Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Data berdasarkan WHO menunjukkan bahwa gangguan jiwa di seluruh dunia
sudah menjadi masalah yang sangat serius dengan angka perkiraan saat ini terdapat 450
juta orang mengalami gangguan jiwa dengan ratio rata - rata 1 dari 4 orang di dunia
(WHO, 2015). Amerika Serikat 300.000 orang setiap tahun menderita skizofrenia
halusinasi, dan negara maju Eropa berkisar 250.000 orang per tahun (American Nurse
associations/ANA, 2015). Di Asia tidak didapatkan angka statistik yang pasti mengenai
skizofrenia ini halusinasi, sedangkan di Indonesia sekarang diperkirakan 0,46 - 2
penduduk atau 1.700.000 jiwa (Muhith, 2015).
Berdasarkan data hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 di Indonesia saat
populasi gangguan jiwa adalah 11,6 % penduduk. Kalau kita bandingkan dengan jumlah
penduduk sebesar 238 juta maka diperkirakan 26.180.000 penduduk mengalami
gangguan jiwa dengan taksiran kerugian secara ekonomi mencapai 20 trilyun
(RISKESDAS, 2010). Provinsi Jawa Barat sendiri merupakan salah satu provinsi dengan
angka gangguan jiwa tertinggi di Indonesia mencapai 20 % dari 45 juta penduduk atau
sekitar 9 juta jiwa. Diantara jenis gangguan jiwa yang sering ditemui salah satunya
adalah skizofrenia halusinasi. Angka statistik dunia menyebutkan hampir 24 juta orang di
seluruh dunia menderita gangguan skizofrenia halusinasi dengan angka kejadian 1 per
1000 penduduk (pada wanita dan pria sama) dan di perkirakan terdapat 4 – 10 % resiko
kematian sepanjang rentang kehidupan penderita skizofrenia halusinasi (Herman, 2016).
Berdasarkan data dari Puskesmas di Bekasi pada tahun 2020, didapatkan jumlah
penderita Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah sekitar 28 pasien. Dampak yang
dirasakan oleh keluarga dengan adanya anggota keluarga mengalami halusinasi adalah
tingginya beban ekonomi, beban emosi keluarga, stress terhadap perilaku pasien yang
terganggu, gangguan dalam melaksanakan kegiatan rumah tangga sehari - hari dan
keterbatasan melakukan aktifitas. Beban sosial ekonomi diantaranya adalah gangguan
dalam hubungan keluarga , keterbatasan melakukan aktifitas sosial, pekerjaan, dan hobi,
kesulitan finansial, dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik keluarga. Beban
psikologis menggambarkan reaksi psikologis seperti perasaan kehilangan, sedih, cemas
dan malu terhadap masyarakat sekitar, stress menghadapi gangguan perilaku dan frustasi
akibat perubahan pola interaksi dalam keluarga (Ngadiran, 2010).

1
Dampak yang dirasakan keluarga berkepanjangan, maka perlu adanya
pengelolaan yang tepat bagi anggota keluarga yang mengalami halusinasi, maka peran
keluarga sangatlah penting untuk terlibat dalam mengatasi masalah kesehatan yang
terjadi. Perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan keluarga dapat bekerja sama
dengan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan anggota keluarga yang mengalami
halusinasi (Ngadiran, 2010).
Layanan kesehatan home care merupakan suatu pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional dirumah dengan tujuan memenuhi
kebutuhan pasien dalam mengatasi masalah kesehatan dengan cara yaitu melibatkan
keluarga sebagai pendukung dalam proses perawatan dan pengobatan pasien,sehingga
keluarga dapa tmengatasi masalah kesehatannya secara mandiri (Parellangi, 2015).
Adapun pelayanan homecare untuk klien dengan masalah jiwa adalah melakukan
pemeriksaan fisik, melakukan latihan terjadwal, dan melatih aspek positif dirinya untuk
mengatasi masalah yang dialaminya.
Puskesmas dalam menjalankan fungsinya berwenang menyelanggarakan
pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat di wilayah kerjanya.Keluarga Ny.N dengan salah satu anggota keluarga
mengalami orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) merupakan salah satu sasaran dari
pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Karang Kitri.
Berdasarkan hasil kasus diatas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah
kesehatan pada klien Ny.N dengan judul “Asuhan Keperawatan Individu (Home Care)
pada Ny. N dengan Masalah Halusinasi Penglihatan dan Pendengaran di RT 01 RW 04
Margahayu, Bekasi Timur di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Kitri”.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan individu (Home Care) pada klien dengan masalah
halusinasi penglihatan dan Pendengaran di RT 01 RW 04 Margahayu, Bekasi Timur di
Wilayah Kerja Puskesmas Karang Kitri.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Melakukan asuhan keperawatan individu (Home Care) pada klien dengan masalah
halusinasi penglihatan dan pendengaran di RT 01 RW 04 Margahayu, Bekasi Timur di
Wilayah Kerja Puskesmas Karang Kitri.

2
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian asuhan keperawatan individu (Home Care) pada klien yang
mengalami masalah halusinasi penglihatan dan pendengaran di RT 01 RW 04
Margahayu, Bekasi Timur di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Kitri.
2. Menetapkan diagnosis keperawatan (Home Care) pada klien yang mengalami
masalah halusinasi penglihatan dan pendengaran di RT 01 RW 04 Margahayu,
Bekasi Timur di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Kitri.
3. Menyusun intervensi keperawatan (Home Care) pada klien yang mengalami masalah
halusinasi penglihatan dan pendengaran di RT 01 RW 04 Margahayu, Bekasi Timur
di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Kitri.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan (Home Care) pada klien yang yang mengalami
masalah halusinasi penglihatan dan pendengaran di RT 01 RW 04 Margahayu,
Bekasi Timur di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Kitri.
5. Melakukan evaluasi (Home Care) pada klien yang mengalami masalah halusinasi
penglihatan dan pendengaran di RT 01 RW 04 Margahayu, Bekasi Timur di
Wilayah Kerja Puskesmas Karang Kitri.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Penulis
Menambah pengetahuan mengenai asuhan keperawatan (Home Care) pada klien
dengan masalah halusinasi penglihatan dan pendengaran. Selain itu juga dapat
bermanfaat dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan kepada masyarakat..
1.4.2 Bagi Puskesmas
Dapat mengoptimalkan program pelayanan di puskesmas dan dapat meningkatkan
layanan yang lebih komprehensif terutama dalam memberikan asuhan keperawatan
(Home Care) pada klien dengan masalah halusinasi penglihatan dan pendengaran.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Meningkatkan mutu pendidikan yang berkualitas dan professional sehingga dapat
tercipta perawat professional, terampil handal, dan mampu memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Home Care


2.1.1 Pengertian Home Care
Home care adalah suatu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tim tenaga kesehatan
yang profesional pada bidangnya dengan cara yaitu pemberian asuhan dilakukan secara
langsung ditempat tinggal klien serta adanya keterlibatan anggota keluarga dalam
proses pemberian asuhannya. Sebagai sebuah pelayanan kesehatan yang bersifat
komprehensif dan berkesinambungan. Home care memiliki tujuannya itu untuk
meningkatkan, mempertahankan, atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan
meminimalkan akibat dari penyakit. Dalam pemberian asuhan,home care tidak hanya
diberikan untuk individu namun juga keluarga ditempat tinggal yang sama.(Parellangi,
2015).
Home care sendiri di Indonesia telah dikenal sejak tahun 1974. Home care pertama kali
diperkenalkan oleh Ibu Jendral A.H Nasution yang saat itu mengutamakan pemberian
makanan bergizi untuk lansia. Program ini dinamakan “Pendampingan dan Perawatan
Sosial Lanjut Usia di Rumah” (Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia, 2014).

2.1.2 Tujuan Home Care


Tujuan dari pelayanan Home Care Nursing adalah untuk meningkatkan,
mempertahankan atau memaksimalkan tingkat kemandirian, serta meminimalkan
dampak dari penyakit untuk mencapai kemampuan individu secara optimal dalam
jangka waktu yang lama secara komprehensif dan berkesinambungan (Triwibowo,
2012).
Menurut Parellangi (2015) tujuan dari pelayanan homecare nursing yaitu :
1) Umum yaitu meningkatnya pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara
komprehensif dan berkesinambungan.
2) Khusus yaitu meningkatkan, mempertahankan, dan memulihkan kesehatan,
mengoptimalkan tingkat kemandirian klien dan keluarganya. Meminimalkan akibat
yang ditimbulkan dari masalah kesehatan yang dialami klien

4
2.1.3 Manfaat Home Care
Manfaat Home Care Nursing bagi pasien yaitu :
1) Pelayanan akan lebih sempurna, holistik dan komprehensif
2) Pelayanan lebih profesional
3) Pelayanan keperawatan mandiri bisa diaplikasikan dengan dibawah naungan legal
dan etik keperawatan
4) Kebutuhan pasien akan dapat terpenuhi sehingga pasien akan lebih nyaman dan puas
dengan asuhan keperawatan yang profesional (Triwibowo,2012)

2.1.4 Pelayanan Home Care Sebagai Alternatif Dalam Pelayanan Kesehatan


Pengembangan home care merupakan salah satu peluang untuk tetap meraih pasien
yang sebenarnya masih membutuhkan pelayanan kesehatan, akan tetapi diberikan di
lingkungan tempat pasien berada. Penelitian yang dilakukan oleh (Richard, 2015)
mengatakan bahwa tingkat kepuasan dan kualitas pemulihan pasien ternyata lebih baik
pada pasien yang di rawat di rumah dibandingkan dengan pasien yang dirawat di rumah
sakit.
Pelayanan untuk pasien yang ingin dirawat di luar rumah sakit merupakan sebuah
pilihan bagi pasien yang membutuhkan perawatan lebih lanjut. Untuk dapat memenuhi
harapan tersebut, maka keberhasilan perawatannya sangat dipengaruhi oleh
pelaksanaan dan pendekatan tim rehabilitasi yang terdiri dari tenaga multidisiplin yang
bermutu, sehingga kegiatan perawatan dapat dilakukan di lingkungan rumah. Bentuk -
bentuk pelayanan kesehatan yang dikenal masyarakat hingga saat inidalam sistem
pelayanan kesehatan adalah pelayanan rawat inap dan rawat jalan. Pada sisi lain banyak
anggota masyarakat yang menderita sakit karena berbagai pertimbangan terpaksa
dirawat dirumah dan tidak di rawat inap diinstitusi pelayanan kesehatan.
Faktor - faktor yang mendorong perkembangan perawatan kesehatan di rumah adalah :
1) Kasus - kasus penyakit terminal dianggap tidak efektif dan tidak efisien lagi apabila
dirawat di Insitusi pelayanan kesehatan. Misalnya pasien kanker stadium akhir yang
secara medis belum ada upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kesembuhan.
2) Adanya keterbatasan masyarakat untuk biaya pengobatan penyakit degenaratif
karena proses perawatannya yang lama. Sehingga menyebabkan meningkatnya
kasus kasus yang harus mendapatkan tindak lanjut keperawatan dirumah.

5
3) Timbulnya orientasi profit pada manajemen rumah sakit saat ini,sebab mengetahui
bahwa perawatan pasien yang memerlukan waktu perawatan yang lama tidak
menguntungkan.
4) Adanya persepsi bahwa dirawat inap di institusi pelayanan kesehatan berarti
membatasi hidup seseorang. Hal ini muncul karena individu dan keluarga akan
terikat dengan peraturan - peraturan yang ketat.
5) Adanya persepsi bahwa dirumah lebih nyaman dibandingkan lingkungan diinstitusi
pelayanan kesehatan sehingga mempercepat kesembuhan klien.

2.2 Konsep Halusinasi


2.2.1 Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar), klien memberi persepsi
atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata
sebagai contoh klien melihat pada tidak ada yang di lihat (Farida dan Yudi,2012).
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghidung, pasien merasakan stimulus yang
sebenarnya, tidak ada (Nur Arif, 2015).
Halusinasi adalah sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak
terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi penglihatan
(Visual - Seeing Persoun Orthings), penciuman (Olfactory Smelling Ordors)
(Yosep, 2016).
Halusinasi adalah suatu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan
jiwa. Halusinasi identik dengan skizofrenia, seluruh klien dengan skizofrenia
diantara mengalami halusinasi (Muhith, 2015).

6
2.2.2 Jenis - Jenis Halusinasi
a. Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara/kebisingan yang kurang jelas ataupun yang jelas dimana
terkadang suara - suara tersebut mengajak berbicara klien dan kadang
memerintah klien untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambaran geometris, gambar
kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang
menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi Penghidung
Membau - bauan tertentu seperti bau darah, bau urine, feses atau yang lainnya.
d. Halusinasi Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti darah, urine, feses atau yang lainya.
e. Halusinasi Perabaan
Merasa mengalami nyeri, rasa tersetrum atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas.
F. Halusinasi Kinestetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak (Farida & Yudi, 2012).

2.2.3 Etiologi Halusinasi


1) Teori Somatogenetik
Teori yang menganggap bahwa penyebab skizofrenia karena faktor kelainan
organik atau badaniyah.
2) Teori Psikogenik
Teori yang menganggap skizofrenia disebabkan oleh suatu gangguan
fungsional. Dan penyebab utamanya adalah konflik, stres psikologik dan
hubungan antar manusia yang mengecewakan. Selain itu banyak teori yang
diajukan sebagai teori etiologi skizofrenia. Antara lain teori yang menyatakan
bahwa skizofrenia disebabkan oleh suatu interaksi beberapa gen penyebab
skizofrenia. Dan ada pula teori yang menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan
oleh metabolisme yang disebut dengan “ inborn error of metabolissm”
(Maramis,1980).

