Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM LINGKUNGAN
UJI FENOL
DISUSUN OLEH :

NAMA : Kania Mutiawati


NIM : 185100907111014
KELOMPOK : O4
ASISTEN :
Ahmad Raihan Darmawan
Dinda Amelia Ramadhani
Dianita Dwi Agustin
Made Dewi Suastini

Nazarina Firda
Nina Wahyuwardani
Rafika Aisha Damayanti
Zalfa Karina

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Limbah adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan. Limbah berbahaya dan beracun
adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang
karena sifat, konsentrasi, dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup, atau membahayakan lingkungan hidup
manusia serta makhluk hidup. Limbah cair adalah bahan-bahan pencemar berbentuk cair. Air
limbah adalah air yang membawa sampah (limbah) dari rumah tinggal, bisnis, dan industri yaitu
campuran air dan padatan terlarut atau tersuspensi dapat juga merupakan air buangan dari hasil
proses yang dibuang ke dalam lingkungan. Berdasarkan sifat fisiknya limbah dapat dikategorikan
atas limbah padat, cair, dan gas.
Fenol merupakan zat pembaku daya antiseptik obat lain sehingga daya antiseptik
dinyatakan dengn koefisien fenol. Koefisien fenol merupakan sebuah nilai aktivitas germisidal
suatu antiseptik dibandingkan dengan efektivitas germisidal fenol. Aktivitas germisidal adalah
kemampuan suatu senyawa antiseptik untuk membunuh mikroorganisme dalam jangka waktu
tertentu. Fenol merupakan salah satu germisidal kuat yang telah digunakan dalam jangka waktu
panjang. Efektivitas senyawa antiseptik sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dan lama
paparannya. Semakin tinggi konsentrasi dan semakin lama paparan akan meningkatkan.
efektivitas senyawa antiseptik. Koefisien fenol yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa bahan
entimikrobial tersebut kurang efektif dibanding dengan fenol. Dan sebaliknya, jika koeisien fenol
lebih dari 1 maka bahan mikrobial tersebut lebih efektif jika dibandingkan dengan fenol

I.2 Tujuan
Menentukan kadar fenol dalam limbah cair dengan metode kromatografi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Senyawa Fenol
Senyawa fenol atau polifenol merupakan sekelompok metabolit sekunder yang
mempunyai cincin aromatik yang terikat dengan satu atau lebih substituen gugus hidroksi
(OH) yang berasal dari jalur metabolisme asam sikimat dan fenol propanoid. Yang termasuk
dalam kelompok senyawa fenolik/polifenol adalah fenol sederhana dengan berat molekul 94,
asam fenolat, kumarin, tannin, dan flavonoid. Dalam tanaman, senyawa-senyawa ini
biasanya berada dalam bentuk glikosida atau esternya. Senyawa-senyawa fenolik umumnya
ditemukan pada tanaman, baik yang dapat dimakan ataupun yang tidak dapat dimakan, dan
dilaporkan mempunyai sejumlah aktivitas biologis termasuk antioksidan. Senyawa fenolik
mampu melindungi tanaman terhadap radiasi ultraviolet, patogen, dan herbivore. Senyawa
fenol kebanyakkan memiliki gugus hidroksil lebih dari satu sehingga disebut polifenol.
Kelarutan fenol dalam air akan bertambah, jika gugus hidroksil makin banyak (Panjaitan,
2013).
Senyawa fenolik merupakan senyawa yang memiliki sebuah cincin aromatik dengan
satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenolik di alam mudah ditemukan di semua
tanaman, daun, bunga dan buah. Senyawa fenolik alam antara lain flavonoid, fenol
monosiklik sederhana, fenil propanoid, polifenol (lignin, melanin, tannin), dan kuinon fenolik
turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol (Vitamin E) dan asam-asam organik
polifungsional. Senyawa fenol kebanyakkan memiliki gugus hidroksil lebih dari satu
sehingga disebut polifenol. suatu kelompok senyawa fenol yang tersebar ditemukan di alam.
Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru dan kuning yang ditemukan
dalam tumbuh-tumbuhan disebut flavonoid. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang
potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Senyawa-senyawa
ini dapat ditemukan pada batang, daun, bunga dan buah (Putri, 2015).

