Menurut Pratama (2012) kelembagaan, institusi, pada umumnya lebih di arahkan kepda organisasi, wadah atau pranata. Organisasi berfungsi sebagai wadah atau tempat, sedangkan pengertian lembaga mencakup juga aturan main, etika , kode etik, sikap dan tingkah laku seseorang atau suatu organisasi atau suatu system. Kelembagaan berasal dari kata lembaga, yang berarti aturan dalam organisasi atau kelompok masyarakat untuk membantu anggotanya agar dapat berinteraksi satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selain itu lembaga juga dapat diartikan sebagai aturan dalam sebuah kelompok sosial yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, politik dan ekonomi (Pratama, 2012). Lembaga dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu lembaga formal dan non-formal. Lembaga formal adalah kumpulan dua orang atau lebih yang memiliki hubungan kerja rasional dan mempunyai tujuan bersama, biasaya mempunyai struktur organisasi yang jelas, contohnya perseroan terbatas, sekolah, pertain politik, badan pemerintah, dan sebagainya. Lembaga non-formal adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai tujuan bersama dan biasanya hanya memiliki ketua saja. Contohnya arisan ibu-ibu rumah tangga, belajar bersama, dan sebagainya. Lembaga formal memiliki struktur yang menjelaskan hubungan-hubungan otoritas,kekuasaan akuntabilitas dan tanggung jawab serta bagamaina bentuk saluran komunikasi berlangsung dengan tugas- tugas bagi masing-masing anggota. Lembaga formal bersifat terencana dan tahan lama, karena ditekankan pada aturan sehingga tidak fleksibel. Pada lembaga non-formal biasanya sulit menentukan untuk waktu nyata seorang untuk menjadi anggota organisasi, bahkan tujuan dari organisasi tidak terspesifikasi dengan jelas. Lembaga non-formal dapat dialihkan menjadi lembaga formal apabila kegiatan dan hubungan yang terjadi di dalam di lakukan secara terstruktur atau memiliki struktur organisasi yang lengkap dan terumuskan. Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui pengertian kelembagaan adalah suatu pola hubungan antara anggota masyarakat yang saling mengikat, diwadahi dalam suatu jaringan atau organisasi dengan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal dan nono- formal untuk bekerjasama demi mencapai tujuan yang diinginkan. B. Pengertian Kelembagaan Masyarakat Para ahli/sarjana sosiologi belum menyepakati satu istilah yang pasti tentang terjemahan “sosial institution”. Sebagian ahli mengartikannya sebagai pranata sosial, lembaga kemasyarakatan, sebagian lagi menggunakan istilah bangunan sosial. Soekanto (dalam Winataputra, 2008) memberi definisi bahwa lembaga kemasyarakatan adalah sesuatu bentuk dan sekaligus mengandung pengertian-pengertian yang abstrak perihal norma-norma dan peraturan-peraturan yang menjadi ciri dari lembaga tersebut. Koentjaraningrat (dalam Winataputra, 2008) memberikan istilah prannata sosial dengan asumsi bahwa “social institution” menunjuk pada adanya unsur-unsur yang menggatur perilaku masyarakat. Pranata sosial diberi arti sebagai sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks- kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat (Soerjono dalam Winataputra, 2008). Membandingkan pendapat di atas, istilah lembaga kemasyarakatan kiranya lebih luas artinya karena tidak hanya membahas tentang unsur-unsur yang mengatur perilaku umum lebih luas lagi pada bentuk dan norma yang menjadi ciri lembaga tersebut. Lembaga kemasyarakatan terdapat dalam setiap masyarakat, pada berbagai taraf budaya, baik sedaerhana maupun modern. Mengapa demikian? hal ini disebabkan karena setiap masyarakat mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok yang jika dikelompokkan akan terhimpun menjadi lembaga kemasyarakatan. Dalam kaitan dengan uraian tersebut, soekanto (dalam Winataputra, 2008) memberi batasan kelembagaan masyarakat merupakan “himpunan dari pada norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat. Sebagai wujud nyatanya adalah sebuah association (asosiasi)”. Contoh yang dapat kita lihat adalah Universitas. C. Fungsi Kelembagaan Masyarakat Lebih lanjut, Soekanto (dalam Winatapura, 2008) menyatakan bahwa kelembagaan masyarakat mempunyai fungsi-fungsi tertentu, yaitu : 1. