Anda di halaman 1dari 3

Livia Butar-butar (21S16023)

Johanna Limbong (21S17003)


Mariani Sinaga (21S17005)

“Melanggar Prinsip Etika Bisnis”

1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alamnya, namun hal itu belum mampu
untuk mensejahterakan masyarakatnya sendiri, terlihat dari masih banyaknya kemiskinan, pengangguran
dan Gap antara orang kaya dan miskin yang terlampau amat jauh. Hal ini di sebabkan salah satunya karena
ketidak mampuan SDM di Negara kita untuk mengolah SDA agar menjadi barang siap jual. Pada akhirnya
benyak eksploitasi alam di Negara kita di lakukan oleh bangsa asing, sehingga yang seharusnya SDA yang
keuntungannya kita dapat manfaatkan untuk kepentingan Negara dan masyarakat sendiri harus berbagi
dengan orang asing karena belum bisa mengolahnya sendiri. Seperti salah satu contohnya adalah tambang
Emas yang ada di pegunungan Grasberg dan Ertsberg Papua, tambang ini di kuasai oleh salah satu
perusahaan tambang besar yang berasal dari Amerika. Kontrak dari perusahaan tersebut sudah di tanda
tangani kurang lebih 49 tahun yang lalu, dan masih berlangsung hingga sekarang. Di perkirakan kontrak
tersebut selesai pada tahun 2021. Dari sekian lamanya waktu operasi yang di lakukan tambang Emas
Freeport tersebut harusnya sudah dapat mensejahterakan masyarakat banyak khususnya di daerah Papua
namun hal tersebut belum terjadi. Padahal jika kita ketahui eksploitansi alam dilakukan tambang freeport
begitu nyata, dengan meninggalkan berbagai lubang galian yang besar yang mengganggu keseimbangan
alam di sekitaran tambang.
Selain itu, Freport juga mempunyai masalah dengan pemerintah yaitu masalah tentang ketetapan
mengubah izin Kontrak Karya dengan izin IUPK yang dalam hal ini seharusnya Freeport sebagai
perusahaan tambang yang beroperasi di Negara kedaulatan Indonesia mengikuti apa aturan yang telah
berlaku di Negara Indonesia. Yang sesuai dengan apa yang masyarakat Indonesia inginkan. Namun hal itu
malah di tolak oleh Freeport dan mengancam akan membawa masalah ini ke pengadilan arbritasi
Internasional. Tentu harusnya tambang Freeport sebagai perusahaan yang beroperasi di Indonesia harus
mengikuti Hukum yang berlaku di Negara Indonesia agar tidak menjadi masalah yang merugikan bagi
kedua belah pihak.

2. Analisis Masalah
Freeport Indonesia mulai beroperasi di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua dari tahun 1967 sampai dengan
sekarang dengan berdasarkan pada dua Kontrak Karya. KK I pada tahun 1967 dengan masa berlaku kontrak
selama 30 tahun. Dan kemudian pada tahun 1991, dibuat KK II dengan masa berlaku kontrak selama 50
tahun terhitung dari Kontrak Karya yang ke I. Berdasarkan Kontrak Karya II ini, luas penambangan
Freeport bertambah seluas 6,5 juta acres (atau seluas 2,6 juta ha) (disebut Blok B). Dari Blok B, telah
dilakukan eksplorasi seluas 500 ribu acres (sekitar 203 ribu ha)

Mayoritas saham yang terdapat pada PT. Freeport Indonesia dimiliki oleh Freeport McMoRan
Copper & Gold Inc, dengan presentase sebanyak 90,64 %, sementara itu sisanya sebesar 9,36 % dimiliki
oleh Pemerintah Indonesia. Sejauh ini, Freeport McMoran telah melakukan eksplorasi pada dua tempat di
Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Kedua tempat tersebut diantaranya: tambang Erstberg
(operasional dimulai dari tahun 1967-1988) dan tambang Grasberg (operasional dimulai dari tahun 1988-
sekarang)
Belakangan ini PT.Freeport Indonesia berulah kepada pemerintah yaitu tidak mau mengubah
Kontrak Karya menjadi IUPK (izin usaha pertambangan khusus). Hal ini terjadi karena sesuai dengan UU
No.4 tahun 2009 tentang mineral dan batu bara dimana pasal 170 UU minerba menyatakan bahwa
perusahaan tambang pemegang Kontrak Karya di wajibkan melakukan pemurnian dan pengolahan
tambangnya di dalam negeri sebelum dilakukan exspor dalam kurun waktu 5 tahun sejak UU tersebut di
sahkan. Artinya PT Freeport diberikan jangka waktu 5 tahun untuk membuat pabrik pemurnian (smelter).
Jadi, pada tahun 2014 lalu seharusnya PT Freeport Indonesia sudah melakukan pemurnian hasil
tambangnya di Indonesia agar tetap bisa melakukan kegiatan expornya. Namun demikian Freeport tidak
menggubris yang dalam hal ini PT. Freeport Indonesia tidak membuat pabrik pemurnian (smelter) yang
sebagai mana UU tersebut mengatur. disini PT Freeport Indonesia sudah jelas melanggar etika hukum yang
berlaku di negara Indonesia yang sesuai amanat bahwa setiap perusahaan yang beroperasi di Indonesia
harus mengikuti UU yang berlaku di negara indonesia tersebut.