7
2.2.4 Patofisiologi
Pohon masalah pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi sebagai
berikut :
Melukai diri sendiri,orang lain dan lingkungan (akibat)

(core
Gangguan persepsi sensori problem)
: Halusinasi
penglihatan

isolasi sosial : Menarik diri ( penyebab)

Skizofrenia
Gambar 2.1 Patofisiologi Halusinasi (Trimelia (2012))

2.2.5 Fase Halusinasi


a. Comforting (Halusinasi Menyenangkan, Cemas Ringan)
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, takut dan
mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
menghilangkan kecemasan.
b. Condeming (Cemas Sedang)
Kecemasan meningkat berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal,
klien berada pada tingkat listening pada halusinasi, pemikiran menonjol seperti
gambaran suara dan sensasi.
c. Controling (Pengalaman Sensori Berkuasa, Cemas Berat)
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol, klien menjadi terbiasa
dan tidak berdaya pada halusinasinya.
d. Conquering (Melebur Dalam Pengaruh Halusinasi, Panik)
Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti perintah dari
halusinasi (Muhith 2015).

8
2.2.6 Tanda dan Gejala Halusinasi
a. Halusinasi Pendengaran
1) Melirik mata ke kanan dan ke kiri untuk mencari sumber yang dilihat.
2) Melihat dengan penuh perhatian pada orang yang berbicara/benda mati di
dekatnya.
3) Terlihat pembicara dengan mati atau orang yang tampak.
4) Melirikkan mata seperti ada yang di lihat.
b. Halusinasi Penglihatan
1) Tiba - tiba tampak tertangkap ketentuan karena orang lain, benda
mati/stimulus yang tidak terlihat.
2) Tiba - tiba lari keruangan.
c. Halusinasi Pengecapan
1) Meludahkan makanan atau minuman
2) Menolak makanan atau minuman obat
d. Halusinasi Penciuman
1) Mengkrutukan hidung seperti menghirup udara yang tidak enak.
2) Penciuman bau tubuh.
3) Menghirup bau udara ketika berjalan ke arah orang lain.
4) Respon terhadap bau dengan panik.
e. Halusinasi Peraba
1) Menampar diri sendiri seakan - akan sedang memadamkan api.
2) Melompat - lompat di lantai seperti menghindari sesuatu yang menyakitkan.
f. Halusinasi Kinestetik
Merasakan pergerakan - pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak (Farida
dan Yudi, 2012).
1) Mengverbalisasi terhadap proses tubuh
2) Menolak menyelesaikan tugas yang menggunakan bagian yang diyakini tidak
berfungsi (stuart, 2009 dikutip dalam Satrio, 2015).

9
2.2.7 Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Pikiran logis
2. Persepsi 1. Gangguan
1. Distorsi
akurat pikir/ delusi
pikiran ilusi
3. Emosi 2. Halusinasi
2. Reaksi emosi
konsisten 3. Sulit
berlebihan
dengan merespon
3. Perilaku aneh
pengalaman emosi
atau tidak
4. Perilaku 4. Perilaku
biasah
sesuai disorganisai
4. Menarik diri
5. Berhubungan 5. Isolasi sosial
sosial

Gambar 2.2 Rentang Respon Neurobiologis Halusinasi (Stuart Dan Laria, 2015)
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologis (Stuart dan Laraia, 2005). Ini merupakan respon
persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat maka persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterogrestasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan,
dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra
walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Respon individu (yang karena
suatu hal mengalami kelainan persepsi) yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya yang disebut dengan ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang
dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak akurat sesuai dengan stimulus yang
diterima. Respon tersebut digambarkan seperti gambar diatas.

2.2.8 Mekanisme Koping


1) Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari - hari
2) Proyeksi : mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
3) Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
4) Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

10
2.2.9 Sumber Koping
Keluarga merupakan salah satu sumber koping yang dibutuhkan individu ketika
mengalami stress. Keluarga merupakan salah satu sumber pendukung yang utama
dalam penyembuhan klien skizofrenia. Psikosis atau skizofrenia adalah penyakit
yang menakutkan dan sangat menjengkelkan yang memerlukan penyesuaian baik
bagi klien dan keluarga. Proses penyesuaian pasca psikotik terdiri dari empat fase
yaitu disonasi kognitif (psikosis aktif), pencapaian wawasan, stabilitas dalam
semua aspek kehidupan (ketetapan kognitif) dan bergerak terhadap prestasi kerja
atau tujuan pendidikan (Satrio, 2015).

2.2.10 Proses Terjadinya Masalah


a. Faktor Predisposisi
Faktor Predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia halusinasi
pada klien skizofrenia meliputi faktor biologi, psikologi dan juga sosial cultural
(Satrio 2015).
1) Faktor Biologi
Faktor biologi yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah faktor
genetik, neoroanatomi neorokimia serta imunovirologi.
a) Genetik
Secara genetik di temukan perubahan secara kromosom 5 dan 6 yang
mempredisposisikan individu yang mengalami skizofrenia. Penelitian
yang paling penting memusatkan pada anak kembar yang menunjukkan
anak kembar identik beresiko mengalami skizofrenia sebesar 50 %,
sedangkan pada kembar non identik/ praternal beresiko 15% mengalami
skizofrenia angka ini meningkat sampai 35% jika kedua orang tua biologis
menderita skizofrenia.
b) Neuroanatomi
Terjadi gangguan pola lobus frontatis maka akan terjadi perubahan pada
aktifitas motorik, gangguan intelektual, perubahan kepribadian dan juga
emosi yang tidak stabil. Sedangkan fungsi utama dari lobus temporalis
adalah pengaturan bahasa, ingatan dan juga emosi. Sehingga gangguan
yang terjadi pasakotiks temporalis dan nukleus – nukleus limbic yang
berhubungan pada lobus temporalis akan muncul timbul gejala halusinasi

11
c) Neurokimia
Penelitian di bidang Neurokimia transmisi telah memperjelas hipotesis di
sergulasi pada skizofrenia, gangguan terus - menerus dalam satu atau lebih
meurotransmitter atau neuromodulator mekanisme pengaturan homestatik
menyebabkan neurotransmitter tidak setabil atau tidak menentu. Teori ini
menyatakan bahwa area mesolimbik overatif terhadap dopamina
sedangkan pada area perefrontal mengalami hipoaktif sehingga terjadi
ketidak seimbangan antara sistem neorotransmiter dopamina seronin serta
yang lain.
2) Imunovirologi
Infeksi virus lebih sering terjadi pada tempat - tempat keramaian dan musim
dingin dan awal musim semi dan dapat terjadi inutero atau pada anak usia
dini pada beberapa orang yang rentan.
3) Faktor Psikologis
Awal terjadi skizofrenia di fokuskan pada hubungan dalam keluarga yang
mempengaruhi perkembangan gangguan ini, teori awal menunjukkan
kurangnya hubungan antara orang tua dan anak serta difungsi sistem keluarga
sebagai penyebab Skizofrenia. Lingkungan emosial yang tidak stabil
mempunyai resiko besar pada perkembangan skizofrenia pada masa kanak -
kanak difungsi situasi sosial seperti trauma masa kecil, kekerasan, hostilitas
dan hubungan interpersonal yang kurang hangat diterima oleh anak sangat
mempengaruhi perkembangan neurologikal anak sehingga lebih rentan
mengalami skizofrenia dikemudian hari.
4) Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah
adanya doublebind di dalam keluarga dan konflik dalam keluarga. Salah satu
faktor sosial yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah difungsi
dalam pengasuhan anak maupun dinamika keluarga. Konflik tersebut apabila
tidak diatasi dengan baik maka akan menyebabkan resiko terjadinya
skizofrenia.
b. Faktor Presipitasi
1) Biologis

12
Stresor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang
maladatif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses informasi dan adanya abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi rangsangan.
2) Pemicu Gejala
Pemicu atau stimulus yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit
yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladatif
berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu.
(a) Kesehatan
Seperti gizi buruk, kurang tidur, keletihan, infeksi, obat sistem saraf
pusat, gangguan proses informasi, kurang olahraga, alam perasaan
abnormal dan cemas.
(b) Lingkungan
Seperti lingkungan penuh kritik, gangguan dalam hubungan
interpersonal, masalah perumahan, setress, kemiskinan, tekanan terhadap
penampilan, perubahan dalam kehidupan dan pola aktifitas sehari - hari,
kesepian (kurang dukungan) dan tekanan pekerjaan.
(c) Perilaku
Seperti konsep diri rendah, keputusan, kehilangan motivasi, tidak
mampu memenuhi kebutuhan spiritual, bertindak berbeda dengan orang
lain, kurang keterampilan sosial, perilaku agresif dan amuk.

2.2.11 Dimensi Perilaku Halusinasi


Menurut (Yosep, 2010) terdapat 5 dimensi perilaku yaitu :
(1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti kelelahan
yang luar biasa, pengunaan obat - obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
(2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan.
(3) Dimensi Intelektual

13
Bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego.
(4) Dimensi Sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah - olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol
diri dan harga diri yang tidak di dapatkan di dunia nyata.
(5) Dimensi Spiritual
Secara spiritual, klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas
tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara
spiritual untuk menyucikan diri.

2.2.12 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan pada klien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan Lingkungan yang Terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan klien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual
dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa klien disentuh atau
dipegang. Klien jangan di isolasi baik secara fisik maupun emosional. Setiap
perawat masuk ke kamar atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu
juga bila akan meninggalkannya hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu
tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana
yang dapat merangsang perhatian dan mendorong klien untuk berhubungan
dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah
dan permainan.
2. Melaksanakan Program Terapi Dokter
Sering kali klien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuasif tapi intruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan
betul ditelan, serta reaksi obat yang diberikan.
3. Menggali Permasalahan Klien dan Membantu Mengatasi yang Ada
Setelah klien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu

14
mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui
keterangan keluarga klien atau orang lain yang dekat dengan klien.

4. Memberi Aktivitas pada Klien


Klien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolahraga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapatmembantu
mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang
lain. Klien di ajak menyusun jadwal kegiatan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan Keluarga dan Petugas Lain dalam Proses Keperawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya diberitahu tentang data klien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalnya dari percakapan dengan klien di ketahui bila sedang sendirian dia
sering mendengar suara yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya
suara - suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan
menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga klien dan petugas lain
agar tidak membiarkan klien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.

2.2.13 Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi


1. Identitas Klien
Identitas ditulis lengkap meliputi nama, usia dalam tahun, alamat, pendidikan,
agama, status perkawinan, pekerjaan, jenis kelamin, nomer rekam medis dan
diagnosa medisnya.
2. Alasan Masuk
Menanyakan kepada klien/ keluarga/ pihak yang berkaitan dan tulis hasilnya,
apa yang menyebabkan klien datang ke rumah sakit, apa yang sudah dilakukan
oleh klien/ keluarga sebelumnya atau dirumah untuk mengatasi masalah ini
dan bagaimana hasilnya. Klien dengan halusinasi biasanya dilaporkan oleh
keluarga bahwa klien sering melamun, menyendiri dan terlihat berbicara
sendiri, tertawa sendiri.
3. Riwayat Penyakit Sekarang

15
Menanyakan riwayat timbulnya gejala gangguan jiwa saat ini, penyebab
munculnya gejala, upaya yang dilakukan keluarga untuk mengatasi dan
bagaimana hasilnya.

4. Faktor Predisposisi
Menanyakan apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu,
pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya, adanya trauma masa lalu,
faktor genetik dan silsilah orang tuanya dan pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan.
5. Faktor Presipitasi
Merupakan faktor pencetus yang meliputi sikap persepsi merasa tidak mampu,
putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa malang, kehilangan rendah
diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan
penanganan gejala stress pencetus pada umumnya mencakup kejadian
kehidupan yang penuh dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan
ansietas.
6. Pemeriksaan Fisik
Mengkaji keadaan umum klien, tanda - tanda vital, tinggi badan/ berat badan,
ada/ tidak keluhan fisik seperti nyeri dan lain - lain.
7. Pengkajian Psikososial
a. Genogram
Membuat genogram beserta keterangannya untuk mengetahui kemungkinan
adanya riwayat genetik yang menyebabkan/ menurunkan gangguan jiwa.
b. Konsep Diri
1) Citra Tubuh
Bagaimana persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuhnya yang
paling/tidak disukai.
2) Identitas Diri
Bagaimana persepsi tentang status dan posisi klien sebelum dirawat,
kepuasan klien terhadap suatu/ posisi tersebut, kepuasan klien sebagai
laki - laki atau perempuan.
3) Peran

16
Bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi, status, tugas/ peran
yang harapannya dalam keluarga, kelompok, masyarakat dan bagaimana
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas/ peran tersebut.
4) Ideal Diri
Bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi, status, tugas/peran
dan harapan klien terhadap lingkungan.
5) Harga Diri
Bagaimana persepsi klien terhadap dirinya dalam hubungannya dengan
orang lain sesuai dengan kondisi dan bagaimana penilaian/ penghargaan
orang lain terhadap diri dan lingkungan klien.
c. Hubungan Sosial
Mengkaji siapa orang yang berarti/ terdekat dengan klien, bagaimana peran
serta dalam kegiatan dalam kelompok/ masyarakat serta ada/ tidak
hambatan dalam berhubungan dengan orang lain.
d. Spiritual
Apa agama/ keyakinan klien. Bagaimana persepsi, nilai, norma, pandangan
dan keyakinan diri klien, keluarga dan masyarakat setempat tentang
gangguan jiwa sesui dengan norma budaya dan agama yang dianut.
e. Status Mental
1) Penampilan
Observasi penampilan umum klien yaitu penampilan usia, cara
berpakaian, kebersihan, sikap tubuh, cara berjalan, ekspresi wajah,
kontak mata.
2) Pembicaraan
Bagaimana pembicaraan yang didapatkan pada klien, apakah cepat,
keras. Gagap, inkoheren, apatis, lambat, membisu dan lain - lain.
3) Aktivitas Motorik (Psikomotor)
Aktivitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik perlu dicatat dalam
hal tingkat aktivitas (latergik, tegang, gelisah, agitasi), jenis (TIK,
tremor) dan isyarat tubuh yang tidak wajar.
4) Afek dan Emosi
Afek merupakan nada perasaan yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan yang menyertai suatu pikiran dan berlangsung relatif
lama dan dengan sedikit komponen fisiologis/fisik serta bangga, kecewa.

