Laporan Pendahuluan Hipertensi
Laporan Pendahuluan Hipertensi
HIPERTENSI
DISUSUN OLEH :
SRI YUNITA S. RAHIM, S.KEP
C03119066
MENGETAHUI :
PRESEPTOR KLINIK
PRESEPTOR AKADEMIK
1. TGL : ……..
TANGGAL PENGUMPULAN 2. TEPAT WAKTU
3. TERLAMBAT
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI
2. Klasifikasi Hipertensi
a. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
1) Hipertensi Esensial (Primer)
Hipertensi pimer di sebut juga dengan esensial atau hipertensi
idiopatik. Etiologinya banyak faktor, dengan penyebab yang tidak dapat
diidentifikasi, tetapi beberapa yang umumnya terlibat berkaitan dengan
hemeostatik, tekanan darah terus tinggi dan terus naik dari waktu ke waktu
karena peningkatan progresif dan terus menerus dalam resistensi arteri
ferifer. Kenaikan terus menerus dalam resistesi arteri adalah karna
resisitensi ginjal yang tidak sesuai terhadap garam dan air atau ketidak
normalan pada dinding pembuluh darah. (Joyce & Jane 2014)
Beberapa faktor yang terjadi dalam hipertensi esensial seperti :
Faktor genetic, stress dan fsikologis, serta faktor lingkungan dan diet,
peningkatan pengunaan garam dan berkurangnya asupan kalium atau
kalsium, peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya
tanda hipertensi primer, umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi
komplikasi pada organ target, seperti ginjal, mata, otak dan jantung.
(Wijaya & Putri.2013).
2) Hipertensi Sekunder
Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologinya dapat di
ketahui dengan jelas sehinga lebih mudah untuk di kendalikan dengan
obat-obatan, penyebab hipertensi sekunder di antaranya berupa kelainan
ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelaianan
endokrin lainya, seperti obesitas, resisitensi insulin, hipertirodisme dan
pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral dan kartikosteroid.(Andre &
Yesie.2013)
3. Patofisiologi
a. Patofisiologi Hipertensi Primer
Dasar-dasar patologis yang tepat dari hipertensi primer tetap harus
disusun. Faktor apa saja yang menghasilkan perubahan pada resistesi vaskuler
perifer, denyut jantung atau curah jantung mempengaruhi tekanan darah arteri
sistemik . Empat sistim kontrol yang memainkan peran utama dalam
menjalankan tekanan darah: (1) sistim baroreseptor dan komoreseptor arteri;
(2) pengaturan volume cairan tubuh; (3) sistim renin-angiotensin; (4) auto
regulasi vaskuler. Hipertensi primer kemungkinan besar terjadi karna
kerusakan atau malfungsi pada beberapa atau semua sistim ini. Agaknya
bukan kerusakan tunggal yang menyebabkan hipertensi esensial pada semua
orang yang terkena.
Baroreseptor dan komoreseptor arteri bekerja secara refleks untuk
mengontrol tekanan. Baroreseptor, reseptor peregang utama, ditemukan di
sinus karotis, aorta, dan dinding bilik jantung kiri. Mereka memonitor tingkat
tekanan arteri dan mengatasi peningkatan melalui vasodilatasi dan
memperlambat denyut jantung melalui saraf vagus. Komoreseptor, berada di
medula dan tubuh karotis dan aorta, sensitive terhadap perubahan dalam
konsentrasi oksigen, karbon dioasida, dan ion hydrogen (pH) dalam darah.
Penurunan konsentrasi oksigen atau pH menyebabkan kenaikan refleksif pada
tekanan, sementara kenaikan konsentrasi karbon dioksida menyebabkan
penurnan tekanan darah. Perubahan-perubahan pada volume cairan
mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Dengan demikian kelainan dalam
transport natrium dalam tubulus ginjal mungkin menyebabkan hipertensi
esensial. Ketika kadar natrium dan air berlebih, volume total darah meningkat,
dengan demikian meningkatkan tekanan darah. Perubahan-perubahan
patologis yang mengubah ambang tekanan di mana ginjal mengekskresikan
garam dan air mengubah tekan darah sistemik. Selain itu, produksi itu
produksi hormon penahan natrium yang berlebihan menyebabkan hipertensi.