2.2 Sifat Senyawa Fenol


Fenol memiliki beberapa sifat. Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya ia
dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Senyawa fenol berfungsi sebagai
senyawa aktif antibakteri dan antioksidan yang kuat. Kandungan fitokimia yang utama
adalah fenol yang merupakan senyawa yang berasal dari tumbuhan yang umumnya
ditemukan di dalam vakuola sel. Fenol terdiri dari beraneka ragam struktur dengan ciri khas
berupa cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Salah satu
golongan terbesar fenol adalah flavonoid, dan beberapa golongan bahan polimer penting
lainnya antara lain: lignin, melanin dan tanin. Senyawa fenol memiliki beberapa sifat antara
lain: mudah larut dalam air, cepat membentuk kompleks dengan protein dan sangat peka
terhadap oksidasi enzim. Anggota fenol yang sederhana merupakan zat padat dengan titik
lebur rendah. Karena adanya ikatan hidrogen diantara molekul-molekulnya, maka titik didih
cairannya tinggi. Fenol (C6H5OH) sedikit larut dalam air (9 g per 100 g air) karena bobot
molekul air itu rendah dan turun titik beku molal dari fenol itu tinggi, yaitu 7,5 maka
campuran fenol dengan 5-6% air telah terbentuk cair pada temperatur biasa. Bila dalam
struktur fenol tidak terdapat gugus penyebab timbulnya warna, maka senyawanya juga tidak
berwarna (Tambun et al, 2016).
Fenol merupakan asam karbolat yang sering digunakan sebagai desinfektan. Banyak
senyawa fenol dan turunannya yang digunakan sebagai desinfektan, seperti kresol,
fenilfenol dan hesaklorofen. Jika kandungan fenol dalam limbah cair konsentrasinya tinggi
dapat menyebabkan gangguan pada badan air dan menjadi toksik bagi mikroorganisme
yang berfungsi mengolah limbah. Fenol bersifat karsinogen dan korosif pada tubuh manusia
(Yulvizar, 2011).

2.3 Zat-zat Yang Mengandung Senyawa Fenol


Salah satu limbah organik yang dihasilkan dari proses industri dan rumah tangga
adalah fenol. Penanganan limbah fenol sudah banyak dilakukan dengan berbagai metode,
salah satunya dengan menggunakan arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa
sebagai adsorpsi. Limbah industri berbahaya bagi lingkungan air, karena mengandung
beberapa racun dan senyawa kimia yang sangat berbahaya, salah satunya adalah limbah
fenol. Limbah fenol berbahaya karena bila mencemari perairan dapat membuat bau tidak
sedap, serta pada nilai konsentrasi tertentu dapat mengakibatkan kematian organisme di
perairan tersebut. (Ariesmayana, 2018).
Berdasarkan hasil tersebut seharusnya pembuangan limbah minyak bumi yang
mengandung fenol dilakukan maksimal sekali seminggu ke perairan laut Teluk Kabung
karena senyawa fenol lebih cepat untuk terakumulasi daripada terdegradasi. Hal ini
hendaknya dapat digunakan sebagai kebijakan pemerintah dalam membuat peraturan
pembuangan limbah yang mengandung senyawa fenol ke dalam perairan laut. Senyawa
fenol akan dimanfaatkan sebagai nutrisi oleh bakteri perairan laut. Penurunan konsentrasi
fenol pada perairan laut dapat disebabkan oleh adanya logam berat. Senyawa fenol dapat
juga terdegradasi dengan adanya fotokatalis. (Dwilda et al, 2012).

2.4 Manfaat Senyawa Fenol


Manfaat dari senyawa fenol sangat banyak, umumnya ditemukan pada tanaman,
baik yang dapat dimakan ataupun yang tidak dapat dimakan, dan dilaporkan mempunyai
sejumlah aktivitas biologis termasuk antioksidan. Senyawa fenolik mampu melindungi
tanaman terhadap radiasi ultraviolet, patogen, dan herbivora.Sementara itu, seperti yang
telah dikatakan sebelumnya bahwa senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan
sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Senyawa fenol berbentuk
kristal halus, tidak berwarna atau merah muda pucat atau kuning pucat dan berwarna gelap
dengan penyimpanan, berbau spesifik. Fenol juga berfungsi dalam pembuatan obat-obatan,
pembasmi rumput liar, dan lainnya. Sementara itu, seperti yang telah dikatakan sebelumnya
bahwa senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang
masa simpan produk asapan. Senyawa fenol berbentuk kristal halus, tidak berwarna atau
merah muda pucat atau kuning pucat dan berwarna gelap dengan penyimpanan, berbau
spesifik. Sangat larut dalam alkohol, kloroform, eter dan gliserol. Penggunaan senyawa fenol
sebagai antimikrobia pada makanan dibatasi karena efek toksiknya. Konsentrasi
penambahan fenol yang disarankan berkisar 0,020% sampai 1% tergantung dari produknya.
Dalam bentuk larutan sampai konsentrasi 1%, fenol berfungsi sebagai bakteriostatik,
sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi berperan sebagai bakterisidal. Fenol pada
konsentrasi 0,51% bisa digunakan sebagai anastesi lokal dan dapat diinjeksikan sampai 10
ml pada jaringan sebagai analgesik (Panjaitan, 2013).
Fenol merupakan senyawa yang banyak ditemukan di tumbuhan. fenol biasanya
dikelompokan berdasarkan jumlah atom karbon pada kerangka penyusunnya. Senyawa
fenol sebagai antioksidan mampu menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi
kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai
dari pembentukan radikal bebas. Fenol merupakan senyawa yang memiliki kemampuan
untuk merubah atau mereduksi radikal bebas dan juga sebagai antiradikal bebas. Fungsi
fenol sebagai antioksidan yakni dari mekanismenya mendonorkan elektron. Fungsi fenol
juga sebagai antioksidan berkaitan dengan kemampuannya dalam penangkapan radikal
berupa DPPH, radikal hidroksil, dan radikal superoksida (Putra dan Teti, 2016).

