Anda di halaman 1dari 22

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT THT-KL REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2020

UNIVERSITAS HASANUDDIN

KLASIFIKASI DAN TATALAKSANA

OTITIS MEDIA SUPURATIF AKUT

OLEH :

Cristopher Pienata C014182052

Romita Jeng C014182029

Arya Mely Federika C014182002

RESIDEN PEMBIMBING:

dr. Mila Habibasari

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................2

1.1 Definisi........................................................................................................................3

1.2 Anatomi Telinga..........................................................................................................3

1.3 Epidemiologi...............................................................................................................4

1.4 Etiologi........................................................................................................................5

1.5 Patofisiologi.................................................................................................................5

1.6 Manifestasi Klinis........................................................................................................6

1.7 Diagnosis.....................................................................................................................7

1.8 Tatalaksana..................................................................................................................8

1.8.1 Farmakologis........................................................................................................8

1.8.2 Bedah....................................................................................................................9

1.9 Komplikasi................................................................................................................11

1.10 Prognosis...................................................................................................................11

BAB 3 KESIMPULAN............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12
BAB 1

PENDAHULUAN

Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah infeksi akut telinga tengah dalam waktu yang singkat.

Otitis media (OM) ini merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia dengan

angka kejadian yang bervariasi pada tiap-tiap negara. Otitis Media berdasarkan durasi penyakitnya

dibagi atas akut (< 3minggu), subakut (3-12 minggu) dan kronis (>12 minggu). Otitis media

berdasarkan gejala klinisnya dibedakan atas 4 kelompok yaitu miringitis, otitis media supuratif akut

(OMSA), otitis media sekretori (OMS) dan otitis media supuratif kronis (OMSK). Pada referat ini

akan dibicarakan terapi otitis media supuratif akut.1

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius,

antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas

seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah melalui tuba eustachius.

Sebagaimana halnya dengan infeksi saluran napas atas (ISPA), otitis media juga merupakan sebuah

penyakit langganan anak-anak. Di Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 75% anak mengalami

setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan hamper dari setengah mereka

mengalami tiga kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode

sebelum usia sepuluh tahun. Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun.2

Otitis media supuratif akut (OMSA) banyak terjadi pada anak karena sumber infeksi dari

tenggorok atau pilek yang terjadi terus menerus. Penyebab (OMSA) dapat berupa virus atau bakteri.

Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus

dan kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab OMSA tersering adalah

Streptokokus pneumonia, diikuti oleh Haemopilus influenzae dan Morexella Cattarhalis. Yang perlu

diingat pada OMSA, walaupun sebagian besar disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang

1
membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka

kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama aliran lender.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah infeksi akut telinga tengah dalam waktu yang singkat

yang berlangsung selama 3 minggu atau kurang karena infeksi bakteri piogenik dan mengeluarkan

nanah. Bakteri piogenik sebagai penyebabnya yang tersering yaitu Streptokokus hemolitikus,

Staphilokokus aureus, dan Pneumokokus. Kadang-kadang bakteri penyebabnya yaitu Hemofilus

influenza, Escheria colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aerugenosa.

Hemofilus influenza merupakan bakteri yang paling sering kita temukan pada pasien anak berumur di

bawah 5 tahun.1,2,4

1.2 Anatomi Telinga

Sistem organ pendengaran perifer terdiri dari struktur organ pendengaran yang berada di luar otak

dan batang otak yaitu telinga luar, telinga tengah, telinga dalam dan saraf kokhlearis sedangkan organ

pendengaran sentral adalah struktur yang berada di dalam batang otak dan otak yaitu nukleus

koklearis, nukleus olivatorius superior, lemnikus lateralis, kolikulus inferior dan kortek serebri lobus

temporalis area wernicke.5

Anatomi Telinga Luar

Telinga luar merupakan bagian telinga yang terdapat di lateral dari membran timpani, terdiri dari

