Anda di halaman 1dari 22

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Imunisasi merupakan usaha pemberian kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2010). Imunisasi adalah suatu cara
untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen,
sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit
(Ranuh, 2009). Imunisasi penting untuk mencegah penyakit berbahaya, salah
satunya adalah imunisasi DPT (Diphteria, Pertussis, Tetanus). Kebanyakan anak
menderita panas setelah mendapat imunisasi DPT, tetapi itu adalah hal yang
wajar, namun seringkali ibu-ibu tegang, cemas dan khawatir (Tecyya, 2009).
Progam imuniasi merupakan sebuah keberhasilan dalam mencegah
penyakit infeksi. hal ini terbukti dari menurunnya insiden penyakit menular di
Amerika Serikat dan negara lain sejak pertengahan abad ke-20. Di Indonesia sejak
tahun 1990, cakupan imunisasi dasar telah mencapai lebih dari 95% (Ranuh,
2011). Di Indonesia terdapat imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah
sebagaimana juga yang di wajibkan WHO seperti imunisasi BCG, DPT, Hepatitis,
Campak dan polio. Menurut data yang didapat dari Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan
Indonesia, pada tanggal 27 Mei 2011 menunjukkan angka cakupan imunisasi di
tahun 2010 adalah campak 89,5%, DTP-3 90,4%, polio-4 87,4%, dan hepatitis B-
3 mencapai 91%. Dari data yang ada, terlihat angka cakupan imunisasi dasar di
Indonesia sudah cukup tinggi, namun pada beberapa daerah masih ditemukan
angka cakupan di bawah standar nasional (Depkes RI, 2011).
Imunisasi DPT adalah vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan tetanus
yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi dan teradopsi
kedalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Pemberian vaksin ini menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit difteria, pertusis dan tetanus dalam waktu yang
bersamaan (Hidayat, 2005 ). Imunisasi DPT diberikan secara bertahap dengan
cara disuntikkan secara intramuskuler dengan dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3
2

dosis, dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan
interval paling cepat 1 bulan (Mansjoer, 2000). Imunisasi DPT sering
menimbulkan gejala bersifat sementara seperti lemas, demam, kemerahan pada
tempat suntikan, kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas dan
meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi (Depkes RI, 2010).
Saat ini seluruh Puskesmas di Indonesia telah melayani imunisasi
melalui pelayanan Puskesmas, dan mengisi kegiatan posyandu yang ada di
masyarakat, maka semua unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta, serta praktek perorangan yang dilakukan oleh profesi kesehatan (Dr,
spesialis kandungan, bidan) hendaknya memberikan pelayanan imunisasi.
Disamping itu perlu dilakukan upaya untuk mempertahankan mutu vaksin yang
optimal, sterilisasi alat suntik yang dipergunakan serta cara pemberian yang sesuai
agar tujuan pencegahan penyakit dapat tercapai. Berdasarkan latar belakang
tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat masalah bagaimana cara Pemberian
asuhan keperawatan pada klien dengan Imunisasi DPT dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pemberian Asuhan Keperawatan yang efisien pada pasien By.
A dengan Imunisasi DPT di UPT Puskesmas Menteng Palangka Raya?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan
pada By. A dengan Imunisasi DPT di UPT Puskesmas Menteng Palangka Raya,
melalui pendekatan proses keperawatan secara Komprehensif
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu mengetahui pengkajian keperawatan secara komprehensif pada By. A
dengan Imunisasi DPT di UPT Puskesmas Menteng Palangka Raya.
2. Mampu mengetahui diagnosa keperawatan pada By. A dengan Imunisasi
DPT di UPT Puskesmas Menteng Palangka Raya.
3. Mampu mengetahui intervensi tindakan keperawatan pada By. A dengan
Imunisasi DPT di UPT Puskesmas Menteng Palangka Raya.
3

