Anda di halaman 1dari 8

Media Farmasi p.issn 0216-2083 e.issn 2622-0962 Vol. XVI No.

1, April 2020

FAKTOR – FAKTOR RISIKO TERHADAP KEJADIAN DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs)


PADA PASIEN SIROSIS HEPATIK DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
Risk Factors On The Drug Related Problems (DRPs) In Hepatic Sirosis Patients At dr. Wahidin
Sudirohusodo Hospital, Makassar

Hijrawati Ayu Wardani1*, Hendra Stevani2, Syachriani3


1
Jurusan Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Pelamonia Kesdam VII/ Wirabuana Makassar
2
Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Makassar
3
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Farmasi Universitas Pancasakti Makassar
*
Korespondensi Email: hijrawatiayuwardani@gmail.com

DOI: https://doi.org/10.32382/mf.v16i1.1483

ABSTRACT

Drug-Related Problems (DRPs) are undesirable events and circumstances that affect the health outcomes
of patients. These issues are mainly attributed to risk factors for hepatic cirrhosis. This study determines
the risk factors for dominant hepatic cirrhosis against the incidence of DRPs and their influence in DR.
Wahidin Sudirohusodo hospital at Makassar. The research design was observational analytic with a cross-
sectional study model using a medical record sample between January and June 2016. This study used 53
people as research samples that met the inclusion and exclusion criteria. The results showed that the
number of DRPs were 91 in 43 patients (81.13%). The most risk factor for the occurrence of DRPs was a
concomitant disease (52.67%). Additionally, spontaneous bacterial peritonitis, variceal bleeding, and
cardiovascular diseases are the dominant risk factors. However, they do not have a significant influence
on the incidence of DRPs in hepatic cirrhosis patients.
Keywords: risk factors, drug-related problems (DRPs), hepatic cirrhosis

ABSTRAK

Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kejadian atau keadaan yang tidak diinginkan namun
dialami oleh pasien, di mana hal ini mempengaruhi outcome kesehatan. Faktor – faktor risiko pada
penyakit sirosis hepatik dapat menjadi sebab terjadinya DRPs. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor risiko penyakit sirosis hepatik yang dominan terhadap kejadian DRPs dan pengaruh faktor – faktor
risiko penyakit sirosis hepatik terhadap kejadian DRPs dan di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo
Makassar. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan model studi analitik
cross – sectional yang dilaksanakan di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan
menggunakan rekam medik sampel selama periode Januari – Juni 2016. Penelitian ini menggunakan 53
orang sebagai sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jumlah DRPs yang terjadi pada sampel penelitian sebanyak 91 kasus yang dialami
oleh 43 pasien (81,13%), di mana faktor risiko kejadian DRPs yang terbanyak adalah penyakit penyerta
(52,67%). Spontaneous bacterial peritonitis, variceal bleeding dan penyakit kardiovaskular merupakan
faktor – faktor risiko yang dominan, namun faktor – faktor risiko tersebut tidak memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap kejadian DRPs pada pasien sirosis hepatik di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo
Makassar periode Januari – Juni 2016.
Kata kunci : faktor risiko, drug related problems (DRPs), sirosis hepatik

PENDAHULUAN untuk mencegah dan mengontrol morbiditas dan


Paradigma dunia kefarmasian saat ini mortalitas (ASHP, 1996). Salah satu hal yang
telah mengalami pergeseran dari drug – dapat mengakibatkan naiknya angka morbiditas
oriented menuju patient – oriented dan mortalitas adalah kejadian drug related
(pharmaceutical care) di mana tenaga problems (DRPs) (Blix and Hospital, 2007).
kefarmasian dituntut bertanggung jawab penuh Drug Related Problems (DRPs) merupakan
agar mampu meningkatkan dan memastikan suatu kejadian atau keadaan yang tidak
kerasionalan, kemanfaatan dan keamanan terapi diinginkan namun dialami oleh pasien, di mana
obat yang dapat menjadi strategi yang tepat hal ini melibatkan terapi pengobatan yang

