Anda di halaman 1dari 18

TUGAS HIDROLOGI

Analisis Estimasi Hujan, Menghitung Hujan Berkala,dan


Distribusi Hujan

OLEH :

NAMA : Muhammad Azhar Baharuddin


STAMBUK : 031 2019 0127

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada penulis untuk
menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Analisis Estimasi Hujan, Distribusi Hujan”dan Menghoitung Hujan Berkala tepat waktu. Makalah
Siklus Hidrologi ini disusun guna memenuhi tugas Hidrologi Terapan Fakultas Teknik Jurusan Sipil di
Universitas Muslim Indonesia.

Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Ir. Hj. St Fatmah Arsal, M.si
selaku dosen mata kuliah Hidrologi terapan. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis.

Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

[Baubau, 11 November 2020]

Alwan Hidayat Nor L. Waru


1.MENGHITUNG ESTIMASI HUJAN
Intensitas hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan
waktu. Besarnya intensitasnya berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya.
Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis terhadap data hujan baik secara statistik maupun empiris.
Intensitas hujan dihubungkan dengan durasi hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-
jaman. Data curah hujan jangka pendek ini hanya dapat diperoleh dengan menggunakan alat pencatat hujan otomatis.
Di Indonesia alat ini belum banyak, yang lebih banyak digunakan adalah pencatat hujan biasa yang mengukur hujan
24 jam atau disebut hujan harian.

Pertanyaannya, bagaimana kalau yang kita punya hanya data hujan harian yang diakumulasi
(bulanan)? Tentu ini bukan halangan bagi kita untuk tidak melakukan perhitungan intensitas hujan untuk
durasi waktu yang pendek (menit atau jam), karena intensitas hujan untuk durasi waktu yang pendek dapat
diestimasi menggunakan rumus Mononobe, seperti terlihat di bawah ini :

I = R24 (24) 2/3

__ ___

24 t

Dimana :
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
T = durasi (lamanya) curah hujan (menit) atau (jam)

Sebagai bahan latihan penulis punya data curah hujan Abepura-Waena dari tahun 2001 s/d 2010,
seperti terlampir pada tabel di bawah ini :

Tabel 1. Curah Hujan Abepura-Waena dalam Kurun Waktu 10 Tahun


Tahun Jan Feb Mar Apr May Juni Juli Aug Sep Oct Nov Des

2001 47 196 280 204 132 148 39 132 30 135 172 201
2002 122 149 108 149 132 129 136 151 100 48 122 71
2003 151 180 156 74 96 71 113 223 54 90 90 145
2004 194 129 120 81 109 113 76 88 53 41 154 59
2005 90 159 321 93 34 47 47 158 168 55 98 226
2006 220 133 552 552 217 69 64 199 331 123 183 86
2007 243 359 339 179 245 38 131 148 58 58 149 168
2008 243 159 339 269 123 158 43 38 185 161 63 177
2009 162 412 462 271 90 114 160 113 272 118 101 269
2010 357 121 363 204 360 56 53 50 40 86 118 208

Sumber : BMKG Wilayah V Jayapura

Data diatas merupakan data curah hujan bulanan. Nah, data tersebut merupakan data dasar yang kita
akan olah bersama, sehingga bisa digunakan untuk menghitung intensitas hujan. Langkah-langkah
perhitungan intensitas hujan dan pembuatan grafik lengkungnya dijelaskan dalam beberapa langkah sebagai

berikut :

1) Jumlahkan data curah hujan bulanan sehingga didapat jumlah total curah hujan per tahun

Tabel 2. Perhitungan Total Hujan Tahunan

Tahun Jan Feb Mar Apr Mey Juni July Aug Sep Oct Nov Des Total
2001 47 196 280 204 132 148 39 132 30 135 172 201 1716
2002 122 149 108 149 132 129 136 151 100 48 122 71 1417
2003 151 180 156 74 96 71 113 223 54 90 90 145 1443
2004 194 129 120 81 109 113 76 88 53 41 154 59 1217
2005 90 159 321 93 34 47 47 158 168 55 98 226 1496
2006 220 133 552 552 217 69 64 199 331 123 183 86 2729
2007 243 359 339 179 245 38 131 148 58 58 149 168 2115
2008 243 159 339 269 123 158 43 38 185 161 63 177 1958
2009 162 412 462 271 90 114 160 113 272 118 101 269 2544
2010 357 121 363 204 360 56 53 50 40 86 118 208 2016

2) Hitung intensitas hujan untuk beberapa durasi waktu menggunakan rumus Mononobe

I = R24 (24) 2/3

__ ___

24 t

Untuk nilai R24 untuk beberapa periode ulang kita ambil dari pembahasan sebelumnya mengenai.

