Anda di halaman 1dari 11

TUGAS FINAL

SISTEM TRANSPORTASI

(​UKURAN DAN NILAI AKSEBILITAS​)


Tingkat Aksebilitas Suatu Zona Perencanaan Wilayah dan Kota

Oleh :

MUHAMMAD AZHAR
031 2019 0127
A4

Dosen Pembimbing
Dr. Ir. St. Maryam H, M.T.

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUSLIM
INDONESIA
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul Ukurran
dan Nilai Aksebilitas ini tepat pada waktunya.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Dr. Ir. St. Maryam H, M.T.
selaku dosen Sistem transportasi yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagikan ilmu ini sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 27 Desember 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTA ISI

PEMBAHSAN

A. AKSEBILITAS

a. Pengertian Aksebilitas

b. Konsep Dasar Aksebilitas

c. Tujuan dan Manfaat Aksebilitas

d. Klasifikasi tingkat aksesibilitas

B. AKSEBILITAS DALAM MODEL PERKOTAAN

a. Pengukuran Aksebilitas di daerah perkotaan

b. Faktor Aksebilitas dalam Kemudahan Sistem Transportasi

c. Tingkat Aksebilitas Sistem Transportasi

d. Aksebilitas Wilayah dalam hubungannya dengan Pengembangan


Wilayah

C. DAFTAR PUSTAKA
PEMBAHASAN
UKURAN DAN NILAI AKSEBILITAS

A. AKSEBILITAS

a. Pengertian Aksebilitas

Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem


pengaturan tataguna lahan secara geografis dengan sistem jaringan
transportasi yang menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu
ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tataguna
lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi
tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi. (Black, 1981).
Pernyataan mudah atau susah merupakan hal yang sangat subyektif
dan kualitatif. Mudah bagi sesorang belum tentu mudah bagi orang lain,
begitu juga dengan pernyataan susah. Oleh karena itu diperlukan
kinerja kuantitatif (terukur) yang dapat menyatakan aksesibilitas atau
kemudahan.
Ada yang menyatakan bahwa aksesibilitas dinyatakan dengan
jarak, jika suatu tempat berdekatan dengan tempat lainnya, dikatakan
aksesibilitas antara kedua tempat tersebut tinggi. Sebaliknya, jika
kedua tempat sangat berjauhan, aksesibilitas antara keduanya rendah.
Jadi, tataguna lahan yang berbeda pasti memiliki aksesibilitas yang
berbeda pula karena aktivitas tataguna lahan tersebut tersebar dalam
ruang secara tidak merata (heterogen). Akan tetapi peruntukan lahan
tertentu seperti bandara, lokasinya tidak bias sembarangan dan
biasanya terletak jauh di luar kota (karena ada batasan dari segi
keamanan, pengembangan wilayah, dan lain-lain).

Dikatakan aksesibilitas ke bandara tersebut pasti akan selalu


rendah karena letaknya jauh di luar kota. Namun meskipun letaknya
jauh, aksesibilitas ke bandara dapat di tingkatkan dengan menyediakan
sistem transportasi yang dapat dilalui dengan kecepatan tinggi
sehingga waktu tempuhnya menjadi pendek. Oleh sebab itu
penggunaan jarak sebagai ukuran aksesibilitas mulai diragukan orang
dan mulai dirasakan bahwa penggunaan waktu tempuh merupakan
kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan jarak dalam menyatakan
aksesibilitas.
Dapat disimpulkan bahwa suatu tempat yang berjarak jauh belum
tentu dapat dikatakan mempunyai aksesibilitas rendah atau suatu
tempat yang berjarak dekat mempunyai aksesibilitas tinggi karena
terdapat factor lain dalam menentukan aksesibilitas yaitu waktu
tempuh. Beberapa jenis tataguna lahan mungkin tersebar secara
meluas (perumahan) dan jenis lainnya mungkin berkelompok (pusat
pertokoan).