49
bersifat aktual dan potensial dalam maupun tatalaksananya (Tan, Ndraha dan
memengaruhi outcome kesehatan (Van Mil, Fabiani, 2013). Penatalaksanaan DM tipe sirosis
2005). cukup kompleks terutama dalam hal pemberian
DRPs itu sendiri tidak terjadi begitu obat antidiabetes oral karena akan
saja, namun ada yang disebut dengan faktor – mempengaruhi fungsi hati (Padmanabhan,
faktor risiko klinis/farmakologis pada suatu 2004).
penyakit tertentu yang dapat menjadi sebab Berdasarkan uraian di atas, rumusam
terjadinya DRPs. Faktor – faktor tersebut antara masalah dari penelitian adalah penyakit sirosis
lain : usia lanjut, lama rawat inap lebih dari 6 hepatik memiliki prevalensi yang cukup tinggi
hari, polydrug treatments, multiple serta memerlukan perhatian khusus terhadap
comorbidities, penyakit komorbid faktor – faktor risiko yang dapat menjadi
kardiovaskuler, diabetes melitus, hipertensi, masalah dalam pengobatan dan berimbas
penurunan fungsi ginjal, gangguan hati, terhadap meningkatnya keparahan penyakit.
komplikasi, riwayat alergi atau adverse drug Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah
reactions terhadap obat, ketidakpatuhan, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh
penggunaan obat dengan indeks terapi sempit, faktor risiko penyakit sirosis hepatik terhadap
berat badan yang tidak ideal, ketidakpahaman kejadian DRPs di RSUP DR. Wahidin
pasien tentang tujuan terapi dan faktor – faktor Sudirohusodo Makassar periode Januari – Juni
lain yang dapat memengaruhi penggunaan obat 2016.
yang diresepkan (Kaufmann et al., 2015).
Salah satu penyakit yang berisiko METODE
mendapat masalah dalam pengobatan adalah Desain, tempat dan waktu
penyakit sirosis hepatik. Dalam ranah Penelitian ini merupakan penelitian
farmakokinetik, diketahui sebagian besar obat analitik observasional dengan model studi
melalui proses metabolisme di hati, sebab di analitik cross – sectional, di mana pada
organ tersebut terdapat jenis enzim yang paling penelitian ini dilakukan pengukuran terhadap
lengkap dan dalam jumlah memadai dibanding variabel bebas (faktor risiko penyakit sirosis
organ lain (Heidelbaugh dan Sherbondy, 2006). hepatik) dan variabel tergantung (DRPs) dalam
Walaupun belum ada data resmi waktu yang bersamaan. Penelitian ini telah
nasional tentang sirosis hepatik di Indonesia, dilakukan di instalasi rekam medik RSUP DR.
namun dari beberapa laporan rumah sakit umum Wahidin Sudirohusodo Makassar pada bulan
pemerintah di Indonesia secara keseluruhan Agustus 2016.
prevalensi sirosis adalah 3,5% dari seluruh
pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam Populasi dan sampel
atau rata – rata 47,4% dari seluruh pasien Populasi pada penelitian ini adalah
penyakit hati yang dirawat di bangsal. Di pasien sirosis hepatik yang menjalani rawat inap
Makassar, khususnya di RSUP DR. Wahidin di bangsal RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo
Sudirohusodo selama Januari 2011 – Juni 2013 Makassar. Teknik pengambilan sampel pada
terdapat kurang lebih 139 kasus penderita penelitian ini adalah purposive sampling di
sirosis hepatik yang dirawat di rumah sakit mana sampel penelitian merupakan pasien
tersebut (Rasyid, 2013). sirosis hepatik yang memenuhi kriteria inklusi
Salah satu faktor risiko yang terdapat dan eksklusi. Adapun kriteria inklusi adalah
pada penyakit sirosis hepatik adalah sebagai berikut.
polifarmasi. Di RSUP DR. M. Djamil Padang 1. Pasien sirosis hepatik yang mendapatkan
periode Oktober 2011 – Januari 2012, perawatan di RSUP DR. Wahidin
ditemukan pasien sirosis hepatik menerima Sudirohusodo Makassar selama bulan
polifarmasi sebesar 60% dengan jumlah obat Januari hingga Juni 2016,
mulai dari 9 – 14 jenis obat yang sebagian besar 2. Pasien sirosis hepatik yang berusia 20 – 90
dimetabolisme di hati dan dapat memperparah tahun.
fungsi hati (Januari, Ira dan Rz, 2006). Faktor Adapun kriteria eksklusi adalah sebagai berikut.
lainnya adalah diabetes melitus. Pada penderita 1. Pasien sirosis hepatik yang memiliki
penyakit hati menahun dapat terjadi gangguan recurrent disease berupa carcinoma,
metabolisme gula, yaitu dari toleransi glukosa 2. Pasien sirosis hepatik yang selama dirawat
terganggu sampai diabetes melitus (DM). DM di rumah sakit hanya mendapatkan terapi
yang terjadi akibat komplikasi dari sirosis hati obat nutrisi parenteral.
dikenal sebagai hepatogeneous diabetes (HD)
atau DM tipe sirosis. DM tipe sirosis berbeda
dengan DM tipe 2, baik dalam gejala klinis

