LABORATORIUM LINGKUNGAN
UJI FENOL
DISUSUN OLEH :
Nazarina Firda
Nina Wahyuwardani
Rafika Aisha Damayanti
Zalfa Karina
MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Limbah adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan. Limbah berbahaya dan beracun
adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang
karena sifat, konsentrasi, dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup, atau membahayakan lingkungan hidup
manusia serta makhluk hidup. Limbah cair adalah bahan-bahan pencemar berbentuk cair. Air
limbah adalah air yang membawa sampah (limbah) dari rumah tinggal, bisnis, dan industri yaitu
campuran air dan padatan terlarut atau tersuspensi dapat juga merupakan air buangan dari hasil
proses yang dibuang ke dalam lingkungan. Berdasarkan sifat fisiknya limbah dapat dikategorikan
atas limbah padat, cair, dan gas.
Fenol merupakan zat pembaku daya antiseptik obat lain sehingga daya antiseptik
dinyatakan dengn koefisien fenol. Koefisien fenol merupakan sebuah nilai aktivitas germisidal
suatu antiseptik dibandingkan dengan efektivitas germisidal fenol. Aktivitas germisidal adalah
kemampuan suatu senyawa antiseptik untuk membunuh mikroorganisme dalam jangka waktu
tertentu. Fenol merupakan salah satu germisidal kuat yang telah digunakan dalam jangka waktu
panjang. Efektivitas senyawa antiseptik sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dan lama
paparannya. Semakin tinggi konsentrasi dan semakin lama paparan akan meningkatkan.
efektivitas senyawa antiseptik. Koefisien fenol yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa bahan
entimikrobial tersebut kurang efektif dibanding dengan fenol. Dan sebaliknya, jika koeisien fenol
lebih dari 1 maka bahan mikrobial tersebut lebih efektif jika dibandingkan dengan fenol
I.2 Tujuan
Menentukan kadar fenol dalam limbah cair dengan metode kromatografi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Senyawa Fenol
Senyawa fenol atau polifenol merupakan sekelompok metabolit sekunder yang
mempunyai cincin aromatik yang terikat dengan satu atau lebih substituen gugus hidroksi
(OH) yang berasal dari jalur metabolisme asam sikimat dan fenol propanoid. Yang termasuk
dalam kelompok senyawa fenolik/polifenol adalah fenol sederhana dengan berat molekul 94,
asam fenolat, kumarin, tannin, dan flavonoid. Dalam tanaman, senyawa-senyawa ini
biasanya berada dalam bentuk glikosida atau esternya. Senyawa-senyawa fenolik umumnya
ditemukan pada tanaman, baik yang dapat dimakan ataupun yang tidak dapat dimakan, dan
dilaporkan mempunyai sejumlah aktivitas biologis termasuk antioksidan. Senyawa fenolik
mampu melindungi tanaman terhadap radiasi ultraviolet, patogen, dan herbivore. Senyawa
fenol kebanyakkan memiliki gugus hidroksil lebih dari satu sehingga disebut polifenol.
Kelarutan fenol dalam air akan bertambah, jika gugus hidroksil makin banyak (Panjaitan,
2013).
Senyawa fenolik merupakan senyawa yang memiliki sebuah cincin aromatik dengan
satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenolik di alam mudah ditemukan di semua
tanaman, daun, bunga dan buah. Senyawa fenolik alam antara lain flavonoid, fenol
monosiklik sederhana, fenil propanoid, polifenol (lignin, melanin, tannin), dan kuinon fenolik
turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol (Vitamin E) dan asam-asam organik
polifungsional. Senyawa fenol kebanyakkan memiliki gugus hidroksil lebih dari satu
sehingga disebut polifenol. suatu kelompok senyawa fenol yang tersebar ditemukan di alam.
Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru dan kuning yang ditemukan
dalam tumbuh-tumbuhan disebut flavonoid. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang
potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Senyawa-senyawa
ini dapat ditemukan pada batang, daun, bunga dan buah (Putri, 2015).
