Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sehat adalah sehat pribadi seseorang seutuhnya yang meliputi, sehat

fisik, mental, sosial yang tidak dapat dipisahkan. Menurut WHO sehat adalah

keadaan yang meliputi kesehatan fisik, mental, dan bukan hanya keadaan

bebas dari penyakit cacat dan kelemahan. Sedangkan dalam undang-undang

no.23 tahun 1992 kesehatan mencakup aspek fisik, mental, sosial, dan

ekonomi. Anak sehat dapat dikatakan sehat apabila tidak ada keluhan fisik,

perkembangan tidak terlambat dimana kemampuan motorik, kognitif,

sosialisasi anak sesuai dengan umurnya, serta anak yang sehat jiwanya akan

berkembang secara wajar dan pemikiran bertambah cerdas.

Berdasarkan data WHO jumlah penduduk dunia menjapai 7,53 miliar

jiwa dengan jumlah terbanyak anak usia 0-4 tahun 662 juta dan 5-9 tahun 618

juta. Sementara jumlah anak di Indonesia berdasarkan data profil anak

Indonesia tahun 2018 mencapai 79,5 juta jiwa dengan kelompok usia 0-17

tahun, sementara jumlah anak usia 0-17 tahun untuk sulawesi selatan sekitar

2,59 juta jiwa.

Anak dapat diartikan sebagai individu yang unik, dimana anak dipandang

sebagai seorang individu yang memiliki pontensi yang berbeda satu dengan

yang lainnya namun tetap saling melengkapi satu sama lain. Anak pada masa

usia dini mengalami masa keemasan (the golden years) yaitu ketika anak

berusia 0-6 tahun. Pada masa ini, anak mengalami peningkatan kemampuan
yang begitu pesat seperti kemampuan bersosialisasi, interpersonal yang

menjadi dasar perkembangan tahap berikutnya[ CITATION Sus11 \l 1033 ].

Perkembangan sosial merupakan salah satu perkembangan yang penting

pada anak. Anak yang mempunyai kemampuan sosial yang baik akan

membuat anak dengan mudah menyesuikan diri dengan lingkungannya.

Menurut Ambara (2013) perkembangan sosial merupakan pencapaian

kematangan dalam hubungan sosial, sehingga perkembangan sosial pada anak

perlu untuk di tingkatkan sesuai dengan usianya baik melalui pendidikan

yang bersifat formal maupun nonformal.

Keterlibatan anak di Indonesia dalam mengikuti pendidikan usia dini

dapat dilihat dari angka partisipasi kasar (APK) PAUD untuk anak usia 3-6

tahun di Indonesia sekitar 33,45 %. Angka partisipasi PAUD antar provinsi

Yogyakarta yang menempati urutan pertama dengan sebesar 65,80%, dua

pertiga provinsi di indonesia pencapaian partisipasi PAUD berada dibawah

angka nasional, dan provinsi terendah dengan APK PAUD usia 3-6 tahun

adalah provinsi Papua sebesar 10,65%, provinsi sulawesi selatan sendiri APK

PAUD sebesar 26,81% Sedangkan jenis PAUD yang paling banyak diikuti

anak 0-6 tahun adalah TK dengan persentase sebesar 60,66%.

Agar menjadi pribadi yang utuh, anak pada usia prasekolah selain

memiliki berbagai keterampilan dalam hal akademik juga harus memiliki

kemampuan bersosialisasi. Melalui bermain, anak dapat mengembangkan

kemampuan sosialnya dengan teman sebaya maupun orang yang lebih tua

darinya. Pembelajaran pada anak usia dini adalah melalui kegiatan-kegiatan

yang lebih cenderung ke permainan[ CITATION Mas06 \l 1033 ].


Menurut penelitian Auliana tahun 2014 yang berjudul Pengaruh Bermain

Peran Terhadap Peningkatan Kemampuan Sosial Anak Usia Dini dengan

hasil terjadi perubahan atau peningkatan yang signifikan terhadap

kemampuan sosial anak yang melakukan kegiatan bermain peran. Penelitian

serupa yang dilakukan oleh Tri Utami, dkk tahun 2017 dengan judul

Pengaruh Metode Bermain Peran Terhadap Peningkatan Percaya Diri Pada

Anak Usia Pra Sekolah (4-5 Tahun) di Pendidikan Anak Usia Dini Insan

Harapan Klaten dengan hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang

signifikan terhadap peningkatan rasa percaya diri pada anak sebelum dan

sesudah dilakukan bermain peran.

Bermain Bermain peran dalam proses pembelajaran ditujukan agar anak

dapat mendramatisasikan tingkah laku, ungkapan gerak-gerik wajah

seseorang dalam hubungan sosial. Peran adalah suatu metode yang

melibatkan siswa untuk berpura-pura memainkan peran yang terlibat dalam

proses sejarah atau perilaku masyarakat. Di dalam permainan ini, nantinya

anak-anak berperan aktif dengan melibatkan berbagai aspek untuk merespon.

Dari beberapa jenis permainan akif dapat dilihat berbagai macam fungsi

sosial dimana permainan aktif lebih banyak memiliki fungsi dalam

mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Bermain peran

memberikan anak kesempatan mengembangkan imajinasinya dalam

memerankan tokoh yang diperankan. Dengan permainan peran anak dapat

mengembangkan kemampuan bersosialisasi, komunikasi, dan rasa empati

dengan teman dan orang lain. Data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan

Kabupaten Bulukumba tahun 2020 dimana jumlah TK(Taman Kanak-kanak)


yang merupakan lembaga pendidikan formal lebih banyak dibandingkan

dengan KB (Kelompok Bermain) yang merupakan lembaga pendidikan

nonformal. Untuk kecamatan Ujung Bulu yang dijadikan sebagai wilayah

penelitian terdapat 49 PAUD meliputi 43 TK dan 6 KB. Berdasarkan

observasi awal yang dilakukan peneliti di TK Idatha 1 Bulukumba

perkembangan sosial anak masih dapat dikatakan kurang karena terkadang

anak belum saling mengenal satu sama lain dan masih acuh dengan

lingkungan serta orang baru yang mereka temui. Dilihat dari metode

pembelajaran anak serta permainan yang diterapkan juga masih terkesan

monoton dan hanya meningkatkan aspek perkembangan motorik anak.