aurikulum, meatus akustikus eksternus (MAE) dan membran timpani (MT).5

3
Gambar 1. Anatomi telinga5
Aurikulum merupakan tulang rawan fibro elastis yang dilapisi kulit, berbentuk pipih dan

permukaannya tidak rata. Melekat pada tulang temporal melalui otot-otot dan ligamen. Bagiannya terdiri

heliks, antiheliks, tragus, antitragus dan konka. Daun telinga yang tidak mengandung tulang rawan ialah

lobulus.5

Aurikulum dialiri arteri aurikularis posterior dan arteri temporalis superfisialis. Aliran vena menuju

ke gabungan vena temporalis superfisialis, vena aurikularis posterior dan vena emissary mastoid. Inervasi

oleh cabang nervus cranial V, VII, IX dan X.5

MAE merupakan tabung berbentuk S, dimulai dari dasar konka aurikula sampai pada membran

timpani dengan panjang lebih kurang 2,5 cm dan diameter lebih kurang 0,5 cm. MAE dibagi menjadi dua

bagian yaitu pars cartilage yang berada di sepertiga lateral dan pars osseus yang berada di dua

pertiganya. Pars cartilage berjalan ke arah posterior superior , merupakan perluasan dari tulang rawan

daun telinga, tulang rawan ini melekat erat di tulang temporal, dilapisi oleh kulit yang merupakan

perluasan kulit dari daun telinga , kulit tersebut mengandung folikel rambut, kelenjar serumen dan

kelenjar sebasea. Kelenjar serumen memproduksi bahan seperli lilin berwarna coklat merupakan

pengelupasan lapisan epidermis, bahan sebaseus dan pigmen disebut serumen atau kotoran telinga. Pars

osseus berjalan ke arah antero inferior dan menyempit di bagian tengah membentuk ismus. Kulit pada

bagian ini sangat tipis dan melekat erat bersama dengan lapisan subkutan pada tulang. Didapatkan

glandula sebasea dan glandula seruminosa, tidak didapatkan folikel rambut.5

Gambar 2. Kelenjar pada liang telinga


4
MAE dialiri arteri temporalis superfisialis dan arteri aurikularis posterior serta arteri

aurikularis profundus. Darah vena mengalir ke vena maksilaris, jugularis eksterna dan

pleksus venosus pterygoid. Aliran limfe menuju ke lnn. aurikularis anterior, posterior dan

inferior. Inervasi oleh cabang aurikularis dari n. vagus dan cabang aurikulotemporalis dari n.

mandibularis.5

MT berbentuk kerucut dengan puncaknya disebut umbo , dasar MT tampak sebagai

bentukan oval. MT dibagi dua bagian yaitu pars tensa memiliki tiga lapisan yaitu lapisan

skuamosa, lapisan mukosa dan lapisan fibrosa. Lapisan ini terdiri dari serat melingkar dan

radial yang membentuk dan mempengaruhi konsistensi MT. 3 Pars flasida hanya memiliki

dua lapis saja yaitu lapisan skuamosa dan lapisan mukosa. Sifat arsitektur MT ini dapat

menyebarkan energi vibrasi yang ideal.5

MT bagian medial disuplai cabang arteri aurikularis posterior, lateral oleh ramus

timpanikus cabang arteri aurikularis profundus. Aliran vena menuju ke vena maksilaris,

jugularis eksterna dan pleksus venosus pterygoid. Inervasi oleh nervus aurikularis cabang

nervus vagus, cabang timpanikus nervus glosofaringeus of Jacobson dan nervus

aurikulotemporalis cabang nervus mandibularis.5

Anatomi Telinga Tengah

Ruang telinga tengah disebut juga kavum tympani (KT) atau tympanic cavity. Dilapisi

oleh membran mukosa, topografinya di bagian medial dibatasi oleh promontorium, lateral

oleh MT, anterior oleh muara tuba Eustachius, posterior oleh aditus ad antrum dari mastoid,

superior oleh tegmen timpani fossa kranii, inferior oleh bulbus vena jugularis.9 Batas

superior dan inferior MT membagi KT menjadi epitimpanium atau atik, mesotimpanum dan

hipotimpanum.5

Telinga tengah terdapat tiga tulang pendengaran, susunan dari luar ke dalam yaitu maleus,

incus dan stapes yang saling berikatan dan berhubungan membentuk artikulasi.. Prosesus