BAB III
METODOLOGI
3.1.2 Bahan
Lumpur sebagai sampel sedimen
Metilen klorida (CH3Cl) untuk ekstraksi soxhlet
Aquadest
Folinciocalteau sebagai reagen
Karbonattartrat sebagai reagen
Dokumentasi Dokumentasi
Aquades Folinciocalteau
Karbonattartrat
Fenol
Disiapkan
Sampel
Metilen Klorida
- Diuapkan pelarut dengan rotary evaporator
- Diperoleh ekstrak fenol
Aquades
Ditambahkan sebanyak 10 mL
Reagen Folincuocalteau
Karbonat tartrat
Ditambahkan sebanyak 2 mL
Sampel
Dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menit
Disiapkan
Ekstrak Fenol
Berdasarkan data hasil praktikum, dapat diketahui kadar fenol pada masing-masing
sampel. Sampel yang digunakan berupa lumpur yang diambil dari petambakan yang
tercemar dan tidak tercemar aliran air lumpur Lapindo. Pengambilan berlokasi di Kecamatn
Tanggulangin, Candi, dan Jabon Kabupaten Sidoarjo. Data pada data hasil praktikum
dianalisis dengan menggunakan Uji Anova satu arah. Berdasarkan hasil yang terlihat pada
data hasil praktikum kadar fenol dari masing-masing sampel masih memenuhi persyaratan
ambang batas maksimum konsentrasi fenol dalam lumpur kental, encer, dan cairan lumpur
sesuai dengan standar dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) No 42 yaitu sebesar 2
mg/L. Penentuan kadar fenol total terdapat dua pengukuran yang meliputi pengukuran I dan
pengukur II. Setiap status tambak, digunakan pengukuran pada tiga sampel. Pada status
tambak tercemar sampel yang digunakan meliputi ST. Ii, ST.Ip dan ST.Io memiliki
pergukuran pertama sebesar 0,0935; 0,0823 dan 0,044. Sedangkan pada pengukuran II
diperoleh kadar fenol total masing-masing 0,0908;0,0810 dan 0,0375. Kemudian status
sempel yang digunakan adalah tidak tercemar dengan sampel ST.IIi, ST.IIp dan ST.IIo
diperoleh pengukuran I sebesar 0,0500; 0,0388 dan 0,0339. Sedangkan pada pengukuran II
dengan sampel yang sama masing-masing 0,4305; 0,0810; dan 0,0297. Setelah itu sampel
yang akan diketahui kadar fenol total adalah status tambak tercemar dengan sampel ST.IIIi,
ST.IIIp dan ST.IIIo pada pengukuran diperoleh sebesar 0,0484; 0,0836 dan 0,0421. Pada
status yang sama untuk pengukuran II didapatkan masing-masing 0,0422; 0,0776 dan
0,0362. Lalu status tambak yang terakhir akan diketahui kadar fenol adalah status tambak
tidak tercemar dengan sampel ST.IVi, ST.IVp dan ST.Ivo diperoleh pengukuran I sebesar
0,046; 0,0281 dan 0,0353. Sedangkan pada pengukuran II kadar fenol total didapatkan
masing-masing 0,0424; 0,0230 dan 0,0327. Kawasan pertambakan yang sudah tercemar
akibat adanya semburan lumpur Lapindo juga menjadi penyebab keberadaan senyawa fenol
misalnya pada proses deposisi.