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

“Pengaruh Bermain Peran Terhadap Perkembangan Sosial Anak Usia 5-6

Tahun ”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas yang menguraikan pentingnya

mendidik anak pada usia dini untuk mengembangkan kemampuan sosialnya.

Hasil observasi awal peneliti pada TK Idatha 1 Bulukumba perkembangan

sosial anak masih kurang , metode yang digunakan dalam pembelajaran serta

permainan anak masih monoton yang dapat membuat anak menjadi bosan.

Anak memerlukan kegiatan yang menyenangkan dalam kegiatan

pembelajarannya sehingga bermain merupakan salah satu sarana untuk anak

belajar dengan suasana yang menyenangkan. Bermain peran dipilih sebagai

salah satu permainan yang dapat dimainkan oleh anak karena memberikan

kesempatan pada anak dalam mengembangkan imajinasinya dalam


memerankan tokoh yang diperankan. Untuk membatasi ruang lingkup

permasalahan dalam penelitian ini dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

“Apakah ada pengaruh bermain peran terhadap perkembangan sosial

anak usia 5-6 tahun?”

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh pengaruh bermain peran terhadap

perkembangan sosial anak usia 5-6 tahun.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui perkembangan sosial anak sebelum diberi

perlakuan bermain peran

b. Untuk mengetahui perkembangan sosial anak setelah diberi perlakuan

bermain peran

c. Untuk mengetahui pengaruh bermain peran terhadap perkembangan

sosial anak usia 5-6 tahun.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pengaruh bermain

aktif(bermain peran) terhadap perkembangan sosial anak di Kecamatan

Ujung Bulu Kabupaten Bulukumba.


2. Manfaat Aplikatif

Meningkatkan pengetahuan, pembelajaran, dan pemahaman di

institusi pendidikan tentang pengaruh bermain aktif (bermain peran) dalam

meningkatkan kemampuan sosial anak usia 5-6 tahun. Diharapkan hasil

penelitian dapat diketahui sejauh mana pengaruh bermain aktif (bermain

peran) dalam meningkatkan perkembangan sosial anak. Sebagai dasar

pemahaman pengetahuan dan sikap untuk mendukung dalam penerapan

bermain aktif terutama di masyarakat, sekolah TK, dalam hal ini orang tua

dan guru. Serta dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian-penelitian

selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjaian Teori

I. Perkembangan Sosial

1. Pengertian Perkembangan Sosial

Gambar 2.1

Setiap organisme pasti mengalami peristiwa perkembangan selama

hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian dengan keadaan

yang dimiliki oleh organisme ini, baik yang bersifat konkret maupun

bersifat abstrak. Jadi arti dari peristiwa perkembangan itu, khususnya

perkembangan manusia, tidak hanya tertuju pada aspek psikologis saja,

tetapi juga aspek biologis. Perkembangan merupakan suatu perubahan,

dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif.

Perkembangan tidak ditekankan pada segi material, melaikan pada segi

fungsional[ CITATION Sus11 \l 1033 ]. Jadi perkembangan merupakan suatu

proses yang pasti dialami oleh setiap individu. Perkembangan ini adalah
proses yang bersifat kualitatif dan berhubungan dengan kematangan

seorang individu yang ditinjau dari perubahan yang bersifat progresif

serta sistematis di dalam diri manusia.

Adapun aspek-aspek perkembangan yaitu, perkembangan fisik

perkembangan intelegensi, perkembangan bahasa, perkembangan sosial

dan perkembangan moral[ CITATION Sus11 \l 1033 ]. Perkembangan sosial

adalah perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan

dan harapan sosial. Perkembangan sosial dapat dimaknai pula sebagai

kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya, bagaimana

anak tersebut memahami keadaan lingkungan dan mempengaruhinya

dalam berperilaku, baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang

lain. Dalam perkembangan sosial terjadi proses belajar untuk

menyesuaikan diri terhadap norrna-norma kelompok, moral, tradisi dan

meleburkan diri menjadi satu kesatuan, saling berkomunikasi dan

kerjasama. Perkembangan sosial mencerminkan pencapaian kematangan

dalam hubungan sosial[ CITATION Has15 \l 1033 ].

Perkembangan sosial merupakan kematangan yang dicapai dalam

hubungan sosial. Manusia dilahirkan belum memiliki kemampuan dalam

berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari

berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang

dilingkungannya. Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah muncul

sejak usia enam bulan. Saat itu anak telah mampu mengenal manusia

lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu

membedakan arti senyum dan perilaku sosial lainnya. Tidak dapat


dipungkiri bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan

mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lain.

Interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh

manusia.

Teori tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Farida

Mayar 2013 dalam penelitiannya yang berjudul perkembangan sosial

anak usia dini sebagai bibit untuk masa depan bangsa mengatakan

perkembangan anak sangat tergantung pada individu anak, peran orang

tua, lingkungan msyarakat dan termasuk taman kanak-kanak.