4. Mampu mengetahui pelaksanaan tindakan keperawatan pada By. A dengan


Imunisasi DPT di UPT Puskesmas Menteng Palangka Raya.
5. Mampu mengevaluasi hasil tindakan yang dilaksanakan terhadap tindakan
pada By. A dengan Imunisasi DPT di UPT Puskesmas Menteng Palangka
Raya.
6. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada By. A dengan
Imunisasi DPT di UPT Puskesmas Menteng Palangka Raya.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Teoritis
Untuk menambah wawasan dalam mengetahui bagaimana Asuhan
Keperawatan klien dengan dengan Imunisasi DPT di UPT Puskesmas Menteng
Palangka Raya.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Mahasiswa
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan serta
pemahaman mahasiswa tentang Asuhan Keperawatan pada klien dengan dengan
Imunisasi DPT di UPT Puskesmas Menteng Palangka Raya.
1.4.2.2 Bagi UPT Pusekesmas Menteng
Hasil penulisan studi kasus ini diharapkan dapat dijadikan masukan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dalam penegakan asuhan keperawatan
dengan dengan Imunisasi DPT di UPT Puskesmas Menteng Palangka Raya.
1.4.2.3 Bagi Akademik STIKES Eka Harap
Hasil penulisan studi kasus ini dapat digunakan sebagai informasi dan
masukan bagi pendidikan sebagai bahan referensi untuk penulisan berikutnya.

BAB 2
4

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Imunisasi


2.1.1 Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit
dengan memasukan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit
yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata
imun yang berarti kebal atau resisten (Umar, 2010).

2.1.2 Definisi Imunisasi DPT


Imunisasi DPT adalah upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap
penyakit Difteri, Pertusis, Tetanus dengan cara memasukkan kuman difteri,
pertusis, tetanus yang telah dilemahkan dan dimatikan kedalam tubuh sehingga
tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya nanti digunakan tubuh untuk
melawan kuman atau bibit ketiga penyakit tersebut (Markum, 2011).
Imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis dan Tetanus) merupakan imunisasi yang
digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri. Imunisasi DPT ini
merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan
sifat racunnya akan tetapi masih dapat merangsang pembentukkan zat anti
(toksoid). Frekuensi pemberian imunisasi DPT adalah tiga kali, dengan maksud
pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan)
terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti, kedua
dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup (Alimul, 2008).
Vaksin DPT/HB/Hib berupa suspensi homogen yg berisikan difteri murni,
toxoid tetanus, bakteri pertusis inaktif, antigen permukaan hepatitis B (HBsAg)
murni, dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit berupa kapsul
polisakarida Haemophilus Influenzae type b (Hib) yang dikonjugasikan kepd
protein toksoid tetanus. Vaksin ini dikemas dalam vial 5 dosis.

2.1.3 Tujuan Imunisasi DPT


4
5

Imunisasi DPT wajib diberikan karena bertujuan untuk menimbulkan


kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit Difteri, Pertusis
dan Tetanus serta hepatitis B dan infeksi Haemophilus influenzae tipe b sec.
simultan. Selain itu manfaat pemberian imunisasi DPT adalah:
1) Untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan
terhadap penyakit difteri, pertusis (batuk rejan), tetanus.
2) Apabila terjadi penyakit tersebut, akan jauh lebih ringan dibanding terkena
penyakit secara alami.
Secara alamiah sampai batas tertentu tubuh juga memiliki cara membuat
kekebalan tubuh sendiri dengan masuknya kuman-kuman kedalam tubuh. Namun
bila jumlah yang masuk cukup banyak dan ganas, bayi akan sakit. Dengan
semakin berkembangnya teknologi dunia kedokteran, sakit berat masih bisa
ditanggulangi dengan obat-obatan. Namun bagaimanapun juga pencegahan adalah
jauh lebih baik dari pada pengobatan (Markum, 2010).

2.1.4 Jadwal Pemberian


Sesuai dengan Program Pengembangan Imunisasi (PPI, diwajibkan)
imunisasi DPT diberikan 5 kali, 3 kali di bawah usia satu tahun dan 2 kali
masing-masing di atas satu dan lima tahun.imunisasi DPT dilakukan bersamaan
dengan pemberian vaksin polio. DPT 1 diberikan ketika sikecil usia 2 bulan, DPT
2 di usia 3 bulan, dan DPT 3 di usia 4 bulan. Wajib diperhatiakn, DPT 1 sampai
DPT 3 harus sudah didapat bayi sebelum usia setahun. Sedangkan yang di atas
satu tahun DPT 4 dan DPT 5 diberikan di usia 18 bulan dan 5 tahun. Bila sudah
dilakukan 5 kali suntikan DPT, biasanya sudah cukup. Namun di usia 12 tahun,
seorang anak biasanya mendapat lagi suntikan TT (DPT tanpa P/Pertusis), sampai
umur 7 tahun bisa juga diberikan suntikan DT. Di atas usia 5 tahun, penyakit
pertusis jarang sekali terjadi dan dianggap bukan masalah. Jadi, suntikan P tak
perlu diberikan lagi.

