DRAINASE (TPL4242)
Disusun Oleh :
Luhur Akbar Devianto ST,MT.
Perencanaan sistem drainase suatu daerah sangat terkait dengan kondisi hidrologi daerah tersebut.
Kondisi hidrologi seperti curah hujan, temperatur, penguapan, lamanya penyinaran matahari, kecepatan
angin, debit sungai, tinggi muka air selalu berubah menurut waktu. Untuk keperluan tertentu, data–data
ini dapat dikumpulkan, dihitung, disajikan, dan ditafsirkan dengan menggunakan metode tertentu.
Analisis data curah hujan dilakukan melalui beberapa tahap yaitu analisis data curah hujan, analisis
curah hujan harian maksimum, dan analisis intensitas hujan. Keseluruhan analisis curah hujan ini
bertujuan untuk mendapatkan hasil yang sedekat-dekatnya, sebab proses hujan merupakan proses
stokastik yang acak. Resiko dalam desain diminimalisir dengan perhitungan yang teliti dan pengambilan
keputusan yang matematis. Interpretasi yang tepat dari data hujan diperlukan untuk menghindari
kesimpulan yang keliru.
Sistem hidrologi terkadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang luar biasa, seperti hujan lebat,
banjir, dan kekeringan. Besaran peristiwa ekstrim berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya,
peristiwa yang sangat ekstrim kejadiannya sangat langka (Suripin. Sistem Drainase Perkotaan yang
Berkelanjutan. 2004).
Tujuan analisis frekuensi data hidrologi berkaitan dengan besaran peristiwaperistiwa ekstrim yang
berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Data hidrologi yang
dianalisis diasumsikan tidak bergantung (independent), terdistribusi secara acak, dan bersifat stokastik.
Frekuensi hujan adalah besaran kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui. Sebaliknya,
periode ulang adalah waktu hipotetik dimana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau
dilampaui. Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk
memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang dengan anggapan bahwa sifat
statistik kejadian hujan di masa akan datang akan masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa
lalu. Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi. Metode yang dipakai dalam
analisis frekuensi data curah hujan harian maksimum adalah sebagai berikut:
1. Metode Gumbel
Analisis intensitas hujan digunakan untuk menentukan tinggi atau kedalaman air hujan per satu satuan
waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung, maka makin besar pula intensitasnya
dan semakin besar periode ulangnya, maka makin tinggi pula intensitas hujan yang terjadi (Suripin.
Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004).
Analisis tahap ini dimulai dari data curah hujan harian maksimum yang kemudian diubah ke dalam
bentuk intensitas hujan. Pengolahan data dilakukan dengan metoda statistik yang umum digunakan
dalam aplikasi hidrologi. Data yang digunakan sebaiknya adalah data hujan jangka pendek, misalnya 5
menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit, dan jam-jaman. Bila tidak diketahui data untuk durasi hujan maka
diperlukan pendekatan empiris dengan berpedoman pada durasi enam puluh menit dan pada curah
hujan harian maksimum yang terjadi setiap tahun. Cara lain yang lazim digunakan adalah mengambil
pola intensitas hujan dari kota lain yang mempunyai kondisi yang hampir sama (Wurjanto, A. dan Diding
