Anda di halaman 1dari 41

KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas kehendak-
Nya lah tugas makalah yang berjudul “Head Injury” ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah tugas mata kuliah
Kegawatdaruratan, Tahun Ajaran 2019/2020. Makalah ini berisi materi yang
membahas tentang Kegawatdaruratan. Kami menyadari, sebagai mahasiswa yang
pengetahuannya belum seberapa dan masih perlu banyak belajar, bahwa makalah ini
masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini menjadi lebih baik dan
bermanfaat di masa yang akan datang.
Harapan kami, mudah-mudahan tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca
khususnya bagi kami.

Batam, 6 Oktober
2019

Penyusun

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma kapitis = head injury = trauma
kranioserebral = traumatic brain injury merupakan trauma mekanik terhadap
kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan
fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat
temporer maupun permanen. Statistik negara-negara yang sudah maju
menunjukkan bahwa trauma kapitis mencakup 26% dari jumlah segala macam
kecelakaan, yang mengakibatkan seseorang tidak bisa bekerja lebih dari satu hari
sampai selama jangka panjang. Kurang lebih 33% kecelakaan yang berakhir pada
kematian menyangkut trauma kapitis. Di luar medan peperangan lebih dari 50%
dari trauma kapitis terjadi karena kecelakaan lalu lintas, selebihnya dikarenakan
pukulan atau jatuh.
Orang-orang yang mati karena kecelakaan 40% sampai 50% meninggal
sebelum mereka tiba di rumah sakit. Dari mereka yang dimasukkan rumah sakit
dalam keadaan masih hidup 40% meninggal dalam satu hari dan 35% meninggal
dalam 1 minggu perawatan.
Dibandingkan dengan trauma lainnya, persentase trauma kapitis adalah yang
tertinggi, yaitu sekitar lebih atau sama dengan 80%. Berdasarkan penelitian, sebab
dari kematian dan cacat yang menetap akibat trauma kapitis, maka 50% ternyata
disebabkan oleh trauma secara langsung dan 50% yang tersisa disebabkan oleh
gangguan peredaran darah sebagai komplikasi yang terkait secara tidak langsung
pada trauma. Komplikasi itu berupa perubahan tonus pembuluh darah serebral,
perubahan-perubahan yang menyangkut sistem kardiopulmonal yang bisa
menimbulkan gangguan pada tekanan darah, PO2 arterial atau keseimbangan
asam-basa. Trauma kapitis akan terus menjadi problem masyarakat yang sangat
besar, meskipun pelayanan medis sudah sangat maju pada abad 21 ini. Sebagian
besar pasien dengan trauma kapitis (75-80%) adalah trauma kapitis ringan; sisanya
merupakan trauma dengan kategori sedang dan berat dalam jumlah yang sama.
Di Indonesia, data tentang trauma kapitis ini belum ada. Yang ada barulah
data dari beberapa RS (sporadis). Prediksi insiden per tahunnya di dunia akan
menurun secara signifikan, dengan adanya adanya UU pemakaian helm dan sabuk
pengaman bagi pengaman motor/mobil. Telah banyak manajemen terapi standar
yang berdasarkan evidence based medicine yang diajukan dan diterapkan di pusat

2
kesehatan di seluruh dunia. Tetapi mengingat kemampuan dan fasilitas yang
tersedia di pusat kesehatan tersebut, terutama di negara-negara berkembang seperti
Indonesia, maka beberapa penyesuaian perlu dilakukan. Di samping penanganan
di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan
tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan
prognosis selanjutnya. Pada penderita harus diperhatikan pernafasan, peredaran
darah umum dan kesadaran sehingga tindakan resusitasi, anamnesis, pemeriksaan
fisik umum serta
neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis
dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat
keparahan cedera kepala menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di
rumah sakit.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa saja anatomi fisiologi lapisan otak?
b. Apa saja etiologi head injury?
c. Bagaimana patofisiologi head injury?
d. Apa saja klasifikasi head injury?
e. Apa saja manifestasi klinis head injury?
f. Apa saja pemeriksaan diagnostik head injury?
g. Bagaimana penatalaksanaan head injury?
h. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien head injury?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui anatomi fisiologi lapisan otak
b. mengetahui etiologi head injury
c. mengetahui patofisiologi head injury
d. mengetahui klaifikasi head injury
e. mengetahui manifestasi klinis head injury
f. Mengetahui pemeriksaan diagnostik head injury
g. Mengetahui penatalaksanaan head injury
h. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien head injury

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Head Injury

Head Injury atau cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak, dan otak ( Morton,2012 ).

Menurut Perdosi (2014), cedera kepala atau trauma kapitis merupakan


trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung
yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif,
fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen

Cedera kepala dapat bersifat terbuka ( menembus melalui dura mater ) atau
tertutup (trauma tumpul, tanpa melalui penetrasi melalui dura )(Corwin, 2010).

2.2 Etiologi

1. Kecelakaan mobil
2. Perkelahian
3. Jatuh
4. Cedera Olahraga
5. Cedera kepala terbuka disebabkan oleh peluru atau pisau

Cidera kepala primer yaitu cidera kepala yang terjadi akibat langsung dari
trauma sedangkan cidera kepala skunder yaitu cidera kepala yang disebabkan
karena komplikasi oedema otak, hipoksia otak, kelainan metabolic, dan kelainan
saluran nafas.

1. Cidera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak misalnya alat pemukul menghantam kepala
2. Cidera deselarasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam
misalnya ketika kepala membentur kaca depan mobil
3. Cidera akselerasi-deselarasi sering terjadi pada kasus kecelakaan kendaraan
bermotor
4. Cedera coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan
otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang
tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur.
Misalnya pasien dipukul dibagian belakang kepala
5. Cidera rotasional terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar
dalam rongga tengkorak yang mengakibatkan peregangan atau robeknya

4
neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang
memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.