2.5 Akibat Yang Ditimbulkan Senyawa Fenol Di Bidang Lingkungan


Limbah fenol berbahaya karena bila mencemari perairan dapat membuat bau tidak
sedap, serta pada nilai konsentrasi tertentu dapat mengakibatkan kematian organisme di
perairan tersebut. Senyawa fenol dapat dikatakan aman bagi lingkungan jika konsentrasinya
1,0 mg/L sesuai dengan KEP No. 51/MENLH/10/1995. Senyawa fenol merupakan jenis
polutan yang berbahaya karena bersifat beracun. Senyawa fenol dalam perairan memiliki
sifat racun terhadap organisme hidup. Fenol dikenal sangat reaktif terhadap jaringan tubuh
manusia karena dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung dan tenggorokan. Fenol juga
beracun terhadap sistem pernafasan dan dapat mengakibatkan rusaknya jaringan sistem
saraf apabila termakan atau terhisap secara terus-menerus (Ariesmayana, 2018).
Senyawa Fenol merupakan senyawa yang dapat menimbulkan bau tidak sedap,
bersifat racun dan korosif terhadap kulit (iritasi), menyebabkan gangguan kesehatan
manusia dan kematian pada organisme yang terdapat pada air dengan nilai konsentrasi
tertentu. Fenol terdiri dari rantai dasar benzene aromatik dengan satu atau lebih kelompok
hidroksil. Tingkat toksisitas fenol beragam tergantung dari jumlah atom atau molekul yang
melekat pada rantai benzene-nya. Untuk fenol terklorinasi, semakin banyak atom klorin yang
diikat rantai benzena maka semakin toksik rantai tersebut. Klorofenol lebih bersifat toksik
pada biota air, seperti akumulasi dan lebih persisten dibanding dengan fenol sederhana.
Fenol sederhana seperti phenol, cresol dan xylenol mudah larut dalam air dan lebih mudah
didegradasi. Senyawa fenol merupakan polutan yang sering ditemukan diperairan laut.
Kehadiran senyawa fenol di laut dapat membahayakan kehidupan biota laut karena fenol
bersifat toksik. Senyawa fenol dapat didegradasi oleh mikroorganisme pengurai fenol,
namun jumlah dan kemampuan mikroorganisme pengurai fenol sangat terbatas karena sifat
toksiknya (Dwilda et al, 2012).

2.6 Metode Uji Fenol


Merode yang digunakan dalam uji fenol adalah spektrofotometri. Fenol merupakan
jenis polutan berbahaya yang berasal dari limbah industri dan rumah tangga senigga
dibutuhkan metode tersebut. Batas maksimum konsentrasi fenol dalam perairan
berdasarkan SK Menteri KLH Nomor 82 Tahun 2001 sebesar 2,00 mg/L. Metode standar
analisis fenol dalam air menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis memiliki batas
deteksi 0,002 mg/L, namun pengukuran dengan metode ini perlu mengetahui kadar fenol
dalam sampel terlebih dahulu sehingga diperlukan metode alternatif yang lebih sederhana
dan selektif tanpa mengetahui kadar fenol terlebih dahulu. Beberapa metode untuk
menentukan kadar fenol yaitu dengan elektroda selektif ion (Tyas et al, 2015)
Metode pengujian total fenol menggunakan metode Folin-Ciocalteau dan pengujian
aktivitas antioksidan menggunakan metode penangkal radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-
picrylhydrazyl). Langkah uji kandungan fenol, yaitu dibuat kurva standar asam galat dengan
konsentrasi 0-300 ppm. Ditimbang sebanyak 1 gram ekstrak kemudian dilarutkan dalam 100
ml pelarut (metanol/etanol) sehingga didapatkan konsentrasi larutan induk (1 ppm). Larutan
dipipet sebanyak 1 ml sampel dan membuat variasi konsentrasi (500-1000 ppm), kemudian
ditambahkan 1 ml Folin-Ciocalteau lalu ditunggu selama ±5 menit. Ditambahkan 10 ml
Na2CO3 7% dan aquades 13 ml, kemudian dikocok dan selanjutnya diinkubasi selama ±90
menit pada suhu kamar. Diukur serapan dengan spektrometer UV-VIS, panjang gelombang
750 nm. Kandungan fenol total dalam tumbuhan dinyatakan dalam satuan GAE (Galllic Acid
Equivalent) yaitu mg konsentrasi ekstrak per gram sampel (mg/g) (Lestar et ali, 2018).

BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan Besrta Fungsi


3.1.1 Alat
 Ekstraktor soxhlet untuk melakukan ektraksi
 Rotary evaporator Buchi untuk menguapkan pelarut
 GCMS Merck Shimadzu QP 2010 untuk menganalis komposisi senyawa fenol
 Spektrofotometer UV-Vis Merck Perkin Elmer Lambda 25 untuk menganalisa
kadar senyawa fenol

3.1.2 Bahan
 Lumpur sebagai sampel sedimen
 Metilen klorida (CH3Cl) untuk ekstraksi soxhlet
 Aquadest
 Folinciocalteau sebagai reagen
 Karbonattartrat sebagai reagen

3.1.3 Gambar Alat dan Bahan

Dokumentasi Dokumentasi

Ekstraktor soxhlet Rotary evaporator Buchi

Spektrofotometer UV-Vis Merck Perkin


GCMS Merck Shimadzu QP 2010 Elmer Lambda 25
Lumpur Metilen klorida

Aquades Folinciocalteau

Karbonattartrat
Fenol

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Cara Kerja Ekstraksi
Alat dan Bahan

Disiapkan

Sampel

- Diambil sebanyak 20 gram dari dalam thimble


- Diekstrasi soxhlet menggunankan 100 mL pelarut
metilen klorida (CH3CI)selama 8 jam
Hasil

3.2.2 Cara Kerja Penentuan Kadar Total

Alat dan Bahan


Disiapkan

Metilen Klorida
- Diuapkan pelarut dengan rotary evaporator
- Diperoleh ekstrak fenol
Aquades
Ditambahkan sebanyak 10 mL

Reagen Folincuocalteau

Ditambahkan sebanyak 0,2 mL

Karbonat tartrat

Ditambahkan sebanyak 2 mL

Sampel
Dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menit

Dilakukan dua kali pengulangan


UV-Vis Merck Perkin Elmer
Lamda 25
Dianalisis pada panjang gelombang 740
nm
Hasil

3.2.2 Cara Kerja Identifikasi GCMS

Alat dan Bahan

Disiapkan

Ekstrak Fenol

Diidentifikasi dengan GC-MS Merck Shimadzu


QP2010 dengan kondisi kolom yang sudah
ditentukan
Hasil
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Praktikum dan Analisa Data Hasil Praktikum


Kadar Fenol Total (mg/L)
Status Tambak Sampel
Pengukuran I Pengukuran II
ST.Ii 0,0935 0,0908
Tercemar ST.Ip 0,0823 0,0810
ST.Io 0,0444 0,0375
ST.IIi 0,0500 0,04305
Tidak tercemar ST.IIp 0,0388 0,0322
ST.IIo 0,0339 0,0297
ST.IIIi 0,0484 0,0422
Tercemar ST.IIIp 0,0836 0,0776
ST.IIIo 0,0421 0,0362
ST.IVi 0,0460 0,0424
Tidak tercemar ST.IVp 0,0281 0,0230
ST.IVo 0,0353 0,0327

Berdasarkan data hasil praktikum, dapat diketahui kadar fenol pada masing-masing
sampel. Sampel yang digunakan berupa lumpur yang diambil dari petambakan yang
tercemar dan tidak tercemar aliran air lumpur Lapindo. Pengambilan berlokasi di Kecamatn
Tanggulangin, Candi, dan Jabon Kabupaten Sidoarjo. Data pada data hasil praktikum
dianalisis dengan menggunakan Uji Anova satu arah. Berdasarkan hasil yang terlihat pada
data hasil praktikum kadar fenol dari masing-masing sampel masih memenuhi persyaratan
ambang batas maksimum konsentrasi fenol dalam lumpur kental, encer, dan cairan lumpur
sesuai dengan standar dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) No 42 yaitu sebesar 2
mg/L. Penentuan kadar fenol total terdapat dua pengukuran yang meliputi pengukuran I dan
pengukur II. Setiap status tambak, digunakan pengukuran pada tiga sampel. Pada status
tambak tercemar sampel yang digunakan meliputi ST. Ii, ST.Ip dan ST.Io memiliki
pergukuran pertama sebesar 0,0935; 0,0823 dan 0,044. Sedangkan pada pengukuran II
diperoleh kadar fenol total masing-masing 0,0908;0,0810 dan 0,0375. Kemudian status
sempel yang digunakan adalah tidak tercemar dengan sampel ST.IIi, ST.IIp dan ST.IIo
diperoleh pengukuran I sebesar 0,0500; 0,0388 dan 0,0339. Sedangkan pada pengukuran II
dengan sampel yang sama masing-masing 0,4305; 0,0810; dan 0,0297. Setelah itu sampel
yang akan diketahui kadar fenol total adalah status tambak tercemar dengan sampel ST.IIIi,
ST.IIIp dan ST.IIIo pada pengukuran diperoleh sebesar 0,0484; 0,0836 dan 0,0421. Pada
status yang sama untuk pengukuran II didapatkan masing-masing 0,0422; 0,0776 dan
0,0362. Lalu status tambak yang terakhir akan diketahui kadar fenol adalah status tambak
tidak tercemar dengan sampel ST.IVi, ST.IVp dan ST.Ivo diperoleh pengukuran I sebesar
0,046; 0,0281 dan 0,0353. Sedangkan pada pengukuran II kadar fenol total didapatkan
masing-masing 0,0424; 0,0230 dan 0,0327. Kawasan pertambakan yang sudah tercemar
akibat adanya semburan lumpur Lapindo juga menjadi penyebab keberadaan senyawa fenol
misalnya pada proses deposisi.