Renin dan angiotensin memainkan peran dalam pengaturan tekanan
darah. Rennin adalah enzim yang di produksi oleh ginjal yang mengatalisis
substrat protein plasma untuk memisahkan angiotennsisn I, yang yang di
hilangkan oleh enzim pengubah ke paru-paru untuk membentuk angiotensin II
dan kemudian angiotensin III. Angiotensin II dan III bertindak sebagai
vasokonstriktor dan juga merangsang plasma aldosteron. Dengan
meningkatnya aktivitas sistim saraf simpatik, angiotensin II dan III tampaknya
juga menghambat ekskresi natrium, yang menghasilkan naiknya tekanan
darah. Sekresi rennin yang bertambah telah diteliti sebagi penyebab
meningkatya resisten vaskuler periferal pada hipertensi primer.
Sel endotel vaskuler terbukti penting dalam hipertensi. Sel endotel
memproduksi nitrat oksida yang mendilatasi arteriol dan endothelium yang
mengontriksinya. Difusi endothelium telah berimplikasi pada hipertensi
esensial manusia. (Joyce & Jane 2014)
b. Patofisiologi Hipertensi Sekunder
Banyak masalah ginjal, vaskuler, neurologis dan obat dan makanan
yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh negatif terhadap ginjal
dapat mengakibatkan gangguan serius pada orang-organ ini yang menganggu
ekskresi natrium, perfusi renal, atau mekanisme renninangiotensin-aldosteron
yang mengakibatkan naiknya tekanan darah.
Glumelonefritis dan stenosis arterial renal kronis adalah penyebab
yang paling umum dari hipertensi sekunder. Juga, kelenjar adrenal dapat
mengakibatkan hipertensi sekunder jika ia memproduksi aldosteron, kortisol,
dan katokolomin berlebih. Kelebihan aldosteron megakibatkan renal
menyimpan natrium dan air, memperbanyak volume darah, dan menaikan
tekanan darah. Feokromositoma, tumor kecil di medula adrenal, dapat
mengakibatkan hipertensi dramatis karna pelepasan jumlah epinefrin
norepinoprin (disebut katekolamin) yang berlebihan. Permasalahan
adrenokorsikal lainnya dapat mengakibatkan produksi kortisol yang berlebih
(sindrom chusing). Kortisol mengakibatkan tekanan darah dengan
meningkatnya simpanan natrium renal, kadar angiotensin II, dan reaktivitas
vaskuler terhadap norepinefrin. Stres kronis meningkatkan kadar katekolamin,
aldosteron, dan kortisol dalam darah. (Joyce & Jane 2014)
4. Pathway
Umur Jenis Kelamin Gaya Hidup Obesitas
Hipertensi
Vasokontraksi
Gangguan Sirkulasi
5. Manifestasi klinis
Pada tahap awal perkembangan hipertensi, tidak ada manifestasi yang di
catat oleh klien atau praktisi kesehatan. Pada akhirnya tekana darah akan naik,
dan jika keadaan ini tidak terditeksi selama pemeriksaan rutin, klien akan tetap
tidak sadar bahwa tekanan darsahnya naik, jika keadaan ini dibiarkan tidak
terdiagnosis, tekanan darah akan terus naik, manifestasi klinis akan menjadi jelas
dan klien pada akhirnya akan datang kerumah sakit dengan mengeluhkan sakit
kepala terus-menerus, kelelahan, pusing, berdebar-debar, sesak, pandangan kabur,
atau penglihatan ganda, atau mimisan, sakit kepala, mudah lelah, palpasasi, mual.
(Joyce & Jane 2014& Haryani 2015).
6. Komplikasi
Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam
jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arteri dalam tubuh sampai organ
yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Menurut (wijaya&putri, 2013)
Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ sebagai berikut :
a. Kerusakan ginjal
Tekanan darah tinggi juga meyebabkan kerusakan ginjal, tekanan darah tinggi
dapat menyebabkan kerusakan sistim penyaringan dalam ginjal akibatnya
lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak di butuhkan
tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam
tubuh.
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apa bila tidak di
obati resiko terkenak setroke 7 kali lebih besar.
c. Mata
Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya rentinopati hipertensi
dan mengakibatkan kebutaan.
d. Gagal jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebakan terjadinya gagal jantung dan
penyakit jantung koroner, pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan
meningkat, otot janung akan berkurang elastisitasnya, yang di sebut
dekompresi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa sehingga
banyak cairan tertahan di paru maupun jaringan tubuh lain yang dapat
menyebabkan sesak nafas atau odema , kondisi iini di sebut gagl jantung
(Helmanu & Ulfa 2015).