2.3 Anatomi Fisiologi Kepala

Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak yang lembut, yang membuat kita
seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera
kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Pada orang dewasa
tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan isi
intrakranial. Tulang sebenarnya terdiri dari 2 dinding atau tabula yang dipisahkan
oleh tulang berongga.
Dinding luar disebut tabula eksternal dan dinding bagian dalam disebut tabula
internal. Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges
adalah durameter, araknoid dan piameter (Price, Silvia A ; 2005 : 1014).
Sistem persarafan terdiri dari:
a.      Susunan saraf pusat
1.      Otak
a)      Otak besar atau serebrum (cerebrum)
Mempunyai dua belahan yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan yang
duhubungkan oleh massa substansi alba(substansia alba) yang
disebut korpus kalosum (corpus callosum). Serebrum terdiri atas : korteks
sereri, basal ganglia (korpora striate) dan sistem limbik(rhinencephalon).
b)      Otak kecil (serebelum)
Serebelum (otak kecil) terletak dalam fossa kranial posterior, dibawah
tentorium serebelum bagian posterior dari pons varolii dan medula
oblongata. Serebelum mempunyai dua hemisfer yang dihubungkan oleh
vermis. serebelum dihubungkan dengan otak tengah oleh pedunkulus
serebri superior, dengan pons paroli oleh pedunkulus serebri media dan
dengan medula oblongata oleh pedunkulus serebri inferior. Lapisan
permukaan setiap hemisfer serebri disebut korteks yang disusun oleh
substansia grisea. Lapisan – lapisan korteks serebri ini dipisahkan
oleh fisura transversus yang tersusun rapat. Kelompok massa substansia
5
grisea tertentu pada serebelum tertanam dalam substansia alba yang
paling besar dikenal sebagai nukleus dentatus.
c)      Batang otak.
Pada permukaan batang otak terdapat medula oblongata, pons varolii,
mesensefalon dan diensefalon. Talamus dan epitalamus terlihat
dipermukaan posterior batang otak yang terletak diantara serabut capsula
interna. Disepanjang pinggir dorsomedial talamus terdapat sekelompok
serabut saraf berjalan keposterior basis epifise.
2.      Sum-sum tulang belakang (trunkus serebri)
Medula spinalis merupakan bagian sistem saraf pusat yang
menggambarkan perubahan terakhir pada perkembangan embrio. Semula
ruangannya besar kemudian mengecil menjadi kanalis sentralis. Medulla
spinalis terdiri atas dua belahan yang sama dipersatukan oleh struktur
intermedia yang dibentuk oleh sel saraf dan didukung oleh jaringan
interstisial.
Medula spinalis membentang dari foramen magnum sampai setinggi
vertebra lumbalis I dan II, ujung bawahnya runcing menyerupai kerucut yang
disebut konus medularis, terletak didalam kanalis vertebralis melanjut sebagai
benang-benang(filum terminale) dan akhirnya melekat pada vertebra III
sampai vertebra torakalis II, medula spinalis menebal kesamping. penebalan
ini dinamakan intumensensia servikalis.
b.      Susunan saraf perifer
a)      Susunan saraf somatik
Indra somatik merupakan saraf yang mengumpulkan informasi sensori
dari tubuh. Indra ini berbeda dengan indra khusus (penglihatan, penghiduan,
pendengaran, pengecapan dan keseimbangan), indra somatik digolongkan
menjadi 3 jenis :
            (a). Indra somatik mekano reseptif.
            (b). Indra termoreseptor.
            (c). Indra nyeri.
  c.    Susunan saraf otonom
Saraf yang mempersarafi alat – alat dalam tubuh seperti kelenjar, pembuluh
darah, paru – paru, lambung, usus dan ginjal. Alat ini mendapat dua jenis
persarafan otonom yang fungsinya saling bertentangan, kalau yang satu
merangsang yang lainnya menghambat dan sebaliknya, kedua susunan saraf ini
disebut saraf simpatis dan saraf parasimpatis. (syaifuddin ; 2009 : 335 – 360).

2.4 Klasifikasi Cedera Kepala

a. Trauma kepala terbuka


1) Fraktur basic cranii
Tanda-tanda klinis yang mungkin muncul pada fraktur basic cranii adalah:
- Battle sign (warna kehitaman dibelakang telinga)

6
- Hemotimpanum
- Periorbitalekimosis (pembengkakan disekitar mata)
- Otorea (keluar darah dari hidung)
- Rinorea (keluar darah dari telinga)
b. Trauma kepala tertutup
1) Kromosio serebri/gegar otak
Tanda dan gejala yang terdapat pada trauma ini adalah sebagai berikut:
- Trauma kepala ringan
- Pingsan <10 menit
- Pusing
- Amnesia retrograde
- Amnesia anterograde
- Gejala sisa
2) Kortosio serebri/memar otak
Beberapa tanda dan gejala yang dapat terlihat adalah sebagai berikut:
- Perdarahan kecil/petekie jaringan otak
- Udim serebri
- TIK meningkat
- Gejala klinis sama dengan komosio serebri namun lebih berat
- Gangguan neurologis vokal

c. Cedera Kepala berdasarkan jenisnya:

1) Hematoma epidural
Hematoma epidural adalah hematoma antara durameter dan tulang,
biasanya sumber perdarahannya adalah robeknya arteri meningea media,
dimana arteri ini berada diantara dura dan tengkorak daerah inferior
menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi karena arteri ini
menyebabkan penekanan pada otak. Manifestasi klinis dari hematoma
epidural ini adalah biasanya menyebabkan penurunan kesadaran .
2) Hematoma subdural
Hemaroma subdural adalah hematoma antara durameter dan otak,
dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
vena, pendarahan lambat dan sedikit. Manifestasi klinisnya nyeri kepala,
bingung, mengantuk, berpikir lambat, kejang, edema pupil.
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologis penting
dan serius dalam 24 sampai 48 jam setelah cedera. Gangguan neurologis
disebabkan tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam
foramen magnum yang selanjutnya menyebabkan tekanan pada batang

7
otak. Keadaan ini dengan cepat akan menimbulkan berhentinya
pernapasan dan hilangnya control atas denyut nadi
Hematoma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala
minor dan terliat paling sering pada lansia. Trauma merobek salah satu
vena yang melewati ruangan subdural. Terjadi pendarahan secara lambat
dalam suangan subdural, dalam 7 sampai 10 hari terjadi pendarahan, darah
dikelilingi ileh membrane fibrosa. Dengan selisih tekanan osmotic yang
mampu menarik cairan kedalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah
dalam hematoma, pertambahan ukuran hematoma dapat menyebabkan
pendarahan lebih lanjut dengan merobek membrane atau pembuluh darah
disekitarnya.

3) Hemoragi subaraknoid
Hemoragi subaraknoid adalah akumulasi darah dibawah membrane
araknoid tetapi diatas pia meter. ruangan ini normalnya hanya berisi cairan
CSS, hemoragi subaraknoid biasanya terjafi akibat pecahnya aneurisma
intracranial, hipertensi berat atau cedera kepala, darah yang berakumulasi
diatas atau dibawah meningens menyebabkan peningkatan tekanan di
jaringan otak di bawahnya.