2. Ciri-Ciri Perkembangan Sosial

Anak usia dini biasanya mudah bersosialisasi dengan orang

sekitarnya. Umumnya anak usia ini memiliki satu atau dua sahabat, tetapi

sahabat ini mudah berganti. Mereka umumnya mudah dan cepat

menyesuaikan diri secara sosial. Sahabat yang dipilih biasanya yang

memiliki jenis kelami yang sama, kemudian berkembang pada jenis

kelamin yang berbeda. Kelompok bermain anak usia ini cenderung kecil

dan tidak terorganisasi secara baik, oleh karena itu kelompok ini mudah

berganti.

Biechler dan Snowman menegaskan anak usia prasekolah yaitu anak

yang berusia antara 3-6 tahun. Pemerintah Indonesia menetapkan bahwa

anak TK dan RA adalah anak yang berada dalam rentang usia 4 tahun

sampai 6 tahun. Berdasarkan usia ini dapat dikenali karateristik fisik,

sosial, emosi dan kognitifnya. Berikut ini dikemukakan ciri-ciri sosial

anak menurut Biechler dan Snowman dalam [ CITATION Yus11 \l 1033 ] :


a. Bersahabat hanya pada satu atau dua orang dan mudah berganti

b. Bermain dalam kelompok yang kecil

c. Anak yang lebih muda bermain bersebelahan dengan anak yang

lebih besar

d. Pola bermain bervariasi sesuai dengan kelas sosial dan gender

e. Sering terjadi perselisihan dan mudah berbaikan kembali

f. Telah menyadari peran jenis kelamin.

Hasil penelitian Nurmalitasari tahun 2015 dengan judul

perkembangan sosial emosional pada anak pra sekolah

mengklasifikasikan tingkat perkembangan anak pada usia 3-6 tahun

dimana tingkat pencapaian perkembangan anak usia 5-6 tahun yaitu:

a. Bersikap kooperatif dengan teman

b. Menujukkan sikap toleran

c. Mengekspresikan emosi yang sesuai dengan kondisi yang ada

d. Mengenal tata krama dan sopan santun sesuai dengan nilai sosial

budaya setempat

e. Memahami peratutan dan disiplin

f. Menunjukkan rasa empati

g. Memiliki sikap gigih

h. Bangga terhadap hasil karya sendiri

i. Menghargai keunggulan orang lain

Sedangkan ciri-ciri perkembangan sosial anak usia dini [ CITATION

Nur09 \l 1033 ] :

a. Menyatakan gagasan yang kaku peran jenis kelamin


b. Memiliki teman baik, meskipun untuk jangka waktu yang pendek

c. Sering bertengkar tetapi dalam waktu yang singkat

d. Dapat berbagi dan mengambil giliran

e. Ikut ambil bagian dalam setiap kegiatan pengalaman disekolah

f. Mempertimbangkan setiap guru merupan hal yang sangat penting

g. Ingin menjadi yang nomor Saturday menjadi lebih posesif terhadap

barang kepunyaan.

Paten (1932) dalam [ CITATION Sus11 \l 1033 ] mengamati tingkah

laku sosial anak usia dini ketika mereka sedang bermain bermain bebas

seperti berikut:

a. Tingkah laku unoccupied. Anak tidak sesungguhnya bermain

dalam kelompoknya ia hanya mengamati orang lain bermain dan

tidak ikut aktif dalam permainan terebut.

b. Bermain soliter artinya anak bermain sendiri dengan permainan

yang ia sukai, fokus mereka hanya pada apa yang mereka lakukan

tanpa ada usaha untuk berkomunikasi dengan orang disekitar.

c. Tingkah laku onlooker artinya anak hanya mengamati,

berkomentar dengan apa yang mereka lihat namun tidak ada usaha

untuk ikut bersosialisasi.

d. Bermain parallel artinya anak bermain saling berdekatan, tetapi

tidak sepenuhnya bermain bersama dengan anak yang lain.

e. Bermain asosiatif artinya anak bermain dengan anak yang lain

tetapi tanpa organisasi.


f. Bermain kooperatif artinya anak bermain dengan kelompok

dimana ada organisasi, ada pimpinannya.

Secara spesifik, Hurlock mengklasifikasikan pola perilaku sosial

pada anak usia dini ini ke dalam pola-pola perilaku sebagai berikut:

1) Meniru, yaitu agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan

perilaku orang yang sangat ia kagumi.

2) Persaingan, yaitu keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan

orang lain.

3) Kerjasama, anak bermain secara kooperatif serta kegiatan

berkelompok mulai berkembang.

4) Simpati, semakin banyak kontak bermain, semakin cepat simpati

akan berkembang.

5) Empati, seperti halnya simpati, empati membutuhkan pengertian

tentang perasan dan emosi orang lain, tetapi disamping itu juga

membutuhkan kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di

tempat orang lain.

6) Dukungan sosial, menjelang berakhirnya awal masa kanak-kanak

dukungan dari teman-teman menjadi lebih penting dari pada

persetujuan orang-orang dewasa.

7) Membagi, anak mengetahui bahwa salah satu cara memperoleh

persetujuan sosial ialah membagi miliknya, terutama mainan untuk

anka lainnya.
8) Perilaku akrab, anak memberikan rasa kasih sayang kepada guru

dan teman. Bentuk dari perilaku akrab diperlihatkan dengan canda

gurau dan tawa riang diantara mereka.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial

Menurut Pujiana (2005) dalam [ CITATION Sus11 \l 1033 ] faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi perrkembangan sosial anak usia dini

yaitu:

a. Kemampuan anak dalam bergaul dengan orang disekitarnya

dengan usia dan latar belakang yang berbeda, dapat meningkatkan

kemampuan dan pengalamannya dalam bergaul yang merupakan

landasan dalam meningkatkan keterampilan sosial yang dimiliki.

b. Adanya minat dan motivasi untuk bergaul. Dengan minat dan

motivasi yang besar untuk bergaul anak akan selalu terpacu untuk

meningkatkan keterampilan sosialnya dengan memperluas

wawasan pergaulan dan pengalaman bersosialisasi.

c. Adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain. Anak

senantiasa akan selalu mencari model yang kemudian anak anak

meniru model yang ia lihat dalam bergaul.

d. Adanya kemampuan berkomunikasi yang baik yang dimiliki anak.