1
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat

pada stapes. Stapes terletak tingkap lonjong atau foramen ovale yang berhubungan dengan

koklea.5

Gambar 3. Skema hubungan antara membrane timpani osikel

Suplai darah untuk kavum timpani oleh arteri timpani anterior, arteri stylomastoid,

arteri petrosal superficial, arteri timpani inferior. Aliran darah vena bersama dengan aliran

arteri dan berjalan ke dalam sinus petrosal superior dan pleksus pterygoideus.5

Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam (TD) terletak di dalam tulang temporal bagian petrosa, di dalamnya

dijumpai labirin periotik yang mengelilingi struktur TD yaitu labirin, merupakan suatu

rangkaian berkesinambungan antara tuba dan rongga TD yang dilapisi epitel.6 Labirin terdiri

dari labirin membran berisi endolim yang merupakan satu-satunya cairan ekstraselular dalam

tubuh yang tinggi kalium dan rendah natrium. Labirin membran ini di kelilingi oleh labirin

tulang ,di antara labirin tulang dan membran terisi cairan perilim dengan komposisi elektrolit

tinggi natrium rendah kalium.12 Labirin terdiri dari tiga bagian yaitu pars superior, pars

inferior dan pars intermedia. Pars superior terdiri dari utrikulus dan saluran semisirkularis,

pars inferior terdiri dari sakulus dan koklea sedangkan pars intermedia terdiri dari duktus dan

sakus endolimpaticus.5

2
Gambar 4. Skema labirin

Fungsi TD ada dua yaitu koklea yang berperan sebagai organ auditus atau indera

pendengaran dan kanalis semisirkularis sebagai alat keseimbangan. Kedua organ tersebut

saling berhubungan sehingga apabila salah satu organ tersebut mengalami gangguan maka

yang lain akan terganggu.TD disuplai oleh arteri auditorius interna cabang dari arteri

cerebelaris inferior. Aliran darah vena bersama dengan aliran arteri.5

Koklea

Koklea adalah organ pendengaran berbentuk menyerupai rumah siput dengan dua

dan satu setengah putaran pada aksis memiliki panjang lebih kurang 3,5 centimeter. Sentral

aksis disebut sebagai modiolus dengan tinggi lebih kurang 5 milimeter, berisi berkas saraf

dan suplai arteri dari arteri vertebralis.5

Struktur duktus koklea dan ruang periotik sangat kompleks membentuk suatu sistem

dengan tiga ruangan yaitu skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala vestibuli dan

skala tympani berisi cairan perilim sedangkan skala media berisi endolimf. Skala vestibuli

dan skala media dipisahkan oleh membran reissner, skala media dan skala timpani

dipisahkan oleh membran basilar.5

3
Gambar 5. Skema labirin

1.3 Epidemiologi

Anak-anak berusia 6-11 bulan lebih rentan terkena OMSA, dimana frekuensinya akan

berkurang seiring dengan pertambahan usia, yaitu pada rentang usia 18-20 bulan. Pada

usia yang lebih tua, beberapa anak cenderung tetap mengalami OMSA dengan persentase

kejadian yang cukup kecil dan terjadi paling sering pada usia empat tahun dan awal usia

lima tahun. Kadang-kadang, individu dewasa yang tidak pernah memiliki riwayat

penyakit telinga sebelumnya, namun mengalami Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)

yang disebabkan oleh adanya infeksi virus juga mengalami OMSA. Pada penelitian

terhadap 112 pasien ISPA (6-35 bulan), didapatkan 30% mengalami otitis media supuratif

akut dan 8% sinusitis. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 tahun

sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat,

diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3

tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.6

Otitis media adalah masalah global dan ditemukan sedikit lebih sering terjadi pada

pria daripada wanita. Jumlah spesifik kasus per tahun sulit ditentukan karena kurangnya

pelaporan dan perbedaan insiden di banyak wilayah geografis yang berbeda. Insiden