4.2 Data Hasil Perhitungan dan Analisa Data Hasil Perhitungan


Analisa data hasil praktikum ditunjukkan bahwa nilai F yang diperoleh berdasarkan
hasil perhitungan pada F (hitung) sebesar 7,292 pada pengukuran I. Sedangkan untuk
pengukuran II perhitungan F hitung sebesar 6,483. Kadar senyawa fenol pada tambak
tercemar berbeda secara signifikan dengan kadar senyawa fenol pada tambak yang tidak
tercemar dengan nilai F table dengan tinggat singnifikansi sebesar 5% dan nilai df sebesar
10 adalah 4,96. Setelah Fhitung ≥ Ftabel, maka hipotesis diterima. Hal itu diartikan bahwa
perbedaan kadar fenol yang signifikan antara tambakyang tidak tercemari air Lumpur
Lapindo. Sehingga sedimen tambak yang tercemar dan tidak tercemar air lumpur lapindo
mengandung senyawa fenol rata-rata < 1 mg/L.

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa nilai kuat tarik tertinggi dapat dilihat pada
perlakuan penambahan tepung kulit pisang 4g dan gliserol 3 ml (T3G1) dengan nilai kuat
tarik sebesar 10,51 kg/cm 2 dan nilai kuat tarik terendah pada perlakuan penambahan
tepung kulit pisang 2g dan gliserol 5 ml (T1G3) sebesar 4,22 kg/cm2 . Selanjutnya data
dianalisis dengan uji analisis varians anova dua jalur. Data dapat dianalisis dengan uji
analisis varians anova dua jalur harus memenuhi persyaratan uji normalitas dan uji
homogenitas. Keputusan pengaruh dari komposisi tepung kulit pisang dan konsentrasi
gliserol terhadap nilai kuat tarik bioplastik setelah data dianalisis dengan uji analisis varians
anova dua jalur adalah: a. Fhitung komposisi tepung kulit pisang > Ftabel (33,382 > 3,555)
artinya signifikan yaitu komposisi tepung kulit pisang yang berbeda berpengaruh terhadap
nilai kuat tarik bioplastik. b. Fhitung volume gliserol > Ftabel (21,636 > 3,555) artinya
signifikan yaitu konsentrasi gliserol yang berbeda berpengaruh terhadap nilai kuat tarik
bioplastik. Hasil dari Fhitung komposisi tepung kulit pisang > Ftabel menunjukkan signifikan
dan hasil dari Fhitung volume gliserol > Ftabel juga menunjukkan signifikan, selanjutnya
dilanjutkan dengan Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) yaitu untuk mengetahui beda
nyata antara perlakuan. Dari Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) menunjukkan bahwa
terdapat pebedaan yang nyata dari masing-masing perlakuan penambahan komposisi
tepung kulit pisang dan volume gliserol (Munawaroh, 2015).
Terdapat perbedaan data antara hasil data praktikum dengan literatur. Karena pada
literatur yang telah didapatkan, literatur ini membahas nilai kuat tarik pada bioplastik kulit
pisang dengan perlakuaan komposisi tepung kulit pisang dan volume gliserol yang berbeda
yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pembahasan atau bahan yang diuji pada
data hasil praktikum yaitu penentuan kadar fenol pada tambak yang terkena lumpur
Lapindo. Tetapi ada 1 persamaan antara data hasil praktikum dan literatur, yaitu nilai tingkat
signifikansi yang digunakan. Data hasil praktikum dianalisis dengan menggunakan Uji Anova
satu arah. Hal tersebut dikarenakan untuk melihat perbedaan antar tambak tercemar dan
tidak tercemar air Lumpur Lapindo. Pada data perhitungan hasil pengujian data masing-
masing sampel diolah secara statistic dengan menggunakan uji Anova satu arah. Hasil
analisis data menunjukkan bahwa nilai F yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan (F
hitung) sebesar 7,292 pada pengukuran I dan 6,483 pada pengukuran II. Sedangkan nilai F
table dengan tingkat signifikansi 5% dan nilai df sebesar 10 adalah 4,96. Karena Fhitung ≥
Ftabel, maka hipotesis diterima.