8
d. Cedera Kepala berdasarkan berat ringannya berdasarkan GCS ( Glasgown
Coma Scale)
1) Cedera Kepala ringan
- GCS 14 – 15
- Dapat kehilangan kesadaran, tetapi kurang dari 30 menit
- Tidak ada fraktur tengkorak
2) Cedera kepala sedang
- GCS 9-13
- Kehilangan kesadaran lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam
- Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cedera kepala berat
- GCS 3 – 8
- Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
- Terjadi fraktur

2.5 Patofisiologi

Sebagian besar cedera otak tidak disebabkan oleh cedera langsung


terhadap jaringan otak, tetapi terjadi sebagai akibat kekuatan luar yang
membentur sisi luar tengkorak kepala atau dari gerakan otak itu sendiri dalam
rongga tengkorak. Pada cedera deselerasi, kepala biasanya membentur suatu
objek seperti kaca depan mobil, sehingga terjadi deselerasi tengkorak yang
berlangsung tiba-tiba. Otak tetap bergerak kearah depan, membentur bagian
dalam tengorak tepat di bawah titik bentur kemudian berbalik arah membentur
sisi yang berlawanan dengan titik bentur awal. Oleh sebab itu, cedera dapat
terjadi pada daerah benturan (coup) atau pada sisi sebaliknya (contra coup).
Sisi dalam tengkorak merupakan permukaan yang tidak rata. Gesekan
jaringan otak tehadap daerah ini dapat menyebabkan berbagai kerusakan
terhadap jaringan otak dan pembuluh darah.
Respon awal otak yang mengalami cedra adalah ”swelling”. Memar
pada otak  menyebabkan vasoliditasi dengan peningkatan aliran darah ke
daerah tersebut, menyebabkan penumpukan darah dan menimbulkan
penekanan terhadap jaringan otak sekitarnya. Karena tidak terdapat ruang
lebih dalam tengkorak kepala maka ‘swelling’ dan daerah otak yang cedera
akan meningkatkan tekanan intraserebral dan menurunkan aliran darah ke
otak. Peningkatan kandungan cairan otak (edema) tidak segera terjadi tetapi
mulai berkembang setelah 24 jam hingga 48 jam. Usaha dini untuk
mempertahankan perfusi otak merupakan tindakan  penyelamatan hidup.

9
Kadar CO2 dalam darah mempengaruhi aliran darah serebral. Level
normal CO2 adalah 35-40 mmHg. Peningkatan kadar
CO2 (HIPOVENTILASI) menyebabkan vasodilatasi dan bengkak otak,
sedangkan penurunan kadar CO2 (HIPERVENTILASI) menyebabkan
vasokontruksi dan serebral iskemia. Pada saat lampau, diperkirakan bahwa
dengan menurunkan kadar CO2 (hiperventilasi) pada penderita cedera kepala
akan mengurangi bengkak otak dan memperbaiki aliran darah otak. Akhir-
akhir ini dibuktikan bahwa hiperventilasi hanya memberikan peranan kecil
terhadap bengkak otak, tetapi berpengaruh besar dalam menurunkan aliran
darah otak karena vasokonstriksi. Hal ini menyebabkan hipoksia serebral.
Otak yang mengalami cedera tidak mampu mentoleransi hipoksia.
Hipoventilasi atau hipoksia meningkatkan angka kematian dengan
mempertahankan ventilasi yang baik pada frekuensi nafas berkisar 15 kali
permenit dan aliran oksigen yang memadai merupakan hal yang sangat
penting. Hiperventilasi profilaksis pada cedera kepala sudah tidak
direkomendasikan.Akibat dari trauma/ cedera kepala akan mengakibatkan
fragmentasi jaringan dan kontusio atau akan mengakibatkan cedera jaringan
otak  sehingga menyebabkan sawar darah otak (SDO) rusak yang dapat
menyebabkan vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga timbul edema. Edema
menyebabkan peningkatan TIK ( Tekanan Intra Kranial ), yang pada
gilirannya akan menurunkan aliran darah otak (ADO), iskemia, hipoksia,
asidosis ( penurunan PH dan peningkatan  PCO2) dan kerusakan sawar darah
otak lebih lanjut. Siklus ini akan berlanjut hingga terjadi kematian sel dan
edema

10
Pathway

2.6 Manifestasi klinis


Tanda gejala yang timbul dari cedera kepala, yaitu :

1) Nyeri yang menetap atau setempat.


2) Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3)   Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah
terlihat di bawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea
serebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari telinga ), minorea
serebrospiral (les keluar dari hidung).
4) Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5) Penurunan kesadaran.

11
6) Pusing / berkunang-kunang.
7) Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler
8) Peningkatan TIK
Yang ditandai dengan ; mual muntah, penglihatan ganda, tekanan darah
meningkat, merasa bingung, lingling, gelisah atau timbul perubahan perilaku.
9)   Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas
10) Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan

2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Radiograf
Dapat mengidentifikasi lokasi fraktur atau perdarahan atau bekuan darah
yang terjadi
2. Angiografi serebral
dapat juga digunakan dan menggambarkan adanya hematoma
supratemporial, ekstraserebral dan intraserebral
3. Pemeriksaan MRI dan CT Scan
CT-Scan atau MRI dapat dengan tepat menentukan ketak dan luas cidera

2.8 Penatalaksanaan

1. Observasi dan tirah baring


2. Pembedahan dan evekuasi hematoma
3. Dekompresi melalui pengeboran lubang didalam otak
4. Ventilasi mekanis (ABC) dan cairan
5. Antibiotik
6. Pemberian diuretic (furosemid) untuk menurunkan tekanan pada
intrakranial dan antiinflamasi
7. Tindakan pada peningkatan TIK (pemberian manitol)
8. Terapi untuk mempertahankan homeostatis

Penatalaksanaan trauma kepala yang memerlukan tindakan bedah saraf :

Penatalaksanaan trauma kepala yang memerlukan tindakan bedah


saraf, merupakan proses yang terdiri dari serangkaian tahapan yang saling
berkaitan satu sama lain dalam mengambil keputusan dalam melakukan
tindakan pembedahan antara lain adalah sebagai berikut:

12
      1. Tahap I :
a. Penilaian awal pertolongan pertama, dengan memprioritaskan penilaian
yaitu :
 Airway  : Jalan Nafas
- Membebaskan jalan dari sumbatan lendir, muntahan, benda
asing
- Bila perlu dipasang endotrakeal
 Breathing  :  Pernafasan
- Bila pola pernafasan terganggu dilakukan ventilasi dengan
respirator.
 Cirkulation : Peredaran darah
- Mengalami hipovolemik syok
- Infus dengan cairan kristaloid
-  Ringer lactat, Nacl 0,9%, D5% ,),45 salin
 Periksa adanya kemungkinan adanya perdarahan
 Tentukan hal berikut :
- lamanya tak sadar, lamanya amnesia post trauma, sebab nyeri
kepala, muntah.
 Pemeriksaan fisik umum dan neurologist.
 Monitor EKG..
b.   Indikasi konsul bedah saraf :
 Coma berlangsung > 6 jam.
 Penurunan kesadaran ( gg neurologos progresif)
 Adanya tanda-tanda neurologist fokal, sudah ada sejak terjadi
cedera kepala.
 Kejang lokal atau umum post trauma.
 Perdarahan intra cranial.

