Anda di halaman 1dari 8

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PANCA BHAKTI PONTIANAK

RINGKASAN MATERI
MATA KULIAH HUKUM INTERNASIONAL
DOSEN ANITA YULIASTINI, SH, MH.

RIYAN
NIM : 1910117107

JURUSAN : HUKUM

Pontianak, Mei 2020


1. Pengertian Hukum internasional

Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas


berskala internasional. Pada awalnya, hukum internasional hanya diartikan
sebagai perilaku dan hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola
hubungan internasional semakin kompleks pengertiannya. Hukum internasional
juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas
tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau
hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan
pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja
zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara menunjukkan pada
kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat
bangsa-bangsa atau negara.

2. Hubungan hukum internasional dengan hukum nasional


Dalam perkembangan teori-teori hukum, dikenal dua aliran besar mengenai
hubungan antara hukum nasional dengan hukum internasional. Monisme dan
dualisme. Perbedaan pandangan ini lahir tentunya sebagai akibat dari perbedaan
dasar filsafat dalam menelaah kaidah hukum itu sendiri, serta latar sosial yang
menjadi latar belakang munculnya teori-teori tersebut. Menurut teori monisme,
hukum nasional dan hukum internasional merupakan dua aspek yang berasal
dari satu sistem hukum umumnya. Pandangan ini dikemukakan oleh Hans
Kelsen. Lebih jauh Kelsen mengemukakan, bahwa tidak perlu ada pembedaan
antara hukum nasional dengan hukum internasional, mengapa?
Alasan pertama adalah, bahwa objek dari kedua hukum itu sama, yaitu tingkah
laku individu; Kedua, bahwa kedua kaedah hukum tersebut memuat perintah
untuk ditaati; dan Ketiga, bahwa kedua-duanya merupakan manifestasi dari satu
konsepsi hukum saja atau keduanya merupakan bagian dari kesatuan yang sama
dengan kesatuan ilmu pengetahuan hukum.[2]
Dalam perkembangannya aliran monisme terpecah menjadi dua, yaitu aliran
monisme primat Hukum Internasional dan monisme primat Hukum Nasional.[3]
Monisme primat Hukum Internasional berpendapat bahwa apabila terjadi suatu
konflik dalam tatanan sistem hukum antara hukum internasional dan hukum
negara maka hukum internasional haruslah lebih diutamakan dan diberlakukan
dari pada hukum negara. Sedangkan monisme primat Hukum Nasional memiliki
pandangan yang terbalik yaitu apabila terdapat suatu konflik dalam tatanan
sistem hukum maka hukum negara terlebih dahulu yang harus diutamakan dan
diberlakukan. Hal ini berdasarkan pendapat bahwa hukum internasional berasal
dari hukum negara. Contohnya adalah hukum kebiasaan yang tumbuh dari
praktik negara-negara. Karena hukum internasional berasal atau bersumber dari
hukum negara maka hukum negara kedudukannya lebih tinggi dari hukum
internasional.