2.1.4 Cara Imunisasi dan Dosis


6

1) Imunisasi DPT diberikan2-3 kali dengan cara SC atau IM sebanyak 0,5 cc pada
lengan atas atau paha luar
2) Diberikan sejak bayi umur 2 bulan, dengan jarak waktu antara 2 penyuntikan
4-6 minggu

2.1.5 Indikasi dan Kontraindikasi


2.1.5.1 Indikasi
1) Untuk bayi atau anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi DPT
2.1.5.2 Kontraindikasi
1) Hipersensitif terhadap komponen vaksin, atau reaksi berat terhadap
dosis vaksin kombinasi sebelumnya, yang merupakan kontraindikasi
absolut terhadap dosis berikutnya.
2) Kejang demam atau kelainan saraf serius lainnya merupakan
kontraindikasi terhadap komponen pertusis. Dalam hal ini vaksin tidak
boleh diberikan sebagai vaksin kombinasi, tetapi vaksin DT harus
diberikan sebagai pengganti DTP, vaksin Hepatitis B dan Hib diberikan
secara terpisah.

2.1.6 Efek Samping


Kira-kira pada separuh penerima DPT akan terjadi kemerahan, bengkak dan
nyeri pada lokasi injeksi. Proporsi yang sama juga akan menderita demam ringan.
Anak juga sering gelisah dan menangis terus-menerus selama beberapa jam pasca
suntikan. Kadang-kadang terdapat efek samping yang lebih berat seperti demam
tinggi atau kejang yang biasanya disebabkan oleh unsur pertusisnya (Markum,
2005).
Efek samping pada DPT mempunyai efek ringan dan efek berat, efek ringan
seperti pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan demam, sedangkan
efek berat dapat menangis hebat kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran
menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan shock (Alimul, 2008).

2.1.7 Cara Penyimpanan


7

Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan
potensinya. Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur) informasi produk harus
disertakan. Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin harus
didinginkan pada temperature 2-8° C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT,
Hib, Hepatitis B dan Hepatitis A) akan tidak aktif bila beku. Pengguna
dinasehatkan untuk melakukan konsultasi guna mendapatkan informasi khusus
tentang masing-masing vaksin, karena beberapa vaksin (OPV dan vaksin yellow
Fever) dapat disimpan dalam keadaan beku. 
1) Penyimpanan vaksin membutuhkan suatu perhatian khusus karena vaksin
merupakan sediaan biologis yang rentan terhadap perubahan temperature
lingkungan.
2) Vaksin akan rusak apabila temperature terlalu tinggi atau terkena sinar
matahari langsung seperti pada vaksin polio tetes dan vaksin campak.
Kerusakan juga dapat terjadi apabila terlalu dingin atau beku seperti pada
toksoid difteria, toksoid tetanus, vaksin pertusis (DPT, DT), Hib conjugated,
hepatitis B, dan vaksin influenza.
3) Pada beberapa vaksin apabila rusak akan terlihat perubahan fisik. Pada vaksin
DPT misalnya akan terlihat gumpalan antigen yang tidak bisa larut lagi
walaupun dikocok sekuat-kuatnya.sedangkan vaksin lain tidak akan berubah
penampilan fisik walaupun potensinya sudah hilang / berkurang.
4) Vaksin yang sudah dilarutkan lebih cepat rusak. Dengan demikian kita harus
yakin betul bahwa cara penyimpanan yang kita lakukan sudah benar dan
menjamin potensi vaksin tidak akan berubah.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Imunisasi DPT


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tindakan yang digunakan oleh perawat untuk mengukur
keadaan klien dengan memakai norma-norma kesehatan keluarga maupun sosial.
Pengkajian merupakan penjajakan tahap satu. Dalam pengkajian dilakukan
pengumpulan data.