Selain itu juga ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

perkembangan sosial anak dalam [ CITATION Jah11 \l 1033 ], yaitu:

a. Keluarga

Selama masa pra sekolah selama masa prasekolah, keluarga

merupakan agen sosialisasi yang terpenting. Keluarga merupakan


lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai

aspek perkembangan anak. Termasuk perkembangan sosialnya.

Keluarga juga merupakan tempat anak-anak mendapatkan nilai-

nilai dalam masa awal perkembangannya. Anggota keluarga

terutama orangtua merupakan model bagi anak-anak dalam

berperilaku. Oleh karena itu, orang tua hendaknya dapat

menerapkan pola asuh yang tepat dan bijak, sehingga membantu

anak mencapai tugas perkembangannya. Keluarga juga perlu

memberikan permainan yang tepat sesuai dengan tahap

perkembangan anak.

b. Pengaruh teman sebaya.

Menurut Havighurst, teman sebaya adalah kumpulan orang-

orang yang kurang lebih berusia sama dan bertindak bersama-

sama. Anak-anak mulai membentuk hubungan dengan teman

sebaya pada masa kanak-kanak akhir. Teman sebaya menjadi

orang-orang yang penting dalam sosialisasi anak karena interaksi

antar teman sebaya membuat anak mengerti mengenai hubungan

sosial yang lebih besar dari pada hanya sekedar keluarga. Setiap

anak jika mempunyai perkembangan yang baik, maka secara alami

dapat berinteraksi dengan temannya tanpa harus disuruh atau

ditemani keluarga karena anak memiliki arahan yang jelas.

Interaksi ini dapat dilakukan dengan jalan bermain dengan teman

sebaya.
c. Sekolah

Sekolah menjadi hal yang mempengaruhi perkembangan

sosialisasi anak karena salah satu fungsi sekolah untuk anak usia

dini adalah mengembangkan kemampuan sosialisasi agar anak

dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sekolah

merupakan tempat dimana anak banyak belajar banyak hal.

Sekolah menjadi tempat anak bermain dengan teman, sehingga

permainan yang tepat perlu diterapkan disekolah.

d. Status sosial ekonomi.

Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial

ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak

memperhatikan kondisi normal yang telah ditanamkan oleh

keluarganya. Senada dengan pendapat bahwa perkembangan sosial

anak dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu keluarga, masyarakat, dan

sekolah. Perkembangan sosial anak ditandai dengan meluasnya

lingkungan pergaulan. Lingkungan sosial meneyebabkan anak

mendapat pengaruh dari luar lingkungan keluarga seprti teman

sebaya.

Teori tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Indanah dan Yulisetyaningrum pada tahun 2019 tentang

perkembangan sosial emosional anak usia pra sekolah menyebutkan

bahwa terdapat hubungan perkembangan sosial emosional anak antara

jenis kelamin, jumlah saudara, pendidikan orang tua, tipe keluarga dan
pola asuh keluarga. Hal serupa juga dikemukan oleh Rohayati pada

tahun 2016 pada penelitiannya bahwa terdapat hubungan antara pola

asuh, interaksi dengan teman sebaya, dan status kesehatan terhadap

perkembangan sosial anak. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan

bahwa perkembangan sosial anak secara langsung dipengaruhi oleh

lingkungannya dimana anak saling berinteraksi.

4. Faktor Penghambat Perkembangan Sosial

Faktor yang dapat menghambat perkembangan sosial anak dalam

[ CITATION Has15 \l 1033 ] adalah sebagai berikut:

1) Kurang berkesempatan bersosialisasi.

Penyebabnya orang tua dan anggota keluarga tidak memiliki cukup

waktu dan sikap orang tua terlalu protektif.

2) Motivasi diri rendah.

Penyebabnya anak menarik diri dari lingkungan karena mereka

tidak mendapat kepuasan dan anak menjadi korban prasangka atau

sasaran ejekan.

3) Ketergantungan yang berlebihan.

Anak yang terlalu bergantung pada orang tua akan terhambat

perkembangan sosialnya.

4) Penyesuaian yang berlebihan dengan harapan bahwa hal ini akan

menjamin penerimaan mereka.

5) Adaptasi diri rendah.


Penyebabnya anak tidak memiliki motivasi untuk menyesuaikan

diri dan anak kurang memiliki pengetahuan tentang harapan

kelompok.

6) Prasangka.

Bagi anak yang berprasangka akan menjadi kejam dan tidak toleran

sedangkan anak korban prasangka menjadi agresif dan

menganggap bahwa lingkungan sosial memusuhi mereka.

II. Bermain Peran

1. Definisi Bermain

Aktifitas bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi

anak, meskipun hal tersebut tidak menghasilkan komoditas tertentu

misalnya keuntungan financial (uang). Anak bebas mengekspresikan

perasaaan takut , cemas, gembira, atau, perasaan lainnya, sehingga dengan

memberikan kebebasan bermain orang tua mengetahui suasana hati anak

(Nursalam,2005).

Bermain merupakan suatu aktivitas di mana anak dapat melakukan

atau mempraktikkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap

pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan

berperilaku dewasa. Sebagai suatu aktivitas yang memberikan stimulasi

dalam kemampuan keterampilan, kognitif, dan efektif maka sepatutnya

dipetlakukan suatu bimbingan, mengingat bermain bagi anak merupakan

suatu kebutuhan bagi dirinya sebagai mana kebutuhan lainnya seperti


kebutuhan makan, kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih saying, dan

lainlain ( Alimul,A.H, 2008).