9. Pemeriksaan Diagnostik
Uji yang di gunakan dalam evaluasi hipertensi rutin termasuk jumlah
sel darah lengkap, urinealisis. Penentuan serum kalium dan kadar natrium.
Kadar glukosa darah saat puasa, kadar serum kolestrol, nitrogen urem darah,
dan kadar serum keratin elektrokardiogram, dan radiografidada. Tes ini
menyediakan informasi yang berguna dalam menentukan keparahan penyakit
vaskuler, luasnya kerusakan organ sasaran, dan kemungkinan penyebab
hipertensi. Klien dengan potensi hipertensi sekunder mungkin memerlukan uji
yang lebih luas (Joyce & Jane 2014).
10. Penatalaksanaan Hipertensi
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan untuk menangani hipertensi
terdiri atas 2 yaitu :
a. Penatalaksanaan Nonfarmkologi :
penatalaksanaan non farmakologis dengan modifikasi gaya hidup sangat
penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi. Penatalaksanan
hiperteni dengan nonfarmakologis terdiri dari berbagai macam cara
modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu
1) Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan ideal sesuai boddy mass index (BMI)
dengan rentang 18,5-24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan membagi
barat badan dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan dalam satuan
meter. Mengatasi obesitas (kegemukan) juga dapat dilakukan dengan
melakukan diet rendah kolesterol namun kaya denagn protein dan jika
berhasil menurunkan berat badan 2,5-5 kg maka tekanan darah diastolik
dapat diturunkan sebanyak 55 mmHg.
2) Kurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara diet rendah
garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari ( kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4
gr gram/hari. Jumlah yang lain dengan mengurangi asupan garam sampai
kurang dari 2300 mg (1 sendok teh) setiap hari.pengurangan konsumsi
garam menjadi ½ sendok the/hari, dapat menurunkan tekanan sistolik
sebanyak 5 mmHg dan tekan diastolik sekitar 2,5 mmHg.
3) Batasi konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alkohol berlebihan
dapat meningkatan darah. Para peminum berat mempunyai resiko
mengalami hipertensi empat kali lebih besar dari pada mereka yang tidak
minum minuman beralkohol.
4) Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Pertahankan asupan diet pottasium ( >90 mmol 3500 mg/hari )dengan cara
konsumsi diet tinggi buah dan dan sayur dan diet rendah lemak dengan
cara mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak total. Kalium dapat
menurunkan tekan darah dengan dengan meningkatkan jumlah natrium
yang terbuang bersama air kencing. Dengan setidaknya mengkonsumsi
buah-buahan sebanyak 3-5 kali dalam sehari, seseorang bisa mencapai
asupan potassium yang cukup.
5) Menghindari merokok
Merokok memang tidak berhubungan secara langsung dan
timbulnya hipertensi. Tetapi merokok dapat meningkatkan risiko
komplikasi pada pasien hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke,
maka perlu dihindari mengkonsumsi tembakau (rokok) karena dapat
memperberat hipertensi.
Nikotin dalam tembaku membuat jantung bekerja lebih keras karena
menyempitakn pembuluh darah dn meningkatkan frekuensi denyut
jantung serta tekanan darah. Maka pada penderita hipertensi dianjurkan
untuk menghentikan
6) Penurunan stres
Stres memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika
episode stres sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara yang
sangat tinggi. Menghindari stres dengan menciptakan suasana yang
menyenangkan bagi penderita hipertensi dan memperkenalkan berbagai
metode relaksasi seperti yogaatau meditasi yang dapat mengontrol sistem
saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
7) Terapi masase (pijat)
Pada prinsip pizat yang dilakukan pada penderita hipertensi adalah untuk
memperlancar aliran energi dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi
dan komplikasinya dapat diminimalisir, ketika semua jalur energi terbuka
dan aliran energi tidak lagi terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan
lain maka resiko hipertensi dapat ditekan.
b. Penatalaksanaan farmakologi
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan tubuh berkurang
dan mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
2) Penghambat simpatetik (Metildopa, klonidin dan reserpin)
Menghambat aktifitas saraf simpatis
3) Betabloker (Metroprolol, Propanolol dan Reserpin)
Menurunkan daya pompa jantung, Tidak di anjurkan pada penderita
yang telah mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronchial
Pada penderita diabetes militus : dapat menutupi gejala hipoglikemia
4) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan reaksi otot polos
pembuluh darah.