1) Biodata: Biodata Bayi, Biodata Orang tua


8

2) Alasan Datang
Untuk mengetahui penyebab apa yang menyebabkan klien dibawa ke poli anak
3) Keluhan Utama
Apa yang dikeluhkan Ibu tentang keadaan  bayinya
4) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk mengetahui apa saja yang dirasakan klien pada saat petugas mengkaji
agar dapat mengetahui tindakan apa dilakukan
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ditanyakan mengenai latar belakang keluarga terutama:
(1) Anggota keluarga yang mempunyai penyakit tertentu terutama penyakit
menular seperti TBC, hepatitis.
(2) Penyakit keluarga yang diturunkan seperti kencing  manis, kelainan
pembekuan darah, jiwa, asma.
(3) Riwayat kehamilan kembar, faktor yang  meningkatkan kemungkinan
hamil kembar adalah faktor ras, keturunan, umur wanita dan paritas. Oleh
karena itu apabila ada yang pernah melahirkan atau hamil dengan anak
kembar harus diwaspadai karena hal ini bisa menurun pada Ibu
(Manuaba, 2010).
6) Riwayat perinatal dan neonatal
(1) Kehamilan
Ditanyakan pada Ibu ini kehamilan beberapa, keluhan Ibu pada saat hamil
ini, periksa kemana dan sudah beberapa kali periksa, mendapat obat apa
saja setelah periksa.
(2) Persalinan
Ditanyakan pada Ibu melahirkan dimana, ditolong siapa, bagaimana
caranya serta penyulit yang dialami sewaktu Ibu melahirkan, kemudian
ditanyakan tentang jenis kelamin, berat badan, panjang badan bayi yang
dilahirkan.
(3) Nifas
Ditanyakan pada Ibu mengeluarkan darah yang bagaimana, seberapa
banyak, kontraksi uterus baik atau tidak (bila kontraksi baik, uterus bulat
dan mengeras). ASI sudah keluar apa belum, ada luka jahitan atau tidak.
9

(4) Neonatal
Ditanyakan pada Ibu tentang jenis kelamin, berat badan, panjang badan
bayi yang dilahirkan
(5) Riwayat Imunisasi
Untuk mengetahui apakah anak telah mendapat imunisasi lengkap/tidak.
(6) Pola kebiasaan sehari-hari
Untuk mengetahui bagaimana pola  nutrisi Ibu, eliminasi, istirahat, aktivitas
personal hygiene.
7) Riwayat Psikologi dan Budaya
(1) Psikologi: Bagaimana respon Ibu dan keluarga terhadap kelahiran
anaknya
(2) Sosial: Apakah hubungan Ibu dengan suami keluarga serta petugas
kesehatan baik atau tidak
(3) Budaya: Untuk mengetahui tradisi yang dianut keluarga yang
merugikan termasuk pantang makan, minum jamu dan kebiasaan
berobat jika sakit
8) Data Spiritual
Untuk mengetahui bagaimana sikap Ibu terhadap agama yang diyakininya
9) Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan Umum          : baik/cukup/lemah
(2) Kesadaran                   : composmentis/koma
(3) Tanda-tanda Vital :
Pernafasan                   : normal (40 - 60 x / menit)
Suhu                            : normal (36,5 - 37,5oC)
Nadi                            : normal (100 - 160 x/menit)
10) Inspeksi
 Kepala          : Simetris, tidak ada benjolan abnormal, rambut hitam
menyebar merata.
 Wajah           : Simetris, tidak pucat, dan tidak kuning
 Mata             : Simetris, sklera  tidak kuning, konjungtiva tidak anemis
 Hidung         :  Simetris, tidak ada polip, tidak ada pernafasan cuping
hidung
10

 Mulut           :  Mukosa bibir lembab, tidak ada labioschisis, tidak ada


labiopalatoschisis, lidah bersi
 Telinga         :  Simetris, tidak ada serumen.
 Leher            : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan pembesaran
limfe.
  Dada            : Simetris,  gerak nafas teratur. 
 Perut             : tidak ada benjolan abnormal.
 Ekstremitas
Atas              :  Simetris, tidak terdapat polydaktil maupun syndaktil
Bawah          : Simetris, tidak terdapat polydaktil maupun syndaktil
 Reflek          :  +/+
 Integumen    :  Bersih, turgor  baik
 Genetalia      : Bersih, testis sudah turun ke scrotum
  Anus             : Bersih, tidak terdapat atresia ani dan tidak ada atresia rekti.
11) Palpasi
 Kepala          :  Tidak teraba benjolan abnormal.
 Leher            :  Tidak terabapembesaran kelenjar tyroid, tidak teraba
pembesaran kelenjar limfe, dan tidak teraba pembesaran
vena jugularis.
 Perut             :  Tidak teraba benjolan abnormal, tidak terana pembesaran
hepar.
- Ekstremitas  : 
Atas              :  Tidak teraba adanya retensi air (tidak edema).
Bawah          :  Tidak teraba adanya retensi air (tidak edema).
- Integumen    :  Bersih, turgor baik
12) Auskultasi
Dada            : COR : Nadi teratur 100x / menit
Perut            :  Terdengar bising usus ± 12x / menit
13) Perkusi
Abdomen     :  Tidak kembung
11