17
Emosi merupakan manifestasi afek yang ditampilkan/diekspresikan
keluar, disertai banyak komponen fisiologis dan berlangsung relatif lebih
singkat/spontan seperti sedih, ketakutan, putus asa, khawatir atau
gembira berlebihan.

5) Interaksi Selama Wawancara


Bagaimana respon klien saat wawancara, kooperatif/tidak, bagaimana
kontak mata dengan perawat dan lain - lain.
6) Persepsi Sensori
Memberikan pertanyaan kepada klien seperti “apakah anda sering
mendengar suara saat tidak ada orang? Apa anda mendengar suara yang
tidak dapat anda lihat? Apa yang anda lakukan oleh suara itu. Memeriksa
ada/ tidak halusinasi, ilusi.
7) Proses Pikir
Bagaimana proses pikir klien, bagaimana alur pikirnya
(koheren/inkoheren), bagaimana isi pikirannya realitas/ tidak.
8) Kesadaran
Bagaimana tingkat kesadaran klien menurun atau meninggi.
9) Orientasi
Bagaimana orientasi klien terhadap waktu, tempat dan orang
10) Memori
Apakah klien mengalami gangguan daya ingat, seperti: efek samping
dari obat dan dari psikologis.
11) Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Apakah klien mengalami kesulitan saat berkonsentrasi, bagaimana
kemampuan berhitung klien, seperti: disaat ditanya apakah klien
menjawab pertanyaan sesuai dengan yang ditanyakan oleh observer.

8. Jenis – Jenis Halusinasi


Jenis Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi
Halusinasi 1. Bicara atau tertawa 1. Mendengar suara atau

18
pendengaran sendiri kegaduhan
2. Marah - marah tanpa 2. Mendengar suara yang
sebab bercakap - cakap
3. Menyedengkan telinga 3. Mendengar suara menyuruh
kearah tertentu melakukan sesuatu yang
4. Menutup telinga berbahaya

Halusinasi 1. Menunjuk nunjuk kearah Melihat bayangan sinar


penglihatan tertentu bentuk kartoon, melihat hantu
2. Ketakutan pada sesuatu atau monster
yang tidak jelas
Halusinasi 1. Menghidu seperti sedang Membaui bau - bauan seperti
penghiduan membaui bau bauan bau darah, urine, feces,
tertentu kadang -kadang bau itu
2. Menutup hidung menyenangkan
Halusinasi 1. Sering meludah Meraskan rasa seperti darah,
pengecapan 2. Muntah urine, atau feces
Halusinasi 1. Menggaruk - garuk 1. Mengatakan ada serangga
perabaan permukaan kulit dipermukaan kulit
2. Merasa seperti tersengat
listrik

9. Kemampuan Penilaian Halusinasi


1) Daya tilik diri
Apakah klien mengingkari penyakit yang diderita, apakah klien menyalahkan hal -
hal diluar dirinya.
2) Kebutuhan persiapan pulang
Apakah dalam melakukan kebutuhan sehari - hari seperti makan, BAB/BAK,
mandi, berpakaian/ berhias, istirahat tidur, penggunaan obat, pemeliharaan
kesehatan, kegiatan di dalam rumah atau diluar rumah memerlukan bantuan atau
pendampingan dari perawat/keluarga.
3) Mekanisme Koping

19
Perilaku yang mewakili upaya melindungi diri sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologik.

4) Masalah Psikososial dan Lingkungan


Setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis atau
social yang memberikan pengaruh timbale balik dan dianggap berpotesi cukup
besar sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa atau gangguan kesehatan
secara nyata atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang berdampak pada
lingkungan sosial.
5) Pengaruh kurang pengetahuan
Suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi
pengetahuan kognitif atau ketrampilan - ketrampilan psikomotor berkenaan dengan
kondisi atau rencana pengobatan.

Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Umum & Intervensi Keperawatan
Keperawatan Tujuan Khusus
1. Gangguan TUM :
persepsi
Klien tidak
sensori:
mencederai diri
halusinasi
sendiri, orang lain
penglihatan
dan lingkungan

TUK :

1. Klien dapat 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan


membina menggunakan prinsip komunikasi

hubungan saling terapeutik dengan cara :

percaya dasar a. Sapa klien dengan ramah baik


untuk kelancaran verbal maupun non verbal
hubungan
b. Perkenalkan diri dengan
interaksi
sopan
seanjutnya

20
c. Tanyakan nama lengkap klien
dan nama panggilan yang disukai

d. Jelaskan tujuan pertemuan

e. Jujur dan menepati janji

f. Tunjukkan sikap empati dan


menerima klien apa adanya

g. Berikan perhatian kepada


klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat
mengenal 2.1 Adakan kontak
halusinasinya sering dan singkat secara bertahap

2.2 Observasi tingkah


laku klien terkait dengan halusinasinya:
bicara dan tertawa tanpa stimulus
memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan
seolah - olah ada teman bicara

2.3 Bantu klien


mengenal halusinasinya

a. Tanyak
an apakah ada suara yang didengar

b. Apa
yang dikatakan halusinasinya

c. Kataka
n perawat percaya klien mendengar
suara itu , namun perawat sendiri
tidak mendengarnya.

d. Kataka
n bahwa klien lain juga ada yang
seperti itu

21
e. Kataka
n bahwa perawat akan membantu
klien

2.4 Diskusikan dengan


klien :

a. Situasi yang menimbulkan/tidak


menimbulkan halusinasi

b. Waktu dan frekuensi terjadinya


halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
3. Melatih
mengontrol 2.5 Diskusikan dengan

halusinasi dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi

patuh minum halusinasi (marah, takut, sedih, senang)

obat beri kesempatan klien mengungkapkan


perasaannya

3.1 Mengevaluasi tanda & gejala,


kemampuan pasien dalam mengontrol
halusinasi dengan menghardik , jadwal
kegiatan harian.
4. Klien dapat
3.2 Memberikan pendidikan kesehatan
mengontrol
tentang penggunaan obat secara teratur
halusinasinya
3.3 Menganjurkan pasien memasukkan
dengan cara
dalam jadwal kegiatan harian
bercakap – cakap

4.1 Mengevaluasi tanda & gejala,


kemampuan pasien dalam mengontrol
halusinasi dengan menghardik, patuh
5. Melatih minum obat., jadwal kegiatan harian
mengontrol 4.2 Melatih pasien mengendalikan halusinasi
halusinasi dengan dengan cara bercakap - cakap dengan

22
melakukan orang lain
kegiatan secara 4.3 Menganjurkan pasien memasukkan
terjadwal dalam jadwal kegiatan harian

5.1 Mengevaluasi tanda & gejala,


kemampuan pasien dalam mengontrol
halusinasi dengan menghardik, patuh
minum obat. Bercakap - cakap, ,jadwal
kegiatan harian
5.2 Melatih pasien mengendalikan halusinasi
dengan cara melakukan aktifitas
(kegiatan yang biasa dilakukan) secara
terjadwal
5.3 Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

Implementasi
Implementasi merupakan tindakan keperawatan diselesaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melakukan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan,
perawat perlu menvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan
disesuaikan dengan kondisi klien saat ini (farida & yudi, 2012)

Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan dan dilakukan terus - menerus untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan evaluasi dapat di bagi
menjadi dua yaitu sebagai berikut :
1) Evaluasi proses (formatif) yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan
keperawatan
2) Evaluasi hasil (sumatif) dilakukan dengan cara membandingkan respon klien dengan
tujuan yang telah di tentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

23
A : Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih ada atau telah teratasi atau muncul masalah baru.
P : Perencanaan tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respon

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1) Identitas Umum
Nama Klien : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 47 Tahun
Agama : Islam
Suku Bangsa : Betawi
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Diagnosa Medis :-
Tgl Pengkajian : 8 Juli 2020
Keluhan Utama : Klien mengatakan jika melihat air selalu melihat bayangan
berwarna hitam dan putih serta klien dapat mendengar suara –
suara yang tidak ada wujudnya. Selain itu, klien juga
mengatakan merasa nyeri kepala.

2) Komposisi Keluarga yang Tinggal Serumah


No Nama Jenis Umur Hub Pendidikan Pekerjaan
24
kelamin keluarga
1 Tn. A Laki - laki 48 tahun Suami SMA Wiraswasta
2 Nn. D Perempua 18 tahun Anak SMA Pelajar
n

3) Status Kesehatan Keluarga yang Tinggal Serumah


No Nama BB TB Status Status Riwayat
(Kg) (Cm) Imunisasi Kesehatan Penyakit/Alergi
Saat Ini
1 Tn. A 58 kg 157 Tidak Sehat -
cm imunisasi
2 Ny.N 57 kg 155 Tidak sakit Epilepsi
cm imunisasi Idiopathic
peripheral
autonomic
neuropathy
3 Nn. D 45 kg 157 Imunisasi Sehat -
cm lengkap

4) Genogram
perempuan klien

Laki - Laki meninggal

-------- Tinggal Serumah

48 47

25
18

Klien tinggal bersama suami dan 1 orang anaknya.


1. Pola asuh : Klien adalah anak ke-dua dari tiga bersaudara. Semasa kecil
klien selalu bermain bersama teman - temannya karena kedua orang tuanya
sibuk bekerja. Klien sudah mengalami epilepsi sejak kecil sehingga ia pun
memutuskan putus sekolah karena khawatir epilepsinya kambuh di sekolah.
Klien sekarang berumur 48 tahun. Klien sudah menikah. Klien tinggal
serumah dengan suami dan seorang anak perempuannya. Suami klien
bekerja sebagai pedagang keliling.
2. Pola komunikasi : Klien merasa orang terdekatnya adalah Nn.D, klien
hanya berkomunikasi dengan suami dan anaknya. Bila ada masalah klien
akan menceritakan masalah tersebut kepada suaminya. Pengambilan
keputusan dilakukan oleh suami klien.
3. Penyakit keturunan : Klien mengatakan memiliki penyakit keturunan
epilepsi.
5. Data pengkajian Klien
a. Dimensi Biologis dan fisiologis : suku bangsa, kesadaran, tanda vital, penyakit
keturunan, penyakit yang diderita sebelumnya, pengkajian fisik klien :
 Sistem Pernafasan :
Klien mengatakan tidak mengalami sesak napas dan nyeri dada.
RR = 22 x/menit
 Sistem Pencernaan
Klien mengatakan tidak ada masalah pencernaan seperti sakit perut, diare, dan
sembelit dll.
BAB = 2 x sehari, kontinensi padat, warna coklat
BAK = 2 x sehari, warna kuning
 Sistem Kardiovaskular :
a) Jantung : BJ1 murni, BJ2 murni, tidak ada gallop, dan tidak ada murmur
b) Paru : simetris tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada penggunaan otot
bantu nafas, suara vesikuler, tidak nada suara tambahan

26
 Sistem Persyarafan :
1) Fungsi Serebral
Tingkat kesadaran kompos mentis, GCS = E4 M6 V5, gaya bicara pelan
dan lambat,
2) Pemeriksaan Syaraf Kranial
 Nervus I Olfacturius
- Sensasi hidung kanan :Tidak bisa membedakan bau kopi dan parfum
- Sensasi hidung kiri : Tidak bisa membedakan bau kopi dan parfum

 Nervus II Optikus
- Mata Kanan : Lapang pandang kecil, penglihatan kurang baik,
mampu menyebutkan warna tertentu dengan benar
- Mata Kiri : Lapang pandang kecil, penglihatan kurang baik, mampu
menyebutkan warna tertentu dengan benar
 Sistem Musculoskeletal :
Klien mengatakan jarang beraktifitas selama tinggal dirumah. Berdasarkan
diagnosa peyakit klien mengalami Idiopatic Peripheral Autonomic Neuropathy
yang menyebabkan atropi otot.
 Sistem Integument :
Kulit teraba kering dan lengket karena sudah lama tidak mandi, turgor kulit
tidak baik, warna kulit sawo matang
 Sistem Endokrin :
Tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan tiroid.
 Sistem Abdomen :
Bentuk datar, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, tidak ada hepatomegali,
perpusi timpani
 Sistem Perkemihan dan Pengeluaran :
Klien mengatakan warna urinnya kuning dan cukup banyak. Dalam sehari
buang air kecil sebanyak 2x/ hari.
 Sistem Penginderaan :
Bentuk simetris, pendengaran baik, terdapat serumen, tidak ada nyeri tekan.
 Sistem Reproduksi :

27
Klien menolak dilakukan pemeriksaan.
*) Tambahkan pengkajian yang dianggap perlu
Klien mengatakan pernah masuk Rumah Sakit 2 kali yaitu pertama pada tahun
2011 dengan penyakit syaraf dan berobat di RSUD Bekasi, Kemudian yang
kedua pada tahun 2020 dengan penyakit syaraf juga di Rumah sakit Bella.

b. Hasil pemeriksaan penunjang : -

c. Dimensi Psikologis :
1) Status Mental :
a) Penampilan klien terlihat kotor dan tidak rapih karena klien tidak pernah
mandi dan mengatakan takut air.
b) Pembicaraan : Klien kooperatif tetapi berbicaranya lambat.
c) Aktifitas motorik : klien tampak lesu, gelisah dan cemas jika suaminya
tidak pulang - pulang, dan lebih menghabiskan waktu bersama istri muda.
d) Alam perasaan : Klien terlihat sedih karena penyakitnya yang tidak kunjung
sembuh.
e) Afek : Saat di wawancarai ekspresi wajah klien datar
f) Interaksi selama wawancara : Selama wawancara klien kooperatif, kontak
mata (-)
g) Persepsi : Pada saat pengkajian klien mengatakan melihat bayangan
berwarna hitam putih didalam air dan mendengar suara – suara yang tidak
ada wujudnya.
h) Proses pikir : pada saat dikaji proses pikir klien termasuk preserverasi yaitu
pembicaraan yang diulang berkali - kali. Hal ini terjadi setiap kali ditanya
gejala klien akan menjawab bahwa adanya masalah kesehatan syaraf
sebagai penyebab terjadinya halusinasi.
i) Isi pikir : Klien mengalami gangguan isi pikir fobia
j) Waham : tidak terdapat waham pada klien
k) Tingkat kesadaran : kesadaran klien compos mentis. Klien sadar tidak
mengalami disorientasi waktu (jam, hari, tahun), tempat, dan orang. Tetapi
tidak sadar tanggal.

