Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PENDIDIKAN DAN BUDAYA ANTI KORUPSI

“KENAIKAN GAJI TIDAK MENURUNKAN PERILAKU KORUPSI”

DosenPembimbing :
Suprijandani, SKM.,MSc.MPH

Disusunoleh :
ShafiraAlyaNurul Jannah (P27833118009)
Lois PutuPrimawidani (P27833118010)
PutriFirdaWahyuni (P27833118011)
PresilliaAulina (P27833118013)
DhimasBintangBima Sakti (P27833118014)

DIII – 3A / KELOMPOK B SUB 2


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


KorupsimenurutKamusBesar Bahasa Indonesia
merupakanpenyelewenganataupenyalahgunaanuangnegara (perusahaandansebagainya)
untukkeuntunganpribadiatau orang lain. Dan menurutUndang-Undang No. 20 tahun 2001,
korupsiadalahtindakanmelawan hokum denganmaksudmemperkayadirisendiri, orang lain,
ataukorupsi yang berakibatmerugikannegaraatauperekonomiannegara.
Dari pengertian-
pengertiandiatasdapatdiketahuibahwakorupsimerupakantindakanataukegiatan yang
merugikanbanyakpihak, takhanyasekelompok orang
namunjuganegara.Laluseiringberjalannyawaktumuncullah ide
untukmenaikkangajipegawaigunamengurangitindakkorupsiyang ada.
Namunhaltersebutrupanyabelummembuahkanhasil yang memuaskan. Salah satucontohpadatahun
2010 pemerintah Ghana melakukanreformasi di
bagiankepolisiandengancaramenaikkangajipolisidua kali lipat. Hal
tersebutdilakukanuntukmengurangitindakpungutan liar di jalanan. Dan
setelahitudilakukanpenelitianuntukmelihatapakahterjadiperubahandengandilakukannyakenaikang
ajibagipolisi. Namunternyatahasilnyasangatmengecewakan,
karenatidakterjadiperubahanbahkanpungutan liar semakingencardilakukandenganjumlahuang
yang dipungutsemakinmeningkat.
Kita beralihkenegara Indonesia dimanaterdapatbanyakkasus yang
serupanamundalambentuk yang berbeda. BahkanterdapatbanyakPegawaiNegeriSipil yang
tetapmenerimagajimeskipunsudahtersangkutkasuskorupsi.MenurutIndeksPersepsiKorupsi
Transparency International tahun 2017 Indonesia beradapadaperingkat ke-96 dari 180 negara,
denganskor 37 dari 100. Sedangkanmenurut KPK,
pegawainegerisipilmerupakanjumlahterbesardarimereka yang diselidikikarenakorupsiantaratahun
2004 hingga 2018, yang merupakan 26 persendari total jumlahkasus. Dan
dalammakalahinikitaakanmembahasapakahdenganmenaikkangajimerupakansuatucara yang
tepatdanefektifdalammenurunkanperilakukorupsi.
1.11 TUJUAN
1. Mahasiswadapatmenambahwawasanmengenaipendidikandanbudaya anti korupsi.
2. Mahasiswadapatmengetahuiapakahbenarkenaikangajitidakmenurunkanperilakukorupsi.
3. Mahasiswadapatmemahamitentangalasankenaikangajitidakmenurunkanperilakukorupsi.
BAB II
ISI