Dunia anak merupakan dunia bermain. Dengan bermain aspek

perkembangan anak akan terasah sehingga menjadikan anak lebih sehat

dan cerdas. Dengan bermain, anak senantiasa akan mempelajari hal-hal

baru yang penting. Melalui kegiatan bermain, daya pikir anak akan

terangsang untuk mendayagunakan aspek emosional, sosial, serta fisiknya

[ CITATION Ard11 \l 1033 ].

2. Definisi Bermain Peran

Gambar 2.2

Dalam kegiatan belajar mengajar, strategi sangat penting untuk

memperlancarkan tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran yang

ditetapkan oleh guru akan bergantung pada pendekatan pembelajaran yang

digunakan, sedangkan bagaimana menjalankan strategi tersebut dapat

ditetapkan berbagai metode pembelajaran. Strategi pembelajaran yang

digunakan guru yang aktif itu sangat bervariasi, dinamis, tidak menoton,

senantiasa disesuaikan dengan materi pembelajaran yang dikembangkan

untuk memenuhi tuntutan tersebut dengan metode bermain peran.


Ketika anak bermain peran dengan anak lain, maka permainan

berubah menjadi permainan sosiodrama. Manfaat dari bermain sosiodrama

didukung dengan pengamatan yang baik. Menurut Rubin (Sofia Hartati,

2005) penampakan dari perkembangan kognitif dan keterampilan anak

terlihat dalam bermain peran/fantasi.

Guru dapat berperan aktif dalam mempersiapkan atau

mengembangkan pengetahuan dasar seperti simulasi yang akan diberikan

pada anak agar tertarik pada tema atau cerita. Persiapkan perlengkapan

permainan yang sesuai beserta petunjuk penggunaannya. Johnson, Cristie,

dan Yawkey (Sofia Hartati, 2005) menyatakan tiga tahapan untuk latihan

melakonkan cerita pendek atau cerita rakyat yaitu: (1) guru perlu

mendiskusikan cerita pada anak (2) guru menugaskan peran pada anak dan

“berlanjut” pada memainkan cerita, bedakan pemain dan narator (3) minta

anak untuk berlatih tentang peran masing-masing dan mencoba untuk

peran yang lain.

Berdasarkan teori tersebut maka bermain peran adalah sejenis

permainan yang ada tujuan, aturan, dan sekaligus melibatkan unsur

senang. Bermain peran sangat penting bagi anak yang kesulitan dalam

bermain yang mengembangkan keterampilan sosial. Karena membutuhkan

banyak anak sehingga sangat membantu bagi pendidik untuk

mengembangkan keterampilan sosial. Tahapan bermain juga seiring

dengan perkembangan kognitif dan perkembangan moral..

3. Manfaat Bermain
Telah disinggung di awal bahwa dunia anak tidak bisa dipisahkan

dengan dunia bermain. Keduanya bersifat unifersal di semua bangsa dan

budaya. Diharapkan bahwa dengan bermain, anak akan mendapatkan

stimilasi yang mencukupi agar dapat berkembang secara optimal. Menurut

Isenberg dan Jalongo dalam Sofia Hartati (2005) Permainan sangat

mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu:

a. Untuk perkembangan kognitif

Anak mulai mengerti dunia, anak mampu untuk mengembangkan

pemikiran fleksibel dan berbeda, anak memiliki kesempatan untuk

menemui dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang

sebenarnya.

b. Untuk perkembangan sosial emosional

Sejak masa awal anak-anak, bayi telah menunjukkan ketertarikan

dan kesenangan terhadap orang lain, terutama terhadap ibu. Dengan

bermain, anak akan mengembangkan dan memperluas sosialisasi,

belajar untuk mengatasi persoalan yang timbul, mengenal nilai-nilai

moral dan etika, belajar mengenal apa yang salah dan benar, serta

bertanggung jawab terhadap sesuatu yang diperbuatnya.

Anak mengembangkan keahlian berkomunikasi secara verbal

maupun non-verbal melalui negoisasi peran, mencoba untuk

memperoleh akses permainan yang berkelanjutan atau menghargai

perasaan orang lain, anak merespon perasaan teman sebaya sambil

menanti giliran bermain dan berbagi materi dan pengalaman, anak

bereksperimen dengan peran orang-orang di rumah, di sekolah, dan


masyarakat di sekitarnya, anak belajar menguasai perasaannya ketika

ia marah, sedih atau khawatir dalam keadaan terkontrol.

c. Untuk perkembangan bahasa

Dalam permainan dramatik, anak menggunakan pernyataan-

pernyataan peran, infleksi (perubahan nada/suara), dan bahasa

komunikasi yang tepat. Melalui bermain anak bereksperimen dengan

kata-kata, suku kata bunyi, dan struktur bahasa.

d. Untuk perkembangan fisik (jasmani)

Anak terlibat dalam permainan yang aktif menggunakan keahlian-

keahlian, motorik kasar, anak mampu memungut dan menghitung

benda-benda kecil menggunakan keahlian motorik halusnya

e. Untuk perkembangan pengenalan huruf (literacy)

Proses membaca dan menulis anak seringkali pada saat anak

sedang bermain permainan dramatik, Permainan dramatik membantu

anak belajar memahami cerita dan struktur cerita, Dalam permainan

dramatik, anak memasuki dunia bermain seolah-olah mereka adalah

karakter atau benda lain.