4
puncak otitis media terjadi antara enam dan dua belas bulan kehidupan dan menurun

setelah usia lima tahun. Sekitar 80% dari semua anak akan mengalami kasus otitis media

selama hidupnya, dan antara 80% sampai 90% dari semua anak akan mengalami otitis

media dengan efusi sebelum usia sekolah. Otitis media lebih jarang terjadi pada orang

dewasa dibandingkan pada anak-anak, meskipun lebih sering terjadi pada sub-populasi

tertentu seperti mereka yang memiliki riwayat OM berulang, celah langit-langit,

defisiensi imun atau status immunocompromised, dan lain-lain.11

1.4 Etiologi

Bakteri yang sering dijumpai pada OMSA dapat diidentifikasi dengan jelas dari

banyak penelitian yang telah dilakukan. Streptokokus pneumoni, Hemofilus influenza dan

Moraksela kataralis merupakan mikroorganisme utama.7

1.5 Patofisiologi

Ada beberapa faktor yang menyebabkan otitis lebih sering terjadi pada anak

dibandingkan dewasa. Tuba eustakius anak berbeda dibandingkan dengan orang dewasa

yakni tuba eustakius anak lebih horizontal dan lubang pembukaan tonus tubarius

dikelilingi oleh folikel limfoid yang banyak jumlahnya. Adenoid pada anak dapat mengisi

nasofaring, sehingga secara mekanik dapat menyumbat lubang hidung dan tuba eustakius

serta dapat berperan sebagai fokus infeksi pada tuba.

Tuba eustakius secara normal tertutup pada saat menelan. Tuba eustakius melindungi

telinga tengah dari sekresi nasofaring, drainase sekresi telinga tengah, dan memungkinkan

keseimbangan tekanan udara dengan tekanan atmosfer dalam telinga tengah. Obstruksi

mekanik ataupun fungsional tuba eustakius dapat mengakibatkan efusi telinga tengah.

Obstruksi mekanik intrinsik dapat terjadi akibat dari infeksi atau alergi dan obstruksi

ekstrinsik akibat adenoid atau tumor nasofaring. Obstruksi fungsional dapat terjadi karena

jumlah dan kekakuan dari kartilago penyokong tuba. Obstruksi fungsional ini lazim

5
terjadi pada anak-anak. Obstruksi tuba eustakius mengakibatkan tekanan telinga tengah

menjadi negatif dan jika menetap mengakibatkan efusi transudat telinga tengah. Bila tuba

eustakius mengalami obstruksi tidak total, secara mekanik, kontaminasi sekret nasofaring

dari telinga dapat terjadi karena refluks (terutama bila membran timpani mengalami

perforasi), karena aspirasi, atau karena peniupan selama menangis atau bersin. Perubahan

tekanan atau barotrauma yang cepat juga dapat menyebabkan efusi telinga tengah yang

bersifat hemoragik. Bayi dan anak kecil memiliki tuba yang lebih pendek dibandingkan

dewasa, yang mengakibatkannya lebih rentan terhadap refluks sekresi nasofaring. Faktor

lain yaitu respon imun bayi yang belum sempurna. Infeksi saluran nafas yang berulang

juga sering mengakibatkan otitis media melalui inflamasi dan edema mukosa dan

penyumbatan lumen tuba eustakius.