50
Pengumpulan data klinis terhadap kejadian DRPs pada pasien
Teknik pengumpulan data dilakukan sirosis hepatik di RSUP DR. Wahidin
secara retrospektif dengan mengumpulkan data Sudirohusodo Makassar periode Januari – Juni
sekunder melalui pencatatan dan pengolahan 2016 dengan menggunakan uji Spearman’s rho
data riwayat penyakit pasien dan obat – obatan Correlation yang dilanjutkan dengan
yang digunakan yang tercantum di dalam rekam pembahasan dan penarikan kesimpulan.
medik pasien sirosis hepatik yang menjalani
rawat inap di bangsal penyakit dalam RSUP Etik penelitian
DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Seluruh rangkaian desain penelitian ini
Januari – Juni 2016. telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Pengolahan dan analisis data Makassar.
Teknik analisis dilakukan dengan
menganalisis hubungan faktor – faktor risiko

HASIL
Grafik I. Distribusi frekuensi pasien sirosis hepatik rawat inap di RSUP DR. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Januari – Juni 2016 berdasarkan usia

30
45,28%
25

20
24,52% 26,41%
15

10

5 3,77%
0
20 - 44 45 - 59 60 - 74 75 - 90

Berdasarkan grafik I, sampel yang paling banyak mengalami penyakit sirosis hepatik adalah sampel
dengan usia 45 – 59 tahun (45,28%), sedangkan sampel dengan usia 75 – 90 tahun merupakan sampel
yang paling sedikit (3,77%).

Grafik II. Distribusi frekuensi pasien sirosis hepatik rawat inap di RSUP DR. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Januari – Juni 2016 berdasarkan jenis kelamin

45 75,47%
40
35
30
25
20
15 24,53%
10
5
0
Laki - Laki Perempuan

Berdasarkan grafik II, sampel yang paling banyak mengalami penyakit sirosis hepatik sampel dengan
jenis kelamin laki – laki (75,47%).

51
Grafik III. Distribusi frekuensi pasien sirosis hepatik rawat inap di RSUP DR. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Januari – Juni 2016 berdasarkan diagnosa ada
tidaknya penyakit penyerta

60
96,23%
50

40

30

20

10
3,77%
0
Tanpa Penyakit Dengan Penyakit
Penyerta Penyerta

Berdasarkan grafik III, sampel yang paling banyak mengalami penyakit sirosis hepatik adalah sampel
dengan diagnosa sirosis hepatik dengan penyakit penyerta (96,23%).

Grafik IV. Distribusi kejadian DRPs pasien sirosis hepatik rawat inap di RSUP DR. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Januari – Juni 2016 berdasarkan data rekam medic

30
29,67%

25
23,07% 23,07%
20

15
12,08%
10
7,69%
4,39%
5

0
Ada Indikasi, Ada obat, Dosis Dosis terlalu Duplikasi Interaksi
tidak ada tidak ada subterapi tinggi obat obat
obat indikasi

Berdasarkan grafik IV, kejadian DRPs yang paling banyak terjadi adalah ada obat, tidak ada indikasi
(29,67%), sedangkan kejadian DRPs paling sedikit terjadi adalah duplikasi obat (4,39%).

52
Grafik V. Distribusi faktor risiko kejadian DRPs pasien sirosis hepatik rawat inap di RSUP DR.
Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari – Juni 2016 berdasarkan data rekam
medik

60 52,67%
59
58
57
56
55
54 47,32%
53
52
51 0%
50
Polydrug Penyakit Riwayat Alergi
Treatments Penyerta

Berdasarkan grafik V, faktor risiko kejadian DRPs yang paling besar jumlahnya adalah penyakit penyerta
(52,67%), sedangkan faktor risiko kejadian DRPs yang paling sedikit (tidak ada) adalah riwayat alergi
(0%).

Grafik VI. Distribusi faktor risiko kejadian DRPs penyakit penyerta pada pasien sirosis hepatik
rawat inap di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari – Juni 2016
berdasarkan data rekam medik

20 30,50%
28,81
18
%
16
14
12 16,94%
10
11,86%
8
8,47%
6
4 3,38%
2
0

Berdasarkan grafik VI, faktor risiko kejadian DRPs penyakit penyerta yang paling banyak adalah
spontaneus bacterial peritonitis (30,50%), sedangkan yang paling sedikit adalah diabetes melitus
(3,38%).