S. Hidrologi dan Hidrolika).
Metoda-metoda yang dapat digunakan untuk menganalisis intensitas hujan adalah sebagai berikut :
Berdasarkan penelitian Ir. Van Breen di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, hujan harian terkonsentrasi
selama 4 jam dengan jumlah hujan sebesar 90% dari jumlah hujan selama 24 jam (Anonim. Penggunaan
Data Curah Hujan untuk Analisa Hidrologi. 1987). Intensitas hujan dihitung dengan persamaan berikut:
keterangan:
Dalam pengembangan kurva pola hujan Van Breen, besarnya intensitas hujan di kota lain di Indonesia
dapat didekati dengan persamaan (Moduto. Drainase Perkotaan. 1998):
Data hujan dalam selang waktu yang panjang (paling sedikit 20 tahun) diperlukan dalam analisis data
frekuensi hujan. Bila data ini tidak tersedia dan besarnya curah hujan selama enam puluh menit dengan
periode ulang 10 tahun diketahui sebagai dasar, maka suatu rumus empiris yang disusun oleh Bell dapat
digunakan untuk menentukan curah hujan dengan durasi 5 – 120 menit dan periode ulang 2 – 100
tahun. Rumus Bell dapat dinyatakan dalam persamaan (Subarkah. Hidrologi untuk Perencanaan
Bangunan Air. 1980):
keterangan:
Rumus ini berasal dari kecendurungan curah hujan harian yang dikelompokkan atas dasar anggapan
bahwa hujan memiliki distribusi yang simetris dengan durasi hujan lebih kecil dari 1 jam dan durasi
hujan dari 1 sampai 24 jam.
t : durasi curah hujan dalam satuan jam
Xt : curah hujan maksimum yang terpilih
Untuk menentukan metode analisis intensitas hujan yang paling cocok dilakukan dengan perhitungan
tetapan melalui 3 jenis metode. Langkah pendekatan yang perlu dilakukan adalah:
Kurva IDF (Intensity, Duration, Frequency) merupakan kurva yang menunjukkan hubungan antara
intensitas hujan dengan durasinya. Dalam penggambaran kurva IDF diperlukan data curah hujan dalam
durasi waktu yang pendek, yaitu curah hujan dalam satuan waktu menit (Wurjanto. Hidrologi dan
Hidrolika). Ini telah dihitung sebelumnya dalam serangkaian analisis intensitas hujan.
Kurva IDF digunakan untuk perhitungan limpasan (run-off) dengan rumus rasional untuk perhitungan
debit puncak dengan menggunakan intensitas hujan yang sebanding dengan waktu pengaliran curah
hujan dari titik paling atas ke titik yang ditinjau di bagian hilir daerah pengaliran tersebut. Kurva ini
menunjukkan besarnya kemungkinan terjadinya intensitas hujan yang berlaku untuk lama curah hujan
sembarang.
TUGAS 1
Diketahui Data curah hujan pada Stasium Malang dan Banyuwangi seperti pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Curah Hujan
No Tahun
Harian Maksimum
1 2010 68.0
2 2011 78.0
3 2012 98.0
4 2013 98.2
5 2014 96.1
6 2015 91.6
7 2016 97.1
8 2017 87.0
9 2018 107.40
10 2019 96.70
Tabel 3. Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Banyuwangi
Curah Hujan
No Tahun
Harian Maksimum
1 2010 91.0
2 2011 49.0
3 2012 98.0
4 2013 98.2
5 2014 96.1
6 2015 91.6
7 2016 97.1
8 2017 87.0
9 2018 107.40
10 2019 96.70
Kerjakan:
1. Lakukan analisis Curah Hujan Harian Maksimum dengan metode Gumbel atau Log Pearson Tipe
III berdasarkan yang telah ditentukan kepada setiap kelompok. Sehingga diperoleh Curah Hujan
Harian Maksimum dg PUH 2-100 Tahun.
2. Dari Data yang diperoleh, lakukan analisis Intensitas Hujan dengan metode Van Breen, metode
Bell Tanimoto, dan metode Hasper dan der Weduwen. Tentukan intensitas hujan terpilih
dengan rumus Talbot, rumus Sherman, dan rumus Ishiguro!
3. Setelah diperoleh data Intensitas Hujan terpilih diperoleh, Gambarkan grafik IDF nya!
Kerjakan pada excel dan buat laporan dalam MS Word Secara Berkelompok, sertakan contoh
perhitungan pada masing-masing salah satu formula perhitungan (boleh tulis tangan yang rapi dan
terbaca!). Format Laporan Ukuran Kertas A4, Font Times New Roman, Font Size 12, spasi 1,5 , Margin
Kiri, Kanan, Atas, Bawah : 3,2,2,2.