5) ACE inhibitor (Captopril)
a) Menghambat pembentukan zat Angiotensin II
b) Efek samping: batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemes.
6) Penghambat Reseptor Angeotensin II (Vaisartan)
Menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptor sehingga
memperingan daya pompa jantung
7) Antagonis kalsium ( Ditiasem dan Varapamil)
Menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas)
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data biografi : nama, alamat, umur, tanggal MRS, diagnose medis,
penanggung jawab, catatan kedatangan
b. Riwayat kesehatan
Keluhan utama: biasanya pasien datang ke RS dengan kepala terasa
pusing dan bagian kuduk terasa berat, tidak bisa tidur.
Riwayat kesehatan sekarang: biasanya pada saat dilakukan pengkajian
pasien masih mengeluh kepala terasa sakit dan berat, penglihatan
berkunang-kunang, tidak bisa tidur
Riwayat kesehatan dahulu: biasanya penyakit hipertensi ini adalah
penyakit yang menahun yang sudah lama dialami oleh pasien, dan
biasanya pasien mengkonsumsi obat rutin seperti captopril.
Riwayat kesehatan keluarga: biasanya penyakit hipertensi ini adalah
penyakit keturunan
c. Data dasar pengkajian
1) Aktifitas / istirahat
a. Gejala: kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
b. Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea
2) Sirkulasi
a. Gejala: riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner, penyakit serebrovaskular
b. Tanda: kenaikan tekanan darah, hipotensi postural, takhikardi,
perubahan warna kulit, suhu dingin
3) Integritas ego
a. Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
faktor stress multiple.
b. Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue
perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernafasan
menghela, peningkatan pola bicara
4) Eliminasi
a. Gejala: gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5) Makanan / cairan
a. Gejala: makanan yang disukai dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolestrol.
b. Tanda: BB normal atau obesitas, adanya edema
6) Neurosensori
a. Gejala: keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit
kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
b. Tanda: perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggam,
perubahan retinal optic
7) Nyeri/ketidaknyamanan
a. Gejala: angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala
oxipital berat, nyeri abdomen
8) Pernafasan
a. Gejala: dispnea yang berkaiatan dengan aktifitas, takipnea,
ortopnea, dispneanoctural proksimal, batuk dengan atau tanpa
sputum, riwayat merokok
b. Tanda: distress respirasi/pengguanaan otot aksesoris pernafasan,
bunyi nafas tambahan, sianosis
9) Keamanan
a. Gejala: gangguan koordinasi, cara jalan
b. Tanda: episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural
10) Pembelajaran/penyuluhan
a. Gejala: faktor resiko keluarga; hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM, penyakit ginjal, faktor resiko etnik, pengguaan pil kb
atau hormone.
2. Penyimpangan KDM
Hipertensi
Vasokontraksi
Gangguan Sirkulasi
Intoleransi
aktivitas
3. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan spasme pembuluh darah serebral
2) Resiko Penurunan curah jantung di buktikan dengan perubahan preload
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan di buktikan dengan
klien mengeluh lelah
4. Intervensi keperawatan
5. No Diagnosa Keperawatan (SDKI) Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 3 Manajemen nyeri
spasme pembuluh darah serebral x 24 jam diharapkan nyeri Observasi
Gejala dan tanda Mayor akut menurun dengan 1. Identifikasi lokasi,
Data Subjektif kriteria hasil : karakteristik, durasi,
1. Mengeluh nyeri 1. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas,
Data Objektif 2. Meringis menurun intensitas nyeri
1. Tampak meringis 3. Sikap protektif menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. Bersikap protektif (mis. Waspada, 4. Gelisah menurun 3. Identifikasi respon nyeri
posisi menghindari nyeri) 5. Kesulitan tidur menurun non verbal
3. Gelisah 6. Frekuensi nadi membaik 4. Identifikasi faktor yang
4. Frekuensi nadi meningkat 7. Pola nafas membaik memperberat dan yang
5. Sulit tidur 8. Tekanan darah membaik memperingan nyeri