Otitis media dimulai sebagai proses inflamasi setelah infeksi saluran pernapasan atas

akibat virus yang melibatkan mukosa hidung, nasofaring, mukosa telinga tengah, dan

saluran Eustachius. Karena ruang anatomi telinga tengah yang menyempit, edema yang

disebabkan oleh proses inflamasi menghalangi bagian tersempit dari tuba Eustachius yang

menyebabkan penurunan ventilasi. Hal ini menyebabkan serangkaian kejadian yang

mengakibatkan peningkatan tekanan negatif di telinga tengah yang meningkatkan eksudat

dari mukosa yang meradang dan penumpukan sekresi mukosa, yang memungkinkan

terjadinya kolonisasi organisme bakteri dan virus di telinga tengah. Pertumbuhan mikroba

ini di telinga tengah kemudian menyebabkan nanah dan akhirnya terjadi purulensi di

ruang telinga tengah. Hal ini dibuktikan secara klinis dengan membran timpani yang

menonjol atau eritematosa dan cairan telinga tengah bernanah. Ini harus dibedakan dari

otitis media kronis (OMSK) yang muncul dengan cairan kental, berwarna kuning, di

ruang telinga tengah dan membran timpani yang tertarik pada pemeriksaan otoskopi.

6
Keduanya akan menghasilkan penurunan mobilitas TM pada timpanometri atau otoskopi

pneumatik.

Beberapa faktor risiko dapat mempengaruhi anak-anak untuk mengembangkan otitis

media akut. Faktor risiko yang paling umum adalah infeksi saluran pernapasan bagian

atas sebelumnya. Faktor risiko lain termasuk jenis kelamin laki-laki, hipertrofi adenoid

(menghalangi), alergi, kehadiran di tempat penitipan anak, paparan asap lingkungan,

penggunaan empeng, defisiensi imun, refluks gastroesofagus, riwayat orang tua dari OM

masa kanak-kanak berulang, dan kecenderungan genetik lainnya.

1.6 Manifestasi Klinis

Manifetasi klinis dari otitis media supuratif akut berdasarkan stadiumnya antara lain:

1. Stadium Oklusi Tuba: Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksimembran

timpani / tertariknya gendang telinga akibat tekanan negatif telinga tengah

dikarenakan adanya sumbatan pada Tuba Eustachius karenaperadangan. Membran

timpani kadang tampak normal atau suram. Pada tahap ini biasanya pasien akan

mengeluh pendengaran pada telinga yang bermasalah sedikit berbeda dengan telinga

yang normal, pasien mulai tidak nyaman.

2. Stadium Hiperemi: Pada stadium ini tampak pembuluh darah yangmelebar di

sebagian atau seluruh membran timpani, sehingga membran timpani tampak

kemerahan, pada tahap ini biasanya sudah merasakan nyeri telinga dan mulai muncul

demam.

3. Stadium Supurasi: Stadium ini ditandai edema/ bengkak yang hebat disertai

hancurnya sel epitel permukaan mukosa telinga bagian tengah serta terbentuknya

eksudat purulen atau cairan nanah di telinga bagian tengah sehingga membran timpani

7
tampak menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pasien akan merasakan sakit

yang amat sangat dan sulit tidur karena tidak nyaman pada telinganya.

4. Stadium Perforasi: Pada stadium ini terjadi ruptur atau pecahnya membran timpani

sehingga nanah keluar dari telinga tengah ke liang telinga.Pasien akan merasa lebih

lega karena nyeri telinga sudah jauh berkurang.Kadang cairan yang mengalir di

telinga bisa bercampur dengan darah karena pembuluh darah yang ada di membran

telinga juga ikut pecah. Demam pada pasien juga sudah mulai turun.

5. Stadium Resolusi: Pada stadium ini membran timpani berangsurnormal, perforasi

membran timpani dapat menutup, dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan

tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan.

1.7 Diagnosis

Diagnosis otitis media akut dibuat berdasarkan pada pemeriksaan membran timpani.

Tetapi pada anak pemeriksaan ini mungkin sulit dilakukan karena saluran telinga yang

kecil, adanya serumen dan juga keadaan anak yang tidak kooperatif. Diagnosis OMSA

harus memenuhi tiga hal berikut

1) Penyakitnya timbul mendadak (akut)

2) Ditemukanya tanda efusi di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu

di antara tanda berikut:

a. Membran timpani cembung.

b. Gerakan membrane timpani berkurang

c. Adanya bayangan cairan dibelakang membrane timpani

d. Cairan yang keluar dari telinga.