3. Subjek hukum internasional


Subjek hukum internasional adalah pihak yang dapat dibebani oleh hak dan
kewajiban yang diatur oleh hukum internasional. Hak dan kewajiban yang
diatur oleh hukum internasional mencakup hak dan kewajiban yang diatur oleh
hukum internasional material dan hukum internasional formal.
Menurut Starke, subjek hukum internasional terdiri atas negara, tahta suci,
Palang Merah Internasional, organisasi internasional, orang-perorangan
(individu), pemberontak, dan pihak-pihak yang bersengketa.
a. Negara
Sejak lahirnya hukum internasional, negara telah diakui sebagai subjek hukum
internasional, bahkan masih ada anggapan bahwa hukum internasional pada
hakikatnya adalah hukum antarnegara.
Dalam Konvensi Montevideo tahun 1933, yang mengatur hak dan kewajiban
negara, telah ditetapkan kesepakatan mengenai syarat-syarat yang harus
dipenuhi suatu negara sebagai subjek hukum internasional, yaitu adanya
penduduk yang tetap, wilayah yang pasti, serta pemerintah dan kemampuan
untuk mengadakan hubungan internasional. Di antara syarat-syarat yang
ditetapkan oleh konvensi Montevideo, syarat adanya kemampuan mengadakan
hubungan internasional merupakan syarat penting bagi hukum internasional.
Sebagai subjek hukum internasional, negara sebagai pengemban hak dan
kewajiban diatur oleh hukum internasional. Hak dan kewajiban itu dapat
dibedakan menjadi sebagai berikut
hak dan kewajiban negara yang berhubungan dengan kedudukannya terhadap
negara lain, 
hak dan kewajiban negara yang berhubungan dengan wilayah dalam masyarakat
internasional,
hak dan kewajiban negara yang berhubungan dengan orang yang ada dalam
masyarakat internasional, 
hak dan kewajiban negara yang berhubungan dengan benda-benda dalam
masyarakat internasional, 
hak dan kewajiban negara atas kepentingan ekonomi, 
hak dan kewajiban negara atas lingkungan dan yuridiksi negara.
Hak dan kewajiban negara yang berhubungan dengan kedudukannya terhadap
negara lain.
Hak-hak negara itu meliputi hak kemerdekaan, hak kesederajatan, dan hak
untuk mempertahankan diri. Kewajiban negara itu adalah tidak melakukan
perang, melaksanakan perjanjian internasional dengan itikad baik, dan tidak
mencampuri urusan negara lain.
Hak dan kewajiban negara atas orang.
Pada hakikatnya hak dan kewajiban negara terhadap orang ditentukan oleh
wilayah negara dan kewarganegaraan orang yang bersangkutan. Setiap orang
yang ada di wilayah suatu negara, baik warga negaranya sendiri maupun orang
asing, harus tunduk pada negara tersebut. Mereka wajib menaati hukum negara
tersebut. Bagi orang asing pada prinsipnya berlaku semua hukum yang berlaku
di negara tersebut dengan beberapa pengecualian. Misalnya mereka tidak
memiliki hak suara dalam pemilihan umum, mereka tidak berhak menduduki
jabatan tertentu dan bagi mereka yang memiliki kekebalan diplomatik bebas
dari pungutan pajak dan bea.
Kewarganegaraan adalah kedudukan hukum orang dalam hubungannya dengan
negaranya. Kewarganegaraan menimbulkan hak dan kewajiban pada dua belah
pihak. Warga negara suatu negara di manapun dia berada harus tunduk pada
kekuasaan dan hukum negaranya dibatasi oleh kekuasaan dan hukum negara
tempat mereka berada. Di samping itu, negara wajib melindungi warga
negaranya.
Hak dan kewajiban negara atas benda.
Semua benda yang ada di wilayah suatu negara tunduk pada kekuasaan dan
hukum negara itu. Hak dan kewajiban negara atas benda terutama berlaku bagi
benda-benda yang ada di wilayahnya. Kekuasaan dan hukum negara itu juga
berlaku bagi benda-benda yang masih ada hubungannya dengan negara itu,
tetapi berada di negara lain.
Contohnya, kapal yang berlayar di bawah bendera negara lain yang berlabuh di
negara itu dan pesawat terbang yang terdaftar di negara lain mendarat di negara
tersebut, sampai pada batas-batas tertentu tunduk pada kekuasaan dan hukum
negara bendera atau negara pendaftarnya.
Hak dan kewajiban negara atas kepentingan ekonomi. Hak dan kewajiban ini
dapat disebutkan sebagai berikut.
Tiap negara berkewajiban untuk tidak melakukan diskriminasi dalam
pembatasan perdagangan, dalam pajak, dan pungutan perdagangan terhadap
negara lain.
Negara penerima investasi modal swasta berkewajiban untuk tidak menghalangi
atau melarang pembayaran keuntungan kepada penanam modal asing.
Negara produsen dan negara bermodal wajib bekerja sama dalam menjamin
stabilitas harga komoditi dan menyelaraskan penawaran pada permintaan.
Negara berkewajiban untuk menghindari penjualan barang persediaannya
dengan harga rendah dan dalam jumlah yang tak terbatas yang dapat
mencampuri perkembangan industri negara yang sedang berkembang.
Negara berkewajiban untuk menghapus pembatasan kuantitatif atas impor dan
ekspornya.
Negara berkembang berhak mendapatkan bantuan ekonomi khusus dan
keuntungan khusus.

b. Tahta Suci
Tahta Suci (Vatikan) sejak dulu merupakan subjek hukum internasional. Hal ini
merupakan peninggalan sejarah masa lalu. Paus bukan hanya Kepala Gereja
Roma. Namun, memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga saat ini Tahta Suci
memiliki perwakilan diplomatik di banyak ibu kota negara, termasuk Jakarta.
Tahta Suci adalah subjek hukum dalam arti penuh karena memiliki kedudukan
sejajar dengan negara. Kedudukan seperti itu terutama terjadi setelah
diadakannya perjanjian antara Italia dan Tahta Suci pada tanggal 11 Februari
1929 yang dikenal dengan perjanjian Lateran (Lateran Treaty). Berdasarkan
perjanjian itu, pemerintah Italia mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada
Tahta Suci. Dalam sebidang tanah itu kemudian didirikan Negara Vatikan.

c. Palang Merah Internasional


Palang Merah Internasional diakui sebagai organisasi internasional yang
memiliki kedudukan sebagai subjek hukum internasional, meskipun dengan
ruang lingkup yang terbatas. Palang Merah Internasional bukan merupakan
subjek hukum internasional dalam arti yang penuh. Pengakuan Palang Merah
Inter-nasional sebagai subjek hukum internasional terjadi karena hal itu
merupakan warisan sejarah.