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1) Defisit pengetahuan b.d. kurang terpapar informasi
2) Risiko hipertermi d.d peningkatan laju metabolisme
3) Risiko infeksi d.d. efek prosedur invasive

2.2.3 Intervensi Keperawatan


1) Defisit pengetahuan b.d. kurang terpapar informasi
Tujuan  : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit
anaknya meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : Pengetahuan orang tua klien meningkat ditandai dengan
orang tua mengerti tentang penyakit anaknya, nampak tidak
sering bertanya, terlibat aktif dalam proses perawatan.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan orang tua Sebagai dasar dalam menetukan
klien tentang proses penyakit tindakan selanjutnya
anaknya
2. Jelaskan pada keluarga klien Meningkatkan pengetahuan dan
tentang Pengertian, penyebab, pemahaman keluarga
tanda dan gejala, pengobatan,
pencegahan dan komplikasi dengan
memberikan penkes.
3. Bantu orang tua klien untuk Melibatkan keluarga dalam
mengembangkan rencana asuhan perencanaan dapat meningkatkan
keperawatan dirumah sakit seperti : pemahaman keluarga
diet, istirahat dan aktivitas yang
sesuai
4. Beri kesempatan pada orang tua Menghindari melewatkan hal yang
klien untuk bertanya tentang hal tidak  dijelaskan dan belum dimengerti
yang belum dimengertinya oleh keluarga.

2) Risiko hipertermi d.d peningkatan laju metabolisme


Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
Kriteria hasil : Tidak terjadi hipertermi/peningkatan suhu tubuh
Intervensi Rasional
1. Kaji peningkatan suhu tubuh yang Sebagai dasar dalam menentukan
12

dialami oleh klien intervensi selanutnya


2. Observasi tanda-tanda vital Pemantauan tanda vital yang teratur
dapat menentukan perkembangan
perawatan selanjutnya.

3. Berikan dan anjurkan keluarga Dengan memberikan kompres maka


untuk memberikan kompres akan terjadi proses konduksi /
dengan air pada daerah dahi dan perpindahan panas dengan bahan
ketiak perantara .

4. Anjurkan keluarga untuk Kebutuhan cairan meningkat karena


mempertahankan pemberian penguapan tubuh meningkat
cairan melalui rute oral sesuai
indikasi

5. Anjurkan keluarga untuk Proses hilangnya panas akan


menghindari pakaian yang tebal terhalangi untuk pakaian yang tebal
dan menyerap keringat dan tidak akan menyerap keringat.

6. Kolaborasi dengan dokter dalam Untuk mengontrol panas


pemberian obat antipiuretik

3) Risiko infeksi d.d. efek prosedur invasif


Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kolor, dolor, tumor,
fungsileisa)

Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda infeksi Mengetahui tanda-tanda infeksi (rubor,
kolor, dolor, tumor, fungsileisa)

2. Cuci tangan sebelum dan sesudah Mencegah transmisi patogen


tindakan
3. Anjurkan orangtua untuk tidak Agar tidak terjadi infeksi
memberikan apapun pada luka
pasien
13

4. Kolaborasi dengan tim medis Mempercepat proses penyembuhan


dalam pemberian antibiotik sesuai
indikasi

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012). Tahap awal tindakan
keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan
dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan: Review tindakan
keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan,menganalisa
pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan, mengetahui
komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul,menentukan dan
mempersiapkan peralatan yang diperlukan, mempersiapkan lingkungan yang
konduktif sesuai dengan yang akan dilaksanankan mengidentifikasi aspekhukum
dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. Tujuannya adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan dalam mengakhiri
rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan),
memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk
mencapai tujuan pertama), meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien
memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan). Proses evaluasi
terdiri dari 2 tahap yaitu tahap mengukur pencapaian tujuan klien yang terdiri dari
komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi tubuh dan gejala.
Sedangkan tahap kedua adalah tahap penentuan keputusan pada tahap evaluasi.
Dalam tahap yang kedua ini terdapat 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas
tindakan keperawatan yaitu proses (formatif) dan hasil (sumatif).
2.2.5.1 Proses (formatif)
14