3) Adanya tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan adanya salah

satu tanda berikut:

a. Kemerahan pada membrane timpani

8
b. Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Anak dengan OMSA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun

telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit

makan, mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini ( kecuali keluarnya cairan

dari telinga) tidak sepesifik untuk OMSA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.

1.8 Tatalaksana

1.8.1 Farmakologis

Standar terapi terkini pada OMSA mengharuskan pasien yang didiagnosis

menderita suatu infeksi telinga tengah akut harus mendapatkan terapi antimikroba

selama 10-14 hari. Terapi dimulai berdasarkan empiris dengan tujuan memberantas

bakteri yang dijumpai pada OMSA meskipun materi kultur dari telinga tengah tidak

tersedia.

Sebelum tahun 1965, banyak antibiotika yang efektif digunakan untuk otitis

media.. Streptokokus pneumoni sensitif terhadappenisilin sedangkan H. influenza dan

M. kataralis dapat diterapi dengan eritromisin, aminopenisilin atau sulfonamide.

Sejalan dengan penggunaan antibiotika yang semakin luas, resistensi beberapa

mikroorganisme terhadap antibiotika semakin berkembang. Mikroorganisme

penghasil betalaktamase semakin sering dijumpai pada kultur telinga tengah suatu

OMSA. Resistensi terhadap eritromisin juga meningkat di antara strain H. influenza

sehingga pilihan terapi beralih ke sulfametoksazol-trimetoprim, amoksisilinklavulanat

(co-amoxiclav), dan sefalosporin generasi kedua dan ketiga.

Terapi standar permulaan suatu OMSA adalah amoksisilin, 40mg/kgBB dalam

24 jam dibagi dalam 3 dosis, atau ampisilin 50- 100mg/kgBB dalam 24 jam dibagi

dalam 4 dosis, minimal selama 10 hari. Pada individu yang alergi terhadap penisilin,

9
kombinasi eritromisin 40mg/kgBB dalam 24 jam dan sulfisoksazol 120mg/kgBB

dalam 24 jam dibagi dalam 4 dosis dapat digunakan dan sama efektifnya dengan

amoksisilin. Jika mikroorganisme penghasil betalaktamase diduga sebagai penyebab,

pemberian amoksisilin-klavulanat, 40mg/kgBB dalam 24 jam dibagi dalam 3 dosis

atau sulfametoksazoltrimetoprim, 8mg/kgBB trimetoprim dan 40mg/kgBB

sulfametoksazol dalam 24 jam dapat digunakan dalam 2 dosis terbagi. Sefiksim,

8mg/kgBB dalam satu dosis atau cefprozil 15mg/kgBB dalam 24 jam dalam 2 dosis

terbagi juga dapat digunakan.

Kebanyakan pasien yang menerima terapi antibiotika untuk OMSA akan

menunjukan perbaikan yang signifikan dalam waktu 48 jam. Timpanosintesis untuk

kultur bakteri dan tindakan miringotomi dapat dilakukan pada penderita yang tidak

mengalami perbaikan setelah 48 jam terapi antibiotika empiris. Penderita sebaiknya

diperiksa ulang selama mendapatkan terapi untuk memastikan keefektifan pengobatan

yang diberikan.Terapi tambahan seperti pemberian analgetika, antipiretika dan

dekongestan oral dapat diberikan. Dekongestan topikal dan oral dapat menghilangkan

sumbatan hidung dan memberikan aerasi tuba eustakius meskipun efikasinya belum

dapat dibuktikan.

1.8.2 Bedah

Miringotomi / Timpanosintesis

Miringotomi atau timpanosintesis merupakan terapi bedah pada OMSA yang

populer pada tahun 1950-1960-an. Indikasinya dalam pengobatan OMA dijelaskan

oleh Astley Cooper (1802). Schwartze, 50 tahun kemudian mengatakan: “Tidak ada

prosedur bedah lain yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan kehidupan seseorang

selain dengan mengevakuasi pus secara bijaksana dari kavum timpani melalui insisi

pada membrana timpani”.

