PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahirnya ekonomi Islam di zaman modern ini cukup unik dalam sejarah perkembangan ekonomi.
Ekonomi Islam, berbeda dengan ekonomi-ekonomi yang lain, lahir karena dua faktor. Pertama, berasal
dari ajaran agama yang melarang riba dan menganjurkan sahodaqah.
Sebenarnya kesadaran tentang larangan riba teleh menimbulkan gagasan pembentukan suatu bank
Islam pada dasawarsa kedua abad ke 20 dan Ekonomi syariah mengajarkan tegaknya nilai-nilai keadilan,
kejujuran, transparansi, anti korupsi, dan ekspolitasi. Artinya misi utama ekonomi syariah adalah
tegaknya nilai-nilai akhlak moral dalam aktivitas bisnis, baik individu, perusahaan ataupun negara.
Ekonomi syariah yang melarang kegiatan riba dan spekulasi, akan menciptakan stabilitas
ekonomi bangsa secara menyeluruh. Ekonomi syariah yang mengedepankan gerakan sektor riil (bukan
derivatif), akan secara signifikan menumbuhkan ekonomi nasional dan tentunya ekonomi rakyat.
Tegasnya, ekonomi syariah akan membantu pembangunan ekonomi negara dan bangsa.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian sistem ekonomi syariah.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri sistem ekonomi syariah.
3. Untuk mengetahui manfaat negara-negara yang menggunakan sistem ekonomi syariah.
4. Untuk mengetahui bentuk-bentuk sistem ekonomi syariah.
1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui pengertian sistem ekonomi syariah.
2. Dapat mengetahui ciri-ciri sistem ekonomi syariah.
3. Dapat mengetahui manfaat negara-negara yang menggunakan sistem ekonomi syariah.
4. Dapat mengetahui bentuk-bentuk sistem ekonomi syariah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perbankan Dalam Perokonomian Islam
Ekonomi syariah mengajarkan tegaknya nilai-nilai keadilan, kejujuran, transparansi, anti korupsi,
dan ekspolitasi. Artinya misi utama ekonomi syariah adalah tegaknya nilai-nilai akhlak moral dalam
aktivitas bisnis, baik individu, perusahaan ataupun negara.
Sebagaimana disebut tadi, karakter fundamental dari ekonomi syariah, adalah universal dan
inklusif. Bukti universalisme dan inklusivisme ekonomi syariah cukup banyak.
Pertama, bahwa ekonomi syariah telah dipraktikkan di berbagai negara Eropa, Amerika,
Australia, Afrika dan Asia. Singapura sebagai negara sekuler juga mengakomodasi sistem keuangan
syariah. Bank-Bank raksasa seperti ABN Amro, City Bank, HSBC dan lain-lain, sejak lama telah
menerapkan sistem syari’ah. Demikian pula ANZ Australia, juga telah membuka unit syari’ah dengan
nama First ANZ International Modaraba, Ltd. Jepang, Korea, Belanda juga siap mengakomodasi
sistem syariah.
Fakta itu sejalan dengan laporan the Banker, seperti dikutip info bank (2006) ternyata Bank Islam
bukan hanya di dirikan dan dimiliki oleh negara atau kelompok muslim, tetapi juga di negara-negara
non muslim, seperti United kingdom, USA, Kanada, Luxemburg, Switzerland, Denmark, Afrika
Selatan, Australia, India, Srilangka, Fhilipina, Cyprus, Virgin Island, Cayman Island, Swiss, Bahama,
dan sebagainya. Sekedar contoh tambahan, di luxemburg, yang menjadi Managing Directors di Islamic
Bank Internasional of Denmark adalah non Muslim yaitu Dr. Ganner Thorland Jepsen dan Mr. Erick
Trolle Schulzt.
Kedua, kajian akademis mengenai ekonomi syariah juga banyak dilakukan di universitas-
universitas Amerika dan negara Barat lainnya . Di antaranya, Universitas Loughborough di Inggris.
Universitas Wales, Universitas Lampeter yang semuanya juga di Inggeris. Demikian pula Harvard
School of Law, (AS), Universitas Durhem, Universitas Wonglongong, Australia. Di Harvard
University setiap tahun digelar seminar ekonomi syariah bernama Harvard University Forum yang
membahas tentang Islamic Finance.
Malah, tahun 2000 Harvard University menjadi tuan rumah pelaksanaan konferensi Internasional
Ekonomi Islam Ke-3.