Fokus evaluasi tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan
dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses baru
dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk
membantu keefektifitasan terhadap tindakan dan harus dilakukan terus menerus
sampai tujuan yang telah dilakukan tercapai.
2.2.5.2 Hasil (Sumatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atas status kesehatan pada
akhir tindakan keperawatan.Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan:
1) Mengumpulkan data perkembangan pasien.
2) Menafsirkan (menginteprestasikan) perkembangan pasien.
3) Membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan  tindakan
dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
4) Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar norma
yang berlaku.
Seorang perawat harus mampu menafsirkan hasil evaluasi dari masalah
keperawatan klien yaitu sebagai berikut  :
1) Tujuan tercapai
Bila klien menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan
sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian
Bila klien menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya
sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai
Bila klien menunjukkan tidak ada perubahan perilaku dan perkembangan
kesehatan atau bahkan timbul masalah baru.
15

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengkajian tanggal 28 Juni 2018, pukul 08.00 WIB.

3.1.1 Identitas Pasien


Nama pasien : By. A

TTL : Palangka Raya, 03 Juni 2018 (2 bulan)


16

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Suku : Dayak/Indonesia

Pendidikan : Belum sekolah

Alamat : Jl. Yosudarso No. 122

Diagnosa medis : DPT1, OPV2

3.1.2 Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. T

TTL : Palangka Raya, 11 November 1987

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Suku : Dayak/Indonesia

Pendidikan : D3 Keperawatan

Pekerjaan : Perawat

Alamat : Jl. Yosudarso No. 122

Hubungan keluarga : Ayah kandung


16
3.1.3 Keluhan Utama
Orang tua klien mengatakan “datang ke puskesmas menteng hanya untuk
mengantarkan anak saya anak saya imunisasi lanjutan bulan ke-2”.

3.1.4 Riwayat Kesehatan


1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada tanggal 03 Agustus 2018 pukul 08.00 WIB orang tua klien mengatakan
bahwa “anaknya sehat-sehat saja dan ingin melanjutkan imunisasi DPT I, Polio
2 yang dilakukan rutin setiap bulan di puskesmas”.
2. Riwayat Kesehatan Lalu
17

1) Riwayat prenatal
G0P1A0. Ibu pasien mengatakan selama hamil tidak ada masalah, tidak ada
mual dan muntah berlebihan dan tidak ada oedem pada muka dan
ekstremitas.

2) Riwayat natal
Saat lahir, pasien dibantu oleh bidan di Klinik bidan dengan persalinan
normal, dan saat lahir pasien menangis spontan.

3) Riwayat postnatal
Setelah lahir, BB pasien 3200 gram, PB 49 cm.

4) Penyakit sebelumnya
Setelah lahir pasien tidak pernah sakit.

5) Imunisasi
Jenis BCG DPT Polio Campak Hepatitis TT

Usia 1 bln 2 bln 1, 2 bln - 0 bln -

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ibu pasien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada riwayat penyakit
keturunan seperti asma dan, serta tidak terdapat penyakit menular maupun
penyakit lainnya.
4. Susunan Genogram 3 (Tiga) Generasi

Keterangan:

: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
18

: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah

3.1.5 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
Kesadaran compos menthis, By. A tampak sehat dan bergerak aktif, By. A
tampak menangis saat diberikan imunisasi DPT I dan tampak bekas suntikan
pada paha sebelah kanan, orang tua klien belum terlalu memahami cara
penanganan pada anaknya setelah diberi imunisasi DPT I.
2. Tanda-tanda vital
N: 120 x/mnt
RR: 28 x/mnt
S: 36,60C
3. Kepala dan wajah
Keadaan ubun-ubun belum menutup dan tidak ada kelainan. Warna rambut
hitam, tidak rontok maupun mudah dicabut. Kulit kepala bersih tidak ada
peradangan maupun benjolan. Bentuk mata simetris, conjungtiva merah muda,
dan sklera tidak ikterik (normal). Bentuk telinga simetris, serumen maupun
peradangan tidak ada. Bentuk hidung simetris, tidak ada secret dan fungsi
penciuman baik. Keadaan bibir lembab.
4. Leher dan tengorokan
Bentuk leher normal, reflek menelan baik, tidak ada pembesaran tonsil maupun
vena jugularis, serta tidak ada benjolan maupun peradangan.
5. Dada
Bentuk dada simetris, tidak ada retraksi dada, bunyi nafas vesikuler, tipe
pernafasan dada dan perut, bunyi jantung normal, tidak ada bunyi tambahan.
6. Punggung
Bentuk punggung simetris, tidak ada peradangan maupun benjolan.
7. Abdomen
Bentuk abdomen simetris, tidak ada asites, massa maupun nyeri, bising usus 15
x/mnt.
8. Ekstremitas
19