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa nilai kuat tarik tertinggi dapat dilihat pada
perlakuan penambahan tepung kulit pisang 4g dan gliserol 3 ml (T3G1) dengan nilai kuat
tarik sebesar 10,51 kg/cm 2 dan nilai kuat tarik terendah pada perlakuan penambahan
tepung kulit pisang 2g dan gliserol 5 ml (T1G3) sebesar 4,22 kg/cm2 . Selanjutnya data
dianalisis dengan uji analisis varians anova dua jalur. Data dapat dianalisis dengan uji
analisis varians anova dua jalur harus memenuhi persyaratan uji normalitas dan uji
homogenitas. Keputusan pengaruh dari komposisi tepung kulit pisang dan konsentrasi
gliserol terhadap nilai kuat tarik bioplastik setelah data dianalisis dengan uji analisis varians
anova dua jalur adalah: a. Fhitung komposisi tepung kulit pisang > Ftabel (33,382 > 3,555)
artinya signifikan yaitu komposisi tepung kulit pisang yang berbeda berpengaruh terhadap
nilai kuat tarik bioplastik. b. Fhitung volume gliserol > Ftabel (21,636 > 3,555) artinya
signifikan yaitu konsentrasi gliserol yang berbeda berpengaruh terhadap nilai kuat tarik
bioplastik. Hasil dari Fhitung komposisi tepung kulit pisang > Ftabel menunjukkan signifikan
dan hasil dari Fhitung volume gliserol > Ftabel juga menunjukkan signifikan, selanjutnya
dilanjutkan dengan Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) yaitu untuk mengetahui beda
nyata antara perlakuan. Dari Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) menunjukkan bahwa
terdapat pebedaan yang nyata dari masing-masing perlakuan penambahan komposisi
tepung kulit pisang dan volume gliserol (Munawaroh, 2015).
Terdapat perbedaan data antara hasil data praktikum dengan literatur. Karena pada
literatur yang telah didapatkan, literatur ini membahas nilai kuat tarik pada bioplastik kulit
pisang dengan perlakuaan komposisi tepung kulit pisang dan volume gliserol yang berbeda
yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pembahasan atau bahan yang diuji pada
data hasil praktikum yaitu penentuan kadar fenol pada tambak yang terkena lumpur
Lapindo. Tetapi ada 1 persamaan antara data hasil praktikum dan literatur, yaitu nilai tingkat
signifikansi yang digunakan. Data hasil praktikum dianalisis dengan menggunakan Uji Anova
satu arah. Hal tersebut dikarenakan untuk melihat perbedaan antar tambak tercemar dan
tidak tercemar air Lumpur Lapindo. Pada data perhitungan hasil pengujian data masing-
masing sampel diolah secara statistic dengan menggunakan uji Anova satu arah. Hasil
analisis data menunjukkan bahwa nilai F yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan (F
hitung) sebesar 7,292 pada pengukuran I dan 6,483 pada pengukuran II. Sedangkan nilai F
table dengan tingkat signifikansi 5% dan nilai df sebesar 10 adalah 4,96. Karena Fhitung ≥
Ftabel, maka hipotesis diterima.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Hubungan Nilai Absorbansi dan Konsentrasi
Absorbansi adalah perbandingan intensitas sinar yang diserap dengan intensitas
sinar datang. Spektrofotometri dirancang untuk mengukur konsentrasi yang ada dalam suatu
sampel, dimana molekul yang ada dalam sel sampel disinari dengan cahaya yang memiliki
panjang gelombang tertentu. Ketika cahaya mengenai sampel, sebagian akan diserap,
sebagian akan dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan. Pada spektrofotometri,
cahaya datang atau cahaya masuk atau cahaya yang mengenai permukaan zat dan cahaya
setelah melewati zat tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah transmittansi atau
absorbansi. Nilai absorbansi ini akan bergantung pada kadar zat yang terkandung di
dalamnya, semakin banyak kadar zat yang terkandung dalam suatu sampel maka semakin
banyak molekul yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu sehingga
nilai absorbansi semakin besar atau dengan kata lain nilai absorbansi akan berbanding lurus
dengan konsentrasi zat yang terkandung didalam suatu sampel (Neldawati, 2013).
Berdasarkan literatur diatas disebutkan bahwa absorbansi dengan konsentrasi
memberikan hubungan yang linier atau berbanding lurus. Maksudnya antara absorbansi
dengan konsentrasi memiliki hubungan yang berbanding lurus. Jadi apabila nilai konsentrasi
yang dimiliki oleh sampel bernilai tinggi, maka nilai absorbansi yang dihasilkan juga tinggi.
Literatur diatas membahas kadar total senyawa fenolat pada sampel madu, sedangkan yang
dibahas dalam data hasil praktikum yaitu kadar total senyawa fenol. Ini artinya data hasil
praktikum dan literatur memiliki kesamaan, hal tersebut adalah sama-sama membahas
tentang penentuan kadar total senyawa fenol.