10
Ketika terapi antibiotika gagal dan pasien tetap berada dalam sakit yang akut

pada OMSA, tindakan miringotomi ini dapat dilakukan. Prosedur ini merupakan

prosedur terapi yaitu dengan menghilangkan tekanan udara di telinga tengah, dan juga

prosedur yang bertujuan untuk diagnostik karena cairan yang didapat dari tindakan

miringotomi dapat dikirim untuk kultur dan sensitivitas.

Miringotomi dapat dilanjutkan dengan pemasangan pipa ventilasi ke telinga

tengah. Teknik ini diusulkan oleh Politzer tetapi dipopulerkan oleh Armstrong (1954).

Sejak saat itu cara ini menjadi teknik yang populer untuk mempertahankan

pembersihan cairan telinga tengah, meminimalkan rekurensi episode OMSA dan

mengoptimalkan pendengaran selama masa-masa perkembangan berbicara.

Pemasangan pipa ventilasi ini juga merupakan terapi pada otitis media efusi.

Mastoidektomi Sederhana (Simple Mastoidectomy)

Operasi mastoidektomi sederhana ini pertama kali dilakukan pada awal abad

19 dan Jean Petit adalah orang pertama yang mengusulkan untuk melakukan operasi

ini pada raja Perancis, Charles II, yang pada waktu itu mengalami telinga berair

disertai demam dan penurunan kesadaran.

Schwartze (1873) mengembangkan dan menjelaskan teknik dan indikasi

operasi untuk membersihkan korteks mastoid dan membersihkan sistem sel udara

yang terlibat dalam infeksi sehingga memungkinkan terjadinya drainase yang baik

dalam seluruh ruang timpanomastoid yang saat ini dikenal dengan ‘simple

mastoidectomy’ atau “Schwartze’ operation”.

Operasi ini diindikasikan untuk kasus-kasus OMSA yang gagal dengan terapi

antibiotika atau mulai menuju ke mastoiditis koalesen. Operasi ini selain bertujuan

untuk mengevakuasi abses koalesen dari mastoid pada OMSA juga merupakan

11
penatalaksanaan bedah untuk OMSK tanpa kolesteatoma. Seiring dengan kemajuan

pengetahuan, teknik operasi ini tidak hanya dilakukan untuk membersihkan penyakit

pada ruang mastoid tetapi juga untuk memberikan akses ke struktur yang lebih dalam

dari tulang temporal seperti yang dikerjakan dalam operasi implant koklear atau

operasi untuk telinga dalam.

1.9 Komplikasi

Karena susunan struktur yang kompleks di dalam dan sekitar telinga tengah, komplikasi
yang pernah terjadi sulit untuk diobati. Komplikasi dibedakan menjadi komplikasi intratemporal
dan intrakranial.11

Berikut ini adalah komplikasi intratemporal; 11,12

 Gangguan pendengaran (konduktif dan sensorineural)


 Perforasi TM (akut dan kronis)
 Otitis Media supuratif kronis (dengan atau tanpa kolesteatoma)
 Kolesteatoma
 Timpanosklerosis
 Mastoiditis
 Petrositis
 Labirinitis
 Kelumpuhan wajah
 Granuloma kolesterol
 Dermatitis ekzematoid menular

Selain itu, penting untuk membahas pengaruh OM terhadap pendengaran, khususnya pada
rentang usia 6-24 bulan, karena ini merupakan waktu yang penting untuk perkembangan bahasa,
yang berkaitan dengan pendengaran. Gangguan pendengaran konduktif yang diakibatkan oleh OM
kronis atau berulang dapat berdampak buruk pada perkembangan bahasa dan mengakibatkan
masalah bicara berkepanjangan yang membutuhkan terapi wicara. Inilah salah satu alasan American
Academy of Pediatrics dan American Academy of Otolaryngology-Head & Neck Surgery
merekomendasikan pengobatan dini yang agresif untuk OMA berulang. 11

Berikut ini adalah komplikasi intrakranial; 11,12

 Meningitis
 Subdural Abses
 Abses otak
 Abses/ jaringan granulasi ekstradural
 Trombosis sinus sigmoid
 Hidrosefalus otitik

12
1.10 Prognosis

Morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan otitis media supuratif akut sangat

tergantung pada terapi yang diberikan. Pada umunya OMSA sangat responsive terhadap

antibiotic.