Berdasarkan teori tersebut maka manfaat bermain adalah dapat

mengembangkan aspek perkembangan anak secara keseluruhan karena

secara tidak langsung anak sudah dapat memecahkan masalah,

bersosialisasi, berorganisasi dengan teman-temannya.

4. Manfaat dan Tujuan Bermain Peran

Bermain peran dalam pendidikan anak usia dini merupakan usaha

untuk memecahkan masalah melalui peraga serta langkah-langkah


identifikasi masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi. Untuk kepentingan

tersebut, sejumlah anak bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya

sebagai pengamat. Seseorang pemeran harus mampu menghayati peran

yang dimainkannya. Melalui peran anak-anak berinteraksi dengan orang

lain yang juga membawakan peran tertentu sesuai dengan tema yang

dipilih[ CITATION aul14 \l 1033 ].

Hakikat bermain peran dalam pembelajaran PAUD terletak pada

keterlibatan pemeran dan pengamat dalam situasi masalah yang secara

nyata dihadapi. Melalui bermain peran dalam pembelajaran, diharapkan

anak-anak mampu:

a. Mengeksplorasi perasaan-perasaannya

b. Memperoleh wawasan tentang sikap, nilai dan persepsi

c. Mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah

yang dihadapi

d. Mengeksplorasi inti permasalahan yang diperankan melalui berbagai

cara

Tujuan dari kegiatan bermain peran, yaitu: sangat membantu anak

dalam menuangkan gagasan-gagasan yang dimilikinya sekaligus

mengembangkannya dalam berbagai bentuk kegiatan kreatif. Melalui

kegiatan bermain peran anak akan mendapatkan pengalaman pentinya

yang mengantarkan anak memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang

dibutuhkan bagi dikehidupannya dikemudian hari. Pengalaman selama

bermain peran akan mendukung semua aspek perkembangan anak, yaitu:

aspek agama dan moral, sosial , fisik, kognitif dan bahasa[ CITATION
Mul14 \l 1033 ]. Hasil penelitian dari Indah Prawoko dkk pada tahun 2019

mengemukakan bahwa terdapat pengaruh yang signiffikan terhadap

kemampuan anak berkomunikasi yang hal ini menyangkut perkembangan

sosial anak usia dini.

Dalam kehidupan anak bermain pura-pura memiliki beberapa fungsi,

antara lain untuk: menghindari keterbatasan kemampuan yang ada,

mangatasi larangan-larangan, menjadi pengganti berbagai hal yang tidak

terpenuhi, menghindari diri dari hal-hal yang menyakiti hati dan

menyalurkan perasaan negatif yang tak mungkin ditampilkan (Khadijah,

2015).

Menurut penelitian Auliana tahun 2014 yang berjudul Pengaruh

Bermain Peran Terhadap Peningkatan Kemampuan Sosial Anak Usia Dini

dengan hasil terjadi perubahan atau peningkatan yang signifikan terhadap

kemampuan sosial anak yang melakukan kegiatan bermain peran. Sejalan

dengan penelitian Dewi,dkk pada tahun 2017 yang berjudul Pengaruh

Metode Bermain Peran Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Pada

Anak Kelompok B di Taman Kanak-kanak Gugus VII Kecamatan

Buleleng menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode bermain

peran terhadap perkembangan sosial anak mendapat hasil yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok anak yng mengikuti pembelajaran secara

konvensional.

5. Langkah-langkah Bermain Peran

Untuk dapat berdialog, sekurang-kurangnya anak harus dapat

memahami apa yang akan dikatakan kedepannya dan berbicara dengan


bahasa yang dapat dimengerti oleh temannya sebayanya. Dengan demikian

langkah-langkah bermain peran di TK sebagai berikut:

a. Menyiapkan/menyusun skenario, alat, media, dan kostum yang akan

digunakan dalam kegiatan bermain peran.

b. Menerangkan teknik bermain peran dengan cara yang sederhana, bila

kelompok murid baru untuk pertama kalinya diperkenalkan dengan

bermain peran.

c. Membentuk kelompok.

d. Siswa diberi waktu untuk mempelajari skenario satu atau dua hari

sebelum kegiatan.

e. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan

skenario yang sudah dipersiapkan.

f. Siswa duduk dikelompoknya masing-masing, sambil melihat peragaan

peran.

g. Guru atau peneliti menyimpulkan hasil bermain peran dan

mengevaluasi

h. Penutup
B. Kerangka Teori

Aspek-aspek Perkembangan
Pendidikan Anak anak:
1) Personal sosial
Usia Dini 2) Motorik Kasar
3) Mootorik Halus
4) Bahasa

Bermain
Manfaat Bermain:
1) Untuk
perkembangan
Bermain aktif kognitif
dan bermain 2) Untuk
pasif perkembangan
sosial
emosional
3) Untuk
Bermain aktif adalah permainan yang perkembangan
dilakukan oleh anak secara bebas dan bahasa
spontanitas. Salah satu contoh bermain 4) Untuk
aktif adalah bermain peran. Bermain perkembangan
peran adalah bentuk permainan dimana fisik (jasmani)
anak-anak, melalui perilaku dan bahasa 5) Untuk
yang jelas, berhubungan dengan materi perkembangan
atau situasi seolah-olah hal itu terjadi pengenalan
sebenarnya huruf
(literacy)

Manfaat Bermain peran:


a. Mengeksplorasi perasaan-
perasaannya
b. Memperoleh wawasan tentang
sikap, nilai dan persepsi
c. Mengembangkan keterampilan dan
sikap dalam memecahkan masalah
yang dihadapi
d. Mengeksplorasi inti permasalahan
yang diperankan melalui berbagai
cara
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN VARIABEL PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang hubungan

atau kaitan antara kosep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati atau

diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012)

Secara garis besar mengenai system keterkaitan antara konsep dalam

penelitian adalah berikut:

Perubahan
Perkembangan sosial
Bermain peran
anak

Keterangan:

: Variabel independen

: Variabel dependen

: Penghubung variabel independen dan variabel dependen

B. Variabel Penelitian

1. Variabel independen adalah variabel bebas atau variabel yang dapat

mempengaruhi atau menjelaskan variabel lain (Sugiyono, 2017), dalam

penelitian ini variabel independennya adalah bermain aktif (bermain

peran).
2. Variabel dependen adalah variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi

atau dijelaskan oleh variabel lain (Sugiyono, 2017), dalam penelitian ini

variabel dependennya adalah perkembangan sosial anak.