4.3.2 Perbandingan Nilai Kadar Fenol Dalam Air dengan Baku Mutu
Kadar Fenol yang terkandung pada perairan ini melebihi nilai baku mutu (0,001 mg/l)
yaitu 0,0566 mg/L pada lokasi 1 dan 0,0399 mg/L pada lokasi 2. Kadar Fenol yang tinggi ini
disebabkan oleh adanya pembusukan dari bahan organik seperti kayu, bambu, maupun
daun yang ada di Sungai Winongo. Selain itu, banyaknya sisa pakan ternak dan pupuk
organik yang kemudian terakumulasi di sungai juga turut meningkatkan kadar Fenol dalam
air sungai (Yogafanny, 2015).
Berdasarkan tabel diatas, kadar fenol yang terdapat pada air sungai dengan
pengambilan pada 2 lokasi memiliki nilai yang sangat jauh dengan baku mutu air kelas II. Air
sungai termasuk ke dalam golongan air kelas II. Dimana nilai kadar fenol yang diizinkan
berdasarkan baku mutu air kelas II pada Pergub no 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di
Provinsi DIY adalah sebesar 0,001 mg/L yang berarti bahwa air sungai Winongo ini melebihi
batas nilai baku mutu kadar fenol yang telah ditentukan.
5.2 Saran
Materi uji fenol dengan metode spektrofotometer juga dapat dipelajari dari jurnal
yang sesuai. Sebaiknya praktikan supaya mendengar penjelasan dari asisten praktikum
dengan baik supaya tidak ada kendala selama praktikum berlangsung. Saat praktikum,
praktikan harus tetap menjaga ketelitian dan fokus.
DAFTAR PUSTAKA
Ariesmayana, Ade. 2018. Pengaruh pH Terhadap Adsorpsi Kadar Fenol dari Limbah Industri
Tinplate Menggunakan Arang Aktif yang Terbuat dari Tempurung Kelapa. Jurnal
InTent: Jurnal Industri Dan Teknologi Terpadu, 1(1), 107-113.
Dwilda, Y, Afrianita, R, dan Imam, F F. 2012. Degradasi Senyawa Fenol Oleh
Mikroorganisme Laut . Jurnal Teknik Lingkungan UNAND 9(1), 59-73.
Lestari, D. M., Mahmudati, N., Sukarsono, S., Nurwidodo, N., & Husamah, H. 2018.
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fenol Daun Gayam (Inocarpus fagiferus
Fosb). Biosfera, 35(1), 37-43.
Panjaitan, Sri Sepadany Br. 2013. Pengaruh Suhu Pirolisis Terhadap Kadar Senyawa
Fenolik Dari Asap Cair Cangkang Sawit Dan Karakterisasinya Menggunakan
Kromatografi Gas Spektrometri Massa (Gc-Ms). Skripsi. Universitas Sumatera
Utara : Medan.
Putra, I Gusti Ngurah Pratama dan Teti Estiasih. 2016. Potensi Hepatoprotektor Umbi-
Umbian Lokal Inferior: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Jurnal
Pangan dan Agroindustri, 4(1).
Putri, Mega Kurnia. 2015. Ekstraksi Senyawa Fenolik pada Kulit Ari Kacang Tanah (Arachis
Hypogaea L.) Menggunakan Irradiasi Microwave dan Uji Aktivitas Antioksidan.
Skripsi. Universitas Negeri Semarang : Semarang.
Tambun, R., Limbong, H. P., Pinem, C., & Manurung, E. 2016. Pengaruh ukuran partikel,
waktu dan suhu pada ekstraksi fenol dari lengkuas merah. Jurnal Teknik Kimia
USU, 5(4), 53-56.
Tyas, A. A., Zuhrotul, A., Wulan, S. W., Rizal, N. H., & Mulyasuryani, A. 2015. Penentuan
Kadar Fenol Dalam Air Menggunakan Sensor Fenol. Jurnal Penelitian
Saintek, 20(1).: 53-60.