2.    Tahap II : Observasi perjalanan klinis dan perawatan suportif.


3.     Tahap III :

13
a.   Indikasi pembedahan
 Perlukaan pada kulit kepala.
 Fraktur tulang kepala
 Hematoma intracranial.
 Kontusio jaringan otak yang mempunyai diameter > 1 cm dan atau
laserasi otak
 Subdural higroma
  Kebocoran cairan serebrospinal.
b.   Kontra indikasi
 Adanya tanda renjatan / shock, bukan karena trauma tapi
karena sebab lain
 Trauma kepala dengan pupil sudah dilatasi maksimal dan
reaksi cahaya negative, denyut nadi dan respirasi irregular.
c.   Tujuan pembedahan
 Mengeluarkan bekuan darah dan jaringan otak yang nekrose
 Mengangkat tulang  yang menekan jaringan otak
 Mengurangi tekanan intracranial
 Mengontrol perdarahan
 Menutup / memperbaiki durameter yang rusak
 Menutup defek pada kulit kepala untuk mencegah infeksi atau
kepentingan kosmetik.
d.   Pesiapan pembedahan
 Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas
 Pasang infuse
 Observasi tanda-tanda vital
 Pemeriksaan laboratorium
 Pemberian antibiotic profilaksi
 Pasang NGT, DC
 Therapy untuk menurunkan TIK, dan anti konvulsan

14
4.   Tahap IV :
a.    Pembedahan spesifik
 Debridemen
 Kraniotomi yang cukup luas
- EDH bila CT Scan menunjukkan lesi yang jelas, bila < 1,5 – 1
cm belum perlu operasi
- Hematom intra serebral dan kontusio serebri dengan efek
massa yang jelas.
- Intra ventrikuler hematoma 9 kraniotomi
- Pada laserasi otak
- Pada fraktur kepala terbuka dan fraktur yang menekan tertutup
b.   Evaluasi komplikasi yang perlu diperhatikan
 Perdarahan ulang
 Kebocoran cairan otak
 Infekso pada luka atau sepsis
 Timbulnya edea cerebri
o Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peningkatan
TIK
o  Nyeri kepala setelah penderita sadar
o Konvulsi
2.9 Komplikasi
1. Kebocoran cairan spinal : disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan
biasanya terjadi pada pasien dengan cedera kepala tertutup.
2. Fistel karotis-karvenosus yang ditandai oleh trias gejala eksotalmus kemosis
dan bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.

3. Kejang pasca trauma.(Smeltzer & Bare, 2002: 2215)

2.10 Asuhan Keperawatan Teoritis

A. Pengkajian
1. Identitas

15
Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih
besar daripada risiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2
bulan, usia 15 hingga 24 tahun, dan lanjut usia), alamat, agama, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, dan diagnosa medis.
2. Riwayat Kesehatan

a) Keluhan Utama
Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka
dikepala
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran,
konvulsi, adanya akumulasi sekret pada saluran pernafasan, lemah,
paralisis, takipnea.
c) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
d) Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama
sebelumnya.
3. Pengkajian primer
 Umum
a. Airway
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas
2) Atur posisi :  posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi
untuk mencegah penekanan / bendungan pada vena jugularis
3) Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut.
b. Breathing
1) Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
2) Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi
oksigen
c. Circulation

16
1) Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill,
sianosis pada kuku, bibir)
2) Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek
terhadap cahaya 
3) Monitoring tanda- tanda vital 
4) Pemberian cairan dan elektrolit
5) Monitoring intake dan output
 Khusus

a. Konservatif : Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid, pemberia
steroid  
b. Operatif : Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting prosedur
c. Monitoring tekanan intrakranial : yang ditandai dengan sakit kepala
 hebat, muntah proyektil dan papil edema
d. Pemberian diet/nutrisi
e. Rehabilitasi, fisioterapi
4. Pengkajian Skunder
1) Penampilan atau keadaan umum
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada gerakan, lemah, lemas.
2) Tingkat kesadaran
Kesadaran klien mengalami penurunan GCS <15.
3) Tanda-Tanda Vital
- Suhu Tubuh : Biasanya meningkat saat terjadi benturan
(Normalnya 36,5-37,5°C)
- Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak
dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg (Normalnya 110/70-
120/80 mmHg)
- Nadi : Biasanya cepat dan lemah pada keadaan kesakitan dan
TIK meningkat (Normalnya 60-100 x/menit
- RR : Biasanya menurun saat TIK meningkat (Normalnya
16-22)

17
4) Pemeriksaan Nervus Cranial
a.    Nervus I : Penurunan daya penciuman.
b.    Nervus II : Pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
karena edema pupil.
c.    Nervus III, IV, VI : Penurunan lapang pandang, reflex cahaya
menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti
perintah, anisokor.
d.   Nervus V: Gangguan mengunyah karena terjadi anastesi daerah
dahi.
e.    Nervus VII, XII : Lemahnya penutupan kelopak mata,
hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah.
f. Nervus VIII : Penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh.
g.    Nervus IX, X, XI : Jarang ditemukan.
h.    Nervus XII : Jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan
disartia.
5) Pemeriksaan Head to Toe
a.    Pemeriksaan Kepala
- Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran
kranium, ada deformitas, ada luka, tidak ada benjolan,
tidak ada pembesaran kepala) Palpasi (ada nyeri tekan, ada
robekan)
- Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala tidak bersih, ada lesi,
ada skuama, ada kemerahan)
- Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah cemas dan menyeringai
nyeri, keadaan simetris, tidak ada lesi) Palpasi : (tidak ada
kelainan sinus)
- Rambut : Inspeksi (rambut tidak bersih, mudah putus, ada
ketombe, ada uban) Palpasi (rambut mudah rontok)
- Mata : Inspeksi (simestris, konjungtiva warna pucat, sclera
putih, pupil anisokor, reflex pupil tidak teratur, pupil tidak

18
bereaksi terhadap rangsangan cahaya, gerakan mata tidak
normal, banyak sekret) Palpasi (bola mata normal, tidak
ada nyeri tekan)
- Hidung : Inspeksi (keadaan kotor, ada rhinorhoe (cairan
serebrospinal keluar dari hidung), ada pernafasan cuping
hidung, tidak ada deviasi septum) Palpasi sinus (ada nyeri
tekan)
- Telinga : Inpeksi (Simetris, kotor, fungsi pendengaran
tidak baik, ada otorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari
telinga), battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang
telinga di atas os mastoid), dan memotipanum (perdarahan
di daerah membrane timpani telinga)) Palpasi (tidak ada
lipatan, ada nyeri)
- Mulut : Inspeksi (keadaan tidak bersih, tidak ada
stomatitis, membran mukosa kering pucat, bibir kering,
lidah simetris, lidah bersih, gigi tidak bersih, gigi atas dan
bawah tanggal 3/2, tidak goyang, faring tidak ada
pembekakan, tonsil ukuran normal, uvula simetris, mual-
muntah) Palpasi (tidak ada lesi, lidah tidak ada massa)
- Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada
pembesaran jvp, tidak ada pembesaran limfe, leher tidak
panas, trakea normal, tidak ditemukan kaku kuduk)
b.    Pemeriksaan Dada dan Thorak
      Paru-paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada batuk
nafas dada cepat dan dangkal, sesak nafas, frekuensi nafas
<16 x/menit.
Palpasi : Suara fremitus simetris, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Sonor pada kedua paru.
Auskultasi : Suara nafas tidak baik, ada weezing.