Tabel 3. Curah Hujan Harian Maksimum 24 Jam (R24) (mm/24 Jam)

Periode Intensitas (mm/ 24


Ulang Jam)
5 Tahun 2395,37
10 Tahun 2777,66
25 Tahun 3291,58
50 Tahun 3622,70
Selanjutnya kita akan hitung intensitas hujan rencana dengan periode ulang 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun, 50

tahun dengan rumus Mononobe, untuk beberapa durasi waktu hujan, yakni 5 menit, 10, 15, 20, 30, 60, 120,

240, 300, 720, 1440 menit. (ingat sebelum dimasukan ke dalam rumus Mononobe data menit harus

dikonversi kedalam jam)

Data R24 sudah ada dan durasi waktu sudah ditetapkan, apalagi yang kita tunggu ? Mari kita hitung

bersama memakai rumus Mononobe, dengan memasukan nilai-nilai yang diketahui :

· Intensitas Hujan Rencana Periode Ulang 5 Tahun dengan R24 = 2395,37 mm/24 jam

-) Untuk 5 menit (0,08 jam)


I = 2395,37 (24) 2/3
__ ___

24 0,08

= 4,352, 67 mm/jam

-) Untuk 10 menit (0,16 jam)


I = 2395,37 (24) 2/3
__ ___

24 0,16

= 2742,01 mm/jam

-) Untuk 15 menit (0,25 jam)


I = 2395,37 (24) 2/3
__ ___

24 0,25

= 2092,54 mm/jam

Untuk perhitungan durasi waktu lainnya, lakukan dengan cara yang sama seperti durasi 5 menit, 10 dan 15

menit yang sudah dibahas.

· Untuk perhitungan intensitas Hujan Rencana Periode Ulang 10, 25, 50 untuk beberapa durasi waktu

dilakukan sama seperti cara yang sudah dijelaskan. Hasil perhitungan secara lengkap dilampirkan dalam

tabel di bawah ini.


Tabel 4. Perhitungan Intensitas Hujan Rencana dengan Rumus Mononobe
Durasi Curah Hujan Harian Maksimum 24 Jam (R24) (mm/24 jam)
(Jam) 5 Tahun 10 Tahun 25 Tahun 50 Tahun
2395,37 2777,66 3291,58 3662,70
Intensitas Hujan Rencana dengan rumus Mononobe (mm/Jam)

0,08 4352,67 5047,34 5981,19 6655,56


0,16 2742,01 3179,62 3767,91 4192,74
0,25 2092,54 2426,50 2875,45 3199,66
0,33 1727,36 2003,03 2373,63 2641,26
0,5 1318,22 1528,60 1811,42 2015,66
1 830,42 962,960 1141,12 1269,78
2 523,13 606,62 718,86 799,91
4 329,55 382,15 452,85 503,91
5 284,00 329,32 390,25 434,26
12 158,43 183,71 217,71 242,25
24 99,80 115,73 137,14 152,61

3) Buat Grafik Lengkung Intensitas Hujan

Dari hasil perhitungan kita buat grafik lengkung intensitas hujan yang menyatakan hubungan antara

intensitas hujan dengan durasi hujan. Data dalam tabel kita akan konversi ke dalam bentuk grafik.
4) Kesimpulan

Intensitas hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan

waktu. Sedangkan durasi hujan adalah lama kejadian hujan. Besarnya intensitas hujan itu berbeda-beda,

tergantung dari lamanya hujan (durasi) dan frekuensi kejadiannya. Data hubungan antara durasi hujan dan

intensitas berguna dalam perencanaan drainase. (*)