Perhatian mereka kepada ekonomi syariah dikarenakan keunggulan doktrin dan sistem ekonomi
syariah. Karena itulah, maka banyak ekonom non muslim yang menaruh perhatian kepada ekonomi
syariah serta memberikan dukungan dan rasa salut pada ajaran ekonomi syariah, seperti Prof Volker
Ninhaus dari Jerman (Bochum Universitry), William Shakpeare, Rodney Wilson, dan sebagainya. Dr.
2
Iwan Triyuwono, seorang ahli akuntansi dari Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, ketika menulis
disertasinya tentang akuntansi syari’ah di Universitas Wolongong, Australia, mendapat bimbingan
dari promotor, seorang ahli akuntansi syari’ah yang ternyata seorang pastur.
Ketiga, Harus pahami larangan riba (usury) yang menjadi jantung sistem ekonomi syariah bukan
saja ajaran agama Islam, tetapi juga larangan agama-agama lainnya, seperti Nasrani dan Yahudi.
Dengan demikian, bagi pemeluk agama manapun, ekonomi syariah sesungguhnya tidak menjadi
masalah.
Pandangan agama Yahudi mengenai bunga terdapat dalam kitab perjanjian lama pasal 22 ayat
25 yang berbunyi, “Jika engkau memin-jamkan uang kepada salah seorang dari umatku yang
miskin diantara kamu, maka janganlah enkau berkaku seperti orang penagih hutang dan
janganlah engkau bebankan bunga uang padanya, melainkan engkau harus takut pada Allahmu
supaya saudaramu dapat hidup diantaramu”.
Pandangan agama Nasrani mengenal bunga, terdapat dalam kitab perjanjian lama kitab
deuteronomiy pasal 23 ayat 19.”Janganlah engkau membungakan uang terhadap saudaramu baik
uang maupun bahan makan yang dibungakan”.Selanjutnya dalam perjanjian baru dalam injil lukas
ayat 34 disebutkan, “Jika kamu menghutangi kepada orang yang kamu harapkan imbalannya,
maka dimana sebenarnya kehormatan kamu, tetapi berbuatlah kebajikan dan berikanlah pinjaman
dengan tidak mengharapkan kembalinya karena pahala kamu akan banyak”.
Melihat pandangan kedua agama tersebut tentang pelarangan bunga, amatlah tepat untuk
menyimpulkan bahwa umat non muslimpun harus menyambut baik lembaga-lembaga keuangan dan
system ekonomi tanpa bunga. Hal ini dikarenakan ekonomi syariah telah memberikan jalan keluar dari
larangan kitab suci di atas. Dan inilah agaknya sarana yang paling tepat untuk mengembangkan kerja
sama dalam memerangi bunga yang telah dilarang agama samawi tersebut. Fakta kerjasama ini telah
banyak terjadi di Indonesia, seperti di Kupang, Palu, Menado, Maluku Utara dan sebagainya. Para
deposan dan nasabah bank-bank syariah banyak (dominan) dari kalangan non muslim dan tokohnya
para pendeta.
Keempat, para filosof Yunani yang tidak beragama Islam juga mengecam sistem bunga. Sejarah
mencatat, bangsa Yunani kuno yang mempunyai peradaban tinggi, melarang keras peminjaman uang
dengan bunga. Aristoteles dalam karyanya politics telah mengecam sistem bunga yang berkembang
pada masa Yunani kuno. Dengan mengandalkan pemikiran rasional filosofis, tanpa bimbingan wahyu,
ia menilai bahwa sistem bunga merupakan sistem yang tidak adil. Menurutnya: “uang bukan seperti
ayam yang bisa bertelur”.
Sekeping mata uang tidak bisa beranak kepingan uang yang lain. Selanjutnya ia mengatakan
bahwa meminjamkan uang dengan bunga adalah sesuatu yang rendah derajatnya. Sementara itu, Plato
3
(427-345 SM), dalam bukunya “LAWS”, juga mengutuk bunga dan memandangnya sebagai praktek
yang zholim. Menurut Plato, uang hanya berfungsi sebagai alat tukar, pengukuran nilai dan
penimbunan kekayaan. Uang sendiri menurutnya bersifat mandul (tidak bisa beranak dengan
sendirinya).
Uang baru bisa bertambah kalau ada aktivitas bisnis riel. Pendapat yang sama juga dikemukan
Cicero. Ketiga filosof Yunani yang paling terkemuka itu dipandang cukup representatif untuk
mewakili pandangan filosof Yunani tentang larangan bunga.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka tidak perlu ada yang takut kepada ekonomi syariah,
karena manfaat ekonomi syariah akan dinikmati oleh semua komponen rakyat di Indonesia, bahkan
jika diterapkan di skala global, akan menciptakan tata ekonomi dunia yang adil dan makmur.