4.3 Pembahasan
4.3.1 Hubungan Nilai Absorbansi dan Konsentrasi
Absorbansi adalah perbandingan intensitas sinar yang diserap dengan intensitas
sinar datang. Spektrofotometri dirancang untuk mengukur konsentrasi yang ada dalam suatu
sampel, dimana molekul yang ada dalam sel sampel disinari dengan cahaya yang memiliki
panjang gelombang tertentu. Ketika cahaya mengenai sampel, sebagian akan diserap,
sebagian akan dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan. Pada spektrofotometri,
cahaya datang atau cahaya masuk atau cahaya yang mengenai permukaan zat dan cahaya
setelah melewati zat tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah transmittansi atau
absorbansi. Nilai absorbansi ini akan bergantung pada kadar zat yang terkandung di
dalamnya, semakin banyak kadar zat yang terkandung dalam suatu sampel maka semakin
banyak molekul yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu sehingga
nilai absorbansi semakin besar atau dengan kata lain nilai absorbansi akan berbanding lurus
dengan konsentrasi zat yang terkandung didalam suatu sampel (Neldawati, 2013).
Berdasarkan literatur diatas disebutkan bahwa absorbansi dengan konsentrasi
memberikan hubungan yang linier atau berbanding lurus. Maksudnya antara absorbansi
dengan konsentrasi memiliki hubungan yang berbanding lurus. Jadi apabila nilai konsentrasi
yang dimiliki oleh sampel bernilai tinggi, maka nilai absorbansi yang dihasilkan juga tinggi.
Literatur diatas membahas kadar total senyawa fenolat pada sampel madu, sedangkan yang
dibahas dalam data hasil praktikum yaitu kadar total senyawa fenol. Ini artinya data hasil
praktikum dan literatur memiliki kesamaan, hal tersebut adalah sama-sama membahas
tentang penentuan kadar total senyawa fenol.

4.3.2 Perbandingan Nilai Kadar Fenol Dalam Air dengan Baku Mutu
Kadar Fenol yang terkandung pada perairan ini melebihi nilai baku mutu (0,001 mg/l)
yaitu 0,0566 mg/L pada lokasi 1 dan 0,0399 mg/L pada lokasi 2. Kadar Fenol yang tinggi ini
disebabkan oleh adanya pembusukan dari bahan organik seperti kayu, bambu, maupun
daun yang ada di Sungai Winongo. Selain itu, banyaknya sisa pakan ternak dan pupuk
organik yang kemudian terakumulasi di sungai juga turut meningkatkan kadar Fenol dalam
air sungai (Yogafanny, 2015).
Berdasarkan tabel diatas, kadar fenol yang terdapat pada air sungai dengan
pengambilan pada 2 lokasi memiliki nilai yang sangat jauh dengan baku mutu air kelas II. Air
sungai termasuk ke dalam golongan air kelas II. Dimana nilai kadar fenol yang diizinkan
berdasarkan baku mutu air kelas II pada Pergub no 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di
Provinsi DIY adalah sebesar 0,001 mg/L yang berarti bahwa air sungai Winongo ini melebihi
batas nilai baku mutu kadar fenol yang telah ditentukan.