Beberapa jenis tataguna lahan mungkin ada di satu atau dua lokasi
saja dalam suatu kota seperti rumah sakit dan bandara. Dari sisi
jaringan transportasi, kualitas pelayanan transportasi pasti juga
berbeda – beda, sistem jaringan transportasi di suatu daerah mungkin
lebih baik dibandingkan dengan daerah lainnya dari segi kuantitas
(kapasitas) maupun kualitas II-2 (frekuensi pelayanan). Contohnya,
pelayanan angkutan umum biasanya lebih baik di pusat pertokoan dan
beberapa jalan utama transportasi dibandingkan dengan di daerah
pinggiran kota. Skema sederhana memperlihatkan kaitan antara
berbagai hal yang diterangkan mengenai aksesibilitas dapat dilihat
pada tabel dibawah ini (Black, 1981).
b. Konsep Dasar Aksebilitas
Aksesibilitas didefinisikan suatu ukuran kenyamanan atau
kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu
sama lain dan „mudah‟ atau „susah‟nya lokasi tersebut dicapai melalui
sistem jaringan transportasi.
Setiap lokasi geografis yang berbeda memiliki tingkat aksesibilitas
yang berbeda hal ini disebabkan perbedaan kegiatan dari
masing-masing tata guna lahan.
a. Black (1981) mengatakan aksesibilitas berdasarkan tujuan dan
kelompok sosial, aksesibilitas menyediakan ukuran kinerja antara tata
guna lahan dengan sistem transportasi. Penghuni perumahan lebih
tertarik dengan aksesibilitas menuju tempat kerja, sekolah, toko,
pelayanan kesehatan dan tempat rekreasi.
b. Indikator Aksesibilitas Tamin (2000) mengatakan indikator
aksesibilitas secara sederhana dapat dinyatakan dengan jarak. Jika
suatu tempat berdekatan dengan tempat lainnya, dikatakan aksesibilitas
antara kedua tempat tersebut tinggi. Sebaliknya jika berjauhan
aksesibilitas antara keduanya rendah.
Selain jarak dan waktu, biaya juga merupakan beberapa indikator
aksesibilitas. Apabila antar kedua tempat memiliki waktu tempuh yang
pendek maka dapat dikatakan kedua tempat itu memiliki aksesibilitas
yang tinggi. Biaya juga dapat menunjukkan tingkat aksesibilitas. Biaya
disini dapat merupakan biaya gabungan yang menggabungkan waktu
dan biaya sebagai ukuran untuk hubungan transportasi (Mohammed,
2010).
c. Aksesibilitas dalam Kebijakan Tata Guna Lahan Perkotaan Edward
(1992) mengatakan aksesibilitas menjadi kunci penting terhadap
kebijakan tata guna lahan dimana tata guna lahan yang memiliki
aksesibilitas tinggi akan mempunyai nilai lahan yang lebih baik. Fakta ini
telah menjadikan pendorong utama bagaimana suatu daerah perkotaan
dikembangkan dan berpengaruh langsung terhadap kebijakan tentang
tata guna lahan saat ini (Mohammed, 2012).
d. Keterkaitan Tata Ruang dengan Transportasi Tamin (2000)
mengatakan kebijakan tata ruang sangat erat kaitannya dengan
kebijakan transportasi. Ruang merupakan kegiatan yang “ditempatkan”
di atas lahan kota, sedangkan transportasi merupakan sistem jaringan
yang secara fisik menghubungkan suatu ruang kegiatan dengan ruang
kegiatan. Antara ruang kegiatan dan transportasi terjadi hubungan yang
disebut siklus penggunaan ruang transportasi. Bila akses transportasi
kesuatu ruang kegiatan diperbaiki, ruang kegiatan tersebut menjadi lebih
menarik, dan biasanya menjadi lebih berkembang.
Dengan perkembangan ruang tersebut, meningkat pula kebutuhan
akan transportasi. Peningkatan ini kemudian menyebabkan kelebihan
beban pada transportasi, yang harus ditanggulangi, dan siklus akan
terulang kembali bila aksesibilitas diperbaiki (Mohammed, 2010).
c. Tujuan dan Manfaat Aksebilitas