2.1 ApaItuKorupsidanBagaimanaAsalMulaAdanyaKorupsi ?
Banyak para ahli yang mencobamerumuskankorupsi yang
jikadilihatdaristrukturbahasadancarapenyampaiannya yang berbeda,
tetapipadahakekatnyamempunyaimakna yang sama. Kartono (1983)
memberibatasankorupsisebagaitingkahlakuindividu yang
menggunakanwewenangdanjabatangunamengerukkeuntunganpribadi,
merugikankepentinganumumdannegara.
Jadikorupsimerupakangejalasalahpakaidansalahurusdarikekuasaan, demi
keuntunganpribadi, salahurusterhadapsumber-
sumberkekayaannegaradenganmenggunakanwewenangdankekuatan-kekuatan formal
(misalnyadenganalasanhukumdankekuatansenjata)untukmemperkayadirisendiri.
Korupsiterjadidisebabkanadanyapenyalahgunaanwewenangdanjabatan yang
dimilikiolehpejabatataupegawai demi
kepentinganpribadidenganmengatasnamakanpribadiataukeluarga, sanaksaudaradanteman.
Wertheim (dalamLubis, 1970)
menyatakanbahwaseorangpejabatdikatakanmelakukantindakkorupsibilaiamenerimahadiahdarises
eorang yang bertujuanmempengaruhinya agar iamengambilkeputusan yang
menguntungkankepentingansipemberihadiah. Kadang-kadang orang yang
menawarkanhadiahdalambentukbalasjasa, jugatermasukdalamkorupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkanbahwabalasjasadaripihakketiga yang
diterimaataudimintaolehseorangpejabatuntukditeruskankepadakeluarganyaataupartainya/kelomp
oknyaatau orang-orang yang mempunyaihubunganpribadidengannya,
jugadapatdianggapsebagaikorupsi. Dalamkeadaan yang demikian, jelasbahwaciri yang paling
menonjol di dalamkorupsiadalahtingkahlakupejabat yang
melanggarasaspemisahandalamkepentinganpribadidengankepentinganmasyarakatsertapemisahan
keuanganpribadidenganmasyarakat.

2.2 ApakahKenaikan Gaji Tidak Menurunkan Perilaku Korupsi ?


Pada era milenialkasuskorupsisemakinmewabah di kalangan para pejabat Negara di
Indonesia.
Meskipunpemerintahpusatsudahmenetapkanberbagaiaturanuntukmeminimalisirkasuskorupsi,
melakukanpengawasan yang cukupketat, sertamenerapkanhukumanpenjarabagi para koruptor.
Tetapibudayatersebuttetapsajasemakinmarakdaripusathinggadaerah seta para
koruptordarikelaskakapmaupunkelasikanteri.
Mirisrasanyamemperhatikanberitatentangbanyaknya para pejabatnegara
(danjugaanggotadewan) yang terjeratkasus korupsi, terlebih yang terkenaOperasiTangkapTangan
(OTT). Hal
itutentusangatmemalukan.Lebihmemalukanlagiterkadangkasuskorupsiitudilakukansecaraberjama
ah: bapak-anak, suami-istri,
atauanggotakeluargadansaudara.Meskipunberbagaiaturanuntukmeminimalisirkasuskorupsisudah
dibuatsedemikianrupa, pengawasanjugadilakukancukupketat,
danhukumanpenjarajugasudahditerapkanbagi para koruptor,
tetapipraktikkorupsitetapsajamarakdaripusathinggadaerahdan para koruptor, baik yang
kelaskakapmaupunkelasikanteri.
Merekaseolahtak pernah jera. MajelisUlama Indonesia (MUI), dalamMusyawarah
Nasional VI tahun 2000, jugapernahmengeluarkan fatwa haram untukkasuskorupsi (ghulul)
dansuap (risywah). Menurut data dariMahkamahAgung (MA),
penanganankasuskorupsimenempatiurutankeduasetelahkasusnarkotik.
Itumenunjukkanbahwamasalahkorupsimemangmasihmenjadimasalahbesar di
Indonesia.Menurutcatatan MA, bukanhanyabirokratdanpolitikussaja yang
terjeratmasalahkorupsi, tetapijugapejabathukumitusendiri (seperti hakim,
jaksadanlainnya).Uangnegara yang
dikorupsiolehsegelintirpejabatnegaradanelitpolitikitukiranyalebihdaricukupuntukmembiayaipend
idikandankesehatan gratis, sertamembangunswasembadapangan demi
kemakmurandankesejahteraanrakyat di seluruhpelosok Indonesia.