28
l) Memori : Daya ingat jangka panjang klien baik, klien masih ingat masa
lalunya (Saat muda klien senang menonton layar tancep bersama teman -
temannya). Daya ingat jangka pendek klien tidak baik karena tidak dapat
mengingat kegiatan sehari - harinya.
m)Tingkat konsentrasi dan berhitung : Klien sekolah lulusan SD, klien tidak
mampu berkonsentrasi, berpikir, dan tidak mampu berhitung sederhana
ketika ditanya.
n) Kemampuan penilaian : Klien mengatakan malu sehingga ia tidak percaya
diri untuk berinteraksi dengan warga sekitar karena bau badannya.
o) Daya tilik diri : Klien menyadari bahwa memiliki masalah penyakit saraf
namun klien tidak menyadari bahwa memiliki halusinasi.
2) Kebutuhan Persiapan pulang:
a) Makan : klien makan 3x/hari dengan oncom dan sambal. Klien bisa makan
secara mandiri tanpa bantuan dari orang lain
b) Minum : Klien minum sehari 500 cc karena klien takut air
c) BAB = 2 x sehari, kontinensi padat, warna coklat
BAK = 2 x sehari, warna kuning
d) Mandi : Klien mengatakan tidak pernah mandi, keramas, dan gosok gigi
karena takut air.
e) Berpakaian dan berhias: Klien mengatakan tidak pernah ganti baju dan
berhias
f) Istirahat dan tidur : Klien mengatakan tidak pernah tidur siang dan klien
mengatakan tidur malam hanya 1 jam karena sering terbangun karena
merasa nyeri di bagian kepalanya dan mendengar suara orang menangis.
g) Penggunaan obat : Klien sedang tidak mengkonsumsi obat
h) Pemeliharaan Kesehatan : Klien mengatakan pernah ke Rumah Sakit
Umum 2x untuk pengobatan penyakit syarafnya. Tetapi, klien tidak pernah
memeriksakan dirinya ke Rumah Sakit Jiwa.
i) Kegiatan di dalam rumah : Klien mengatakan kegiatan dirumah hanya
menyapu lantai.
j) Kegiatan di luar rumah : Klien mengatakan tidak ada kegiatan yang dia
lakukan di luar rumah. Karena klien hanya berdiam diri saja di rumah.

29
3) Mekanisme Koping : Mekanisme koping klien maladaptif, karena klien
mengatakan merasa kesal kepada suami dan anaknya karena tidak mau
mendengarkannya.
4) Masalah Psikososial dan Lingkungan
a) Masalah dengan dukungan kelompok : Klien mengatakan tidak
mendapatkan dukungan kesehatan jiwa untuk kesembuhannya, dari
keluarga maupun saudara serta kelompok yang berada di lingkungan
rumahnya.
b) Masalah berhubungan dengan lingkungan : Klien mengatakan merasa malu
untuk berinteraksi dengan tetangga di lingkungannya, karena klien merasa
khawatir dan takut jika tetangganya tidak nyaman dengan bau badannya.
c) Masalah dengan pendidikan : Klien mengatakan tidak lulus SD karena
masalah kesehatannya yaitu epilepsi.
d) Masalah dengan pekerjaan : Klien berperan sebagai Ibu Rumah Tangga.
Tetapi, klien tidak pernah melakukan pekerjaan rumah. Kegiatan yang
dilakukan klien di rumah hanya duduk. Semua pekerjaan rumah dilakukan
oleh anaknya.
e) Masalah dengan perumahan : saat ini klien tinggal dirumah sendiri bersama
suami dan seorang anak perempuannya.
f) Masalah Ekonomi : Klien mengatakan hidupnya dan Keluarga masih
mampu dan berkecukupan untuk makan sehari – hari.
g) Masalah dengan pelayanan kesehatan : Klien mengatakan tidak pernah
mendapatkan kunjungan tenaga kesehatan ke rumahnya.
5) Pengetahuan kurang tentang : Klien tidak mengetahui tentang masalah
penyakit halusinasinya, faktor presipitasi, dan mekanisme koping.
6) status emosional : Klien mengatakan merasa putus asa dan sedih karena sudah
lelah berobat namun tidak kunjung sembuh.
7) Strategi koping : Klien mengatakan jika ada masalah, klien akan
mendiskusikan masalah bersama dengan suaminya. Kemudian suaminya yang
akan mengambil keputusan untuk penyelesaian masalah tersebut.
8) Penyesuaian diri : Klien mengatakan tidak mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan.

30
9) Kecemasan : Klien mengatakan cemas jika suaminya tidak pulang - pulang,
dan lebih menghabiskan waktu bersama istri muda. Klien juga mengatakan
khawatir dengan keuangan keluarga yang tidak mencukupi.
10) Terapi medik :
a) Amitriptyline 25 mg/tablet 3x ½ tab (sesudah makan)
b) Gabapentin 300 mg/capsule 3x 1 cap (sesudah makan)
c) Megabal 500 mg/capsule 3x 1 cap (seduah makan)
11) Konsep diri:
a) Gambaran Diri :Klien mengatakan tidak ada yang disukainya dari bagian
tubuhnya
b) Identitas diri : Klien mengatakan merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara. Klien tidak lulus SD. Saat ini klien hanya berdiam diri saja di
rumah.
c) Peran : Klien sudah menikah. Klien berperan sebagai istri dan juga ibu
dari satu orang anak perempuannya.
d) Ideal Diri : Klien mengatakan ingin sembuh dan kembali ke kehidupan
seperti biasanya untuk menjalankan peran dan tugasnya. Klien berharap
bisa berinteraksi dengan orang – orang disekitarnya.
e) Harga diri: Klien mengatakan merasa malu untuk berinteraksi dengan
orang lain karena ia takut bau badannya tercium.
12) Riwayat sakit mental : Klien mengatakan tidak memiliki riwayat sakit mental
13) Stressor : Klien mengatakan sudah lelah dengan pengobatannya yang tak
kunjung sembuh, selain itu klien kesal kepada suaminya yang menikah lagi,
dan kesal juga pada Nn.D karena selalu pergi dan tidak mau menemaninya di
rumah. Sehingga klien merasa sedih dan kesepian.
14) Dimensi Lingkungan Rumah
a) Lingkungan dalam rumah : Tidak ada dukungan dari keluarga maupun
saudara dan RT serta RW setempat yang berkaitan tentang masalah
kesehatan jiwa.
b) Lingkungan luar rumah : Klien tinggal di kawasan padat penduduk, untuk
sanitasi lingkungan terdapat pembuangan limbah atau got di belakang
rumah, sampah biasa dikumpulkan di ladang kosong dan dibakar.
15) Dimensi Sosial budaya :

31
Pendapatan klien dalam sebulan kurang lebih sejuta dalam sebulan. Suami
bekerja sebagai pedagang keliling sedangkan klien sudah lama tidak bekerja
karena kondisi tubuhnya yang sakit. Selain itu Nn.D baru lulus sekolah tahun
ini. Kini Nn. D belum bekerja dan sedang mencari lowongan pekerjaan.
Klien tidak pernah melakukan hubungan interaksi dengan tetangga karena
malu dengan bau badannya. Bahasa yang digunakan sehari - hari adalah
bahasa Indonesia, hubungan klien dengan anggota rumah kurang baik
mengingat Nn. D sering meninggalkan klien pergi sehingga klien sering
merasa kesepian.
16) Dimensi Perilaku :
Klien tidak memiliki pantangan makanan, bila ada anggota keluarga yang
sakit biasanya akan membeli obat di warung terlebih dahulu dan jika kondisi
belum membaik akan dilarikan ke rumah sakit. Klien sudah lama tidak mandi
terakhir mandi pada saat lebaran 2 bulan lalu.
17) Dimensi system kesehatan:
Pelayanan kesehatan merasa tidak mengalami kesulitan dan mendapatkan
pelayanan kesehatan.
3.2 Analisa Data
No DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS : Kerusakan sistem saraf Nyeri kronis
- Klien mengatakan nyeri
kepala sejak 2011
- P : Nyeri terasa setelah
beraktifitas
- Q : Nyeri terasa seperti
nyeri tumpul dan dipukul
- R : nyeri terasa pada
daerah kepala
- S : Skala nyeri 4
- T : sudah diberikan obat
pengurang rasa nyeri.
DO :
- Klien tampak meringis

32
dan menyentuh
kepalanya saat dilakukan
pemsik neuro
- Klien tidak bisa
mengenal rasa dan
mengenal bau.
2 DS : Halusinasi gangguan Halusinasi penglihatan
- Klien mengatakan sensori : halusinasi dan pendengaran
melihat bayangan hitam penglihatan dan
dan putih besar setiap pendengaran
kali melihat air
- Klien mengatakan dapat
mendengar suara – suara
yang tidak ada
wujudnya.
DO :
- Klien menolak ketika
melihat air

3 DS : Munculnya perasaan Harga diri rendah


- Klien mengatakan lebih negatif terhadap diri
senang di dalam dan sendiri akibat
tidak pernah mengobrol penguatan negatif
dengan tetangga karena berulang dan
ia takut tetangganya kurangnya pengakuan
tidak suka dengan aroma dari orang lain.
tubuhnya
DO :
- Klien tampak menunduk
saat ditanya alasan tidak
pernah berbincang
dengan tetangganya
4 DS : Ketidak mampuan Defisit perawatan diri

33
- Klien mengatakan tidak menjalankan aktifitas
pernah mandi, keramas perawatan diri karena
dan sikat gigi karena adanya gangguan saraf
takut air
DO :
- Klien tampak kotor
- Tubuh klien tercium bau,
tidak pernah ganti baju

5 DS : gangguan persepsi Gangguan mobilitas


- Klien mengatakan tidak sensori halusinasi fisik
mau berjalan dilantai
karena merasa lantai
licin dan memiliki
banyak air.
- Klien mengatakan sulit
menggerakan kaki kanan
dan kiri

DO :
- Kekuatan otot menurun
4 3

3 3
- Rentang gerak ROM
terbatas
6 DS : Kejadian yang tidak Distres spiritual
- Klien mengatakan sudah diharapkannya:
lama tidak menjalankan penyakit yang tak
sholat kunjung sembuh
DO :
- Klien lupa gerakan
berwudhu dan sholat

34
7 DS : Kurang kontrol tidur: Gangguan pola tidur
- Klien mengatakan sulit Kecemasan karena
tidur karena selalu mendengar suara
mendengar suara orang
menangis.
- Klien mengatakan selalu
terbangun setiap 1 jam
sekali.
DO : -
8 DS : Gangguan fisik : Resiko bunuh diri
- Klien mengatakan sudah (nyeri kronis)
lelah dengan
penyakitnya yang gidak
kunjung sembuh
DO :
- Ditemukan 2 buah pisau
di bawah bantal tidur

3.3 Diagnosa Keperawatan (urutkan sesuai prioritas masalah)


Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini, penulis mengolongkan prioritas masalah
berdasarkan 2 jenis jenis kriteria yaitu masalah keperawatan secara fisik, masalah
keperawtan spiritual dan masalah keperawatan secara psikologi, berikut ini adalah
penjelasannya :
1. Masalah Keperawatan Secara Fisik :
a. Nyeri kronis b/d kerusakan sistem saraf d/d mengeluh nyeri dan tampak meringis
b. Gangguan mobilitas fisik b/d ganguan persepsi sensori :halusinasi d/d rentang
gerak ROM terbatas.
c. Gangguan pola tidur b/d Hambatan lingkungan d/d adanya keluhan sulit tidur dan
mudah terbangun karena kecemasan
2. Masalah Keperawatan Secara Psikologi :
a. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Penglihatan dan pendengaran
b. Harga diri rendah kronis

35
c. Defisit perawatan diri
d. Resiko bunuh diri
3. Masalah Keperawatan Spiritual :
a. Distres spiritual b/d kejadian yang tidak diharapkan: Nyeri kronis d/d klien lupa
gerakan wudhu dan sholat.