19
      Jantung :
Inspeksi : Bentuk simetris, Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada V±2cm, tidak ada nyeri
tekan, denyut nadi Bradikardia
Perkusi : Pekak, batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics
4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 axilla
anterior kanan
Auskultasi : BJ I-II tunggal, tidak ada gallop, ada murmur,
Irama nafas tidak teratur, tekanan darah menurun
c.    Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Permukaan simetris, warna cokelat, permukaan
normal
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal,
Hepar tidak teraba, limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak
ada ascites, tidak ada nyeri pada Titik Mc. Burney.
Perkusi : Tidak ada cairan atau udara suara redup
d.   Pemeriksaan Genetalia
Inspeksi : Terjadi penurunan jumlah urin dan peningkatan
cairan
e.    Pemeriksaan Ekstremitas
Inspeksi : Adanya perubahan-perubahan warna kulit, kelemahan
otot, adanya sianosis
Palpasi : Turgor buruk, kulit kering
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis kontraktur (terputusnya jaringan
tulang)
2. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan persepsi/kogniktif, terapi
pembatasan/kewaspadaan keamanan,mis: tirah baring, immobilisasi

20
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan napas, ditandai
dengan dispnea
4. Resiko kekurangan volume cairan b.d perubahan kadar elektrolit serum
(muntah)
5. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d trauma jaringan otak
6. Resiko perdarahan b.d trauma, riwayat jatuh
7. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d penurunan ruang untuk
perfusi serebral, sumbatan aliran darah serebral

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil intervensi
keperawatan
1 Nyeri akut b.d NOC NIC
agen cidera Pain management
 Pain level
biologis  Pain control  Lakukan pengkajian secara
 Comfort level komprehensif termasuk
kontraktur
Kriteria hasil : lokasi, karakteristik, durasi,
(terputusnya frekuensi, kualitas, kualitas
 Mampu mengontrol nyeri dan faktor presipitasi.
jaringan tulang)
(tahu penyebab nyeri,  Observasi reaksi nonverbal
mampu menggunakan dari ketidaknyamanan.
tehnik nonfarmakologi  Gunakan teknik komunikasi
untuk mengurangi nyeri,

21
mencari bantuan). terapeutik untuk mengetahui
 Melaporkan bahwa nyeri nyeri pasien.
berkurang dengan  Kaji kultur yang
menggunakan manajemen mempengaruhi respon nyeri.
nyeri.  Evaluasi pengalaman nyeri
 Mampu mengenali nyeri masa lampau.
(skala,  Kontrol lingkungan yang
intensitas,frekuensi,dan dapat mempengaruhi nyeri
tanda nyeri seperti suhu ruangan,
 Menyatakan rasa nyam pencahayaan dan
setelah nyeri berkurang. kebisingan.
 Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi.
 Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasi dengan dokter
jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil.
Analgesic administration.

 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,dosis, dan
frekuensi.
 Cek riwayat alergi.
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri.
 Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal.
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali.
Berikan analgesik tepat waktu

22
terutama saat nyeri hebat.
2 Hambatan NOC NIC
mobilitas fisik b.d Exercise therapy : ambulaction
kerusakan  Joint movement : active
 Mobility level  Monitor vital sign
persepsi/kogniktif
 Self care : ADLs sebelum/sesudah latihan
, terapi
 Transfer performance dan lihat respon pasien saat
pembatasan/kewa Kriteria hasil : latihan.
spadaan  Konsultasikan dengan terapi
keamanan,mis:  Klien meningkatkan dalam fisik tentang rencana
tirah baring, aktivitas fisik. ambulasi sesuai dengan
immobilisasi  Mengerti tujuan dan kebutuhan.
peningkatan mobilitas  Kaji kemampuan pasien dal
 Memverbalisasikan am mobilisasi.
perasaan dalam  Latih pasien dalam
meningkatkan kekuatan dan pemenuhan kebutuhan
kemampuan berpindah. ADLs secara mandiri sesuai
 Memperagakan penggunaan kemampuan .
alat.  Dampingi dan bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps
 Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisidan berikan
bantuan jika perlu

3 Ketidakefektifan NOC NIC


bersihan jalan Airway suction
 Respiratory status :
nafas b.d ventilation  Pastikan kebutuhan
 Respiratory status : airway oral/tracheal suctioning
obstruksi jalan
patency  Auskultasi suara nafas
napas, ditandai Kriteria hasil : sebelum dan sesudah
dengan dispnea suctioning
 Mendemostrasikan batuk  Minta klian nafas dalam
efektif dan suara nafas yang sebelum suction dilakukan
bersih, tidak ada sianosis  Gunakan alat yang steril
dan dyspneu (mampu setiap melakukan tindakan
mengeluarkan  Monitor status oksigenasi
mengeluarkan sputum, pasien
mampu benafas dengan
 Ajarkan keluarga bagaimana
mudah,tidak ada pursed
cara melakukan suction
lips)
 Hentikan suction dan
 Menujukkan jalan nafas
berikan oksigen apabila

23
paten (klien merasa tidak pasien menunjukkan
tercekik, irama nafas, bradikardi , peningkatan
frekuensi pernafasan dalam saturasi O2,dll
rentang normal, tidak ada Airway management
suara nafas abnormal)
 Mampu  Bukan jalan nafas, gunakan
mengidentifikasikan dan teknik chin lift atau jawt
mencegah factor yang hrust bila perlu
dapat menghabat jalan  Posisikan pasien untuk
nafas. memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Keluarkan secret dengan
bantuan batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
 Monitor respirasi dan status
O2
4 Resiko NOC NIC
kekurangan Fluid management
 Fluid balance
volume cairan b.d  Hydration  Timbang popok/pembalut
 Nutritional status : food and jika diperlukan
perubahan kadar
fluid intake  Pertahankan catatan intake
elektrolit serum Kriteria hasil : dan output yang akurat
(muntah)  Monitor status hidrasi
 Mempertahankan urine (kelembaban membran
output sesuai dengan usia mukosa, nadi adekuat,
dan BB, BJ urine normal, tekanan darah ortostatik),
HT normal jika diperlukan
 TD, nadi, suhu tubuh dalam  Monitor vital sign
batas normal  Kolaborasi pemberian
 Tidak ada tanda-tanda cairan IV
dehidrasi, elastisitas turgor  Monitor status nutrisi
kulit baik, membran mukosa  Berikan cairan IV pada suhu
lembab,tidak ada rasa haus ruangan
berlebih  Dorongan masukan oral