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat tentang bagaimana bersikap dan bertingkah laku dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan yang bersangkutan. 2. Menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan 3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control), yaitu sistem pengawasan dari masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya. Dengan demikian dalam telaah kebudayaan dan masyarakat tidak dapat mengesampingkan arti dari lembaga-lembaga sosial yang ada pada masyarakat yang bersangkutan. D. Terbentuknya Kelembagaan Masyarakat Lembaga-lembaga kemasyarakatan terbentuk melalui suatu proses yang disebut sebagai institusionalisasi, atau kelembagaan nilai-nilai yang terbentuk untuk membantu hubungan antar manusia di dalam masyarakat. Nilai-nilai yang mengatur tersebut dikenal dengan istilah norma yang mempunyai kekuatan mengikat dengan kekuatan yang berbeda-beda. Dengan adanya norma yang ada di masyarakat diharapkan tingkah laku manusia akan berjalan sesuai dengan petunjuk hidup dalam masyarakat yang bersangkutan. Kekuatan meningkat dari norma, apakah lemah maupun kuat dipengaruhi oleh kekuatan manusia yang ada dalam upaya mentaati norma itu sendiri. Secara sosiologis, kekuatan mengikat dari norma dapat dibedakan atas : 1. Cara (ussage) Menunjuk pada suatu bentuk perbuatan dalam hubungan antar individu. Kekuatannya termasuk lemah sehingga menyimpan dari cara tidak akan mengakibatkan sanksi yang berat. 2. Kebiasaan (folkways) Kekuatan mengikatnya lebih besar darripada cara (ussege) kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama. Mc. Iver dan Page (dalam Winataputra, 2008) menyatakan bahwa kebiasaan merupakan “perikelakuan yang diakui dan diterima oleh masyarakat”.
3. Tata kelakuan (mores)
Jika kebiasaan tidak hanya dianggap berbagai cara berperilaku maka disebut sebagai tata kelakuan atau mores. Tata kelakuan merupakan suatu alat yang mengatur perbuatan anggota-anggota masyarakat agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pentingnya tata kelakuan bagi masyarakat disebabkan oleh hal-hal berikut : a. Tata kelakuan memberikan batas-batas pada kelakuan individu. b. Tata kelakuan mengidentifikasikan individu dengan kelompoknya c. Tata kelakuan menjaga solidaritas antara anggota-anggota masyarakat 4. Adat Istiadat (custom) Suatu tata kelakuan yang kekal dan kuat integrasinya dengan pola kelakuan masyarakat dapat meningkat kekuatannya menjadi custom atau adat istiadat, custom mempunyai sanksi yang keras bagi anggota masyarakat jika melanggarnya. Contoh yang bisa kita dapatkan pada kehidupan masyarakat di Indonesia adalah yang berlaku pada seluruh etnik budaya dengan beragam cara serta sankinya, misalnya : a. Adat istiadat yang melarang perceraian antara suami-istri b. Adat istiadat dalam menjalani tahap-tahap kehidupan tertentu, perkawinan, tujuh bulan dan lain-lain. Proses institusionalisasi adalah tahapan dimana norma kemasyarakatan itu dikenal, diiakui dan dihargai. Norma-norma tersebut setelah melalui proses institusionalisasi atau pelembagaan untuk seterusnya ditaati sebagai pegangan hidup sehari-hari bagi anggota masyarakat. Proses suatu pengembangan suatu norma tidak hanya selesai pada tahap institysionalisasi, tetapi akan berkembang terus sehingga menjadi “internalized” atau mendarah daging dalam masyarakat. E. Ciri dan Tipe-tipe Kelembagaan Masyarakat Menurut Winataputra (2008) suatu lembaga kemasyarakatan (social institution) memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Mempunyai tujuan tertentu 2. Untuk mencapai tujuan di atas memiliki alat perlengkappan 3. Memiliki lambang-lambang tertentu dalam bentuk tulisan atau slogan misalnya pada kesatuan-kesatuan angkatan bersenjata 4. Memiliki tradisi lisan atau tertulis yang diwujudkan dalam bentuk adat istiadat, norma, tata tertib peraturan atau hukum.