2.HUJAN BERKALA
Dalam (E-Journal Universitas Atma Jaya 2013) penentuan hujan
maksimum harian rata-rata, data-data curah hujan maksimum harian dari stasiun
curah hujan terlebih dahulu dicari rata-ratanya,

Dengan rumus :

͞x = 1

n
x
i=1 i
n

Dimana :

͞x : curah hujan maksimum harian rata-rata

n : banyaknya jumlah data


n
x : jumlah seluruh curah hujan maksimum harian per stasiun
i=1 i
Langkah-langkah perhitungan sebagai berikut :

• Ubah data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X

Tabel 3.5 Perhitungan dengan Metode Long-Pearson Type III

No. Tahun X (mm) log X (log X - log X ) (log X - log X )2 (log X - log X )3
1 2006 85,25 1,930694 -0,212784 0,045277 -0,009634
2 2005 104,50 2,019116 -0,124363 0,015466 -0,001923
3 1999 109,50 2,039414 -0,104065 0,010829 -0,001127
4 1997 111,85 2,048636 -0,094843 0,008995 -0,000853
5 1998 114,40 0,058426 -0,085053 0,007234 -0,000615
6 1995 118,00 2,071882 -0,071597 0,005126 -0,000367
7 1993 118,50 2,073718 -0,069760 0,004867 -0,000339
8 2007 146,25 2,165096 0,021617 0,000467 0,000010
9 1990 146,60 2,166134 0,022655 0,000513 0,000012
10 2001 148,30 2,171141 0,027662 0,000765 0,000021
11 1992 149,90 2,175802 0,032323 0,001045 0,000034
12 2002 151,50 2,180413 0,036934 0,001364 0,000050
13 2004 155,35 2,191311 0,047832 0,002288 0,000109
14 2000 163,45 2,213385 0,069906 0,004887 0,000342
15 2003 168,90 2,227630 0,084151 0,007081 0,000596
16 1991 177,55 2,249321 0,105842 0,011202 0,001186
17 1994 194,85 2,289700 0,146222 0,021381 0,003126
18 1996 204,55 2,310799 0,167321 0,027996 0,004684
TOTAL 0,176785 -0,004689
log X = 2,14
Sumber : Hasil Perhitungan
• Hitung harga rata-rata log X :
n
log Xi
log X =  i=1
n

38,58262
log X = 18

log X = 2,14

• Hitung Harga Simpang Baku :


0,5
 nn
(log Xi − log X ) 
2

s=  i=1 
 n −1 

0,1767850,5
s =18 −1 

s = (0,01)0,5

s = 0,10

• Hitung Koefisien Kemencengan :



 nn (log Xi − log X )3
G=  i=1 
 (n −1)(n− 2).s3 

G= − 0,004689 
(18 −1)(18 − 2).(0,1)3 
 

− 0,004689
G=
0,272

G = 0,0172

• Hitung logaritma Hujan/Banjir dengan Periode Ulang T dengan rumus :


Log XT = log X +K

Dimana K merupakan variable standar untuk X yang besarnya tergantung


koefisien kemencengan G, dapat dilihat pada tabel harga K untuk setiap nilai
kemencengn G.

Log XT = log X +K.S (untuk T = 2 tahun)

Log X2 = 2,14 + (0,0028.0,10)

Log X2 = 2,1403

X2 = 138,13

Untuk perhitungan curah hujan selanjutnya dengan periode ulang T dapat dilihat
pada Tabel 3.6 berikut :

Tabel 3.6 Perhitungan Curah Hujan dengna Periode Ulang T

T G K S Log XT XT Pembulatan
log X
2 2,14 -0,0172 0,0028 0,10 2,1403 138,12 138

5 2,14 -0,0172 0,8427 0,10 2,2243 167,59 168

10 2,14 -0,0172 1,2799 0,10 2,2680 185,34 185

25 2,14 -0,0172 1,7449 0,10 2,3145 206,29 206


3.DISTRIBUSI HUJAN

PENDAHULUAN
1. Pola Distribusi Hujan
Distribusi hujan adalah berbeda – beda sesuai dengan jangka waktu yang ditinjau.
Umumnya hujan pada suatu wilayah tertentu memiliki pola distribusi hujan untuk hujan jam-
jaman. Pola kejadian hujan memiliki beragam bentuk sesuai dengan perhitungan yang
diperoleh. Bentuk pola kejadian hujan biasanya berbentuk histogram. Beberapa bentuk dari
pola kejadian hujan yakni bentuk lonceng, lonceng terbalik, anak tangga menurun, anak
tangga menaik, garis lurus, dan tidak

beraturan. Bentuk distribusi yang beragam diakibatkan karena berbedanya nilai


persentase perjam suatu distribusi hujan.