Kita perhatikan fakta di lapangan, masalah korupsi itu sungguh bukanlah banyak
tidaknya uang yang diterima. Kita tahu, masalah korupsi lebih pada masalah karakter seseorang
serta control yang ada.
Ini menunjukkan bahwa praktik korupsi dan penyuapan yang marak di Indonesia itu
bukan soal besar-kecilnya gaji, melainkan soal watak, karakter, dan tabiat masing-masing
individu pelaku tindakan korupsi itu yang memang penuh dengan keserakahan dan kerakusan,
baik keserakahan akan harta-benda maupun kerakusan terhadap jabatan dan kekuasaan. Seketat
apapun aturan dibuat dan seketat apapun pengawasan dilakukan, tetapi para koruptor selalu
pandai dan licin mencari celah untuk "menyalurkan hobi" korupsimereka.
Korupsi menjadimarak juga bisa jadi karena faktor ringannya hukuman bagi koruptor,
sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi para pelaku tindakan korupsi. Meski dihukum
penjara, mereka masih menyimpan banyak uang dan harta benda hasil korupsi, sehingga
membuat para koruptor tidak pernah kapok melakukan aksi-aksi kejahatannya. Faktor lain adalah
tiadanya "hukuman sosial" dari publik masyarakat terhadap para koruptor.
Di Indonesia, para koruptor masihbisatersenyum dan tertawa riang gembira di hadapan
awak media seolah mereka melakukan tindakan mulia dan bermartabat. Sama sekali tidak ada
rasa malu sedikitpun di wajah-wajah mereka. Hal itu bisa jadi karena korupsi bukan dipandang
sebagai sebuah "aib sosial" dan masyarakat tidak menjatuhi sanksi dan hukuman sosial berat
kepada para koruptor.Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah soal pandangan sebagian
masyarakat bahwa korupsi "bisa dimaafkan" dan "diampuni" Tuhan, asal sebagian uang hasil
korupsi itu didonasikan untuk kegiatan ibadah dan sosial, dan membantu fakir-miskin, yatim-
piatu, dan lain-lain.
Bahkan ada persepsi publik yang menganggap tindakan korupsi bisa diampuni dengan
melakukan ibadah individual dan menjalani ritual keagamaan, seperti rajin sembahyang ke
gereja, salat di masjid, ibadah umrah/haji, membaca kitab-kitab suci, atau dengan melafalkan
ritual-ritual keagamaan tertentu.
Itulah yang justru terjadi. Polisi dinaikkan gajinya, malahan makin tinggi angka
punglinya. Parahnya, kenaikan gaji justru menjadi "posisi tawar-menawar" yang semakin tinggi
dengan korbannya. Ilustrasinya semisalpadaawalnya gaji polisi Rp 1juta. Pungli 100 ribu
termasuk lumayan. Karena nilainya 10%. Lalu, gaji polisi dinaikkan menjadi 2juta. Maka, uang
100ribu menjadi hanya 5% dari gajinya. Logikanya, jika memang korupsi maka polisinya akan
meminta uang 200ribu. Dan memang demikianlah yang kemudian terjadi. Bayangkan, tiga pihak
yang seringkali mendapat sorotan tajam. Pihak DPR, hakim, dan kepolisian. Merekalah yang
dianggap penegak hukum penting.
Beberapa kali inisiatif kenaikan gaji dilakukan. Salah satu yang ramai dibicarakan adalah
kenaikan gaji hakim dan para penegak hukum. Harapannya, jika sudah naik, maka angka pungli
dan suap, akan menurun. Faktanya, ternyata tingkat korupsi diantara para pihak yang terlibat
dalam penegakan hukum tetaplah tinggi. Banyak hakim yang kini dijebloskan ke penjara dan
tertangkap tangan akibat suap. Padahal, gaji mereka telah dinaikkan oleh pemerintah. Maka dari
itu, tak mengherankan dalam psikologi korupsi, adalah Dr. David Halpern, Chief Executive dari
Behavioural Insights Team yang menyatakan di acara U.K. Anti-Corruption Manifesto bahwa
salah besar jika kita selalu berpikir korupsi banyak dilakukan mereka yang bodoh dan miskin.
Faktanya, kebanyakan korupsi besar justru dilakukan mereka yang pintar dan kaya. Tetapi, justru
kepintaran itu dipakai mereka untuk semakin cerdas dalam "membenarkan" perilaku korupsi
mereka.
Jadi, menggunakan logika kenaikan gaji akan mengurangi korupsi sebenarnya pokok
pikiran yang berisiko. Terbayangkah, ketika keinginan kita adalah mengurangi angka korupsi
yang besar, lantas uang begitu banyak diberikan untuk gaji mereka yang korup. Mereka tambah
senang, dapat uang secara halal. Tetapi, di sisi lain, uang secara tidak halal tetap masuk ke
kantong mereka. Ujung-ujungnya, justru negara yang makin merugi.
Gaji memang harusnya cukup dan memenuhi standard yang wajar. Tetapi, tidak perlu
berlebihan apalagi sampai berkali lipat. Misalkan saja, belakangan ini kita sering mendengar
wacana anggota DPR yang meminta naik gaji, padahal banyak fakta yang menggambarkan
kinerja mereka jauh dari harapan. Kalau kita berada dalam organisasi yang profesional,
menaikkan gaji seseorang sementara kinerjanya rendah, justru akan memperparah sistem "malas"
yang telah membudaya. Orang akan belajar, "Toh nggak kerja juga dinaikkan gajinya kok. Jadi
buat apa bekerja?".
Kembali lagi ke pokok persoalan korupsi. Memang ukuran "cukup" itu selamanya tidak
akan pernah cukup. Makanya, dalam hal ini harus diputuskan, tidak berlebihan. Dan faktanya,
daripada menaikkan gaji dengan harapan mengurangi korupsi, ternyata lebih baik menggunakan
teknologi ataupun membangun sistem yang memonitor. Hal itu lebih efektif bagi uang yang
dikeluarkan.
Akhirnya, diakhiri dengan sebuah keprihatinan mendalam. Pemerintah menggejot pajak
habis-habisan. Tetapi, di sisi lain kita mendengar nilai korupsi aparat dan pemerintah yang
nilainya gila-gilaan. Padahal, gaji mereka tidaklah sedikit. Jadi, sebenarnya daripada
menghamburkan uang untuk membayar gaji yang justru menambah angka keserakahan tersebut.
Alangkah lebih baiknya sistem kita makin diperbaiki.