4.3.3 Faktor yang Mempengaruhi


Faktor yang mempengaruhi uji fenol yaitu dengan metode spektrofotometer UV-Vis.
Spektrofotometer UV-Vis merupakan pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar
ultraviolet dan cahaya yang tampak yang diabsorbsi oleh sampel. faktor yang sering
menyebabkan kesalahan dalam menggunakan spektrofotometer meliputi adanya serapan
oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi
selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna. Pemilihan indikator
serta panjang gelombang yang digunakan juga akan berpengaruh pada pengujian fenol.
Kemudian serapan oleh kuvet dimana kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau
kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik. Setelah itu kesalahan
fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau sangat tinggi,
hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari
alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan) (Mustikaningrum, 2015).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar fenol dalam limbah cair dengan
metode kolorimetri. Fenol merupakan limbah cair yang biasanya berasal dari indutri tekstil,
perekat, obat, dan sebagainya. Fenol dikenal juga sebagai monohidroksibenzena,
merupakan kristal putih yang larut dalam air pada temperatur kamar. Fenol merupakan
senyawa organik (C6H5OH) yang berbau khas dan bersifat racun serta korosif terhadap kulit
atau menimbulkan iritasi. Alat dan bahan yang digunakan adalah ekstraktor soxhlet, rotary
evaporator Buchi, GCMS Merck Shimadzu QP 2010, spektrofotometer UV-Vis Merck Perkin
Elmer Lambda 25, lumpur sebagai sampel sedimen, metilen klorida (CH 3Cl), aquadest,
folinciocalteau dan karbonattartrat sebagai reagen.
Hasil analisis secara kuantitatif menunjukkan kadar senyawa fenol banyak
terdistribusi pada tambak yang tercemar air lumpur lapindo. Senyawa fenol dari sedimen
tambak yang tercemar dan tidak tercemar air lumpur lapindo rata-rata, 1 mg/L. Jenisnya
adalah fenol, 4-klorofenol, 2-kloro-4,5dimetilfenil dan 4-metil-2,6-di-t-butilfenol. Hasil analisis
data menunjukkan bahwa nilai F yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan (F hitung)
sebesar 7,292 pada pengukuran I dan 6,483 pada pengukuran II. Kadar senyawa fenol pada
tambak tercemar berbeda secara signifikan dengan kadar senyawa fenol pada tambak yang
tidak tercemar dengan nilai F table dengan tinggat singnifikansi sebesar 5% dan nilai df
sebesar 10 adalah 4,96 < dari nilai F hitung.

5.2 Saran
Materi uji fenol dengan metode spektrofotometer juga dapat dipelajari dari jurnal
yang sesuai. Sebaiknya praktikan supaya mendengar penjelasan dari asisten praktikum
dengan baik supaya tidak ada kendala selama praktikum berlangsung. Saat praktikum,
praktikan harus tetap menjaga ketelitian dan fokus.
DAFTAR PUSTAKA
Ariesmayana, Ade. 2018. Pengaruh pH Terhadap Adsorpsi Kadar Fenol dari Limbah Industri
Tinplate Menggunakan Arang Aktif yang Terbuat dari Tempurung Kelapa. Jurnal
InTent: Jurnal Industri Dan Teknologi Terpadu, 1(1), 107-113.
Dwilda, Y, Afrianita, R, dan Imam, F F. 2012. Degradasi Senyawa Fenol Oleh
Mikroorganisme Laut . Jurnal Teknik Lingkungan UNAND 9(1), 59-73.
Lestari, D. M., Mahmudati, N., Sukarsono, S., Nurwidodo, N., & Husamah, H. 2018.
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fenol Daun Gayam (Inocarpus fagiferus
Fosb). Biosfera, 35(1), 37-43.
Panjaitan, Sri Sepadany Br. 2013. Pengaruh Suhu Pirolisis Terhadap Kadar Senyawa
Fenolik Dari Asap Cair Cangkang Sawit Dan Karakterisasinya Menggunakan
Kromatografi Gas Spektrometri Massa (Gc-Ms). Skripsi. Universitas Sumatera
Utara : Medan.
Putra, I Gusti Ngurah Pratama dan Teti Estiasih. 2016. Potensi Hepatoprotektor Umbi-
Umbian Lokal Inferior: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Jurnal
Pangan dan Agroindustri, 4(1).
Putri, Mega Kurnia. 2015. Ekstraksi Senyawa Fenolik pada Kulit Ari Kacang Tanah (Arachis
Hypogaea L.) Menggunakan Irradiasi Microwave dan Uji Aktivitas Antioksidan.
Skripsi. Universitas Negeri Semarang : Semarang.
Tambun, R., Limbong, H. P., Pinem, C., & Manurung, E. 2016. Pengaruh ukuran partikel,
waktu dan suhu pada ekstraksi fenol dari lengkuas merah. Jurnal Teknik Kimia
USU, 5(4), 53-56.
Tyas, A. A., Zuhrotul, A., Wulan, S. W., Rizal, N. H., & Mulyasuryani, A. 2015. Penentuan
Kadar Fenol Dalam Air Menggunakan Sensor Fenol. Jurnal Penelitian
Saintek, 20(1).: 53-60.
Yulvizar, C. 2011. Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Dalam Menurunkan Kadar Fenol Di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin (Rsudza) Banda Aceh. Jurnal Biologi
Edukasi, 3(2), 9-15.
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Munawaroh, A. 2015. Pemanfaatan Tepung Kulit Pisang (Musa Paradisiaca) Dengan