Ekonomi syariah yang melarang kegiatan riba dan spekulasi, akan menciptakan stabilitas
ekonomi bangsa secara menyeluruh. Ekonomi syariah yang mengedepankan gerakan sektor riil (bukan
derivatif), akan secara signifikan menumbuhkan ekonomi nasional dan tentunya ekonomi rakyat.
Tegasnya, ekonomi syariah akan membantu pembangunan ekonomi negara dan bangsa.
2.2 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
1. Bank Syariah
Ø Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan/amanah Allah SWT
sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya harus sesuai ajaran Islam
Ø Bank syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaan harta nasabah
(simpanan) sesuai ajaran Islam
Ø Bank syariah menempatkan karakter/sikap baik nasabah maupun pengelola bank pada
posisi yang sangat penting dan menempatkan sikap akhlakul karimah sebagai sikap dasar
hubungan antara nasabah dan bank
Ø Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, prinsip
kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan
Nasabah atas jalannya usaha bank syariah
4
e. Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak
mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak
2. Bank Konvensional
Ø Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan
berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah
diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku
bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference). Dilain pihak kepentingan pemakai
dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya murah). Dengan
demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi antagonisme yang
sulit diharmoniskan. Dalam hal ini bank konvensional berfungsi sebagai lembaga
perantara saja
Ø Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan
Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang
Sistem bunga:
Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak
Bank
Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan Penentuan suku
bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank
Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat
keadaan ekonomi sedang baik
Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam
Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh
pihak nasabah untung atau rugi
5
Pada dasarnya prinsip bank syariah menghendaki semua dana yang diperoleh dalam
sistem perbankan syariah dikelola dengan integritas tinggi dan sangat hati-hati.
1. Shiddiq, memastikan bahwa pengelolaan bank syariah dilakukan dengan moralitas yang
menjunjung tinggi nilai kejujuran. Dengan nilai ini pengelolaan diperkenankan (halal) serta
menjauhi cara-cara yang meragukan (subhat) terlebih lagi yang bersifat dilarang (haram).
2. Tabligh, secara berkesinambungan melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat
mengenai prinsip-prinsip, produk dan jasa perbankan syariah. Dalam melakukan sosialisasi
sebaiknya tidak hanya mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, tetapi juga harus
mampu mengedukasi masyarakat mengenai manfaat bagi pengguna jasa perbankan syariah.
3. Amanah, menjaga dengan ketat prinsip kehati-hatian dan kejujuran dalam mengelola dana
yang diperoleh dari pemilik dana (shahibul maal) sehingga timbul rasa saling percaya antara
pemilik dana dan pihak pengelola dana investasi (mudharib).
4. Fathanah, memastikan bahwa pegelolaan bank dilakukan secara profesional dan kompetitif
sehingga menghasilkan keuntungan maksimum dalam tingkat resiko yang ditetapkan oleh
bank. Termasuk di dalamnya adalah pelayanan yang penuh dengan kecermatn dan kesantunan
(ri’ayah) serta penuh rasa tanggung jawab (mas’uliyah)
6
(Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution). Fungsi dan peran tersebut
yaitu:
1. Manajer investasi, bank Islam dapat mengelola investasi dana nasabah
2. Investor, bank Islam dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah
yang dipercayakan kepadanya.
3. Penyedia jasa keuangan dan laulintas pembayaran, bank Islam dapat melakukan kegiatan
jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya institusi perbankan sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
4. Pelaksana kegiatan sosial. Sebagai suatu ciri yang melekat pada entitas keuangan Islam, bank
Islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola (menghimpun,
mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya.
Dari fungsi dan peran tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan antara bank Islam dengan
nasabahnya baik sebagai dari investor maupun pelaksana dari investasi merupakan hubungan kemitraan,
tidak seperti hubungan pada bank konvensional yangb bersifat debitur-kreditur.
7
ØDan berkatalah orang yang selamat diantara mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf)
sesudah beberapa waktu lamanya: “Aku akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang
pandai) mena’birkan mimpi itu, Maka utuslah Aku (kepadanya).”
Ø(Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): “Yusuf, Hai orang yang amat
dipercaya, Terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang
dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan
(tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka
mengetahuinya.”
ØYusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa
yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.
ØKemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang
kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang
kamu simpan.
ØKemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup)
dan dimasa itu mereka memeras anggur.”
Selanjutnya konsep asuransi juga sudah ada sejak zaman Rasulullah yang disebut dengan Aqilah.
Menurut Muhsin Khan, kata aqilah berarti asabah yang menunjukkan hubungan ayah dengan pembunuh,
artinya dimana suku Arab zaman dulu barang siapa yang membunuh harus siap untuk melakukan
kontribusi finansial atas nama pembunuh untuk membayar pewaris korban. Hal ini sudah menjadi
kebiasaan bangsa Arab sejak zaman dahulu bahwa jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh
anggota dari suku lain, pewaris korban akan dibayar sejumlah uang darah (diyat) sebagai kompensasi oleh
saudara terdekat dari pembunuh.
Pada perkembangan selanjutnya, Muhammad Syakir Sula menceritakan dimana Syekh Ibnu Hajar
al-Asqalani dalam Fathul Baari, dengan datangnya Islam, sistem aqilah diterima oleh Rasulullah menjadi
bagian dari hukum Islam. Sebagaimana hal tersebut dapat dikisahkan dalam pertengkaran antara dua
wanita dari suku Huzail. Salah seorang dari mereka memukul yang lain dengan batu hingga
mengakibatkan kematian wanita itu dan cabang bayi dalam rahimnya. Pewaris korban membawa kejadian
itu ke pengadilan, Rasulullah memberikan keputusan bahwa kompensasi bagi pembunuh anak bayi adalah
membebaskan seorang budak laki-laki atau wanita, sedangkan kompensasi atas membunuh wanita adalah
uang darah (diyat) yang harus dibayar oleh aqilah (saudara pihak ayah dari yang tertuduh).
MM Billah dalam disertasi doktornya mengatakan bahwa piagam Madinah adalah konstitusi
pertama di dunia yang dipersiapkan langsung oleh Nabi Muhammad setelah hijrah ke Madinah. Beberapa
pasal memuat ketentuan tentang asuransi sosial dengan sistem aqilah. Dalam pasal 3 Konstitusi Madinah,
Rasulullah membuat ketentuan mengenai penyelamatan jiwa para tawanan, yang menyatakan bahwa jika
8
tawanan yang tertahan oleh musuh karena perang, harus membayar tebusan kepada musuh untuk
membebaskan yang ditawan. Konstitusi tersebut merupakan bentuk lain dari asuransi sosial.
Seiring dengan perjalanan waktu, istilah asuransi semakin berkembang, baik perlindungan terhadap
jiwa, barang dan lain sebagainya, dan bahkan ada produk investasi dalam asuransi.
9
1. Prinsip Tauhid
Tauhid merupakan prinsip dasar dalam asuransi syariah. Karena pada haekekatnya setiap
muslim harus melandasi dirinya dengan tauhid dalam menjalankan segala aktivitas
kehidupannya, tidak terkecuali dalam bermuamalah. Artinya bahwa niatan dasar ketika
berasuransi syariah haruslah berlandaskan pada prinsip tauhid, mengharapkan keridhaan Allah
SWT. Sebagai contoh dilihat dari sisi perusahaan, asas yang digunakan dalam berasuransi
syariah bukanlah semata-mata meraih keuntungan, atau menangkap peluang pasar yang sedang
cenderung pada syariah. Namun lebih dari itu, niatan awalnya adalah untuk
mengimplementasikan nilai-nilai syariah dalam dunia asuransi. Sedangkan dari sisi nasabah,
berasuransi syariah adalah bertujuan untuk bertransaksi dalam bentuk tolong menolong yang
berlandaskan asas syariah, dan bukan semata-mata mencari “perlindungan” apabila terjadi
musibah.
2. Prinsip Keadilan
Prinsip kedua yang menjadi nilai-nilai dalam pengimplementasian asuransi syariah adalah
prinsip keadilan. Artinya bahwa asuransi syariah harus benar-benar bersikap adil, khususnya
dalam membuat pola hubungan antara nasabah dengan nasabah, maupun antara nasabah dengan
perusahaan asuransi syariah, terkait dengan hak dan kewajiban masing-masing. Asuransi syariah
tidak boleh mendzalimi nasabah dengan hal-hal yang akan menyulitkan atau merugikan
nasabah. Ditinjau dari sisi asuransi sebagai sebuah perusahaan, potensi untuk melakukan
ketidak adilan sangatlah besar. Seperti adanya unsur dana hangus (pada saving produk), dimana
nasabah yang sudah ikut asuransi (misalnya asuransi pendidikan) dengan periode tertentu,
namun karena suatu hal ia membatalkan kepesertaannya di tengah jalan. Pada asuransi
syariah, dana saving nasabah yang telah dibayarkan melalui premi harus dikembalikan kepada
nasabah bersangkutan, berikut hasil investasinya.