3.4 Intervensi Keperawatan


3.4.1 Intervensi Masalah Fisik
No.DX Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Penanggung
jawab
Pelaksana
1 Tujuan Jangka Panjang : Kunjungan 1 : Supervisor :
Klien tidak mengalami rasa Membina hubungan Ns. Aty
nyeri saling percaya dan Nurillawaty R,
Tujuan Jangka Pendek : pengkajian M.Kep., Sp.,Kep.J
Tingkat nyeri klien berkurang Kunjungan 2 :
atau menurun. Pengkajian Penanggung
Jawab Kasus :
Siti Nurjanah
Kunjungan 3 :
Kriteria Hasil : Pelaksana/
1. Pemeriksaan
Setelah dilakukan tindakan Petugas :
tanda-tanda vital
keperawatan selama 8 kali Siti Nurjanah
2. Edukasi
pertemuan dalam 2 minggu Anita
pengertian nyeri,
diharapkan tingkat nyeri klien Fidiyatun Khasanah
periode, dan
menurun dengan kriteria hasil
pemicu nyeri
yaitu :
3. Ajarkan kontrol
1. Keluhan nyeri menurun
nyeri dengan
2. Ekspresi meringis
teknik non-
menurun
farmakologis :
3. Kesulitan tidur menurun
tarik nafas dalam,
4. Sikap gelisah klien
distraksi
menurun
Kunjungan 4 :
1. Pemeriksaan

36
tanda - tanda vital
2. Evaluasi hipnotis
5 jari pada klien
2 Tujuan Jangka Panjang : Kunjungan 1 : Supervisor :
Klien mampu beraktifitas Membina hubungan Ns. Aty
secara mandiri saling percaya dan Nurillawaty R,
Tujuan Jangka Pendek : pengkajian M.Kep., Sp.,Kep.J
Kemampuan fisik klien dalam Kunjungan 2 :
menggerakan ekstremitas Pengkajian Penanggung
dapat meningkat Kunjungan 3 : Jawab Kasus :
Kriteria Hasil : 1. Pemeriksaan Fidyatun Khasanah
Setelah dilakukan tindakan tanda-tanda vital
keperawatan selama 8 kali 2. Edukasi Pelaksana/
mertemuan dalam 2 minggu pengertian Petugas :
diharapkan kemampuan ambulasi, Siti Nurjanah
dalam gerakan fisik manfaat, dan Anita
ekstemitas meningkat dengan Ajakan ROM Fidiyatun Khasanah
kriteria hasil yaitu : 4. Evaluasi kegiatan
1. Penggerakan ekstremitas yang sudah
meningkat diajarkan
2. Kekuatan otot meningkat Kunjungan 4 :
3. Rentang gerak ROM 1. Pemeriksaan
meningkat tanda - tanda vital
2. Evaluasi
kemampuan ROM
klien
3. Evaluasi kegiatan
3 Tujuan Jangka Panjang : Kunjungan 1 : Supervisor :
Klien tidak mengalami Membina hubungan Ns. Aty
masalah gangguan tidur. saling percaya dan Nurillawaty R,
Tujuan Jangka Pendek : pengkajian M.Kep., Sp.,Kep.J
Kualitas dan kuantitas tidur Kunjungan 2 :
klien membaik. 1. Identifikasi faktor Penanggung
Kriteria Hasil : pengganggu tidur Jawab Kasus :

37
Setelah dilakukan tindakan 2. Identifikasi Anita
keperawatan selama 8 kali makanan atau
pertemuan dalam 2 minggu minuman yang Pelaksana/
diharapkan kualitas dan mengganggu tidur Petugas :
kuantitas tidur klien membaik (Kopi, teh, rokok, Siti Nurjanah
secara adekuat dengan kriteria alkohol) Anita
hasil yaitu : 3. Memberikan Fidiyatun Khasanah
1. Keluha edukasi
n sulit tidur menurun pentingnya tidur
2. Keluha cukup dan
n sering terjaga makanan serta
3. Keluha minuman yang
n tidak puas tidur mengganggu tidur
4. Keluha Kunjungan 3 :
n pola tidur berubah 1.
5. Keluha progresif
n istirahat tidak cukup 2.
progresif kepada
klien dan keluarga
3.
dan perasaan klien
4.
rencana kegiatan
sehari - hari

3.4.2 Intervesi masalah Psikologi :


No. Tujuan Dan Kriteria Intervensi Penanggung
Dx Hasil Jawab/Pelaksana
1 Tujuan Jangka Panjang : Kunjungan 1 : Supervisor :
Klien tidak mengalami Membina hubungan saling Ns. Aty
gangguan persepsi sensori percaya dan pengkajian Nurillawaty R,
(halusinasi penglihatan) Kunjungan 2 : M.Kep., Sp.,Kep.J

38
selama dalam perawatan. Pengkajian
Tujuan Jangka Pendek : Kunjungan 3 : Pelaksana/
Persepsi realitas klien 1. Mengajarkan cara Petugas :
membaik manejemen halusinasi Siti Nurjanah
Kriteria Hasil : 2. Menjelaskan pengertian Anita
Setelah dilakukan tindakan halusinasi, penyebab Fidiyatun Khasanah
keperawatan selama 8 kali halusinasi, tanda dan gejala
pertemuan diarapkan klien halusinasi.
mampu mengatasi 3. Mengajarkan tarik nafas
halusinasi dengan di tandai dalam
KH sebagai berikut : 4. Evaluasi tarik nafas dalam
1. Verbalisasi melihat dan masukan dalam kegiatan
bayangan menurun harian
2. Verbalisasi merasakan Kunjungan 4 :
sesuatu melalui indra 1. Evaluasi teknik tarik nafas
perabaan menurun dalam kepada klien
3. Tindakan menarik diri 2. Ajarkan cara menghardik
menurun halusinasi
4. Kegiatan melamun pada 3. Evaluasi menghardik
klien menurun halusinasi dan masukan
dalam kegiatan harian
Kunjungan 5 :
1. Evaluasi teknik hardik
halusinasi
2. Ajarkan teknik minum obat
3. Evaluasi minum obat pada
klien dan masukan dalam
kegiatan harian
Kunjungan 6 :
1. Evaluasi minum obat teratur
pada klien
2. Ajarkan teknik berbincang
dengan teman atau keluaraga
untuk mengurangi halusinasi
39
3. Evaluasi teknik berbincang
dengan teman untuk
mengurangi halusinasi dan
masukan dalam kegiatan
harian
Kunjungan 7 :
1. Evaluasi suasana hati klien
2. Evaluasi rencana kegiatan
3. Menjelaskan teknik
berbincang dan melakukan
kegiatan sehari
4. Evaluasi teknik berbincang
dan kegiatan
2 Tujuan Jangka Panjang : Kunjungan 1 : Supervisor :
Klien tidak terjadi Sp I Ns. Aty
gangguan konsep diri : 1. Membina hubungan saling Nurillawaty R,
harga diri rendah atau klien percaya M.Kep., Sp.,Kep.J
akan meningkat harga 2. Membantu klien
dirinya mengidentifikasi situasi Penanggung
Tujuan Jangka Pendek : penyebab harga diri rendah. Jawab Kasus :
Harga diri klien meningkat 3. Mengidentifikasi Fidiyatun Khasanah
Kriteria Hasil : kemampuan dan aspek positif
Setelah dilakukan tindakan yang dimiliki pasien. Pelaksana/
keperawatan selama 8 x 4. Membantu pasien menilai Petugas :
pertemuan diharapkan kemampuan pasien yang Siti Nurjanah
1. Klien dapat membina masih dapat digunakan Anita
hubungan saling 5. Membantu pasien memilih
Fidiyatun Khasanah
percaya dengan kegiatan yang akan dilatih
perawat sesuai dengan kemampuan
2. Klien dapat pasien
mengidentifikasi 6. Melatih pasien kegiatan yang
kemampuan dan aspek dipilih sesuai dengan
positif yang dimiliki kemampuan

40
3. Klien dapat menilai 7. Membimbing pasien
kemampuan yang memasukkan dalam jadwal
dapat digunakan kegiatan harian
4. Klien dapat 8. Memvalidasi masalah dan
menetapkan atau latihan
merencanakan kegiatan 9. Melatih kegiatan pertama
sesuai dengan (atau selanjutnya yang dipilih
kemampuan yang sesuai kemampuan pasien)
dimiliki 10.Menganjurkan pasien
5. Klien dapat melakukan memasukkan dalam jadwal
kegiatan sesuai kondisi kegiatan harian.
dan kemampuan Kunjungan 2 :
6. Klien dapat SP2
memanfaatkan system 1. Memvalidasi masalah dan
pendukung yang ada latihan sebelumya
2. Melatih kegiatan kedua
(melipat baju) yang dipilih
sesuai kemampuan pasien
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
Kunjungan 3 :
1. Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumya
2. Melatih kegiatan ketiga atau
selanjutnya yang dipilih
sesuai kemampuan pasien
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
Kunjungan 4 :
1. Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumya
2. Melatih kegiatan ke empat
41
atau selanjutnya yang dipilih
sesuai kemampuan pasien
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
3 Tujuan Jangka Panjang : Kunjungan 1 : Supervisor :
klien mampu memenuhi Membina hubungan saling Ns. Aty
kebutuhan perawatan diri percaya Nurillawaty R,
Tujuan Jangka Pendek : Kunjungan 2 : M.Kep., Sp.,Kep.J
Membina hubungan saling Pengkajian
percaya Kunjungan 3 : Penanggung
Kriteria Hasil : Memberi dukungan tentang Jawab Kasus :
1. Kemampuan mandi pentingnya perawatan diri Anita
menurun Kunjungan 4 :
2. Kemampuan Mengajarkan cara berpakaian, Pelaksana/
mengunakan pakaian membersihkan diri, berdandan Petugas :
menurun dan kebersihan mulut Siti Nurjanah
3. Kemampuan ke toilet Anita
menurun BAB/BAK Fidiyatun Khasanah
4. Verbalisasi keinginan
melakukan perawatan
diri menurun
5. Minat melakukan
perawatan diri menurun
6. Mempertahankan
kebersihan diri menurun
7. Mempertahankan
kebersihan mulut
menurun

3.4.3 Intervensi Masalah Spiritual


No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Penanggung

42
Dx Jawab/Pelaksana
1 Tujuan Jangka Panjang : Kunjungan 1 : Supervisor :
Klien mampu memenuhi Membina hubungan saling Ns. Aty
kebutuhan beribadah secara percaya dan pengkajian Nurillawaty R,
mandiri Kunjungan 2 : M.Kep., Sp.,Kep.J
Pengkajian
Kunjungan 3 : Penanggung
Tujuan Jangka Pendek : 1. Ajarkan tata cara wudhu Jawab Kasus :
Klien mampu mengingat 2. Ajarkan tata cara sholat Fidiyatun Khasanah
kembali tata cara wudhu dan 3. Evaluasi kegiatan
sholat. Pelaksana/
Kriteria Hasil : Petugas :
1. Klien mampu mengingat Siti Nurjanah
dan mengucapkan tata Anita
cara wudhu Fidiyatun Khasanah
2. Klien mampu mengingat
dan mengucapkan tata
cara sholat

3.5 Implementasi Keperawatan

Tgl / Nama & Ttd Ttd


Nama & Ttd
Jam / Implementasi Keluarga/Klie Supervisor
Perawat
No. Dx n
8 Juli Kunjungan 1
2020/ 1. Membina hubungan saling
10.00/ percaya
1 dan 2 2. Melakukan pengkajian
keperawatan

8 Juli Kunjungan 1 :
2020/ 1. Membina hubungan saling
10.00/ percaya

43
3 2. Melakukan pengkajian
keperawatan
9 Juli Kunjungan 2 :
2020/ 1. Mengukur TTV
10.00/ TD : 120/70 mmHg
1,2,3 S : 36,3 oC
N : 70 x/menit
R : 20 x/menit
2. Melakukan pemeriksaan fisik
3. Melakukan pengkajian (Bio-
psiko-sosial-spiritual)
13 Juli Kunjungan 3 :
2020/ 1. Mengukur TTV
11.00/ 2. Mengkaji nyeri
1,2 3. Mengajarkan teknik mengurangi
nyeri dengan non farmakologis
(tarik nafas dalam)
4. Mengajarkan teknik menghardik
halusinasi
5. Mengevaluasi kegiatan
menghardik halusinasi dan tarik
nafas dalam lalu memasukannya
dalah kegiatan harian klien
13 Juli Kunjungan 3 :
2020/ 1. Melakukan sp 1 : mengenal
11.30/ masalah dan aspek positif diri
3 2. Mengidentifikasi penyebab
HDR
3. Mengidentifikasi aspek positif
klien
4. Membantu klien menilai
kegiatan yang dapat dilakukan
5. Memasukan kegiatan yang
dipilih klien kedalam kegiatan

44
harian
6. Evaluasi mengenai masalah
kesehatan yang dialami dan
kegiatan yang akan dilakukan
klien
14 Juli Kunjungan 4 :
2020/ 1. Mengidentifikasi suasana hati
10.00/ klien
1 dan 2 2. Melakukan pemeriksaan TTV
TD ; 120/80 mmhg
S : 36,4 oC
N : 64 x/menit
R : 12 x/menit
3. Mengevaluasi kegiatan tarik
nafas dalam
4. Mengevaluasi kegiatan
menghardik halusinasi
5. Memberikan respon positif
kepada klien
14 Juli Kunjungan 4 :
2020/ 1. Mengevaluasi suasana hati klien
10.30/ 2. Mengevaluasi tanda gejala yang
3 dialami klien berkaitan dengan
harga diri
3. Mengevaluasi rencana harian
klien
4. Menggali pandangan/ penilaian
klien terhadap diri sendiri dan
hubungan dengan orang
disekitarnya
14 Juli Kunjungan 3 :
2020/ 1. Mengidentifikasi ketakutan
16.30/ klien terhadap air

45
3 2. Mengidentifikasi penyebab dan
mengenalkan masalah yang
klien alami
3. Memberikan respon positif atas
keterbukaan klien mengenai
masalah yang klien alami
15 Juli Kunjungan 4 :
2020/ 1. Mengidentifikasi masalah
10.00/ 2. Mengedukasi tentang
1 kebersihan mulut
3. SP 2
4. Mengajarkan klien cuci dan
mengajarkan klien sikat gigi
5. Evaluasi tindakan yang telah
dengan klien
15 Juli Kunjungan 5 :
2020/ 1. Mengidetifikasi kegiatan sehari
10.30/ - hari
1&2 2. Edukasi mengenai harga diri
3. Mengajarkan klien melipat
pakaian
4. Evaluasi tindakan dan kegiatan
yang klien rasakan

15 Juli Kunjungan 5 :
2020/ 1. Edukasi minum obat kepada
10.45/ pasien
3 2. Ajarkan SP 2 tindakan minum
obat
3. Evaluasi perasaan dan tindakan
16 Juli 1. Evaluasi tindakan yang kemarin
2020/ dilakukan di SP 2
10.00/ 2. Melakukan tindakan SP 3

46
3 3. Edukasi kebersihan dan
kerapihan berpakaian
4. Membantu klien menjaga
kebersihan dan kerapihan dalam
berpakaian
5. Evaluasi tindakan dan perasaan
yang dirasakan klien setelah
melakukan kegiatan.