53
Tabel I. Uji Spearman’s rho Correlation dari jumlah faktor risiko terhadap jumlah kejadian DRPs.

Correlations
Faktor Kejadian
Risiko DRPs
Spearman's rho Faktor Risiko Correlation 1,000 ,221
Coefficient
Sig. (2-tailed) . ,111
N 53 53
Kejadian DRPs Correlation ,221 1,000
Coefficient
Sig. (2-tailed) ,111 .
N 53 53

Berdasarkan tabel I, besarnya korelasi rho semakin parah. Hal ini dapat dilihat pada tabel
antara variabel jumlah total faktor – faktor IV, sampel yang paling banyak mengalami
risiko dan variabel jumlah kejadian DRPs penyakit sirosis hepatik adalah sampel dengan
adalah 0,221 dengan signifikansi sebesar 0,111, diagnosa sirosis hepatik dengan adanya penyakit
yang berarti bahwa tidak terdapat pengaruh dari penyerta (96,23%).
faktor risiko penyakit sirosis hepatik terhadap Adapun yang menjadi fokus penelitian
kejadian DRPs. ini adalah kejadian DRPs yang terjadi, yakni
sebanyak 91 kasus, yang dialami oleh 43 pasien
PEMBAHASAN (81,13%) dari 53 total sampel. DRPs yang
Total sampel penelitian adalah 53 paling banyak dialami sampel penelitian
(70,66%) orang dari total populasi 75 pasien. meliputi ada obat, tidak ada indikasi sebanyak
Berdasarkan tabel II, sampel yang paling 27 kasus (29,67%) dan ada indikasi, tidak ada
banyak mengalami penyakit sirosis hepatik obat serta dosis subterapi masing – masing
adalah sampel pada usia 45 – 59 tahun sebanyak 21 kasus (23,07%) (tabel V).
(45,28%). Hal ini sejalan dengan penelitian Adanya kejadian DRPs yang mungkin
yang dilakukan Rasyid (2013) mengenai disebabkan faktor risiko, maka pasien harus
karakteristik pasien sirosis hepatik, insiden mendapatkan monitoring yang lebih ketat dalam
terbanyak terjadi pada rentang umur 40 – 49 pemberian terapinya. Berdasarkan distribusi
tahun sebanyak 43%. Usia ini memang rentan faktor risiko yang dialami pasien, menunjukkan
dengan berbagai macam penyakit, dikarenakan bahwa seluruh sampel memiliki faktor risiko
oleh kemunduran fungsi biologis, apalagi jika terhadap polydrug treatments (47,32%).
tidak didukung dengan pola hidup yang sehat. Polydrug treatments atau pengobatan dengan
Kemudian pada tabel III, terlihat bahwa sampel banyak obat memiliki kemungkinan besar
yang paling banyak mengalami penyakit sirosis terjadinya kejadian DRPs, penelitian yang
hepatik sampel dengan jenis kelamin laki – laki dilakukan Lorensia (2016) tentang hubungan
(75,47%). Pada penelitian yang sama, jumlah obat yang digunakan terhadap risiko
didapatkan pula insiden tertinggi terjadi pada terjadinya DRPs, menunjukkan semakin banyak
pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 79%. jenis obat yang digunakan, semakin besar risiko
Salah satu pemicu tertinggi terjadinya kerusakan pasien mendapatkan obat yang kurang tepat,
hati adalah alkoholik, di mana zat ini banyak sehingga perlu pemantauan yang ketat terhadap
digemari oleh kaum laki – laki, hal inilah yang pola pengobatan yang diterapkan (Viktil et al.,
mungkin dapat menjadi alasan tingginya 2007).
frekuensi penyakit sirosis hepatik pada laki – Sedangkan untuk melakukan analisis
laki. Sirosis hepatik itu sendiri merupakan faktor risiko yang dominan menyebabkan
penyakit yang dapat disebabkan oleh penyakit kejadian DRPs, dilakukan uji regresi logistik
lain dan atau menyebabkan penyakit lain. (lampiran 3). Didapatkan bahwa penyakit
Beberapa sampel penelitian diketahui memiliki kardiovaskular, spontaneus bacterial peritonitis,
riwayat hepatitis kronik sebelum didiagnosa dan variceal bleeding merupakan faktor risiko
menderita sirosis hepatik. Sebagian besar yang dominan menyebabkan kejadian DRPs
sampel penelitian juga menderita komplikasi pada pasien sirosis hepatik di RSUP DR.
penyakit lain akibat sirosis hepatik yang diderita