C. Definisi Konseptual

Definisi konseptual adalah abstraksi yang diungkapkan dalam kata-kata

yang dapat membantu pemahaman [ CITATION Ihs15 \l 1033 ].

1. Bermain peran adalah bentuk bermain aktif dimana anak-anak, melalui

perilaku dan bahasa yang jelas, berhubungan dengan materi atau situasi

seolah-olah hal itu terjadi sebenarnya[ CITATION Ard11 \l 1033 ].

2. Perkembangan sosial adalah suatu proses perubahan yang berlangsung

secara terus menerus menuju pendewasaan yang memerlukan adanya

komunikasi dengan masyarakat [ CITATION Sus11 \l 1033 ]

D. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2013). Untuk

mempermudah dalam memahami proses penelitian ini, maka penulis

membuat penjelasan sebagai berikut :

1. Bermain peran adalah salah satu bentuk permainan aktif dimana anak

memperagakan situasi, karakter, dengan berperilaku layaknya hal tersebut

benar terjadi. Kegiatan bermain ini merupakan jenis bermain yang lazim

dilakukan oleh anak usia 4-6 tahun. Kegiatan bermain peran dapat

dilakukan seorang diri atau bersama dengan teman-temannya, dengan

menggunakan alat permainan maupun tanpa alat permainan.


2. Perkembangan sosial anak adalah tahapan kemampuan anak dalam

berperilaku sesuai dengan harapan lingkungan. Perkembangan sosial dapat

pula dimaknai sebagai kemampuan anak dalam berinteraksi terhadap

lingkungannya, bagaimana anak mampu memahami lingkungannya, serta

berpengaruh terhadap perilakunya baik untuk dirinya sendiri maupun

orang lain. Dalam perkembangan sosial terjadi proses belajar untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan, saling berkomunikasi dengan orang

lain, dan kerjasama. Perkembangan sosial mencerminkan pencapaian

kematangan dalam hubungan sosial.

E. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara yang dianggap dapat dijadikan

jawaban dari suatu permasalahan yang timbul (Sugiyono, 2017). Berdasarkan

permasalahan-permasalahan yang diuraikan di atas, maka diperoleh hipotesis

yang diajukan dalam penelitian ini yaitu ada pengaruh bermain aktif (bermain

peran) terhadap perkembangan sosial anak usia 5-6 tahun..


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah model atau metode yang digunakan peneliti

untuk melakukan suatu penelitian yang mengarah terhadap jalannya

penelitian (Dharma and Kelana 2011). Desain penelitian adalah rencana

penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh

jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Setiadi 2013).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

penelitian kuantitaf dengan metode quasi ekperimental desaign. Metode ini

menggunakan kelas kontrol atau kelas pembanding, tapi tidak sepenuhnya

mengontrol variabel luar yang dapat berpengaruh pada pelaksanaan

eksperimen. Desain yang digunakan adalah nonequivalent control group

design. Desain ini memilih kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak

secara random[ CITATION Sug17 \l 1033 ]. Skema nonequivalent control group

digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain Experimen

Kelas Pre Test Treatment Post Test


Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 O4
Keterangan:

X : Pembelajaran menggunakan metode bermain peran

O1 : tes awal perkembangan sosial anak

O2: tes setelah melakukan metode

O3 O4:tes awal dan tes akhir perkembangan sosial anak

B. Waktu dan Lokasi Penelitian


1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan april sampai bulan mei 2020.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di TK Idatha 1 kabupaten Bulukumba

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari

obyek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono 2017).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa dan siswi TK

Idatha 1 Bulukumba yang berusia 5-6 tahun yang berjumlah 39 orang

pada tahun 2020.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin

mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena

keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka penelitian dapat menggunakan

sampel yang diambil dari populasi (Sugiyono, 2017).

Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus slovin

dalam [ CITATION Nur08 \l 1033 ]

N
n=
1+ N ( d )2

39
n=
1+39 ( 0.05 )2
39
n=
1+39 ( 0.0025 )

39
n=
1+0.0975

39
n=
1.0975

n=35.53

n=36

3. Tekhnik pengambilan sampel

Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan oleh penelitian adalah

tekhnik Nonprobability sampling yaitu dengan teknik Purposive

sampling . Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu [ CITATION Sug17 \l 1033 ].

4. Kriteria inklusi dan ekslusi

a. Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat

mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai

sampel[ CITATION Not10 \l 1033 ]

1) Siswa dan siswi TK Idatha 1 Bulukumba yang bersedia menjadi

responden dalam penelitian

2) Siswa dan siswi yang berusia 5-6 tahun

b. Kriteria eksklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat

mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel

penelitian [ CITATION Not10 \l 1033 ].

1) Siswa dan siswi yang berusia dibawah 5 tahun dan lebih dari 6

tahun
2) Siswa dan siswi yang berhalangan atau sakit dan anak dengan

gangguan perkembangan.