1) Modified Mononobe
Dalam perencanaan, curah hujan rancangan yang ditetapkan berdasarkan analisis perlu
diubah menjadi lengkung intensitas curah hujan. Lengkung tersebut diperoleh berdasarkan
data curah hujan dalam rentang waktu yang pendek seperti, menit atau jam. Lengkung
intensitas curah hujan dengan durasi pendek ini kemudian akan ditentukan berdasarkan data
hujan harian menggunakan Modified Mononobe dengan persamaan sebagai berikut :

Dengan :
= intensitas curah hujan untuk lama hujan t (mm/jam)
= curah hujan maksimum selama 24 jam (mm)
= waktu konsentrasi hujan (jam)
= durasi hujan ( jam)

2) Tadashi Tanimoto
Tadashi Tanimoto mengembangkan distribusi hujan jam–jaman yang dapat digunakan
di Pulau Jawa.

METODE PENELITIAN
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan pada Kabupaten Kampar Provinsi Riau dengan durasi selama
delapan tahun yakni tahun 2009 – 2016. Cakupan daerah penelitian didasarkan pada batas
administrasi daerah Kabupaten Kampar.
3. Data Curah Hujan
Data curah hujan yang digunakan berupa data satelit TRMM (Tropical Rainfall
Measuring Mission) yang diperoleh dari JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency). Pada
tahap ini dilakukan pengunduhan data mengunakan FileZilla. Penggunaan perangkat lunak
filezilla ini membantu untuk terhubung dengan TRMM Jaxa. Pengunduhan data disesuaikan
dengan waktu perekaman data yang akan digunakan yaitu dari tahun 2009 sampai tahun
2016.
Kemudian dilakukan pengolahan data dengan aplikasi GraDS (Grid Analysis and
Display System). GraDS dapat digunakan dengan bantuan aplikasi command prompt. Data
curah hujan TRMM diolah dengan merunning data tiap hari dari tahun 2009 sampai 2016.
Untuk merunning data menggunakan software command prompt digunakan listing program
dengan format “ Ch_riau.gs ” dan “ Chwil_riau.gs “.