Variasi Penambahan Gliserol Sebagai Bahan Alternatif Pembuatan Bioplastik Ramah
Lingkungan (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Mustikaningrum, Mega. 2015. Aplikasi Metode Spektrofotometri Visibel Genesys-20 Untuk
Mengukur Kadar Curcuminoid pada Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza). Semarang
: Universitas Diponegoro.
Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi. 2013. Analisis Nilai Absorbansi dalam Penentuan
Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat. Illar Of Physics. 2(1)
:76-83.
Yogafanny, Ekha. 2015. Pengaruh Aktifitas Warga di Sempadan Sungai terhadap Kualitas
Air Sungai Winongo. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan. 7(1): 41-50.
LAMPIRAN
LAMPIRAN TAMBAHAN
Tugas Fenol:
1. Jelaskan perbedaan analisa fenol melalui alat spektrofotometer dan GCMS!
2. Jelaskan hubungan antara hasil uji fenol dengan nilai HRT!
3. Buatlah analisa kurva GCMS sesuai pemahaman Anda!

Jawab:

1. Spektrometri UV-Vis dikenal sebagai salah satu metode analisis yang berdasarkan
pada penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media. Berdasarkan
penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media tergantung pada tebal
tipisnya media dan konsentrasi warna spesies yang ada pada media tersebut..
Spektrofotometer UV-VIS banyak dimanfaatkan seperti dalam analisis logam
berbahaya dalam sampel pangan atau bahan yang sering digunakan dalam
kehidupan. Air contoh salah satu kebutuhan yang luas oleh masyarakat. Beragam
sumber air yang digunakan dalam keseharian. Salah satu sumbernya ialah air
sumur. Kandungan dalam air sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat yang
menggunakannya. Sedangkan (GCMS) merupakan salah satu alat kimia yang
banyak digunakan dalam analisis senyawa tanaman obat seperti minyak esensial,
asam lemak, hidrokarbon, lipid dan lainlain. Metode ini sederhana, sensitif dan efektif
dalam memisahkan komponen suatu campuran. Selain itu, GCMS merupakan alat
untuk identifikasi senyawa-senyawa bioaktif yang dapat diandalkan
2. Pengamatan terhadap waktu detensi (HRT) untuk setiap nilai F/M berbeda
menunjukkan kondisi yang serupa, yaitu semakin lama waktu HRT, maka efisiensi
yang di dapat akan semakin besar. Efesiensi penyisihan untuk waktu HRT 0,5 hari
dapat menyisihkan sampai 40% . Pada HRT 1 hari tingkat penyisihan COD antara
25-55%, dan untuk HRT 1.5 hari efesiensi penyisihannya mencapai 30-65%.
Sedangkan pada HRT 2 hari dan HRT 2.5 hari mendapatkan tingkat efisiensi
penyisihan COD sebesar 40-70%. Hal ini menunjukan bahwa semakin lama waktu
HRT limbah cair didalam pengolahan limbah cair, maka semakin tinggi juga tingkat
penyisihan nilai COD
3. Menurut kurva yang ada maka analisa GC-MS dilakukan terhadap sampel pada ST
Ii, ST IIi, ST IIIp, dan ST Ivi yang memiliki kadar fenol tertinggi dan pada ST.Ii
terdapat senyawa 4-klorofenol yang muncul pada waktu retensi 6,305 menit dengan
m/z 128. Hal ini didukung dari hasil analisa MS yang menyatakan bahwa senyawa
dengan m/z 128 adalah 4-klorofenol dengan nilai similarity index 96%, Sedangkan
hasil analisa GC-MS untuk stasiun yang kedua (ST.IIi ) dapat dilaporkan bahwa
terdapat senyawa fenol tersubstitusi (peak ke-17) yang muncul pada waktu retensi
8,152 menit dengan m/z 156. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisa spektroskopi
MS senyawa tersebut adalah 2-kloro-4,5-dimetilfenol dengan nilai similarity index
95%. Dari gambar 5 dapat diketahui bahwa pada ST.IIIp terdapat senyawa fenol
(peak ke-5) dengan waktu retensi 4,349 menit dan nilai similarity index 93 % Hasil
analisa GC-MS pada stasiun terakhir (ST.IVi) dapat diketahui bahwa pada pada
sampel ST.IVi terdapat senyawa 4-metil-2,6-di-t-butilfenol (peak ke-20) dengan
waktu retensi 8,514 menit dan m/z 220. Hal ini didukung dengan hasil analisa MS
yang menunjukkan bahwa senyawa yang dimaksud adalah 4-metil-2,6-di-t-butilfenol
dengan nilai similarity index 71%. Berdasarkan analisa data di atas, sedikitya
terdapat 4 jenis senyawa fenol yang teridentifikasi pada tambak tercemar lumpur
Lapindo, yaitu fenol, 4-kloro fenol, 2-kloro-4,5-dimetilfenol, dan 4-metil-2,6-di-t-
butilfenol.

Anda mungkin juga menyukai