24
 Dorong pasien untuk
membantu makan
 Kolaborasi dengan dokter
 Atur kemungkinan tranfusi
 Persiapan untuk tanfusi

Hypovolemia management

 Monitor status cairan intake


dan output cairan
 Monitor tingkat Hb dan
hemotakrit
 Monitor tanda vital
 Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
 Monitor BB
 Dorong pasien untuk
menambah intake oral
 Monitor adanya tanda gagal
ginjal

5 Resiko NOC NIC


ketidakseimbanga Newborn care
 Termoregulasi
n suhu tubuh b.d  Termoregulasi : newborn  Pengaturan suhu : mencapai
Kriteria hasil : atau mempertahankan suhu
trauma jaringan
tubuh dalam range normal
otak  Suhu kulit normal  Pantau dan laporkan tanda
 Suhu badan 36,0 – 37,0 C dan gejala hipotermi dan
 TTV dalam batas normal hipertermi
 Hidrasi adekuat  Tingkatkan keadekuatan
 Tidak hanya menggigil masukan cairan dan nutrsi
 Gula darah DBN  Berikan pengobatan dengan
 Keseimbangan asam basa tepat untuk mencegah atau
DBN control mengigil
 Billirubin DBN Temperature regulation
( pengaturan suhu)

 Monitor suhu minimal tiap


2 jam
 Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu

25
 Monitor TD, suhu, nadi dan
RR
 Monitor warna dan suhu
kulit
 Monitor tanda hipotermi
dan hipertermi
 Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
 Ajarkan pada pasien
mencegah keletihan akibat
panas
Temperature regulation :
intraoperative

 Mempertahankan suhu
tubuh interaopearatif yang
di harapkan

6 Resiko NOC NIC


perdarahan b.d Bleeding precautions
 Blood severity
trauma, riwayat  Blood koagulation  Monitor ketat tanda-tanda
Kriteria hasil : perdarahan
jatuh
 Catat nilai Hb dan HT
 Tidak ada hematuria dan sebelum dan sesudah terjadi
hematemesis perdarahan
 Kehilangan darah yang  Monitor nilai lab
terlihat (koagulasi) yang meliputi
 TD dalam batas normal PT, PTT, trombosit
sistole dan diastole  Kolaborasi dalam
 Hemoglobin dan hematokrit pemberian produk darah
dalam batas normal (platelet atau fresh frozen
 Plasma dalam batas normal plasma)
 Hindari mengukur suhu
lewat rectal
Bleeding reduction

 Lakukan manual pressure


(tekanan)pada area
perdarahan
 Monitor trend tekanan darah
dan parameter hemodinamik

26
(CVP,pulmonary/ artery
wedge pressure)
 Monitor status cairan yang
meliputi intake dan output
 Monitor penentuan
pengiriman oksigen ke
jaringan (PaO2,SaO2 dan
level Hb dan cardiac output)
 Pertahankan patensi IV line
Bleeding reduction: wound/luka

 Lakukan manual pressure


(tekanan) pada area
perdarahan
 Gunakan ice pack pada area
perdarahan
 Tinggikan ekstremitas yang
perdarahan
 Monitor ukuran dan
karakteristik hematoma
 Monitor nadi distal dari
daerah yang luka atau
perdarahan
 Instruksikan pasien untuk
membatasi aktivitas

7 Resiko NOC NIC


ketidakefektifan Peripheral sensation
 Circulation status management (manajemen
perfusi jaringan  Fissue prefusion : cerebral
sensasi perifer)
Kriteria hasil :
otak b.d
 Monitor adanya daerah
penurunan ruang  Mendemontrasikan status
tertentu yang hanya peka
sirkulasi yang ditandai
untuk perfusi terhadap
dengan
panas/dingin/tajam/tumpul
serebral,  Tekan sistole dan diastole
 Monitor adanya paretese
dalam rentang yang
sumbatan aliran  Instruksikan keluarga untuk
diharapkan
mengobservasi kulit jika
darah serebral  Tidak ada ortostatik
ada lesi yang laserasi
hipertensi
 Gunakan sarung tangan
 Tidak ada tanda-tanda
untuk proteksi
peningkatan tekan
 Batasi gerakan pada
intrakranial (tidak lebih dari
kepala,leher, dan punggung

27
15 mmHg)  Monitor kempuan BAB
 Mendemontrasikan  Kolaborasi pemberian
kemampuan kognitif yang analgesik
di tandai dengan  Monitor adanya
 Berkomunikasi dengan jelas tromboplebitis
dan sesuai dengan  Diskusikan mengenai
kemampuan penyebab perubahan sensasi
 Menujukkan perhatian,
konsentrasi, dan orientasi
 Memprose informasi
 Membuat keputusan dengan
benar
 Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan-gerakan involuter

BAB III

TINJAUN KASUS

Kasus

Tn. W ( 28 tahun ) di bawa ke IGD RSUD Embung Fatimah pada tangaal 1 Oktober
2019 akibat kecelakaan lalu lintas, pasien mengalami penurunan kesadran. Hasil
pengkajian terdapat perdarahan aktif pada telinga kanan,hematoma pada kepala kanan
atas ukuran 3x3 cm, hematoma pada alis kiri ukuran 4x5 cm + luka robek ukuran 2x1
cm, lecet pada pipi kiri ukuran 1x1 cm, perdarahan dari hidung, TTV, Nadi : 104
x/menit, S : 38 ºC, RR : 29x/menit , TD 150/80 mmHg. GCS = E:2 V:2 M:3
(GCS=7). Hasil CT Scan menunjukkan Sub Dural Hematoma (SDH) dextra, Fraktur
maxilla sinistra

3.1      PENGKAJIAN
1.       Biodata
Nama : Tn.w
No.RM : 13-78-43
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan : SMA
Agama : islam
Pekerjaan :wiraswasta
Alamat : Seraya Bawah Blok 5
28
Suku Bangsa : jawa
Tanggal masuk : 01 Oktober 2019
Tanggal pengkajian : 01 Oktober 2019
Dx medic : Cedera Kepala Berat

Biodata penanggung jawab


Nama : Ny.M
Jenis kelamin : perempuan
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan pasien : istri
Agama : islam
Alamat : Seraya Bawah Blok 5