d. Organisasi Internasional
Organisasi Internasional berkedudukan sebagai badan hukum internasional
yakni suatu badan yang berkedudukan sebagai subjek hukum internasional dan
dibebani hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional. Hak dan
kewajiban organisasi internasional dibatasi oleh tugas organisasi internasional
tersebut.
Organisasi internasional juga meliputi lembaga-lembaga internsaional non-
pemerintah atau disebut Non-Government Organization (NGO), misalnya Green
Peace dan Transparancy Internasional.

e. Orang Perseorangan (Individu)


Pergantian hak dan kewajiban individu dalam hukum internasional banyak
dikaitkan dengan kewarganegaraan individu yang bersangkutan. Yang
dimaksud dengan kewarganegaraan adalah kedudukan hukum individu sebagai
anggota suatu negara. Kewarganegaraan merupakan penghubung antara
individu dan hukum internasional. Karena kewarganegaraannya individu dapat
memanfaatkan hukum internasional. Karena kewarganegaraan itu individu
tersebut dilindungi hukum internasional.
Dalam perjanjian perdamaian Versailles 1919 yang mengakhiri Perang Dunia I
antara Jerman dengan Inggris dan Prancis telah terdapat pasal-pasal yang
memungkinkan orang perorangan mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah
Arbitrase Internasional. Sejak saat itu dalil lama yang menyatakan bahwa hanya
negaralah yang bisa menjadi pihak di depan suatu peradilan internasional, sudah
ditinggalkan.
Dalam suatu proses di depan mahkamah penjahat perang yang diadakan di
Tokyo dan Nuremberg, bekas para pemimpin perang, Jepang dan Jerman
dituntut sebagai orang perorangan atau individu atas perbuatan yang
dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan terhadap
kemanusiaan, dan kejahatan perang.

f. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa (Belligerent)


Berdasarkan hukum perang dalam keadaan tertentu pemberontak dapat
memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa (belligerent).
Dewasa ini muncul perkembangan baru yang mirip dengan pengakuan terhadap
status pihak yang bersengketa dalam perang. Akan tetapi, perkembangan baru
itu memiliki ciri lain yang khas, yakni adanya pengakuan terhadap gerakan
pembebasan, misalnya gerakan pembebasan Palestina (PLO).
Pengakuan terhadap gerakan pembebasan sebagai subjek hukum internasional
merupakan perwujudan dari suatu pandangan, baru khususnya dianut oleh
negara-negara dunia ketiga, yaitu bahwa bangsa-bangsa mempunyai hak asasi
seperti hak secara bebas memilih sistem ekonomi, politik, dan sosial sendiri,
hak menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang didiaminya, dan hak
menentukan nasib sendiri.

4. Sumber Hukum Internasional


Sumber hukum dapat diartikan secara formal dan material. Secara formal,
sumber hukum sumber hukum berarti sumber yang memuat ketentuan hukum
secara formal yang dapat diterapkan sebagai kaidah dalam suatu persoalan yang
konkrit. Sedangkan secara material, sumber hukum berarti sumber isi hukum
atau dasar berlakunya hukum dan atau tempat di mana kaidah-kaidah hukum itu
diciptakan.
Sumber hukum internasional ialah berbagai materi, kebiasaan, atau asas yang di
dalamnya terdapat aturan-aturan hukum internasional. Sumber hukum
internasional terdapat pada Pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional
yang akan kita jelaskan pada pembahasan berikut.

Pembahasan
Menurut Pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional, sumber hukum
dibagi menjadi 5 hal, sbb :
1. Perjanjian internasional yang di dalamnya terdapat ketentuan hukum yang
telah diakui secara tegas oleh negara yang bersengketa. Contohnya
Konvensi Wina tentang hubungan diplomatik pada 1969.
2. Kebiasaan internasional sebagai bukti atas suatu kebiasaan umum yang
telah diterima sebagai hukum. Contohnya kebiasaan memberi sambutan
kehormatan kepada tamu negara lain dengan tembakan meriam.
3. Prinsip hukum umum yang diakui sebagai landasan hukum di seluruh
dunia. Contohnya prinsip Yurisprudensi Domestic dan prinsip
Resiprositas.
4. Keputusan pengadilan dapat berupa keputusan yang tidak berdasarkan
pada pelaksanaan hukum positif, tetapi berdasarkan pada prinsip keadilan
dan kebenaran.
5. Ajaran para ahli/sarjana yang sering kali dikutip untuk memperkuat
argumen mengenai kebenaran dari suatu norma hukum.

Anda mungkin juga menyukai