4. Mendistribusikan Data Hujan


Pendistribusian data hujan dilakukan dengan mengolah data hujan jam – jaman TRMM
selama delapan tahun untuk Kabupaten Kampar. Langkah – langkah pengolahan data hujan
jam – jaman TRMM adalah sebagai berikut :
a. Memindahkan data hujan jam – jaman yang telah dirunning dalam bentuk Notepad
kedalam tabel secara berurutan berdasarkan tanggal kejadian hujan.
b. Memilih dan mengelompokkan data hujan berdasarkan durasi hujan yang terjadi.
Pengelompokkan hujan jam – jaman dalam satu hari dengan durasi hujan jam ke – 1, 2,
3, … , dan seterusnya.
c. Menjumlahkan nilai curah hujan perdurasinya. Penjumlahan dilakukan dengan
menambahkan setiap nilai hujan yang terjadi selama durasi hujan terjadi.
d. Mencari persentase hujan perjamnya terhadap jumlah nilai curah hujan.
a. Menjumlahkan persentase hujan perjamnya sebanyak kejadian hujan dalam satu tahun.
b. Merata – ratakan jumlah persentase hujan jam – jaman dalam satu tahun. Jumlah
persentase hujan dibagi dengan jumlah kejadian hujan perdurasi dalam setahun.
c. Membuat grafik histogram berdasarkan rata – rata persentase hujan perdurasi pada satu
tahun.
d. Melakukan pendekatan bentuk pola distribusi hujan jam – jaman dengan bentuk pola
distribusi empiris. Sehingga diperoleh bentuk distribusi empiris yang dianggap mewakili
pola distribusi tiap tahunnya.
e. Menjumlahkan persentase rata – rata hujan pertahun yang telah diperoleh perjamnya
selama depan delapan tahun. Persentase rata – rata hujan pertahun yang telah diperoleh
sebelumnya ditambahkan secara keseluruhan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2016.
f. Setelah memperoleh jumlah persentase rata – rata hujan pertahun selama delapan tahun,
kemudian dirata – ratakan berdasarkan jumlah tahun terjadinya hujan.
g. Membuat grafik histogram berdasarkan rata – rata persentase hujan perdurasi selama
delapan (8) tahun.
h. Melakukan pendekatan bentuk pola distribusi hujan jam – jaman dengan bentuk pola
distribusi empiris.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Distribusi Hujan Jam - Jaman
Data hujan jam - jaman TRMM yang telah diperoleh kemudian dikelompokkan sesuai dengan durasi
terjadinya hujan. Sebagai contoh hujan dengan durasi tiga jam dikelompokkan kemudian dijumlahkan
dan dirata – ratakan selama delapan tahun. Persentase rata – rata hujan durasi tiga jam selama delapan
tahun dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Persentase rata - rata hujan durasi tiga jam
Persentase hujan jam ke- (%)
Tahun Bentuk Pola Distribusi
1 2 3
2009 30,441 35,915 33,644 Lonceng
2010 37,429 33,671 28,900 Anak Tangga Menurun
2011 36,221 34,014 29,764 Anak Tangga Menurun
2012 31,321 33,492 35,188 Anak Tangga Menaik
2013 36,497 37,229 26,275 Lonceng
2014 34,791 34,509 30,700 Anak Tangga Menurun
2015 35,443 34,953 29,604 Anak Tangga Menurun
2016 32,359 38,276 29,364 Lonceng
Total 274,502 282,060 243,438 -
Rata – rata 8
34,31 35,26 30,43 Lonceng
tahun

1. Hubungan Durasi Hujan dan Kejadian Hujan


Jumlah kejadian hujan dan persentase kejadian hujan yang terjadi selama delapan
tahun untuk tiap durasi hujan digambarkan dengan menggunakan grafik yang dapat dilihat
pada Gambar 3. Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa semakin lama durasi
hujan yang terjadi maka semakin sedikit jumlah kejadian hujan.

Durasi hujan yang paling banyak terjadi selama delapan tahun yakni dari tahun 2009 sampai
2016 adalah durasi hujan 1 jam yaitu sebanyak 996 kejadian. Menurut Pitaloka (2017)
lamanya hujan terpusat di Indonesia sendiri biasanya tidak lebih dari

tujuh (7) jam. Hal ini didasarkan pada laporan akhir departemen pekerjaan umum. Jadi,
pada umumnya durasi optimum hujan rencana yang digunakan tidak lebih dari tujuh (7) jam.

Gambar 3 Grafik persentase kejadian hujan berdasarkan durasi


2. Bentuk Distribusi Hujan Tiap Tahun Bentuk pola distribusi hujan yang terjadi
berbeda – beda untuk tiap tahunnya. Berdasarkan bentuk pola yang telah diperoleh
kemudian dilakukan pendekatan bentuk distribusi hujan dengan pola metode empiris.
Pada Tabel 2 berikut menunjukkan distribusi hujan yang dianggap mewakili pola
distribusi hujan

durasi tiga jam dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2016 dan hujan rata – rata selama
delapan tahun dan pendekatan bentuk pola metode empiris. Dengan hasil pola rata – rata tahunan
yang dominan adalah pola Modified Mononobe dan pola rata - rata selama 8 tahun adalah
Alternating Block Method (ABM).