Kegiatan mengatasi gangguan


istirahat tidur
1. Edukasi mengenai otot
progresif, Pengertian otot
progresif
2. Mengajarkan tindakan otot
progresif
3. Evaluasi tindakan dan perasaan
klien setelah melakukan
pergerakan otot progresif
16 Juli Kunjungan 5 :
2020/ 1. Evaluasi tindakan SP 1 : melipat
11.00/ baju
1,2,3 2. Melakukan SP 2 : latihan
kegiatan lap kaca
3. Melakukan terapi komplementer
: terapi Zikir (Shalawat Badar
dan Bacaan Tasbih)

Kegiatan mobilitas fisik


1. Memberikan edukasi ROM
2. Melatih kemampuan ROM
3. Melakukan evaluasi ROM
4. Evaluasi tindakan dan perasaan
klien setelah melakukan

47
pergerakan otot progresif
17 Juli 1. Evaluasi tindakan SP1
2020/ (menghardik halusinasi, Sp2
10.00 (Minum obat), Sp 3 (Berbincang
dengan orang lain)
2. Evaluasi tindakan sp1, Sp2,
harga diri
3. Evaluasi tindakan Sp 1, sp2, sp3
(diuraikan semua sp) Defisit
perawatan diri
4. Mengajarkan sholat
5. Evaluasi perasaan dan kegiatan
hari ini
1) Mengedukasi klien dan keluarga
2) Menjauhkan barang - barang
yang berbahaya dari jangkauan

3.6 Evaluasi Keperawatan


Masalah keperawatan Fisik

No Diagnosa Evaluasi Ttd, Tgl,


Nama
1 Nyeri kronis S : Klien mengatakan masih merasa nyeri 18 Juli 2020
b/d kerusakan O : Klien nampak meringis dan gelisah
sistem saraf TD : 120/80 mmHg
d/d mengeluh S ; 36,4 oC
nyeri dan RR : 18 x/menit
tampak N : 70 x/menit
(Siti
meringis P : Nyeri terasa setelah beraktifitas
Nurjanah)
Q : Nyeri terasa seperti nyeri tumpul dan dipukul
R : nyeri terasa pada daerah kepala
S : Skala nyeri 3
T:sudah diberikan obat pengurang rasa nyeri.
A: Masalah Nyeri Kronis

48
P : Setelah melakukan tindakanan keperawatan
didapatkan masalah belum teratasi. Adapun
rencana yang akan dilakukan yaitu :
1) Memberikan edukasi dan mengingatkan
manfaat Mengurangi nyeri dengan teknik non-
farmakologis
2) Minta klien untuk ulangi kegiatan tarik nafas
dalam, distraksi, pendekatan spiritual, dan
hipnotis 5 jari . Kemudian menuliskannya
dalam daftar kegiatan sehari-hari
2 Gangguan S : Klien mengatakan kakinya masih terasa kaku 18 Juli 2020
mobilitas fisik
O : Rentang gerak klien terbatas.
b/d ganguan
persepsi Kekuatan otot klien dengan

sensori 4 3
:halusinasi d/d
(Fidiyatun
rentang gerak 3 4
Khasanah)
ROM
A : Gangguan mobilisasi
terbatas.
P : Setelah melakukan tindakan keperawatan di
dapatkan hasil masalah belum teratasi adapun
rencana tindak lanjut yangakan dilakukan adalah

1. Memberikan motivasi kepada


klien dan keluarg untuk rutin melakukan rom
2. Memasukan latihan Rom sebagi
daftar kegiatan harian klien
3 Gangguan S : Klien mengatakan masih mengalami gangguan tidur
pola tidur b/d namun frekuensi menjadi 2 jam sekali
18 Agustus
kurang O:-
2020
kontrol tidur A: Gangguan pola tidur
d/d adanya P: Setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan
keluhan sulit
tidur dan

49
mudah
terbangun
(Anita)
karena
kecemasan

Evaluasi masalah Psikologi

No Diagnosa Evaluasi Ttd, Tgl,


Nama
1 Gangguan S: 18 Juli 2020
persepsi - Klien mengatakan bayangan air masih muncul
sensori : sedangkan suara wanita menangis kini mulai jarang
Halusinasi terdengar menjadi 2 kali
Penglihatan - Klien menghardik halusinasi 3 kali sehari
dan - Minum obat secara teratur sesuai dengan petunjuk
(Siti
pendengaran - Mengajak anggota keluarga yang lain untuk
Nurjanah)
bercakap - cakap bila pasien sendirian dan bila
suara - suara akan muncul
O : Klien kooperatif, tampak tenang
A : menghardik dan minum obat dan bercakap-cakap
mampu mengontrol halusinasi
P : Setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan
hasil bahwa masalah keperawatan teratasi sebagian.
Adapun intervensiuntuk klien yang akan dilakukan
adalah
1) Motivasi klien untuk terus berlatih mengontrol
halusinasi dengan menghardik ( 3x/hari) minum
obat (3x/hari) bercakap-cakap dengan keluarga
(3x/hari)
2) Memotivasi dan membimbing sesuai dengan
jadwal , menghardik ( 3x/hari) minum obat
(3x/hari) bercakap-cakap dengan keluarga

50
(3x/hari)
2 Harga diri S: Klien mengatakan sudah melakukan kegiatan melipat 18 Juli 2020
rendah kronis baju dan mengelap jendela secara mandiri dan
melakukannya x/hari di pagi hari
O: Klien kooperatif, klien mampu melipat baju
sebanyak 2x/hari secara mandiri dan membersihkan
jendela jendela 1 x/hari di pagi hari.
(Fidiyatun
A: mampu melipat dan mengelap jendela
Khasanah)
P: Setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan
hasil bahwa masalah keperawatan teratasi sebagian.
Adapun intervensi yang akan dilakukan adalah
1. Motivasi klien untuk terus berlatih
melipat baju( 2x/hari) mengelap jendela (1x/hari)
2. Motivasi keluarga agar terus mendukung
dan mefasilitasi klien melakukan kegiatan harian
melipat baju dan membersihkan jendela
3 Defisit S : Klien mengatakan melakukan mandi (1x/hari) 18 Juli 2020
perawatan diri dibantu oleh Keluarga, mampu sikat gigi 1x/hari
secara mandiri, dan berpakaian 1x/hari dengan
dibantu keluarga
O : Klien kooperatif, klien tampak tenang, klien mampu
melakukan mandi dengan dibantu keluarga, sikat
(Anita)
gigi secara mandiri, dan berpakaian dengan dibantu
keluarga
A : Mampu mandi, mampu sikat gigi, dan mampu
berpakaian.
P:
1) Memotivasi untuk terus berlatih mandi (1x/hari),
seikat gigi 1x/hari, dan berpakaian (1x/hari)
2) Motivasi keluarga agar terus mendukung dan
mefasilitasi klien melakukan kegiatan harian
mandi (1x/hari), sikat gigi (1x/hari), dan
berpakaian (1x/hari)

51
4 Resiko bunuh S : Klien mengatakan sudah tidak menaruh pisau di 18 Juli 2020
diri dekat bantalnya.
O : Tidak ditemukan pisau atau benda-benada yang
dapat membahayakan diri klien di lingkungannya
A : Mampu melakukan latihan berpikir positif hipnotis 5
jari (1x/hari) dan berpikir positif afirmasi
(Siti
P : Intervensi yang dilakukan
Nurjanah)
1) Memotivasi untuk terus berlatih berpikir positif
yaitu hipnotis 5 jari (1x/hari) dan berpikir positif
afirmasi (1x/hari)
2) Motivasi keluarga agar terus mendukung dan
mefasilitasi klien melakukan latihan berpikir
positif yaitu hipnotis 5 jari (1x/hari) dan berpikir
positif afirmasi (1x/hari)kegiatan harian

Evaluasi Masalah Spiritual

No Diagnosa Evaluasi Ttd, Tgl,


Nama
1 Distres S : Klien mengatakan tidak pernah melakukan sholat 18 Juli 2020
spiritual b/d dan lupa bacaan sholat
kejadian yang O : Klien kooperatif, klien mengikuti perawat ketika
tidak melakukan gerakan sholat dan membacakan bacaan
diharapkan: sholat, Klien mampu bersholawat dan berdzikir,
Nyeri kronis serta klien mengikuti perawat ketika melakukan
(Fidiyatun
d/d klien lupa gerakan wudhu dan bacaan berwudhu.
Khasanah)
gerakan A : Melakukan sholat, mengikuti bacaan sholat,
wudhu dan melakukan dzikir, bersholawat, dan berwudhu.
sholat. P : Intervensi yang dilakukan
1) Memotivasi untuk terus berwudhu (5x/hari),
sholat 5 waktu (5x/hari), Sholawat (3x/hari),
Dzikir (1x/har)
2) Motivasi keluarga agar terus mendukung dan
mefasilitasi klien melakukan berwudhu

52
(5x/hari), sholat 5 waktu (5x/hari), Sholawat
(3x/hari), Dzikir (1x/hari)

BAB IV

PEMBAHASAN

53
Berdasarkan hasil asuhan keperawatan yang dilakukan pada nyonya Ny.N, maka
dalam bab ini penulis akan membahas kesenjangan antara teori dan kenyataan yang
diperoleh sebagai hasil pelaksanaan kegiatan keperawatan homecare. Penulis juga akan
membahas kesulitan yang ditemukan dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
Ny.N, dalam penyusunan asuhan keperawatan kami merencanakan keperawatan yang
meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan ragkaian sebagai
berikut:

4.1 Aspek Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien
individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
1. Diagnosa keperawatan yang muncul
Penentuan diagnosa keperawatan dilakukan dengan analisa menggukan konsep
kebutuhan manusia Virginia Henderson. Kebutuhan dasar manusia Virginia
Henderson yang terdiri atas 14 kebutuhan dasar yaitu bernapas normal, makan
minum adekuat, kebutuhan eliminasi, kebutuhan bergerak mempertahankan
postur, kebutuhan tidur dan istirahat, kebutuhan berpakaian, mempertahankan
suhu, kebersihan diri, menghindari bahaya, berkomunikasi dengan orang lain,
mempercayai keimanan dan ketuhanan, kebutuhan pekerjaan dan penghargaan,
serta kebutuhan belajar dan memanfaatkan fasilitas kesehatan. ( Alligood,
MR,.2014.Nursing Theorists and Their Work. Elsevier)
Pada kasus ini diagnosa yang muncul dibagi menjadi 3 kategori masalah yaitu
masalah fisik, masalah psikologi, dan masalah spiritual. Masalah fisik terdiriri atas
3 diagnosa, Kemudian untuk masalah psikolgi terdiri atas 4 diagnosa keperawatan,
dan terakhir masalah spiritual terdiri atas 1 diagnosa keperawatan. Untuk lebih
jelasnya akan dijabarkan sebagai berikut :

a. Diagnosa Masalah Psikologis


1) Gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan dan pendengaran.

54
Gangguan persepsi sensori halusinasi adalah perubahan persepsi terhadap
stimulus baik internal maupun eksternalyang disertai dengan respon yang
berkurang, berlebihan atau terdistorsi. (SDKI, 2017)
Diagnosa tersebut ditegakan bila ada data mayor yang mendukung yaitu
pengungkapan mendengar suara bisikan atau melihat bayangan, klein
menunjukan sikap melihat dan meraba objek tak nyata dan data minor
yaitu menyendiri dan melamun. Alasan diagnosa ini diangkat karena saat
pengkajian klien mengatakan takut terhadap air, klien mengatakan bahwa
ia melihat seluruh lantai rumahnya dipenuhi air dan kakinya terasa licin
bila mengijakan kaki dilantai. Selain itu klien juga kerap kali mendengar
suara tangisan yang tidak berwujud objeknya.
Diagnosa tersebut penulis prioritaskan karena keluhan yang dirasakan
pasien saat itu dan apabila masalah tidak segera ditangani akan mengubah
halusinasi penglihatan dan pendengaran klien mengarah ke kondisi yang
lebih buruk yaitu dapat melukai diri dan orang lain. Selain itujika tidak
segara diatasi akan menghambat klien dalam beraktivitas sehari-hari.
2) Harga diri rendah kronis
Harga diri rendah kronis adalahevaluasi atau perasaan negatif terhadap
diri sendiri atau kemampuan klien seperti tidak berarti, tidak berharga,
tidak berdaya yang berlangsung dalam waktu lama dan terus menerus.
Diagnosa tersebut dapat ditegakan bila terdapat data mayor seperti adanya
ungkapan malu, ungkapan nilai diri yang negatif, merasa tidak memiliki
kelebihan atau kemampuan positif dan data minor yaitu sulit membuat
keputusan, enggan mencoba hal baru, dan kontak mata kurang.
Alasan diagnosa ini ditegakan adalah adanya ungkapan klien menilai
dirinya negatif dan adnaya ungkapan malu serta kontak mata antara klien
dan penulis yang kurang. Penulis tidak memprioritaskan masalah tersebut
karena tidak mengacam kehidupan klien. Tetapi jika tidak di tegakan klien
tidak dapat berinteraksi dengan orang-orang yang tinggal disekitarnya.
3) Defisit perawatan diri
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan melakukan atau
menyelesaikan aktivitas perawatan diri. Daignosa tersebut dapat
ditegakan jika terdapat data mayor yaitu ungkapan penolakan melakukan

55
perawatan dan minor yaitu tidak mampu mandi secara mandiri, dan minat
melakukan perawatan diri kurang.
Alasan diagnosa ini ditegakan adalah adanya ungkapan penolakan untuk
melakukan perawtan diri, dan terakhir mandi adalah 2 bulan lalu. Penulis
tidak memprioritaskan masalah tersebut karena tidak mengancam
kehidupan klien. Tetapi jika tidak ditegakan klien akan lebih rentan
terkana penyakit akibat kuman dan bakteri yang berada ditubuhnya.
4) Resiko bunuh diri
Resiko bunuh diri adalah beresiko melakukan upaya menyakiti diri sendiri
untuk mengakhiri kehidupan. Diagnosa tersebut dapat ditegakan bila
terdapat data kondisi klinis terkait yaitu sindrom otak akut atau kronis,
ketidak seimbangan hormon (Misal Premenstrual syndrome), post partum
psikosis), penyalahgunaan zat, Post Traumatic Stress Disorder (PTSD),
Penyakt Kronis atau terminal (Kanker). Faktor risiko dari risiko bunuh diri
adalah gangguan perilaku (euforia mendadak setelah depresi, perilaku
mencari senjata berbahaya, membeli obat dalam jumlah banyak, membuat
surat warisan), demografi ( Lansia, status perceraian, janda/duda, ekonomi
rendah, penganguran), gangguan fisik (nyeri kronis , penyakit terminal),
masalah sosial (berduka, tidak beraday, putusasa, kesepian, kehilangan
hubungan yang penting, isolasi sosial), gangguan psikolgis (Penganiayaan
masa anak-anak, riwayat bunuh diri sebelumnya, remaja homoseksual,
gangguan psikiatrik, penyakit pskiatrik, penyalah gunaan zat). Alasan
diagnosa ini ditegakan adalah ditemukan pisau dibawah bantal klien, klien
mengatakan merasa putis asa terhadap penyakitnya yang tidak kunjung
sembuh, selain itu klien benci dengan suaminya karena sudah menikah
lagi. Klien memiliki riwayat bunuh diri sebelumnya yaitu pernah
melompat ke kali sebanyak 2 kali dan melompat ke sumur sebanyak 1
kali.