54
Wahidin Sudirohusodo Makassar periode gangguan langsung secara patologis, kecuali
Januari – Juni 2016. pada pasien gangguan hati Non-Alcoholic Fatty
Faktor risiko dominan yang pertama Liver Disease (NAFLD) yang merujuk kepada
adalah Spontaneous Bacterial Peritonitis, yaitu akumulasi lemak berlebihan di hati yang tidak
infeksi bakterial akut pada cairan asites. berhubungan dengan konsumsi alkohol. Namun
Penyakit ini dapat mengenai dewasa dan anak – pasien dengan NAFLD yang menghadapi risiko
anak serta menjadi salah satu komplikasi yang untuk penyakit kardiovaskular seperti disfungsi
berbahaya dari penyakit sirosis. Pada pasien endotel. Lebih penting lagi, beberapa studi
dengan sirosis hati, kejadian spontaneous longitudinal telah jelas ditetapkan penyakit
bacterial peritonitis dapat mencapai 18%. kardiovaskular sebagai penyebab paling penting
Panduan pengobatan sirosis dari AASLD kematian pada pasien ini. Pengobatan agresif
(American Association for the Study of Liver dislipidemia harus dipertimbangkan dalam
Diseases) tahun 2009 menyebutkan bahwa rangka keseluruhan pengurangan risiko
pasien yang terdiagnosis spontaneous bacterial kardiovaskular pada pasien dengan NAFLD.
peritonitis sebaiknya diberikan pengobatan Pasien dengan NAFLD harus dikelompokkan
empirik antibiotik spektrum luas sefalosporin untuk penyakit kardiovaskular dan faktor risiko
generasi 3 (Cefotaxime) dan infus albumin kardiovaskular mereka harus dikelola
intravena, sambil melakukan uji kultur resistensi berdasarkan status risiko (Urbina et al., 2014).
dari mikroba penyebab. Namun, beberapa kasus Untuk melihat pengaruh faktor – faktor
pasien sirosis hepatik dengan komplikasi risiko tersebut terhadap kejadian DRPs,
spontaneous bacterial peritonitis pada dianalisis dengan menggunakan Spearman’s rho
penelitian ini tidak diberikan terapi berdasarkan Correlation (tabel I). Besarnya korelasi rho
panduan pengobatan tersebut, hal ini dapat antara variabel jumlah total faktor – faktor
menyebabkan terapi menjadi tidak efektif risiko dan variabel jumlah kejadian DRPs
bahkan kesalahan dalam pengobatan. adalah 0,221 dengan signifikansi sebesar 0,111
Faktor risiko dominan yang kedua (>0,05), yang berarti bahwa tidak terdapat
adalah varises gastroesofagus (variceal pengaruh dari faktor – faktor risiko terhadap
bleeding). Sebesar 12 – 15% pasien dengan kejadian DRPs. Hal ini memberikan gambaran
varises gastroesofagus akan menjadi perdarahan bahwa pola pengobatan yang diterapkan di
esofagus. Mortalitas pada setiap episode RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar
perdarahan varises berkisar 15 – 20%. Dua mampu menekan kejadian DRPs yang dapat
terapi yang diterima untuk hal tersebut adalah diperparah dengan adanya faktor – faktor risiko.
beta blocker non selektif dan ligase varises Adapun salah satu hal yang menjadi kelemahan
esofagus. Pasien yang melewati episode dari penelitian ini adalah metodologi yang
perdarahan varises akut memiliki risiko menggunakan data retrospektif, peneliti tidak
perdarahan ulang dan kematian. Propranolol dapat melakukan wawancara langsung kepada
efektif dalam menurunkan tekanan portal dan pasien dan dokter, sehingga ada kemungkinan
mengurangi perdarahan gastrointestinal. adanya beberapa informasi yang luput dari
Propranolol dilaporkan menurunkan hepatic pengamatan peneliti.
venous pressure gradient (HVPG) sebesar 20%
atau lebih dan dapat mengurangi perdarahan KESIMPULAN
inisial pada 47% pasien dan mengurangi 39% Berdasarkan data dan pembahasan di
perdarahan ulang. Dosis propranolol yang atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak
direkomendasikan dimulai dengan 20 mg dua terdapat pengaruh dari faktor – faktor risiko
kali sehari sampai target frekuensi jantung 55 – terhadap kejadian DRPs. Hal ini memberikan
60 kali per menit atau dosis maksimal yang gambaran bahwa pola pengobatan yang
dapat ditoleransi (Ginès et al., 2004). Dalam diterapkan di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo
penelitian ini, beberapa sampel penelitian yang Makassar mampu menekan kejadian DRPs yang
mengalami variceal bleeding tidak dapat diperparah dengan adanya faktor – faktor
mendapatkan terapi propranolol dengan dosis risiko.
yang tepat (dosis subterapi) yang dapat
menyebabkan terapi menjadi tidak efektif. SARAN
Berbeda halnya dengan spontaneus Sebaiknya sampel penelitian perlu
bacterial peritonitis dan variceal bleeding, ditingkatkan, sehingga kasus yang ditemukan
faktor risiko dominan yang ketiga adalah pun lebih beragam. Metode yang dilakukan pun
penyakit kardiovaskular yang merupakan dapat berupa melakukan wawancara langsung
komplikasi yang sangat jarang ditemukan pada kepada pasien dan dokter, sehingga informasi
pasien sirosis hepatik karena tidak memiliki