Yulvizar, C. 2011. Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Dalam Menurunkan Kadar Fenol Di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin (Rsudza) Banda Aceh. Jurnal Biologi
Edukasi, 3(2), 9-15.
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
Jawab:
1. Spektrometri UV-Vis dikenal sebagai salah satu metode analisis yang berdasarkan
pada penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media. Berdasarkan
penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media tergantung pada tebal
tipisnya media dan konsentrasi warna spesies yang ada pada media tersebut..
Spektrofotometer UV-VIS banyak dimanfaatkan seperti dalam analisis logam
berbahaya dalam sampel pangan atau bahan yang sering digunakan dalam
kehidupan. Air contoh salah satu kebutuhan yang luas oleh masyarakat. Beragam
sumber air yang digunakan dalam keseharian. Salah satu sumbernya ialah air
sumur. Kandungan dalam air sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat yang
menggunakannya. Sedangkan (GCMS) merupakan salah satu alat kimia yang
banyak digunakan dalam analisis senyawa tanaman obat seperti minyak esensial,
asam lemak, hidrokarbon, lipid dan lainlain. Metode ini sederhana, sensitif dan efektif
dalam memisahkan komponen suatu campuran. Selain itu, GCMS merupakan alat
untuk identifikasi senyawa-senyawa bioaktif yang dapat diandalkan
2. Pengamatan terhadap waktu detensi (HRT) untuk setiap nilai F/M berbeda
menunjukkan kondisi yang serupa, yaitu semakin lama waktu HRT, maka efisiensi
yang di dapat akan semakin besar. Efesiensi penyisihan untuk waktu HRT 0,5 hari
dapat menyisihkan sampai 40% . Pada HRT 1 hari tingkat penyisihan COD antara
25-55%, dan untuk HRT 1.5 hari efesiensi penyisihannya mencapai 30-65%.
Sedangkan pada HRT 2 hari dan HRT 2.5 hari mendapatkan tingkat efisiensi
penyisihan COD sebesar 40-70%. Hal ini menunjukan bahwa semakin lama waktu
HRT limbah cair didalam pengolahan limbah cair, maka semakin tinggi juga tingkat
penyisihan nilai COD
3. Menurut kurva yang ada maka analisa GC-MS dilakukan terhadap sampel pada ST
Ii, ST IIi, ST IIIp, dan ST Ivi yang memiliki kadar fenol tertinggi dan pada ST.Ii
terdapat senyawa 4-klorofenol yang muncul pada waktu retensi 6,305 menit dengan
m/z 128. Hal ini didukung dari hasil analisa MS yang menyatakan bahwa senyawa
dengan m/z 128 adalah 4-klorofenol dengan nilai similarity index 96%, Sedangkan
hasil analisa GC-MS untuk stasiun yang kedua (ST.IIi ) dapat dilaporkan bahwa
terdapat senyawa fenol tersubstitusi (peak ke-17) yang muncul pada waktu retensi
8,152 menit dengan m/z 156. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisa spektroskopi
MS senyawa tersebut adalah 2-kloro-4,5-dimetilfenol dengan nilai similarity index
95%. Dari gambar 5 dapat diketahui bahwa pada ST.IIIp terdapat senyawa fenol
(peak ke-5) dengan waktu retensi 4,349 menit dan nilai similarity index 93 % Hasil
analisa GC-MS pada stasiun terakhir (ST.IVi) dapat diketahui bahwa pada pada
sampel ST.IVi terdapat senyawa 4-metil-2,6-di-t-butilfenol (peak ke-20) dengan
waktu retensi 8,514 menit dan m/z 220. Hal ini didukung dengan hasil analisa MS
yang menunjukkan bahwa senyawa yang dimaksud adalah 4-metil-2,6-di-t-butilfenol
dengan nilai similarity index 71%. Berdasarkan analisa data di atas, sedikitya
terdapat 4 jenis senyawa fenol yang teridentifikasi pada tambak tercemar lumpur
Lapindo, yaitu fenol, 4-kloro fenol, 2-kloro-4,5-dimetilfenol, dan 4-metil-2,6-di-t-
butilfenol.