Aksesibilitas dapat di artikan juga sebagai salah satu bagian dari


analisis interaksi kegiatan dengan sistem jaringan transportasi yang
bertujuan untuk
1. Memahami cara kerja sistem analisis interaksi kegiatan dengan
sistem jaringan transportasi tersebut
2. Menggunakan hubungan analisis antara komponen sistem untuk
meramalkan dampak lalu lintas beberapa tata guna lahan atau
kebijakan transportasi yang berbeda.
3. Mempermudah dalam mencapai suatu Akses jarak, waktu
tempuh dan biaya perjalanan yang lebih efesian dalam
lingkungan perkotaan

Dari tujuan di atas dapat di katakana bahwa aksebilitas memiliki


maanfaat yakni dapat memberikan suatu ukuran kemudahan dan
kenyamanan mengenai lokasi petak(tata) guna lahan yang saling
berpencar dapat berinteraksi (berhubungan) satu sama lain. Dan
mudah atau sulitnya lokasi-lokasi tersebut dicapai melalui system
jaringan transportasinya, merupakan hal yang sangat subjektif,
kualitatif, dan relatif sifatnya

d. Klasifikasi tingkat aksesibilitas


Dari tabel diatas menunjukkan suatu tempat dikatakan ”aksesibel”
jika sangat dekat dengan tempat lainnya, dan ”tidak aksesibel” jika
berjauhan. Konsep ini sangat sederhana dimana hubungan transportasi
dinyatakan dalam jarak (km), Saat ini JARAK merupakan suatu variabel
yang tidak begitu cocok, karena orang lebih cenderung menggunakan
variabel waktu tempuh sebagai ukuran aksesibilitas.​Lihat ilustrasi
berikut:
Jika jarak sebagai ukuran aksesibilitas, maka AB lebih tinggi
aksesibilitasnya dibandingkan AC; sebaliknya jika ukurannya adalah
waktu tempuh, AC > AB (aksesibilitas AC lebih tinggi dari AB).
B. Aksesibiktas dalam model Perkotaan
Model yang banyak dikenal dalam penentuan lokasi tataguna
lahan di daerah perkotaan diantaranya adalah MODEL LOWRY.
Asumsi dasar model ini adalah lokasi industri utama di daerah
perkotaan harus ditentukan terlebih dahulu. Setelah itu, jumlah
keluarga dan lokasinya diperkirakan berdasarkan aksesibilitas lokasi
industri tersebut.

a. Pengukuran Aksesibiltas di daerah perkotaan


Black dan Conroy (1977) membuat ringkasan cara mengukur
aksesibilitas di dalam daerah perkotaan. Daerah perkotaan dibagi
menjadi N zona dan semua aktifitas terjadi di pusat zona. Aktivitas
diberi notasi A. Aksesibiltas suatu zona adalah ukuran intensitas di
lokasi tataguna lahan (misal: jumlah lapangan kerja) pada setiap zona
di dalam kota tersebut dan kemudahan untuk mencapai zona tersebut
melalaui sistem jaringan transportasi.

b. Faktor aksebilatas dalam Kemudahan Sistem Trasnportasi


Salah satu variabel yang bisa menyatakan apakah ukuran
tingkat kemudahan pencapaian suatu tata guna lahan dikatakan tinggi
atau rendah adalah jarak fisik dua tata guna lahan (dalam kilometer).
Akan tetapi, faktor jarak ini tidak dapat sendirian saja digunakan untuk
mengukur tinggi rendahnya tingkat akses tata guna lahan. Faktor jarak
tidak dapat diandalkan karena pada kenyataannya bisa terjadi bahwa
dua zona yang jaraknya berdekatan (misalkan sejarak 1,5 km), tidak
dapat dikatakan tinggi tingkat akses (pencapaiannya) apanila anatara
zona (guna lahan) yang satu dengan yang lain tiddek terdapat
prasarana jaringan transportasi yang menhubungkan.

Faktor lain adalah pola pengaturan tata guna lahan.