Prognosis untuk sebagian besar pasien otitis media sangat baik. Kematian akibat

AOM adalah kejadian langka di zaman modern. Karena akses yang lebih baik ke

perawatan kesehatan di negara maju, diagnosis dan pengobatan dini telah menghasilkan

prognosis yang lebih baik untuk penyakit ini. Terapi antibiotik yang efektif adalah

pengobatan andalan. Beberapa faktor prognostik mempengaruhi perjalanan penyakit.

Anak-anak yang mengalami kurang dari tiga episode AOM tiga kali lebih mungkin

mengalami gejala mereka diselesaikan dengan antibiotik tunggal dibandingkan dengan

anak-anak yang mengembangkan kondisi ini di musim selain musim dingin. 11

Anak-anak yang mengalami komplikasi mungkin sulit diobati dan cenderung

memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi. Komplikasi intratemporal dan intrakranial,

meskipun sangat jarang, memiliki angka kematian yang signifikan.11

13
BAB 3

KESIMPULAN

Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah infeksi akut telinga tengah dalam waktu

yang singkat yang berlangsung selama 3 minggu atau kurang karena infeksi bakteri piogenik

dan mengeluarkan nanah. Bakteri piogenik sebagai penyebabnya yang tersering yaitu

Streptokokus hemolitikus, Staphilokokus aureus, dan Pneumokokus. Kadang-kadang bakteri

penyebabnya yaitu Hemofilus influenza, Escheria colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus

vulgaris, Pseudomonas aerugenosa. Hemofilus influenza merupakan bakteri yang paling

sering kita temukan pada pasien anak berumur di bawah 5 tahun.

. Obstruksi mekanik ataupun fungsional tuba eustakius dapat mengakibatkan efusi

telinga tengah yang memicu terjadinya otitis media supuratif akut.

Otitis media terdiri dari 5 stadium yaitu stadium oklusi tuba eustachius, hiperemi,

supurasi, perforasi, dan resolusi. Setiap stadium memberikan manifestasi klinis yang berbeda-

beda.

Terapi utama dari otitis media supuratif akut adalah pemberian antibiotic, selain juga

dapat diterapi dengan pembedahan.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Canter RJ. Acute suppurative otitis media. In : Kerr AG, ed. Scott Brown’s

Otolaryngology. Sixth edition. Vol. 3. Butterworth-Heinemann, London, 1997, 3/9/1-7.

2. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu

kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62

3. Healy GB. Rosbe KW. Otitis Media and Middle Ear Effusions. In: Ballenger’s

Otorhinolarygology Head and Neck Surgery. Sixteenth edition. BC Decker Inc. Ontario,

2003, 249-59.

4. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2007.

5. Anatomy of Inner Ear. 2010; http://galileo.phys.virginia.edu/classes/304/pix.htm

6. D. Steward Rowe. Acute Suppurative Otitis Media. Pediatric 1975:56:285. Available at

http://pediatrics.aappublications.org/content/56/2/285.full.pdf+html

7. Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,

Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5.

8. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor).

Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.

9. Kumar S, 1996, Surgical anatomy and Physiology,’ In Fundamental of Ear Nose and

Throat Disease and Head Neck Surgery, Ed 6, Calcuta, 17-36

15
10. Moore GF, Ogren FP, Yonkers AJ, 1989,’ Anatomy and Embriology of the Ear,’ In Lee

KJ (Ed). Text Book of Otolaryngology and Head and Neck Surgery, Elseiver, New York, 1-

22

11. Amina Danishyar; John V. Ashurst.Acute Otitis Media. NCBI. April 30, 2020

16

Anda mungkin juga menyukai