D. Instrument Penelitian

Desain penelitian dilakukan dua kali observasi yaitu sebelum dan

sesudah eksperimen (perlakuan). Dengan membandingkan hasil tes awal dan

tes akhir akan diketahui seberapa besar perubahan yang terjadi sebagai

indikator keefektifan. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu pendekatan kuantitatif dilakukan untuk mengetahui perkembangan

sosial anak selama pembelajaran dengan menggunakan permainan peran.

Teknik dalam pengumpulan data dalam penelitian ini berupa observasi dan

studi dokumentar.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman

observasi. Pedoman observasi digunakan peneliti untuk panduan yang dapat

membantu melakukan pengamatan agar lebih terarah dan sistematis. Data

yang diperoleh. Pedoman observasi dalam penelitian ini di adopsi dari

penelitian serupa yang dilakukan oleh Cari Ulina tahun 2018.

Adapun kisi kisi yang digunakan dalam pedoman pengamatan observasi

sebagai berikut:

No Indikator Aspek Penilaian Ya Tidak


1. Tidak memilih-milih a. Anak berteman dengan
teman dalam bermain satu orang
b. Anak berteman dengan
sesama jenis
c. Anak berteman dengan
sesama dan lawan jenis
d. Anak berteman dengan
satu kelas
2. Mematuhi atura-aturan a. Anak ikut bermain
b. Anak bermain sesuai
dalam bermain dengan perannya
c. Anak bermain sampai
dengan perannya saja
d. Anak ikut bermain
sampai permainan
selesai
3. Bekerja sama a. Anak bekerja sama
dengan satu anak
b. Anak bekerja sama
dengan sesama jenis
c. Anak bekerja sama
dengan sesama dan lain
jenis
d. Anak bekerja sama
dengan semua teman
4. Menghargai teman a. Anak diam saat kawan
sedang memaikan
perannya
b. Anak memperhatikan
kawannya yang sedang
memainkan peran
c. Anak memahami peran
kawannya
d. Anak dapat
berpartisipasi dalam
peran kawannya
Keterangan :

1-4 : Belum Berkembang (BB)

5-8 : Mulai Berkembang (MB)

9-12 : Berkembang Sesuai Harapan (BSH)

13-16 : Berkembang Sangat Baik (BSB)

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dilapangan oleh

peneliti. Disebut juga data asli atau data baru (Syamsuddin et al. 2015).

Data primer yang diperoleh peneliti adalah data yang didapatkan saat
observasi responden sebelum dan setelah memberikan perlakuan

permainan aktif.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh oleh peneliti dari

sumber-sumber yang telah ada. Data biasanya diperoleh dari

perpustakaan, laporan-laporan, disebut juga data yang tersedia

(Syamsuddin et al. 2015). Data sekunder pada penelitian ini adalah data

yang di peroleh dari TK Idatha 1 Kabupaten Bulukumba.

F. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Tehnik pengolahan data

Pengolahan data merupakan suatu proses untuk memperoleh data

atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data dengan

menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang

diperlukan (Setiadi, 2013).

a. Editing

Editing merupakan pemeriksaan daftar pertanyaan yang

telah diserahkan oleh para pengumpulan data.

b. Coding

Coding adalah menklafisikan jawaban-jawaban dari para

responden kedalam bentuk angka/bilangan.

c. Processing

Processing adalah suatu proses untuk memproses data agar

data yang sudah dimasukkan dianalisis.


d. Cleaning

Cleaning adalah kegiatan pengecekan kembali data yang

sudah dimasukkan apakah terjadi kesalahan atau tidak.

e. Mengeluarkan informasi

Disesuaikan dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan.

2. Analisa Data

Tehnik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis bivariat. Analisa Bivariat, yang dilakukan terhadap variabel

independen dan dependen untuk mengetahui apakah ada pengaruh

bermain aktif terhadap perkembangan sosial anak.

G. Alur Penelitian

Proposal Penelitian

Mengurus izin penelitian

Kantor LBP3K

TK Idatha 1 Kabupaten Bulukumba

Informed Consent

Pengumpulan data
lembar observasi

Analisa data
Analisa Bivariate
(uji)

Hasil dan pembahasan


Kesimpulan dan saran

H. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan peraturan Komisi Nasional Etik

Penelitian Kesehatan (KNEPK ) tahun 2012 dengan memperhatikan hal-

hal berikut:

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect of human dignity)

Penelitian harus dilakukan dengan menunjung tinggi harkat dan

martabat manusia.Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk

menentukan pilihan ikut atau menolak penelitian.Tidak boleh ada

paksaan atau penekanan tertentu agar subjek bersedia ikut dalam

penelitian.Subjek dalam penelitian juga berhak untuk mendapatkan

informasi yang terbuka dan lengkap tentang pelaksanaan penelitian

meliputi manfaat dan tujuan penelitian.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and

confidentiality)

Manusia sebagai subjek penelitian memiliki privasi dan hak asasi

untuk mendapatkan kerahasiaan informasi.Namun tidak bisa dipungkiri

bahwa penelitian dapat mengakibatkan terbukanya informasi tentang

subjek. Sehingga peneliti perlu merahasiakan berbagai informasi yang

menyangkut privasi subjek yang tidak ingin identitas dan segala

informasi tentang dirinya diketahui oleh orang lain.


3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (resect for justice inclusiveness)

Prinsip keterbukaan penelitian mengandung makna bahwa

penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan

secara professional.Sedangkan prinsip keadilan mengandung makna

bahwa penelitian memberikan keuntungan secara merata sesuai dengan

kebutuhan.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harm and benefist)

Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus

mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek

penelitian dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan.

Kemudian meminimalisir resiko atau dampaknya yang merugikan bagi

subjek penelitian.

I. Jadwal Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan april sampai dengan bulan mei tahun

2020.

Anda mungkin juga menyukai