3. Prinsip tolong-menolong
Semangat tolong menolong merupakan aspek yang sangat penting dalam operasional
asuransi syariah. Karena pada hekekatnya, konsep asuransi syariah didasarkan pada prinsip
Tabarru’. Dimana sesama peserta bertabarru’ atau berderma untuk kepentingan nasabah lainnya
yang tertimpa musibah. Nasabah tidaklah berderma kepada perusahaan asuransi syariah, peserta
berderma hanya kepada sesama peserta saja. Perusahaan asuransi syariah bertindak sebagai
pengelola saja. Konsekwensinya, perusahaan tidak berhak mengklaim atau mengambil dana
tabarru’ nasabah. Perusahaan hanya mendapatkan dari ujrah (fee) atas pengelolaan dana tabarru’
tersebut, yang dibayarkan oleh nasabah bersamaan dengan pembayaran kontribusi (premi).
Perusahaan asuransi syariah mengelola dana tabarru’ tersebut, untuk diinvestasikan (secara
10
syariah) lalu kemudia dialokasikan pada nasabah lainnya yang tertimpa musibah. Dan dengan
konsep seperti ini, berarti antara sesama nasabah telah mengimplementasikan saling tolong
menolong, kendatipun antara mereka tidak saling bertatap muka.
2.9 Manfaat Asuransi
Pada dasarnya asuransi memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara lain:
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Orang islam harus bangga agama yang didalamnya telah diatur segalanya, non muslimpun harus
menyambut baik lembaga-lembaga keuangan dan system ekonomi tanpa bunga. Hal ini dikarenakan
ekonomi syariah telah memberikan jalan keluar dari larangan kitab suci di bawah ini :
1. Pandangan agama Yahudi mengenai bunga terdapat dalam kitab perjanjian lama pasal 22 ayat 25
yang berbunyi, “Jika engkau memin-jamkan uang kepada salah seorang dari umatku yang
miskin diantara kamu, maka janganlah enkau berkaku seperti orang penagih hutang dan
janganlah engkau bebankan bunga uang padanya, melainkan engkau harus takut pada
Allahmu supaya saudaramu dapat hidup diantaramu”.
2. Pandangan agama Nasrani mengenal bunga, terdapat dalam kitab perjanjian lama kitab
deuteronomiy pasal 23 ayat 19.”Janganlah engkau membungakan uang terhadap saudaramu
baik uang maupun bahan makan yang dibungakan”.Selanjutnya dalam perjanjian baru dalam
injil lukas ayat 34 disebutkan, “Jika kamu menghutangi kepada orang yang kamu harapkan
imbalannya, maka dimana sebenarnya kehormatan kamu, tetapi berbuatlah kebajikan dan
berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya karena pahala kamu akan
banyak”.
3.2 Saran
Sebaiknya menjadikan Nabi Muhammad SAW teladan dalam melakukan suatu usaha.Tidak keluar
dalam jalur peratutan al-Qur’an dan Hadits sebagai dasar dari sistem ekonomi islam dalam menjalankan
kegiatan ekonomi.
Dalam melakukan suatu usaha hendaknya menyadari akan kewajiban mengeluarkan zakat dan
selalu berpegang kepada prinsip bahwa segala sesuatu ataupun kekayaan di muka bumi ini hanyalah milik
Allah SWT, sehingga sudah sepantasya manusia tidak bersikap individualistik dalam mengelola hartanya.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://cacarani.blogspot.com/2011/10/pelaksanaan-ekonomi-syariah-menuju.html
http://ekonomisyariah.blog.gunadarma.ac.id/2012/12/30/sistem-perekonomian-syariah-islam-dalam-era-
globalisasi/
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/10/10/peran-dan-peluang-ekonomi-islam-sebagai-solusi-
permasalahan-bangsa-menghadapi-tantangan-ekonomi-konvensional-494622.html
http://fatkhurrochman.blogspot.com/2011/11/penerapan-ekonomi-islam-dalam.html
http://indonesiaindonesia.com/f/8809-penerapan-ajaran-ekonomi-islam-indonesia/
http://www.kabarislam.com/hukum-fiqih/perkembangan-perekonomian-islam-dewasa
13