Pergerakan tonus otot bebas, tidak ada sianosis maupun clubbing finger,
kedaan turgor kulit lembab.
9. Genetalia
Tampak bersih, keadaan testis lengkap. Tidak mengalami hipospadia ataupun
epispadia.

3.1.6 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


BB pasien adalah 5,1 kg dengan PB 55 cm. Kemandirian dalam bergaul:
mengamati tangannya, motorik halus: tanagan bersentuhan, motorik kasar:
menumou beban pada kaki, kognitif dan bahasa: berteriak. Hasil DDST normal,
tidak ada keterlambatan pada perkembangan pasien.

3.1.7 Pola Aktifitas Sehari-hari

No Pola Kebiasaan Sebelum Sakit Saat Sakit

1 Nutrisi
a. Frekuensi ±6-7 x/ hari -
b. Nafsu makan/selera Baik -
c. Jenis makanan Susu Formula -

2 Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1-2 x/hari -
Konsistensi Lembek -
b. BAK
Frekuensi 6-7 x/hari -
Konsistensi Cair -

3 Istirahat/tidur
a. Siang/ jam -
4 jam
b. Malam/ jam -
10 jam

4 Personal hygiene
a. Mandi
20

b. Oral hygiene 2x/hari -


- -

Palangka Raya, 03 Agustus 2018

Mahasiswa,

( Eva Octariani )

3.2 Analisa Data

Data Subjektif Dan Data Kemungkinan Masalah


Objektif Penyebab
DS:Orang tua klien Vaksin DPT 1 Melalui Resiko hipertermi
IM
mengatakan “anak saya
sehat-sehat saja dan datang
Nyeri serum DPT 1
ke puskesmas untuk akan bereaksi didalam
tubuh
mengantar anaknya
imunisasi lanjutan”.
Tubuh membentuk
DO: antibodi
 By. A tampak sehat
Reaksi peradangan
 By. A diberi imunisasi panas
pentabio 1, polio 2.
21

 Tanda-tanda vital By.A: Gangguan pengaturan


suhu tubuh pada
Nadi : 120x/m hipotalamus
Rr : 28x/m
Resiko Hipertermi
Suhu : 36,6o C
DS:Orang tua klien Vaksin DPT 1 Melalui Gagguan rasa
IM
mengatakan “anak saya nyaman nyeri
sudah diberikan imunisasi
Nyeri serum DPT 1
pentabio 1 (DPT I) dan akan bereaksi didalam
tubuh
polio 2”.
DO:
Gangguan rasa
 By. A diberi imunisasi nyaman nyeri
pentabio 1, polio 2.
 By. A tampak menangis
saat diberi imunisasi DPT
I.
 Terdapat bekas suntikan
didaerah paha kanan.

DS: orang tua pasien Kurang terpaparnya Defisit Pengetahuan


informasi
mengatakan
“mengetahui imunisasi Defisit pengetahuan
ke-2 yang dilakukan,
tetapi belum terlalu
mengetahui cara
penangananya setelah
diberikan imunisasi DPT
1”
DO:
- Orang tua klien tampak
bingung tampak bingung
ketika ditanya bagaimana
penanganan bayi setelah
22

diimunisasi DPT
- By. A merupakan anak
pertama

3.3 Prioritas Masalah


1) Gangguan rasa nyaman nyeri b/d pemberian imunisasi DPT I
2) Defisit pengetahuan b.d. kurang terpapar informasi tentang pemberian
imunisasi DPT I dan penanganannya.
3) Resiko hipertermi (peningkatan suhu tubuh) b/d respon imun tubuh

Anda mungkin juga menyukai