2.       Riwayat kesehatan


a.    Riwayat masuk RS
Tn. W ( 28 tahun ) di bawa ke IGD RSUD Embung Fatimah pada tangaal 1
Oktober 2019 akibat kecelakaan lalu lintas, pasien mengalami penurunan
kesadran. Hasil pengkajian terdapat perdarahan aktif pada telinga
kanan,hematoma pada kepala kanan atas ukuran 3x3 cm, hematoma pada alis
kiri ukuran 4x5 cm + luka robek ukuran 2x1 cm, lecet pada pipi kiri ukuran
1x1 cm, perdarahan dari hidung.
c.     Kesehatan masa lalu
Klien tidak pernah mengalami kecelakan sebelumnya, klien juga tidak pernah
mengalami penyakit berat. Penyakit yang biasa pasien alami seperti flu,
demam dan batuk
d.    Kesehatan keluarga
Klien dan keluarga menyatakan tidak ada yang mempunyai penyakit menular
(hepatitis dan HIV) dan tidk ada yang mempunyai penyakit turunan.

GENOGRAM

29
: Laki – laki : Pasien

: Perempuan

3. Riwayat psikologi dan spiriyual


1. mekanisme koping terhadap stress : dengan tidur dan minum obat
2. persepsi pasien terhadap penyakit
 Hal yang dipikirkan saat ini : sembuh dan pulang ke rumah
 Harapan setelah menjalani perawatan : aktivitas kembali normal
 Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit : badan lemas dan tak berdaya
3. sistem nilai keprcayan
 Aktivitas agama : beribadah
 Nilai yang bertentangan : tidak ada

4.    Pola Kebiasaan

NO Aspek yang dinilai Di rumah Di rumah sakit


1 Pola makan dan minum
Makan 3x sehari
Jenis Nasi, sayur, lauk, Pasien makan lewat NGT
buah – buahan 3x sehari ( susu )
Pantangan Pedas, asam, manis
Nafsu makan Baik

Minum 5 – 6 gelas
Jenis Air putih Infus RL 30 tetes/menit
Pantangan Susu kental
Keluhan Tidak ada keluhan

2 Eliminasi
        Kebiasaan BAB 1x sehari Pasien belum ada BAB
        Konsistensi Lembek
        Warna Kuning
        Bau Khas feaces
        Kebiasaan BAK 4 – 6 x sehari Terpasang selang kateter
        Warna Kuning 600 cc/8jam
        Bau Khas amoniak
 

30
3 Pola aktifitas sehari – hari Dapat melakukan Klien hanya terbaring di
aktifitas sebagai tempat tidur aktifitas
petani dibantu keluarga

4 Pola istirahat tidur


Tidur siang Kadang – kadang
Tidak teratur karan pasien gelisah
Tidur malam ( 7 – 8 jam/ 21.00 –
+/_
04.00 WIB ). dan tidak nyaman

5 Pola kebersihan
Mandi 2x sehari Pasien hanya di lap-lap
Sikat gigi 2x sehari oleh keluarga 2x sehari
Keramas 2x sehari
Gunting kuku 1x seminggu

5. Pemeriksaan Fisik

a. Primary Survey

1. airway

Terdapat sumbatan jalan nafas berupa darah dan lender, suara nafas
tambahan ( gurgling ) seperti orang berkumur

2. breathing

- Look : adanya penggunaa otot bantu pernafasan,gerakan dada simetris

- Listen : terdengar bunyi nafas tambahan ( gurgling )

- Feel : hembusan nafas tak begitu terasa

3.circulation

Akral dingin, basah, kulit pucat,terdapat perdarahan pada


telinga,hidung, mulut, CRT > 3 detik, terdapat sianosi di kuku

4.disability

- A (alert ) : klien tidak sadar

31
- V ( verbal ) : ketika dipanggil klien tidak berespon, hanya merintih

- P ( pain ) : klien masi berespons terhadap rangsangan yang diberikan

- U ( unresponsive ) :klien masi dalam keadaan sadar

- Eksposure :klien perdarahan aktif telinga kanan,hematoma pada kepala


kanan atas ukuran 3x3 cm, hematoma pada alis kiri ukuran 4x5 cm + luka
robek ukuran 2x1 cm, lecet pada pipikiri ukuran 1x1 cm, lecet pada bibir
atas, perdarahan dari hidung

b. Secondary survey

Kesadaran : Spoor

KU : Jelek

GCS : 7

TTV : N : 104 x/menit TD : 150/80 mmHg

S : 38 ºC RR : 29 x/menit

GCS = E : 2 V : 2 M : 3 ( GCS = 7 )

c . Pemeriksaan Fisik

a.  Kepala
Inspeksi : bentuk simetris ,rambut tampak kusam,terdapat hematome dibagian
wajah dan kepala
Palpasi  : tidak ada ketombe,benjolan ,terdapat nyeri  tekan pada bagian
oksipital.
b.  Mata
Inspeksi : bentuk simetris,klien selalu memejamkan matanya karna mata
terdapat hematom, blue eyes dikedua mata.
Palpasi :  ada nyeri tekan dikedua mata.
c .Hidung
Inspeksi : bentuk simetris,tidak ada polip, keluar darah dari hidung
Palpasi : ada nyeri tekan.
d .Telinga

32
Inspeksi : bentuk simetris, terdapat darah keluar dari telinga
Palpasi : ada nyeri tekan
e .Mulut
Inspeksi : mukosa bibir kering dan lecet
f .Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,getah bening dan vena   
 jugolaris,.
g .Thorak
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, terdapat otot bantu pernapasan
bentuk dada simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan , dan tidak ada benjolan
Perkusi : resonan
Auskultasi : bunyi nafas gurgling  ,frekuensi 29 x/menit,tidak ada wheezing
dan ronhci
h .Jantung
Perkusi : mur-mur(-) ,gallop (-),bj1 dan bj2 normal
i . Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, tidak terdapat jejas
Auskultasi : bissing usus normal(10 x/menit)
Palpasi : turgor kulit elastis, ada nyeri tekan.
Perkusi : timpani (redup pada organ)
j .Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada kelainan, terpasang kateter
k . Kulit
Turgor kulit elastis, warna kulit sama dengan warna kulit lainnya
l .Ekstremitas
Atas: reflek bisep dan trisep normal ,tidak ada kelainan,ada bekas luka
ditangan kanan ,terpasang infus ditangan kanan,fleksi dan ekstensi(+)
Bawah : tidak ada kelainan,jari-jari  lengkap ,