55
yang diperoleh tidak hanya bersumber pada van Mil, F. (2005) ‘Drug-related problems: a
catatan rekam medik. cornerstone for pharmaceutical care’,
Journal of the Malta College of
DAFTAR PUSTAKA Pharmacy Practice, 10, pp. 5–8.
ASHP (1996) ‘Guidelines on a standardized Available at:
method for pharmaceutical care’, http://www.mcppnet.org/publications/IS
American Journal of Health-System SUE10-2.pdf.
Pharmacy, 53(14), pp. 1713–1716. doi:
Padmanabhan, H. (2004) ‘Case Study:
10.1093/ajhp/53.14.1713.
Uncontrolled Type 2 Diabetes in a 48-
Blix, H. S. and Hospital, L. D. (2007) Drug- Year-Old Woman on Interferon -1b
related problems in hospitalised patients Treatment for Multiple Sclerosis’,
A prospective bedside study of an issue Clinical Diabetes, 22(1), pp. 43–45. doi:
needing. 10.2337/diaclin.22.1.43.
Ginès, P. et al. (2004) ‘Management of Rasyid, NR. 2013. Karakteristik Penderita
Cirrhosis and Ascites’, New England Sirosis Hati yang Dirawat di RSUP DR.
Journal of Medicine, 350(16), pp. 1646– Wahidin Sudirohusodo Makassar
1654. doi: 10.1056/NEJMra035021. Periode Januari 2011 – Juni 2013.
Skripsi Tidak Diterbitkan. Makassar.
Heidelbaugh, J. J. and Sherbondy, M. (2006)
Fakultas Kedokteran. Universitas
‘Cirrhosis and chronic liver failure: Part
Hasanuddin
II. Complications and treatment’,
American Family Physician, 74(5). Tan, H. T., Ndraha, S. and Fabiani, H. (2013)
‘Diabetes Mellitus Due to Liver
Januari, P. O., Ira, O. and Rz, O. (2006) ‘Pasien
Cirrhosis in 33-Year-Old Female’, 14(2),
Sirosis Hati Di Bangsal Interna RSUP
pp. 117–119.
Dr. M. Djamil Padang’.
Urbina, O. et al. (2014) ‘Patient risk factors for
Kaufmann, C. P. et al. (2015) ‘Determination of
developing a drug-related problem in a
risk factors for drug-related problems: A
cardiology ward’, Therapeutics and
multidisciplinary triangulation process’,
Clinical Risk Management, 11, pp. 9–15.
BMJ Open, 5(3), pp. 1–7. doi:
doi: 10.2147/TCRM.S71749.
10.1136/bmjopen-2014-006376.
Viktil, K. K. et al. (2007) ‘Polypharmacy as
Lorensia, A., Wijaya, R. 2016. Hubungan
commonly defined is an indicator of
Jumlah Obat yang Digunakan terhadap
limited value in the assessment of drug-
Risiko Terjadinya Drug-Related
related problems’, British Journal of
Problems pada Pasien Asma di Suatu
Clinical Pharmacology, 63(2), pp. 187–
Rumah Sakit di Surabaya. J. Trop.
195. doi: 10.1111/j.1365-
Pharm. Chem, Volume 3, No. 3.
2125.2006.02744.x.
Departemen Farmasi Klinis Komunitas,
Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya

56

Anda mungkin juga menyukai