Bentuk Distribusi Hujan Bentuk Distribusi Hujan


Tahun
Rata - Rata Empiris
2009 Lonceng ABM
2010 Anak Tangga Menurun Modified Mononobe
2011 Anak Tangga Menurun Modified Mononobe
2012 Anak Tangga Menaik -
2013 Lonceng ABM
2014 Anak Tangga Menurun Modified Mononobe
2015 Anak Tangga Menurun Modified Mononobe
2016 Lonceng ABM
Rata – Rata
Lonceng ABM
selama 8 tahun
Sumber: (Hasil Perhitungan)

Tabel 3 Perbandingan Bentuk Distribusi Empiris Tahunan dan Rata – Rata Delapan Tahun
Durasi Bentuk Distribusi Empiris yang Bentuk Distribusi Empiris Rata – Rata
Hujan Paling Sering Terjadi (Tahunan) Selama Delapan Tahun
2 Modified Mononobe -
3 Modified Mononobe ABM
4 ABM ABM
5 ABM ABM
6 ABM ABM
7 ABM ABM
8 ABM ABM
Berdasarkan Tabel 3 diperoleh bahwa pola distribusi empiris yang dominan pertahun
untuk durasi hujan dua (2) dan tiga (3) jam adalah pola Modified Mononobe, sedangkan pola
distribusi empiris yang dominan pertahun untuk durasi hujan empat (4) sampai delapan (8)
jam adalah pola Alternating Block Method (ABM). Sedangkan pada Tabel 3 diketahui bahwa
pola distribusi empiris yang mendekati bentuk distribusi hujan jam – jaman hasil rata – rata
selama delapan tahun untuk durasi tiga (3) sampai delapan

(8) jam adalah sama yaitu pola Alternating Block Method (ABM). Perbedaan pola distribusi
metode empiris berdasarkan tabel diatas hanya terjadi pada durasi dua
(2) jam dan tiga (3) jam. Perbedaan pola distribusi hujan antara pola distribusi hujan rata – rata
tahunan dan pola distribusi hujan rata – rata delapan tahun dikarenakan adanya rentang durasi
data yang berbeda.

Pola distribusi hujan untuk durasi empat (4) sampai delapan (8) jam memiliki bentuk pola
yang sama untuk pola distribusi hujan pertahun dan pola distribusi hujan rata – rata selama
delapan tahun yaitu bentuk Alternating Block Method (ABM). Menurut Sri Harto (2000) pola
distribusi hujan yang dapat digunakan sebagai parameter perhitungan banjir rencana adalah
pola hujan yang diperoleh selama tahun penelitian yakni rata – rata selama delapan tahun.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
DAFTR PUSTAKA

Agustin, W. (2010). Pola Distribusi Hujan Jam-Jaman di Sub DAS Keduang (Distribution
Pattern of Hourly Rainfall in Keduang Sub Watershed). Fakultas Teknik, Universitas
Sebelas Maret.
Asfa, A. F., Handayani, Y. L., & Hendri,
A. (2014). Pola Distribusi Hujan Jam-Jaman Pada Stasiun Hujan Pasar Kampar (Vol. 1).
Pekanbaru.
Dr. Ir Harinaldi, M. (2005). Prinsip - Prinsip Statistik Untuk Teknik Dan Sains. Jakarta: Erlangga.
Khotimah, G. K., Handayani, Y.L., & Fauzy, M. (2017). Karakteristik Hujan Jam-Jaman
Berdasarkan Data Satelit TRMM JAXA Kabupaten Pelalawan. Pekanbaru.
Harsita, K., & Jatmiko, R. H. (2012). Estimasi Curah Hujan Data Satelit Geostationer Dan Orbit
Polar Dibandingkan Dengan Data Stasiun Hujan. Yogyakarta.
Harto, S. (2000). Hidrologi. Yogyakarta: Nafiri Offset.
Nurhidayah, R. (2010). Pola Distribusi Hujan Jam-Jaman Di Sub DAS Alang. Surakarta.
Pitaloka, M. G., & Lasminto, U. (2017). Perencanaan Sistem Drainase Kebon Agung. ITS
TEKNIK, 6(1), 1–6.
Saragi, S., Handayani, Y. L., & Hendry, A. (2014). Pola Distribusi Hujan Jam- Jaman.
Pekanbaru.
Sosrodarsono, I. S., & Takeda, K. (2003). Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT. Pradya
Paramita.
Sugiyono. (2008). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suripin. (2004). Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Andi.
Syaifullah, M. D. (2014). Validasi Data TRMM Terhadap Data Curah Hujan Aktual Di Tiga DAS
Di Indonesia. Jurnal Meteorologi Dan Geofisika, 15(2), 109–118.

Anda mungkin juga menyukai