b. Masalah diagnosa fisik


1) Nyeri Kronis
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak dan berintenstas ringan, hingga berat dan konstan yang

56
berlangsung lebih dari 3 bulan. Diagnosa tersebut ditegakan bila ada data
mayor yang mendukung yaitu pengungkapan tentang nyeri, dan data
minor yaitu perubahan pola tidur, ketidakmampuan menuntaskan
aktivitas, ekspresi meringis, dan perilaku gelisah. Alasan diagnosa
tersebut ditegakan karena saat pengkajian data subjektif yaitu mengeluh
nyeri dan merasa depresi dan data objektif yaitu : ketidakmampuan
menuntaskan aktifitas, ekspresi meringis, dan gelisah. O : Nyeri kepala
sejak 2011, P : Nyeri terasa setelah beraktifitas, Q : Nyeri terasa seperti
nyeri tumpul dan dipukul,R : nyeri terasa pada daerah kepala, S : Skala
nyeri 4, dan T : sudah diberikan obat pengurang rasa nyeri.
Diagnosa tersebut penulis jadikan masalah ke-dua karena keluhan yang
dirasakan klien saat itu dan apabila masalah itu tidak ditangani akan
menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien dan bisa mengganggu
aktifitas klien sehingga menimbulakan ketakutan klien untuk beraktivitas.
2) Gangguan mobilitas fisik b/d ganguan persepsi sensori :halusinasi
d/d rentang gerak ROM terbatas.
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri. Diagnosa tersebut dapat
ditegakan bila terdapat data mayor yaitu gangguan mengeluh nyeri saat
bergerak, adanya ungkapan kengganan melakukan pergerakan, dan data
minor yaitu kekuatan otot menurun, sendi kaku, dan gerakan klien yang
terbatas.Alasan diagnosa ditegakan adalah adanya ungkapan nyeri saat
bergerak, serta ungkapan penolakan untuk bergerak dari klien. Selain tu
saat diukur kekuatan otot didapatkan data kemampuan ektremitas klien
sebagai berikut: tangan kanan 4, tangan kiri 3, kaki kiri 3, dan kaki kanan
3
Diagnosa tersebut penulis jadikan masalah ke-tiga karena tidak
mengancam kehidupan klien. Tetapi jika tidak di tegakan klien tidak dapat
beraktivitas secara mandiri.
3) Gangguan pola tidur
Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur
akibat faktor eksternal. Diagnosa tersebut dapat ditegakan bila terdapat
data mayor yaitu data subjektif seperti mengeluh sulit tidur, mengeluh
sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah,

57
mengeluh istirahat tidak cukup. Kemudian data minor seperti mengeluh
kemampuan beraktivitas menurun. Kondisi klinis terkait gangguan pola
tidur adalah nyeri/kolik, hipertiroidisme, kecemasan, penyakit paru
obstruktif kronis, kehamilan, periode pasca partum, kondisi pasca operasi.
Penyeba gangguan tidur adalah hambatan lingkungan (Kelembapan
lingkungan sekitar, suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak
sedap, jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan), kurang kontrol tidur,
kurang privasi, restraint fisik, ketiadaan teman tidur, tidak familiar dengan
peralatan tidur. Alasan di tegakannya diagnosa ini adalah karena klien
mengeluh sulit tidur dan mudah terjaga karena merasakan nyeri dan
mendengar suara tidak nyata seperti perempuan menangis dan seseorang
yang mengetuk pintu kamarnya tiap malam.

c. Masalah diagnosa spiritual


1) Distres spiritual
Distres spiritual adalah gangguan pada keyakinan atau sistem nilai berupa
kesulitan merasakan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan
diri, orang lain, lingkungan atau tuhan. Diagnosa tersebut dapat ditegakan
bila terdapat data mayor yaitu data subjektif seperti mempertanyakan
makna/tujuan hidupnya, menyatakan hidupnya, terasa tidak/kurang
bermakna, merasa menderita/tidak berdaya. Data objekti seperti tidak
mampu beribadah, marah pada tuhan. Data minor dengan data subjektif
seperti menyatakan hidupnya terasa tidak/ kurang tenang, mengeluh tidak
dapat menrima (kurang pasrah), merasa bersalah, merasa terasing,
menyatakan telah diabaikan. Data objektif seperti menolak berinteraksi
dengan orangterdekat/pemimpin spiritual, tidak mampu berkreatifitas
(menyanyi,mendengarkan musik, menulis), koping tidak efektif, tidak
berminat pada alam/literatur spiritual. Kondisi klinis terkait distres
spiritual adalah penyakit kronis (arthritis rheumatoid, sklerosis multipel),
penyakit terminal (Kanker), retardasi mental, kehilangan bagian tubuh,
Sudden infant death sindrome (SIDS) kelahiran mati, kematian janin,
keguguran,kemandulan,gangguan psikiatrik.penyebab distres spiritual
adalah menjelang ajal, kondisi penyakit kronis, kematian orang terdekat,
perubahan pola hidup, kesepian, pengasingan diri, pengasingan sosial,

58
gangguan sosio-kultural, peningkatan ketergantungan pada orang lain,
kejadian hidup yang tidak diharapkan. Penulis tidak memprioritaskan
masalah tersebut karena tidak mengancam kehidupan klien. Tetapi jika
tidak ditegakan maka kebutuhan spiritual klien tidak dapat terpenuhi
secara mandiri. Selain itu klien mengatakan hidupnya terasa kurang
tenang karena adanya halusinasi penglihatan dan pendengaran, Klien
mengatakan merasa menderita dan tidak berdaya, klien mengatakan
merasa bersalah karena tidak dapat memenuhi perannya sebagai seorang
istri dan seorang ibu. Klien juga mengatakan merasa diabaikan oleh
keluarganya karena tidak ada yang merawatnya. Data objektif yang
didapatkan adalah klien tampak tidak mampu beribadah, klien tampak
tidak mampu berkreatifitas, klien tampak tidak berminat pada alam atau
klien menolak berinteraksi dengan orang terdekat.

4.2 Aspek Intervensi dan Implementasi Keperawatan


a. Masalah psikologis
1) Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Penglihatan dan pendengaran.
Tindakan keperawatan pada diagnosa ini di berikan kepada klien dan keluarga,
Tindakan pada klien antara lain mengkaji karakteristik halusinasi, intensitas
halusinasi, bentuk halusinasi,dan tindakan lainnya yaitu mengajarkan cara
mengontrol halusinasi dengan 4 cara yaitu menghardik/mengabaikan
halusinasi, minum obat, berbincang dengan orang lain, dan mengalihkan
halusinasi dengan melakukan aktifitas lain.Sedangkan tindakan keperawatan
yang dilakukan kepada keluarga yaitu mengenalkan masalah halusinasi
penglihatan dan pendengaran, mengambil keputusan bagi Ny.N dengan
gangguan halusinasi, merawat anggota dengan gangguan halusinasi, lalu
menciptakan suasana keluarga kondusif, kemudian keluarga mampu
menggunakan fasilitas kesehatan, serta beri pujian dan motivasi pada klien jika
melakukan sesuai dengan yang diajarkan
2) Harga diri rendah kronis
Tindakan keperawatan di berikan kepada klien dan keluarga. Tindakan yang
dilakukan kepada klien diantaranya adalah pengkajian (mengidentifikasi
penyebab harga diri rendah pada klien, mengidentiikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki klien, menilai kemampuan klien yang masih dapat

59
digunakan, membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai
kemampuan klien,) Melatih kegiatan pertama (melipat baju) pada klien,
melatih kegiatan kedua (Mengelap kaca jendela) . Tindakan yang diberiakan
kepada keluarga yaitu memberikan edukasi mengenai harga diri rendah,
membimbing klien untuk melakukan kegiatan yang sudah dijadwalkan.
3) Defisit perawatan diri
Tindakan keperawatan diberika untuk klien dan keluarga. Tindakan
keperawatan yang diberikan untuk klien adalah pengkajian (mengidentifikasi
kebiasaan aktifitas perawatan diri pada klien, monitor tingkat kemandirian
klien, mengidentifikasi kebutuhan alat bantu keberishan diri, berpakaian,
berhias, dan makan). mengkaji pengetahuankliententangpentingnya melakukan
kebersihan diri (mandi, keramas, sikatgigi), menyebutkanalat-alat mandi dan
cara, dan latihcara mandi, menyebutkanalat-alatberias, caraberias (BaK-BAK)
Selainitu kami juga melakukanmotivasi dan support positifuntukmelawan rasa
takut klien untukterhadapair. Kami pun membantu klien untuk menyiapkan
keperluan pribadi seperti parfum, sikat gigi, dan sabun mandi, mendampingi
klien dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri. Tindakan keperawatan
yang diberikan untuk keluarga adalah memberikan edukasi dengan
menganjurkan keluarga untuk melakukan perawatan diri pada klien secara
konsisten.
4) Resiko bunuh diri
Tindakan keperawatan diberikan untuk klien dan keluarga. Tindakan
keperawatan yang diberikan kepada klien adalah pengkajian seperti
mengidentifikasi gejala resiko bunuh diri ( gangguan mood, halusinasi,
kesedihan, gangguan kepribadian), mengidentifikasi keinginan dan pikiran
rencana bunuh diri, monitor lingkungan bebas bahaya secara rutin misalkan
barang-barang berbahaya seperti pisau dan gunting, monitor adanya perubahan
mood atau perilaku, melakukan pendekatan langsung dan tidak menghakimi
saat membahas bunuh diri, mengindari diskusi berulang tentang bunuh diri
sebelumnya, dan diskusi berorientasi pada masa sekarag dan masa depan,
melatih pencegahan resiko bunuh diri seperti relaksasi otot progresif.
Tindakan keperawatan yang diberikan kepada keluarga adalah libatkan
keluarag dalam perencanaan perawatan secara mandiri, berikan lingkungan
dengan pengamanan ketat dan mudah dipantau, memberikan edukasi dengan

60
menganjurkan kepada keluarga untuk mendiskusikan perasaan yang dialami
oleh klien, menjelaskan tindakan pencegahan bunuh diri kepada keluarga atau
orang terdekat.

b. Masalah fisik
1) Nyeri kronis b/d kerusakan sistem saraf d/d mengeluh nyeri dan tampak
meringis
Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien dan keluarga berupa
manajemen nyeri dan terapi relaksasi. Tindakan manajemen nyeri pada klien
adalah mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas,intensitas nyeri, mengidentifikasi skala nyeri, mengidentifikasi respon
nyeri non verbal, mengidentifikasi faktor yang memberat dan memperingan
nyeri, monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan seperti
relaksasi tarik nafas dalam dan relaksasi otot progresif, monitor efek samping
penggunaan analgetik, memberikan teknik non farmakologis untuk mngurangi
rasa nyeri seperti hipnotis 5 jari, kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri. Tindakan manajemen nyeri pada keluarga adalh memberikan edukasi dan
menjelaskan penyebab, periode, pemicu nyeri, menjelaskan strategi cara
meredakan nyeri, menganjurkan untuk memonitor nyeri secara mandiri,
menganjurkan menggunakan analgetik secara tepat, ajarkan tekni non-
farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
Tindakan terapi relaksasi pada klien adalah mengidentifikasi, ketidak mampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain yang menggangu kemampuan kognitif,
mengidentifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif dilakukan, memeriksa
ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah
latihan (relaksasi tarik nafas dalam dan relaksasi otot progresi), menciptakan
lingkugan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruangan
nyaman, gunakan pakaian longgar pada klien, menggunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan berirama.
Tindakan terapi relaksasi pada keluarga adalah memberikan edukasi dan
menjelaskan tujuan, manfaat (relaksasi napas dalam dan relaksai otot progresif),
menganjurkan mengambil posisi nyaman, rileks, dan merasakan sensasi
relaksasi, mengajurkan untuk sering mengulangi atau melatih teknik yang

61
dipilih, mendemonstrasikan dan latih teknik relaksasi tarik naas dalam dan
relaksasi oto progresif.
2) Gangguan mobilitas fisik b/d ganguan persepsi sensori :halusinasi d/d
rentang gerak ROM terbatas.
Tindakan keperawatan diberikan kepada klien dan keluarga. Tindakan
keperawatan yang diberikan kepada klien adalah pengkajian (identifikasi
toleransi fisik melakukan ambulasi, pemeriksaan nadi, pemeriksaan tekanan
darah) melatih mobilisasi sederrhana dan melatih ROM. Tindakan keperawatan
yang diberikan kepada keluarga adalah memberikan edukasi mengenai
pengertian mobilisasi, tujuan mobilisasi, dan manfaat mobilisasi. Selain itu
melibatkan keluarga untuk membantu klien dalam meningkatkan pergerakan.
3) Gangguan Pola tidur
Tindakan keperawatan diberikan kepada klien dan keluaraga. Tindakan
keperawatan yang diberikan kepada klien adalah melakukan pengkajian
(identifikasi pola aktivitas dan tidur, identifikasi faktor pengganggu tidur baik
fisik atau psikologis, identifikasi adanya makanan atau minuman yang
mengganggu tidur, dan ada/ tidaknya penggunaan obat tidur, memebrikan eduka
pentingnya istirahat dan tidur yang cukup, edukasi untuk menghindari makanan
atau minuman yang mengganggu tidur, bantu klien untuk tetapkan jadwal tidur,
dan mengajarakan cara relaksasi otot progresif. Tindakan keperawatan yang
diberikan kepada keluarga adalah mengedukasi penting dan manfaat istirahat
dan tidur, memodifikasi lingkungan seperti pencahayaan, tempat tidur dan
kebisingan, serta memberikan motivasi dan pujian bila klien melakukan
relaksasi progresif dengan cara yang baik dan benar.

c. Masalah spiritual
1) distress spiritual
Tindakan keperawatan diberikan untuk klien. Tindakan keperawatan yang
diberkan kepada klien adalah mengkaji jenis ibadah yang ingin klien lakukan,
mengajarkan klien cara untuk beribadah, membantu mempersiapkan fasilitas
untuk beribadah, membantu klien untuk melaksanakan ibadah.