Keberagaman pola pengaturan tata guna lahan ini terjadi akibat
berpencarnya lokasi petak lahan secara geografis dan masing-masing
petak lahan tersebut berbeda pu la jenis kegiatannya dan intensitas
(kepadatan) kegiatannya. Peramalan pola penyebaran tata guna lahan
yaitu dengan mempertimbangkat fakta bahwa:
1. Intensitas (tingkat pengunaan) lahan: semakin
berkuran/rendah,dengan semakin jauh jaraknya dari pusat kota.
2. Kepadatan (banyak kegiatan/jenis kegiatan): semakin
berkurang/sedikit atau homogeny, dengan semakin jauh jarak
kegiatan tersebut dari pusat kota. (Miro, 2005)

c. Tingkat Aksebiltas Sistem Trasnportasi

Tingkat aksesibilitas wilayah bisa ditentukan berdasarkan pada


beberapa variabel yaitu ketersediaan jaringan jalan, jumlah alat
transportasi, panjang, lebar jalan, dan kualitas jalan. Selain itu yang
menentukan tinggi rendahnya tingkat akses adalah pola pengaturan
tata guna lahan. Keberagaman pola pengaturan fasilitas umum antara
satu wilayah dengan wilayah lainnya. Seperti keberagaman pola
pengaturan fasilitas umum terjadi akibat berpencarnya lokasi fasilitas
umum secara geografis dan berbeda jenis dan intensitas kegiatannya.
Kondisi ini membuat penyebaran lahan dalam suatu wilayah menjadi
tidak merata (heterogen) dan faktor jarak bukan satu satunya elemen
yang menentukan tinggi rendahnya tingkat aksesibilitas.

Aksesibilitas yang baik diharapkan dapat mengatasi beberapa


hambatan mobilitas, baik berhubungan dengan mobilitas fisik, misalnya
mengakses jalan raya, pertokoan, gedung perkantoran, sekolah, pusat
kebudayaan, lokasi industri dan rekreasi baik aktivitas non fisik seperti
kesempatan untuk bekerja, memperoleh pendidikan, mengakses
informasi, mendapat perlindungan dan jaminan hukum (Kartono, 2001).

d. Aksesibilitas Wilayah dalam hubungannya dengan Pengembangan


Wilayah
Tidak dapat disangkal lagi bahwasanya keberadaan sistem
jaringan jalan merupakan faktor pendukung tinggi dan rendahnya
aksesibilitas yang berpengaruh bagi pengembangan wilayah.
Untuk memudahkan jasa, pelayanan dan mengurai kemacetan
perlu dikembangkan sistem jaringan jalan yang memadai dengan
melibatkan semua ​stake holder ​yang ada. Faktor aksesibiitas akan
sangat memegang peranan penting dalam menggerakkan berbagai
aspek kehidupan baik itu sosial, ekonomi dan politik. Oleh sebab itu
upaya pengembangan wilayah harus di dukung sistem transportasi
yang baik, sarana dan prasarana transportasi yang baik pasti akan
mendukung pengembangan wilayah yang lebih baik.

Menurut Sumaatmaja (1988), Sarana dan prasarana yang berada


di suatu wilayah berupa jalan, jembatan, jaringan telekomunikasi,
kendaraan (darat, udara, dan laut), terminal, pelabuhan, dan lain-lain
memberikan landasan terhadap kelancaran perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan wilayah. Sarana dan prasarana
transportasi akan menunjang dan mendukung pembangunan secara
fisik.
DAFTAR PUSTAKA

Basrin Karya,2016, Aksebilitas dan Mobabilitas Sistem Transportasi


https://transportsengineer.wordpress.com/2016/04/14/aksesibilitas-dan-
mobilitas-​, diakses pada 16 desember 2020

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/42432/Chapter?sequ
ence=4

Rosmalindha Ikaa,2010,BAB II STUDI PUSTAKA


2020​http://eprints.undip.ac.id/34427/5/2153_chapter_II.pdf,​ diakses pada
16 desember 2020

https://id.wikipedia.org/wiki/Aksesibilitas

Malik Ilham,2014, Dasar Dasar Sistem Transportasi – Pengertian Mobabilitas


dan Aksebilitas, ​https://www.slideshare.net/ibmalik5/pengertian-mobilitas-
dan-aksesibilitas-dasardasar-sistem-transportasi​, diakses pada 16
desember 2020

Anda mungkin juga menyukai