Sesuai dengan peraturan pemerintah No.1 tahun 2017 tentang pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan pemerintah sudah berbaik hati memberikan IUPK kepada PT Freeport Indonesia agar PT.
Freeport dapat beroperasi kembali, namun harus sesuai dengan peraturan IUPK yang berlaku, tetapi dalam
hal ini Freeport menolaknya dan masih menginginkan KK yang berlaku. Dan malah mengancam
pemerintah dengan cara akan membawa masalah tersebut ke pengadilan Arbritase internasional.

Selain itu, Jika kita melihat sumbangan yang di berikan PT Freeport kepada Negara Indonesia juga
tidak seberapa terlihat dari masyarakat di sekitaran tambang yang masih banyak hidup miskin. Hal tersebut
menunjukan PT. Freeport Indonesia tidak menguntungkan untuk Indonesia tetapi lebih menguntungkan
untuk Amerika serikat. Dan biaya CSR yang di berikan kepada rakyat Papua juga sedikit yaitu tidak
mencapai 1 persen keuntungan bersih PT Freeport Indonesia. justru rakyat Papua membayar lebih mahal
karena harus menanggung akibat berupa kerusakan alam serta punahnya habitat dan vegetasi.

Berdasarkan teori utilitarianisme, PT.Freeport Indonesia


dalam hal ini sangat bertentangan karena keuntungan yang
Prinsip Saling Menguntungkan
di dapat tidak digunakan untuk mensejahterakan
masyarakat sekitar, melainkan untuk Negara Amerika.

Pelanggaran oleh PT Freeport Indonesia antara lain


adalah UU No.4 Tahun 2009 yang berisi tentang
pertambangan mineral dan batubara, Pihak Batubara tidak Prinsip Kejujuran
membangun pabrik pemurnian mineral (smelter) di
Indonesia yang telah dijanjikan

Eksploitansi alam dilakukan tambang freeport begitu


nyata, dengan meninggalkan berbagai lubang galian yang
Prinsip Keadilan
besar yang mengganggu keseimbangan alam di sekitaran
tambang dan menggangu masyarakat sekitar

Figure 1. Pelanggaran Prinsip Etika Bisnis pada PT Freeport


3. Kesimpulan

Setelah sekian lama PT. Freeport Indonesia melakukan eksploitasi tambang di kawasan pegunungan
grasberg papua PT. Freeport Indonesia tidak mau mengikuti peraturan perundang – undangan Negara
Indonesia, malah cenderung mengabaikannya. Yang di langgar oleh PT Freeport Indonesia antara lain
adalah UU No.4 Tahun 2009 yang berisi tentang pertambangan mineral dan batubara yang salah satunya
menyatakan bahwa ‘’mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia
merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia tuhan yang maha esa yang mempunyai peranan
penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus di kuasai oleh nagara
untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan’’. Artinya PT Freeport harus membuat pabrik pemurnian
mineral (smelter) di Indonesia terlebih dahulu jika masih ingin melakukan exspor ke luar bukan malah
membawa semua mentahannya ke luar. Karena itu adalah kehendak rakyat banyak. Namun hal tersebut
tidak di perhatikan oleh PT Freeport sehinga yang masa pembangunan smelter seharusnya bisa
dilaksanakan selama kurun waktu 5 tahun setelah UU tersebut berlaku belum di buat – buat sampai
sekarang.

Hal tersebut tentunya melanggar etika hukum peraturan yang berlaku, sebagai perusahaan yang beroperasi
di wilayah Negara Kedaulatan Republik Indonesia seharusnya Freeport mengikuti apa peraturan yang
pemerintah keluarkan, apalagi sudah melanggar dan pemerintah sudah bertindak baik masih memberikan
izin usaha.sebagai perusahaan yang mempunyai Etika dalam hal ini PT. Freeport harus mengikuti
perubahan Kontrak Karya ke dalam IUPK sesuai dengan peraturan pemerintah No. 1 tahun 2017 jika masih
ingin operasi bisnisnya berjalan.

Berdasarkan teori utilitarianisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan karena
keuntungan yang di dapat tidak digunakan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar, melainkan untuk
Negara Amerika.

Anda mungkin juga menyukai