II. PROBLEM SET 2 DESAIN SALURAN DRAINASE
Dalam perencanaan sistem drainase di suatu daerah diperlukan identifikasi kondisi fisik dan kondisi
eksisting sistem drainase untuk kemudian disesuikan dengan teori dasar sehingga diperoleh dasar
perencanaan sistem drainase yang baik. Dasar perencanaan sistem drainase ini dibagi menjadi dua, yaitu
dasar perencanaan saluran drainase serta dasar perencanaan sumur resapan dan kolam retensi.
Sistem penyaluran yang direncanakan akan menggunakan sistem terpisah dengan penyaluran buangan
domestik dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. air buangan domestik dibuat terpisah agar kualitas air tetap terpelihara dengan usaha
konservasi air, Air yang diresapkan seharusnya tidak terkontaminasi sehingga dapat mencemari
air tanah.
2. Adanya penggunaan air hujan sebagai alternatif sumber air minum.
1. Segi keamanan bagi kesehatan masyarakat karena air buangan ditangani secara khusus.
2. Adanya kemudahan dalam konstruksi, operasi, dan pemeliharaan.
3. Segi ekonomis dari dimensi saluran dan bangunan pengolah air buangan
Pengaliran air pada saluran drainase akan mengikuti kondisi topografi alami yang ada, yaitu mengikuti
kontur alami dari tanah. Pengaliran secara gravitasi ini dinilai sangat menguntungkan karena dapat
meminimalkan jumlah lahan urugan atau pemotongan pada jalur tanah (cut and fill) dan meminimalkan
penggunaan pompa.
Dalam merencanakan pengaliran air pada saluran drainase perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Tinggi muka air di hilir saluran harus didesain berdasarkan tinggi muka air rencana di saluran
buangan, dalam hal ini biasanya berupa saluran induk atau kolam penampungan.
2. Muka air tertinggi harus direncanakan kira-kira sama dengan kemiringan tanah sepanjang
saluran sehingga air hujan dari semua titik di daerah tangkapan dapat mengalir ke saluran
dengan lancar. Kemiringan muka air tertinggi harus berubah secara berangsur-angsur dari terjal
di hulu menjadi landai di hilir.
3. Kemiringan dasar saluran didesain sama dengan kemiringan muka air tertinggi kecuali pada
saluran yang terpengaruh oleh aliran balik. Elevasi dasar saluran didesain serendah mungkin
selama masih praktis untuk menjamim terpenuhinya penampang basah.
4. Agar tidak terjadi penggerusan terhadap dinding saluran drainase, maka perlu diperhatikan
kecepatan saluran agar tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah. Kecepatan yang terlalu rendah
menyebabkan pendangkalan pada dasar saluran sehingga menyebabkan penampang efektif
saluran untuk mengalirkan air hujan semakin kecil dan kemungkinan besar akan
1. meluap. Namum, pendangkalan bisa diantisipasi dengan menanam tumbuhan. Hal ini akan
memperkecil koefisien limpasan dan meningkatkan waktu konsentrasi, sehingga kecepatan
penggerusan air di permukaan tanah semakin kecil, dengan demikian tanah tidak ikut masuk ke
dalam saluran drainase.
Jalur saluran akan mengikuti pola jaringan yang telah ada, baik saluran alami maupun saluran buatan,
kecuali untuk saluran tambahan. Tindakan ini diambil karena dinilai lebih ekonomis dibandingkan
membuat jalur baru. Penentuan jalur saluran juga harus mempertimbangkan jaringan jalan, pipa air
minum, jaringan kabel bawah tanah, dan sebagainya.
