, contoh dexamethason
b. Anticonvulsant Untuk mencegah dan mengontrol kejang, seperti
carbamazepin
c. Shunt Digunakan untuk mengalirkan cairan cerebrospinal
Pembedahan merupakan pilihan utama untuk mengangkat tumor.
Pembedahan pada tumor otak bertujuan utama untuk melakukan
dekompresi dengan cara mereduksi efek massa sebagai upaya
menyelamatkan nyawa serta memperoleh efek paliasi. Dengan
pengambilan massa tumor sebanyak mungkin diharapkan pula jaringan
hipoksik akan terikut serta sehingga akan diperoleh efek radiasi yang
optimal.
Diperolehnya banyak jaringan tumor akan memudahkan evaluasi
histopatologik, sehingga diagnosis patologi anatomi diharapkan akan
menjadi lebih sempurna. Namun pada tindakan pengangkatan tumor
jarang sekali menghilangkan gejala-gelaja yang ada pada penderita.
2. Radiotherapy
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam
penatalaksanaan proses keganasan. Berbagai penelitian klinis telah
membuktikan bahwa modalitas terapi pembedahan akan memberikan hasil
yang lebih optimal jika diberikan kombinasi terapi dengan kemoterapi dan
radioterapi.
Sebagian besar tumor otak bersifat radioresponsif (moderately
sensitive), sehingga pada tumor dengan ukuran terbatas pemberian dosis
tinggi radiasi diharapkan dapat mengeradikasi semua sel tumor. Namun
demikian pemberian dosis ini dibatasi oleh toleransi jaringan sehat
disekitarnya. Semakin dikit jaringan sehat yang terkena maka makin tinggi
dosis yang diberikan. Guna menyiasati hal ini maka diperlukan metode
serta teknik pemberian radiasi dengan tingkat presisi yang tinggi.
Glioma dapat diterapi dengan radioterapi yang diarahkan pada
tumor sementara metastasis diterapi dengan radiasi seluruh otak.
Radioterapi jyga digunakan dalam tata laksana beberapa tumor jinak,
misalnya adenoma hipofisis.
3. Chemotherapy
Pada kemoterapi dapat menggunakan powerfull drugs, bisa
menggunakan satu atau dikombinasikan. Tindakan ini dilakukan dengan
tujuan untuk membunuh sel tumor pada klien. Diberikan secara oral, IV,
atau bisa juga secara shunt. Tindakan ini diberikan dalam siklus, satu
siklus terdiri dari treatment intensif dalam waktu yang singkat, diikuti
waktu istirahat dan pemulihan. Saat siklus dua sampai empat telah lengkap
dilakukan, pasien dianjurkan untuk istirahat dan dilihat apakah tumor
berespon terhadap terapi yang dilakukan ataukah tidak. (Sudoyo AW,
2009)
6. PROGNOSIS
Pasien yang bertahan hidup setelah mengalami tumor otak di usia
anak-anak lebih berisiko untuk mengalami penyakit jiwa (depresi,
ansietas, schizophrenia) dan gangguan perilaku. Angka ketahanan hidup 10
tahun untuk tumor embrional (terutama di anak-anak) meduloblastoma adalah
63,3%, tumor neuroektodermal primitif 42,6%, dan tumor teratoid/ rhabdoid
atipikal 25,9%.
Pasien dengan manifestasi klinis kejang karena tumor umumnya
mengalami penurunan fungsi neurologis yang nyata dalam waktu 6 bulan.
Pasien tumor otak akibat metastasis yang tidak mendapatkan radioterapi dapat
bertahan hidup lebih kurang 1 bulan. Kebanyakan pasien dengan metastasis
otak meninggal bukan karena kerusakan di otak melainkan karena
progresivitas tumor primernya.
Tumor otak primer maligna merupakan salah satu jenis kanker yang
sulit diterapi. Angka ketahanan hidup 5 tahun relatif rendah yakni <35%.
[9] Berikut ini angka ketahanan hidup 5 tahun beberapa jenis tumor otak
berdasarkan American Cancer Society. Angka tersebut tidak mutlak karena
adanya faktor-faktor prognostik yang mempengaruhi selain dari usia.
(dr. Tjin willy. 2018)
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identifikasi kebutuhan dasar yang mengalami gangguan
Sirkulasi -
Eliminasi -
Aktivitas dan DS :
istirahat 1. Kelemahan kedua tungkai
kaki
DO :
Hasil pemeriksaan :
1. Kekuatan otot 75% kaki
kanan dan 60% kaki kiri
Neurosensori -
Reproduksi dan -
Seksualitas
Pertumbuhan dan -
perkembangan
Perilaku Kebersihan diri -
Penyuluhan dan -
pembelajaran
Relasional Interaksi social -
Lingkunga Keamanan dan DS :
n proteksi 1. Kaki kanan cenderung
membuatnya “tersandung”
DO :
Hasil pemeriksaan :
1. Gaya berjalan menunjukkan
foot drop, kaki kanan yang
ringan dan sedikit
hiperekstensi lutut
distorsi sensori
2. Diagnosis Keperawatan
Objektif
DS : Belum diketahui pasti Gangguan Mobilitas
1. Kelemahan ↓
Fisik
kedua tungkai Pertumbuhan otak
kaki abnormal
DO : ↓
Hasil pemeriksaan : Massa dalam otak
1. Kekuatan otot bertambah/berfolirasi
75% kaki ↓
kanan dan 60% Penekanan jaringan
kaki kiri otak terhadap
sirkulasi darah & O2
↓
Suplai O2 kejaringan
otak ↓ akibat
obstruksi sirkulasi
otak
↓
Kerusakan saluran
darah keotak
↓
Obstruksi vena &
Edema
↓
Perpindahan cairan
intravaskulaar
jaringan serebral
↓
Volume intracranial ↑
↓
TIK ↑
↓
Kompensasi tubuh
↓
Kompensasi kurang
cepat
↓
Statis vena serebral
↓
Obstruksi system
serebral
↓
Arteri serebral tengah
↓
Disfungsi N. IX
↓
Kelemahan anggota
gerak
DS : Obstruksi system Gangguan Persepsi
1. Empat bulan serebral
Sensori
yang lalu ↓
keluhan Obstruksi drainage
penglihatan vena retina
tidak jelas ↓
(sembuh tanpa Pupil edema
ada masalah) ↓
2. Baru-baru ini Kompresi saraf optiks
terjadi N. II
gangguan ↓
penglihatan Gangguan
disertai penglihatan
penglihatan
ganda
DO :
1. Visual evoked
potensial test
menunjukkan
penurunan
waktu konduksi
impuls sensorik
visual
Elgebe, O. et. al. (2011). The Patient with Acute Paraplegia: A Problem-Based
Review.
Maria Ulfa. (2018). Tumor Otak, Kenali Tanda dan Gejala. Tirto.id
Olitsky SE, Hug D, Smith LP. Disorders of vision. In: Kliegman RM,
Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, eds. Nelson Textbook of
Pediatrics. 19th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders;
2011:chap 613.
Thurtell MJ, Tomsak RL. Vision loss. In: Daroff RB, Fenichel GM, Jankovic
J, Mazziotta JC, eds. Bradley's Neurology in Clinical Practice.
6th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2012:chap 14
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Yeni Lestari Nst, Mesran, Suginam, Fadlina, 2017, Sistem Pakar Untuk
Mendiagnosis Penyakit Tumor Otak Menggunakan Metode
Certainty Factor (CF), Jurnal INFOTEK, Vol 2, No 1, Februari 2017
hal 8286 ISSN 2502-6968 (Media Cetak)