BAB III
PENUTUP

III.1 KESIMPULAN
Dari pembahasandiatasdapatdisimpulkanbahwa
korupsiadalahgejalasalahpakaidansalahurusdarikekuasaanterhadapsumber-
sumberkekayaannegaradenganmenggunakanwewenangdankekuatan-kekuatan formal
untukkepentinganpribadiataumemperkayadirisendiri.
Meskipun pemerintah melakukanupayauntuk mengurangi angka korupsi dengan
memberikan uang yang begitu banyak yaitu menaikkan gaji mereka akan tetapi kenyataannya
mereka akan semakin menjadi-jadi karena mendapatkan uang secara halal. Tetapi disisi lain uang
yang didapat secara tidak halal/korupsijuga tetap masuk ke kantong mereka dan ujung-ujungnya
pemerintahlah yang akan semakin merugi. Maka hal ini dapat disimpulkan kenaikan gaji tidak
dapat menurunkan perilaku korupsi karena korupsi lebih pada masalah karakter seseorang atau
individu masing masing.

III.II SARAN
Sebagaigenerasimudasebaiknyakitamulaimenyadaripentingnyaperilaku anti
korupsisejakdini. Hal tersebutsangatpenting demi terwujudnyakehidupannegara yang
adildanmakmur. Dan sebaiknyakitajugamengikutiatauberpartisipasidalamkegiatan-
kegiatanpembentukankarakteranti korupsisupayadapatmeminimalisirterjadinyatindakkorupsi di
masa yang akandatang.

DAFTAR PUSTAKA

Dio Martin, Anthony. 2018.


BisakahKenaikanGajiMengurangiKorupsi?.https://www.kompasiana.com/anthonydiomartin/5aa
c9b6ecbe52343bb0618c4/bisakah-kenaikan-gaji-mengurangi-korupsi?page=all
Khidhir, Sheith. 2019. BisakahPeningkatanGajiCegahKorupsi di Indonesia?.
(https://www.matamatapolitik.com/analisis-bisakah-peningkatan-gaji-cegah-korupsi-di-
indonesia/)

Qodar, Nafisyul. 2019. ICW Sebut Negara RugiRp 6,5 M TiapBulanKarenaGaji 1.466
PNS Koruptor. (https://www.liputan6.com/news/read/3899956/icw-sebut-negara-rugi-rp-65-m-
tiap-bulan-karena-gaji-1466-pns-koruptor)

Kartono, Kartini. 1983. PatologiSosial.. Jakarta.CV Rajawali


Lubis, Mochtar. 1977. BungaRampaiEtikaPegawaiNegeri. Jakarta. BhrataraKarya
Aksara.

Anda mungkin juga menyukai