62
4.3 Aspek Evaluasi Keperawatan
a. Masalah Psikologi
1) Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Penglihatan dan pendengaran.
Kriteria hasil gangguan persepsi sensori adalah verbalisasi melihat bayangan
menurun, verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra perabaan menurun, dan
tindakan menarik diri menurun, dan kegiatan melamun pada klien menurun.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama delapan kali pertemuan dalam
dua minggu didapatkan hasil intensitas klien mendengar suara halusinasi
menurun menjadi muncul 2x/ hari dari yang sebeumnya yaitu 3x/hari, klien
juga tidak melamun, dan klien aktif ketika diajak berkomunikasi oleh penulis.
Namun klien masih melihat bayangan air setiap kali sedang beraktivitas
Sehingga masalah halusinasi penglihatandan pendengaran teratasi sebagian.
2) Harga diri rendah kronis
Kriteria hasil diagnosa harga diri rendah adalah kontak mata meningkat,
percaya diri berbicara meningkat, penilaian diri positif meningkat, perasaan
memiliki kemampuan positif meningkat, konsetrasi meningkat, minat mencoba
hal baru meningkat, persaan malu menurun, perasaan bersalah menurun,
perasaan tidak mampu melakukan apapun menurun, perasaan bersalah
menurun, dan meremehkan kemampuan mengatasi masalah menurun. Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama delapan kali pertemuan dalam dua
minggu didapatkan hasil kontak mata antara perawat dengan klien meningkat,
percaya diri berbicara klien meningkat, perasaan malu menurun, dan minat
mencoba hal baru meningkat. Namun klien masih meremehkan kemampuan
untuk mengatasi masalah karena takut disalahkan dan masih perlu bantuan
orang lain untuk mengambil keputusan. Klien masih merasa malu karena
tidakmampu berperan baik sebagai seorang ibu dan istri. Sehingga sapat
disimpulkan masalah hanya teratasi sebagian.
3) Defisit perawatan diri
Kriteria hasil diagnosa defisit perawatan diri adalah kemampuan mandi
meningkat, kemampuan mengunakan pakaian meningkat, kemampuan ke
toilet untuk bab/bak meningkat, verbalisasi keinginan melakukan perawatan
diri meningkat, minat melakukan perawatan diri meningkat, mempertahankan

63
kebersihan diri meningkat, mempertahankan kebersihan mulut meningkat.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 kali pertemuan dalam dua
minggu didapatkan hasil klien menagatakan ingin mandi agar tubuhnya bersih
dari kuman dan keringat, keinginan klien untuk mandi meningkat dengan
bantuan keluarga, klien mampu melakukan sikat gigi secara mandiri, klien
mampu berpakaian dengan dibantu. Sehingga dapat disimpulkan masalah
defisit perawatn diri teratasi.

b. Masalah fisik
1) Nyeri kronis b/d kerusakan sistem saraf
Kriteria hasil diagnosa nyeri kronis adalah keluhan nyeri menurun, ekspresi
meringis menurun, kesulitan tidur menurun, dan sikap gelisah klien menurun.
Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 4 kali pertemuan dalam dua
minggu di dapatkan hasil bahwa tingkat nyeri klien berkurang menjadi 3, klien
sudah tidak gelisah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah nyeri kronis
teratasi sebagian.
2) Gangguan mobilitas fisik b/d ganguan persepsi sensori : Halusinasi
Kriteria hasil diagnosa gangguan mobilitas fisik adalah penggerakan
ekstremitas meningkat, kekuatan otot meningkat, danrentang gerak ROM
meningkat. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama delapan kali
pertemuan dalam 2 minggu di dapatkan hasil. Klien mampu melakukan
gerakan ROM sederhana pada anggota tubuh tangan dan kaki, kekuatan otot
tangan kanan bertambah menjadi 4 dan kaki kanan menjadi 4. Sehingga degan
ini dapat disimpulkan bahwa masalah ganguan mobilitas fisik telah teratasi
sebagian.
3) Gangguan pola tidur b/d Hambatan lingkungan
Kriteria hasil gangguan pola tidur adalah keluhan sulit tidur menurun, keluhan
sering terjaga menurun, keluhan tidak puas tidur menurun, keluhan pola tidur
berubah menurun, keluhan istirahat tidak cukup menurun. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selam 8 kali pertemuan dalam dua minggu didapatkan
klien masih mengeluh kesulitan tidur, klien mengeluh mudah terbangun karena
merasa mendengar suara tangisan dan ketukan dijendela yang tidak berwujud
(suara halusinasi) meski begitu frekuensi suara tersebut berkurang setelah

64
melakukan menghardik. Sebelumnya suara halusinasi serinmuncul sebanyak 4
kali setelah menghardik kini muncul sebanyak 2 kali.

c. Masalah spiritual
1) Distres Spiritual
Berdasarkan Kriteria SLKI hasil diagnosa distress spiritual adalah Klien mampu
mengingat, mengucapkan, dan memepregakan tata cara wudhu. Selain itu klien
juga mampu mengingat, mengucapkan, dan memperagakan tata cara sholat.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 pertemuan dalam dua minggu
didapatkan hasil klien mampu mengikuti perawat saat membaca doa berwudhu,
klien mampu memperagakan cara berwudhu, klien mampu membaca surat
alfatihah namun klien lupa bacaan sholat sehingga perlu dibantu, Klien
mengatakan ingin sholat bersama putrinya. Dengan hasil yang didapatkan ini
maka dapat disimpulkan bahwa masalah distres spiritual telah teratasi

4.4 Aspek Rencana Tindak Lanjut


Rencana tindak lanjut adalah kegiatan yang telah disusun setelah perawat melakukan
evaluasi keperawatan. Untuk rencana tindak lanjut akan dibagi berdasarkan tiga
komponen masalah dengan penjelasan sebagai berikut:
4.4.1 Rencana Tindak Lanjut masalah Psikologi
a. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dan penglihatan
Rencana tindak lanjut diberikan kepada klien dan keluarga. Rencana tindak
lanjut yang diberikan kepada klien adalah melakukan jadwal kegiatan harian
yang telah disusun seperti melakukan menghardik halusinasi sebanyak
3x/hari, minum obat teratur 3x/hari, Berbincang bincang dengan orang lain
3x/hari, dan melakukan kegiatan harian 3x/hari. Sedangkan rencana tindak
lanjut yang diberikan kepada keluarga adalah keluarga mampu mengenal
masalah halusinasi, keluarga mampu mengambil keputusan, keluarga mampu
merawat anggota keluarga dengan halusinasi, keluarga mampu menciptakan
lingkungan yang kondusif, dan keluarga mampu memotivasi Ny.N untuk
melakukan kegiatan yang sudah disusun
b. Harga diri rendah kronis

65
Rencana tindak lanjut diberikan kepada klien dan keluarga. Rencana tindak
lanjit yang diberikan kepada klien adalah melakukan kegiatan harian seperti
Melipat baju 3x/hati, dan membersihkan jendela 1x/hari. Adapun rencana
tindak lanjut yang diberikan kepada keluarga adalah kelurga mampu merawat
anggota dengan harga diri rendah, keluarga memfasilitasi, dan memberikan
motivasi serta pujian positif kepada Ny.N
c. Defisit Perawatan Diri
Rencana tindak lanjut diberikan kepada klien dan keluarga. Rencana tindak
lanjut yang diberikan kepada klien adalah melakukan kegiatan harian seperti
yang sudah disusun seperti mencuci muka 2x/hari, sikat gigi 1x/hari, mandi
1x/hari, berpakaian 1x/hari. Adapun rencana tindak lanjut yang diberikan
kepada keluarga adalah memfasilitasi Ny.N dalam melakukan kegiatan
harian yang telah disusun dan memberikan motivasi dan pujian kepada Ny.N.
d. Resiko bunuh diri
Rencana tindak lanjut diberikan kepada klien dan keluarga. rencana tindak
lanjut yang diberikan kepada klien adalah melatih untuk mengenal aspek
positif diri sebagai langkah mengontrol keinginan untuk bunuh diri, melatih
untuk berpikir positif untuk mengontrol bunuh diri dan melakukan kegiatan
sesuai dengan jadwal yang telah disusun.

4.4.2 Rencana tindak lanjut masalah fisik


a. Nyeri kronis
rencana tindak lanjut diberikan kepada klien dan keluarga. Rencana tindak
lanjut yang diberikan kepada klien adalah kontrol nyeri dengan tarik nafas
dalam, melakukan distraksi, melakukan kegiatan spiritual seperti berdzikir,
dan hipnotis lima jari. Rencana tindak lanjut yang diberikan kepada keluarga
adalah memfasilitasi kegiatan harian yang telah disusun dan mendukung,
memotivasi, serta memberikan pujian positif kepada klien bila sudah
melakukan sesuai dengan urutan.
b. Gangguan mobilitas fisik
Rencana tindak lanjut diberikan keoada klien. Rencana tindak lanjut yang
diberikan kepada klien adalah melakukan latihan range of motion (ROM)
2x/hari sesuai dengan jadwal yang telah disusun.
c. Gangguan pola tidur

66
Rencana tindak lanjut diberikan kepada klien dan keluarga. Rencana tindak
lanjut diberikan kepada kalien adalah mengedukasi agar tidak makan
dimalam hari, tidka minum minuman yang membuat sulit tidur seperti kopi
dan teh, lalu mengajarkan relaksasi otot progresif kepada klien.
rencana tindak lanjut yang diberikan kepada keluarga adalahmemonitor
jadwal tidur klien, lalu memotivasi dan memberikan semangat kepada klien
untuk melatih otot progresif. tidak lupa untuk memberikan pujian positif bila
klien berhasil melakukan kegiatan sesuai dengan urutan yang diajarkan.

4.4.3 Rencana tindak lanjut Masalah Spiritual


rencana tindak lanjut masalah spiritual diberikan kepada klien. Rencana tindak
lanjut yang diberikan kepada klien adalah melakukan berwudhu (5x/hari)
Beribadah yaitu sholat (5x/hari), bersholawat atau berdzikir (2x/hari).

67
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan home care yang diberikan kepada Ny. N menyangkut 3 aspek yaitu
secara aspek biologi, aspek psikologi, aspek spiritual. Dalam aspek biologi ditemukan
sebanyak tiga masalah keperawatan, untuk aspek psikologi empat masalah keperawatan,
dan untuk aspek spiritual ditemukan satu masalah keperawatan. Sehingga dengan hal ini
dapat dijumlahkan sebanyak delapan masalah keperawatan. Seluruh kegiatan yang telah
di implementasikan diharapkan mampu mengurangi masalah yang dialami klien. Kerja
sama antara petugas kesehatan, ibu - ibu kader, dan masyarakat sangat diperlukan dalam
menyelesaikan masalah kesehatan jiwa. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Pelayanan Perawat Puskesmas
Diharapkan pelayanan kesehatan agar dapat mengoptimalkan program pelayanan
di puskesmas dan meningkatkan layanan yang lebih komprehensif dengan dana
terjangkau dan dengan akses yang cepat terutama dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan
dan pendengaran sehingga klien merasa ada dukungan yang dapat mempercepat
proses penyembuhan penyakitnya.
Bagi tenaga kesehatan yang terjun dalam asuhan keperawatan home care
diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan kualitas
pelayanannya yang mampu membina hubungan saling percaya dan hubungan
terapeutik kepada klien pengguna jasa home care terutama pada klien dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan dan pendengaran guna
memberikan rasa nyaman dan keterbukaan sehingga masalah cepat teratasi.

5.2.2 Bagi Kader saran bentuk tim kader sehat jiwa

68
Diharapkan kader mampu berkoordinasi dengan tim kesehatan yang lain yakni,
dokter, dan ahli gizi karena untuk menangani klien membutuhkan asuhan
keperawatan yang mengutamakan rasa nyaman, care, kepedulian, dan kesabaran
pada umumnya dan khususnya pada klien gangguan persepsi sensori halusinasi
penglihatan dan pendengaran.

5.2.3 Bagi Institusi Akademik Stikes Bani Saleh


Agar dapat meningkatkan mutu pendidikan yang berkualitas dan professional
sehingga dapat tercipta perawat professional, terampil handal, dan mampu
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif.

69
DAFTAR PUSTAKA

Amir A.Hanafiah. H 2012. Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan .Buku Kedokteran
EGC,Jakarta
Dharma KK. 2011. Metode Penelitian Keperawatan Buku Kedokteran EGC
Dermawan D, Rusdi 2013. Keperawatan Jiwa Dan Konsep Rangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa.Gosyen Publishing,Yogyakata
Keliat BA Dkk,2012. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komonitas.Buku Kedokteran
EGC.Jakarta
Kusumo ,SL ,Damayanti .R Ardinata ,2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa LP2M Institusi
Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung.Lampung
Nurarif,AH,Kusuma 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis &
Nanda NIC-NOC Mediaction Jogja .Jogjakarta
RISKESDES.2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI
Suhaemi ME.2014. Etika Keperawatan Buku Kedokteran EGC.Jakarta
Yosep,I.2010.Keperawatan Jiwa.Rafika Aditama,Bandung
Yosep ,I.2013. Keperawatan Jiwa Rafika Aditama,Bandung

70
71
72
73

Anda mungkin juga menyukai