Gejala dan tanda Minor 9. Pola tidur membaik 5. Identifikasi pengetahuan
Data Subjektif dan keyakinan tentang nyeri
(tidak tersedia) 6. Monitor efek samping
Data Objektif penggunaan analgetik
1. Tekanan darah meningkat Terapeutik
2. Pola nafas berubah 7. Berikan teknik
3. Nafsu makan menurun nonfarkologis untuk
4. Diaforesis mengurangi rasa nyeri
8. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
9. Fasilitasi istirahat dan tidur
10. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
11. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
12. Jelaskan strategi pereda
nyeri
13. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
14. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
15. Ajarkan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian
analgetik
2. Resiko Penurunan curah jantung di Setelah dilakukan tindakan 3 Perawatan jantung
buktikan dengan perubahan preload x 24 jam diharapkan Observasi
Gejala dan tanda mayor : penurunan curah jantung 1. Identifiksi tanda dan gejala
Data Subjektif meningkat dengna kriteria primer penurunan curah
1. Palpitasi hasil : jantung
2. lelah 1. Kekuatan nadi perifer 2. Identifikasi tanda dan gejala
3. Dispnea meningkat sekunder penurunan curah
4. Batuk 2. Palpitasi menurun jantung
Data Objektif 3. Bradikardia menurun 3. Monitor tekanan darah
1. Bradikardia / takipkardia 4. Gambaran EKG arimia 4. Monitor intake dan output
2. Gambaran EKG aritmia atau menurun 5. Monitor saturasi oksigen
gangguan konduksi 5. Lelah menurun 6. Monitor keluhan nyeri dada
3. Edema 6. Edema menurun 7. Monitor EKG 2 sadapan
4. Distensi vena jugularis 7. Distensi vena jugularis 8. Monitor aritmia
5. Tekanan darah menurun Teraputik
meningkat/menurun 8. Dispnea menurun 9. Posisikan pasien semifowler
6. Capillary refill time >3 detik 9. Tekanan darah Berat atau fowler dengan kaki ke
badan membaik bawah atau posisi nyaman
10. Berkan diet jantung yang
sesuai
11. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
memodifikasi gaya hidup
sehat
12. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen > 94%
Edukasi
13. Anjurkan beraktivitas fisik
secara toleransi
14. Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
15. Anjurkan berhenti merokok
16. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
harian
Kolaborasi
17. Kolaborasikan pemberian
antiaritmia
3 Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
dengan kelemahan keperawatan selama 3 x 24 Observasi
Gejala Tanda Mayor dan Minor jam diharapkan toleransi 1. Identifikasi gangguan fungsi
Data Subjektif : aktivitas meningkat tubuh yang mengakibatkan
1. Mengeluh lelah dengankriteria hasil : kelelahan
2. Dispnea saat/setelah aktivitas 1. Kemudahan melakukan 2. Monitor kelelahan fisik &
3. Merasa tidak nyaman setelah aktivitas sehari-hari emosional
beraktivitas meningkat 3. Monitor pola dan jam tidur
4. Merasa lelah 2. Kekuatan tubuh bagian 4. Monitor lokasi dan
Data Objektif : atas meningkat kettidaknyamanan selama
1. frekuensi jantung meningkat 3. Kekuatan tubuh bagian melakukan aktivitas
>20% dari kondisi istrirahat bawah meningkat Terapeutik
2. tekanan darah berubah >20% dari 4. Keluhan lelah menurun 5. Sediakan lingkungan yang
kondisi istrahat 5. Dispnea saat beraktivitas nyaman dan rendah stimulus
3. Gambaran EKG menunjukan menurun dan setelah (mis. cahaya, suara, suara,
aritmia saat/setelah aktivitas beraktivitas menurun kunjungan)
6. Perasaan lemah menurun 6. Lakukan latihan rentang
7. Frekuensi nadi membaik gerak pasif dan /aktif
8. Tekanan darah membaik 7. Berikan aktivitas distraksi
9. Saturasi oksigen yang menengkan
membaik 8. Fasilitasi duduk di di sisi
10. Frekuensi nafas tempat tidur , jika tidak
membaik dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
9. Anjurkan tirah baring
10. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
11. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
12. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
13. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner &Suddarth. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: Egc..
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
: DPP PPNI
Suzanne dan Brenda G. Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah Volume
3. EGC : Jakarta