Saluran yang digunakan dalam perencanaan daerah ini adalah saluran drainase berbentuk segiempat
dengan dinding saluran tersusun dari pasangan batu kali isi dan dasar saluran yang disusun dari
pasangan batu kali kosong.
1. PUH = 10 tahun
Pemilihan PUH ini didasarkan jenis saluran dan tingkat resiko banjir di daerah perencanaan yang
cukup besar.
2. Koefisien limpasan
Lahan terbangun atau atap = 0.95
Daerah hijau atau taman = 0.30
Jalan = 0.95
3. Koefisien kekasaran manning tempat air merayap Asumsi jalan sama dengan permukaan yang
diperkeras maka no = 0.015
4. Koefisien kekasaran manning saluran Dasar saluran akan tersusun dari pasangan batu kosong
maka ns = 0.033
II.1.6. Penentuan Dimensi Saluran
Nilai koefisien kekasaran Manning yang digunakan sebesar 0.033. Nilai ini diambil berdasarkan literatur
(Kinori, BZ. Manual of Surface Drainage Engineering. 1970) yang mengatakan bahwa saluran dengan
pasangan batu kosong dalam kondisi cukup bagus memiliki nilai koefisien kekasaran Manning sebesar
0.033.
2. Penentuan kecepatan awal (kecepatan trial) yaitu menggunakan pendekatan kecepatan trial
berdasarkan kemiringan saluran.
3. Dimensi saluran dihitung berdasarkan penampang hidrolis optimum untuk saluran segiempat.
5. Dimensi saluran drainase dihitung dengan asumsi bahwa tidak ada pengurangan beban saluran
drainase oleh sumur resapan dan kolam retensi.
Perencanaan sumur resapan didasarkan pada identifikasi kondisi fisik daerah perencanaan dengan
memperhatikan parameter-parameter yang menjadi faktor pembatas maupun pendukung untuk
melihat kelayakan daerah perencanaan untuk dijadikan lokasi bangunan peresap serta menentukan
jenis maupun dimensi bangunan yang akan dibuat agar sistem peresapan yang direncanakan maksimal.
1. Persyaratan kemiringan lereng untuk pembangunan sumur resapan adalah < 11%.
2. Nilai permeabilitas tanah yang cocok diterapkan sumur resapan berkisar antara 2 – 12 cm/jam
(Suripin, 2004).
3. Permukaan air tanah mempunyai kedalaman yang bervariasi, yaitu (-3 m) – (-8 m) di bawah
muka tanah untuk sumur penduduk, dan -55.48 di bawah muka tanah untuk sumur industri.
Persyaratan tinggi muka air tanah berdasarkan SK SNI 1990 adalah ≥ 3 m
Prosedur penentuan dimensi kolam retensi (Virginia Stormwater Management Handbook, 1999):
2. Menentukan tc dan te
TUGAS 2.
Tentukan saluran drainase pada wilayah studi. Minimal pilih 2 Blok daerah yang berdekatan untuk
didesainkan saluran drainase. Gambaran wilayah studi dapat dilihat pada Lampiran A. Gambar Wilayah
Studi. (Peta Morotai.dwg).
Perhitungan dapat menggunakan acuan Tabel 4.
Tabel 4. Perhitungan Dimensi Saluran
1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 11 2 3 4 5 16 17 8 9 20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 37 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Koefisien Si Koefi
L limpasan g sien
Da u Je Lah La m V
B Luas er as nis te an ha a C L I n V
l Sal Terb ah T E E Sal P (m terb n C (C g. L d a t (m sl c E E
o ur ang Hij ot a a ur U eni I L S n ang hij C r. r. C A t d a L s S F t t c C m/j A ∫ ∫ ∫ ∫ r e C h h d s s
k an un au al 1 2 an H R t) e o o o un au r A A) g g o a g d s S g g d c d s a b am) Q c m b B d R d R n k b f f H B 1 2 h 1 2
Catatan :
TUGAS 3