33
3.2 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratoorium
No Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 Haemoglobin 9,4
2. Hematokrit 33
3 Leukosit 21.200
4 Trombosit 198000

b. Pemeriksaan CT- Scan


     Terdapat edema serebral pada daerah kepala

3.3 Therapy Pengobatan

- IVFD RL 30 tts/m
- Dexa metahson  3x1,injeksi  ampul (iv)
- Citicolin 3x1 ampul,injeksi (iv)
- Asam transamin  3x1 ampul,injeksi (iv)
- Vit k 3x1 ampul ,injeksi (iv)
- Keterolac 3x1  ampul, injeksi(iv)
- Cefotaxime 2x1 gr,injeksi ST (-) / IV
- Kateter polay
- NGT
- Suction

34
3.4 WOC
Trauma Kepala

kecelakaan

Terputusnya kontinuitas Jaringan otak rusak


jaringan kulit,otot, dan
vaskuler

-Perubahan autoregulasi
-Perdarahan
- Odema serebral
-Hematoma

-Bersuhan jalan nafas


Gangguan suplai
darah -Obsdtruksi jalan nafas

-Perubahan jalan nafas


Iskemia

Ketidakefektifan
Hipoksia Gangguan perfusi
bersihan jalan nafas
jaringan cerebral

Kadar oksigen
menurun

35
Hipotalamus
terjadi penekanan
Termogulasi
terganggu

Hipertermi

3.5 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1 DS : tidak dapat dikaji kecelakaan Gangguan perfusi


jaringan cerebral
DO : Terputusnya kontinuitas
jaringan kulit,otot, dan
-kesadaran menurun vaskuler

-badrest total -Perdarahan

-terpasang tampon pada telinga, -Hematoma


ada peneluaran cairan
Gangguan suplai darah
-hiperventilasi Iskemia
-teraba hematoma pada daerah Hipoksia
belakang kepala dan maxilla
sebelah kanan

-CT Scan : Sub Dural Hematoma


TB dextra

-febris S :38 ºC

-N : 104x/menit

- RR : 29x/menit

36
- TD : 150/80 mmHg

2 DS : Tidak bisa dikaji kecelakaan Ketidakefektifan bersihan


jalan nafas
DO : Jaringan otak rusak

-badrest total -Perubahan autoregulasi

- tampak menggunakan otot bantu - Odema serebral


nafas -Bersuhan jalan nafas

- napas tambaban ( gurgling ) -Obsdtruksi jalan nafas

-hiperventilasi -Perubahan jalan nafas

-S :38 ºC

-N : 104x/menit

- RR : 29x/menit

- TD : 150/80 mmHg

3 DS : Tidak bisa dikaji kecelakaan Hipertermi

DO : Terputusnya kontinuitas
jaringan kulit,otot, dan
-terpasang tampon pada telinga, vaskuler
ada peneluaran cairan
-Perdarahan
-kulit memerah dan teraba panas
-Hematoma
-hiperventilasi
Gangguan suplai darah
-S :38 ºC Iskemia
-N : 104x/menit Hipoksia
- RR : 29x/menit Kadar oksigen menurun

- TD : 150/80 mmHg Hipotalamus terjadi


penekanan

Termogulasi terganggu

37
3.6 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d hemoragi pada daerah subdural

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan akumulasi produksi secret

3. Hipertermi b.d penekana pada daerah hipotalamus

3.7 Intervensi Keperawatan

No Diagnose Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan

1 Gangguan perfusi NOC NIC


jaringan cerebral b.d
hemoragi pada daerah  Circulatin status  Monitor TTV
 Neurologic status  Monitor AGD, ukuran
subdural
 Tissue perfussion pupil, ketajaman,
Kriteria Hasil : kesimetrisan dan reaksi
 Tekanan sistole dan  Monitor adanya diplopia,
diastole dalam rentang peradangan kabur, nyeri
yang diharapkan kepala
 Tidak ada ortostatik  Monitor level
hipertensi kebingungan dan
 Komunikasi jelas orientasi
 Menunjukkan  Monitor tonus otot
konsentrasi dan pergerakan
orientasi  Monitor tekanan
 Pupil seimbang dan intrakranial dan respons
reaktif neurologis
 Bebas dari aktivitas  Catat perubahan pasien
kejang dalam merespon stimulus
 Monitor status cairan
 Pertahankan parameter
hemodinamik

38
 Tinggikan kepala 0-45
derajat tergantung kepada
kondisi pasien dan order
medis
2 Ketidakefektifan NOC NIC
bersihan jalan nafas
b.d obstruksi jalan  Respiratory status : Airway suction
ventilation
napas, ditandai  Pastikan kebutuhan
 Respiratory status :
dengan dispne airway patency oral/tracheal suctioning
Kriteria hasil :  Auskultasi suara nafas
sebelum dan sesudah
 Mendemostrasikan suctioning
batuk efektif dan  Minta klian nafas dalam
suara nafas yang sebelum suction
bersih, tidak ada dilakukan
sianosis dan dyspneu  Gunakan alat yang steril
(mampu setiap melakukan
mengeluarkan tindakan
mengeluarkan sputum,  Monitor status oksigenasi
mampu benafas pasien
dengan mudah,tidak  Ajarkan keluarga
ada pursed lips) bagaimana cara
 Menujukkan jalan melakukan suction
nafas paten (klien  Hentikan suction dan
merasa tidak tercekik, berikan oksigen apabila
irama nafas, frekuensi pasien menunjukkan
pernafasan dalam bradikardi , peningkatan
rentang normal, tidak saturasi O2,dll
ada suara nafas Airway management
abnormal)
 Mampu  Bukan jalan nafas,
mengidentifikasikan gunakan teknik chin lift
dan mencegah factor atau jawt hrust bila perlu
yang dapat menghabat  Posisikan pasien untuk
jalan nafas. memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien
perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Keluarkan secret dengan
bantuan batuk atau
suction
 Auskultasi suara nafas,

39
catat adanya suara
tambahan
 Lakukan suction pada
mayo
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
 Monitor respirasi dan
status O2
3 Hipertermi b.d NOC NIC
penekana pada daerah  Termoregulation
hipotalamus Kriteria Hasil :  Monitor suhu sesering
 Suhu dalam rentang mungkin
normal  Monitor warna dan suhu
 Nadi dan RR dalam kulit
rentang normal  Monitor tekanan darah,
 Tidak ada perubahan nadi dan RR
warna kulit dan tidak  Monitor intake dan output
ada pusing  Kompres pasien dalam
lipatan paha dan aksioma
 Kolaborasi dalam
pemberian cairan
intravena dan antipiretik

40
Daftar pustaka

Https://www.academia.edu/33428511/asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_ce
dera_kepala_berat_CKB_di_ruang_prioritas_1_RSUP_DR_Mohammad_Hoesin_Pal
embang

Aplikasi Asuhan keperawatan berdasarkan NANDA NIC NOC edisi revisi jilid 1

41

Anda mungkin juga menyukai