Anda di halaman 1dari 27

Pertemuan

Dasar-Dasar Rekayasa
Transportasi

Gary Raya Prima, S.Pd, M.T


Nina Herlina, Ir. Dra, MT.
Hendra, Ir. MSc

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SILIWANGI
POKOK BAHASAN

Tata Guna Lahan Dalam


Perencanaan Transportasi

2
Pendahuluan

Tata guna lahan (land use) adalah setiap bentuk campur tangan
(intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Vink, 1975).
Tata guna lahan dapat dikelompokkan ke dalam duakelompok besar
yaitu: pengunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan
pertanian.
Menurut Barlowe (1986) faktor-faktor yang mempengaruhi Tata guna
lahan adalah faktor fisik dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi
dan faktor institusi (kelembagaan). Faktor fisik dan biologis
mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah,
air, iklim, tumbuh-tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor
pertimbangan ekonomi dicirikan oleh keuntungan, keadaan pasar
dan transportasi. Faktor institusi dicirikan oleh hukum pertanahan,
keadaan politik, keadaan sosial dan secara administrasi dapat
dilaksanakan.

3
Kaitan Kebijakan Tata Ruang dengan Kebijakan Transportasi

Kebijakan tata ruang sangat erat kaitannya dengan kebijakan


transportasi. Ruang merupakan lokasi kegiatan yang
ditempatkan diatas lahan kota, sedangkan transportasi
merupakan sistem jaringan yang secara fisik menghubungkan
satu ruang kegiatan dengan ruang kegiatan lainnya. Antara
ruang kegiatan dan transportasi terjadi hubungan yang disebut
siklus penggunaan ruang transportasi.
Beranjak dari hal tersebut, tata ruang perkotaan yang
didalamnya terdapat interaksi antarguna lahan yang satu
dengan lainnya, arahan pengembangan daerah pinggiran
merupakan hal penting dalam pengaturan pola sirkulasi
pergerakan angkutan umum.

4
Kaitan Kebijakan Tata Ruang dengan Kebijakan Transportasi

Pola pelayanan angkutan umum dapat dikelompokan sbb:


1. Pola radial, adalah pola yang menggambarkan angkutan terpusat
menuju pusat kota dan cenderung menimbulkan masalah kemacetan
di dalam kota karena jumlah jaringan jalan yang memisahkansemua
kepentingan pergerakan sulit dilakukan.
2. Pola Crosstown, adalah pola yang menyenangkan karena dapat
melayani perjalanan jauh dari ujung kota.
3. Pola orbital, adalah pola yang berbasiskan pada zona atau kawasan
layanan, yang tidak semua pergerakan angkutan kota dapat menuju
pusat kota.

Radial Crosstown Orbital 5


Kaitan Kebijakan Tata Ruang dengan Kebijakan Transportasi

Inventarisasi guna lahan dibutuhkan dalam studi transportasi,


kususunya dalam studi-studi operasional dan kelaikan lokasi terminal
daerah perkotaan, karena merupakan dasar untuk mengukur tingkat
hubungan antara pola guna lahan dengan bangkitan perjalanan.
Pola tata guna lahan menggambarkan pengaturan kegiatan manusia
yang dijelaskan melalui ragam kegiatan pada daerah yang lebih kecil
yang disebut zona. Zona merupakan bagian yang lebih kecil dari suatu
wilayah atau region. Perkiraan pola kegiatan setiap region di
perkotaaan penting untuk diramalkan di masa-masa mendatang.
Interaksi antara tata guna lahan yang terjadi akibat berjauhannya
tempat kerja, tempat tinggal, dal lainnya. Sasaran dari perencanaan
transportasi adalah membuat interaksi tersebut menjadi lebih mudah
dan seefisien mungkin.

6
Kaitan Kebijakan Tata Ruang dengan Kebijakan Transportasi

Proses perencanaan transportasi untuk mencapai sasaran itu antara lain


dengan menerapkan kebijakan tata ruang dalam hal sbb:
1. Sistem kegiatan, rencana tata guna lahan yang baik dapat mengurangi
kebutuhan akan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi
menjadi lebih mudah. Dengan kata lain bahwa dengan mengatur lokasi
pusat kegiatan utama sebagai pusat bangkitan lalu lintas, maka secara
langsung maupun tidak pendistribusian angkutan juga menjadi merata
dan tidak menimbulkan kecenderungan kemacetan pada suatu titik
dalam kota.
2. Sistem jaringan, hal yang dapat dilakukan misalnya meningkatkan
kapasitas pelayanan prasarana yang ada, misalnya melebarkan jalan,
menambah jalan baru, peningkatan sarana dan prasarana yang sudah
ada, dsb.
3. Sistem pergerakan, hal yang dapat dilakukan antara lain mengatur
teknik dan manajemen lalu lintas, fasilitas angkutan umum yang lebih
baik
7
Tata Guna Lahan Menentukan Pergerakan dan Aktivitas

Suatu kota dipandang sebagai suatu tempat dimana terjadi aktivitas-


aktivitas atau sebagai suatu pola tata guna lahan. Lokasi dimana aktivitas
dilakukan akan mempengaruhi manusia dan aktivitas manusia . Interaksi
antar aktivitas terungkap dalam wujud pergerakan manusia, barang, dan
jasa.
Alasan yang menyebabkan mausia dan barang bergerak dari suatu tempat
ke tempat lain di jelaskan oleh tiga kondisi berikut:
1. Komplementaris, daya tarik relative antar dua atau lebih tempat
tujuan;
2. Keinginan untuk mengatasi kendala jarak (transferabilitas), diukur dari
waktu dan biaya pemindahan (pengangkutan) yang dibutuhkan;
3. Persaingan antara beberapa lokasi untuk memenuhi permintaan dan
penawaran.

8
Tata Guna Lahan Menentukan Pergerakan dan Aktivitas

Sebidang lahan dengan jenis tata guna lahan tertentu menghasilkan


sejumlah perjalanan tertentu. Perjalanan ini menunjukkan kebutuhan
akan transportasi tidak hanya dipengaruhi oleh aspek fisik saja,
melainkan juga aspek-aspek ekonomi dan sosial dari suatu lingkungan
perkotaan. Maka dalam perencanaan fasilitas transportasi ketiga aspek
diatas hendaknya dipertimbangkan, sehingga utilitasnya lebih efisien.
Tata guna lahan merupakan salah satu penentu utama pergerakan dan
aktivitas. Aktivitas ini dikenal dengan istilah bangkitan perjalanan (trip
generation), yang menentukan fasilitas-fasilitas (sarana dan prasarana)
transportasi seperti jalan, bus, dan sebagainya yang akan dibutuhkan
untuk melakukan pergerakan. Fasilitas transportasi yang tersedia di
dalam sistem, dengan sendirinya tingkat aksesibilitas akan meningkat.
Perubahan aksesibilitas akan menentukan perubahan nilai lahan dan akan
mempengaruhi penggunaan lahan tersebut. Misalnya perubahan
lingkungan tempat tinggal menjadi daerah niaga/komersil, maka tingkat
bangkitan perjalanan akan menghasilkan perubahan pada seluruh siklus
aktivitas dan mempengaruhi nilai (harga) lahan.
9
Tata Guna Lahan Menentukan Pergerakan dan Aktivitas

Siklus hubungan yang fundamental antara transportasi dan tata guna


lahan diilustrasikan pada gambar sebagai berikut:

Tata Guna Lahan Perjalanan

Kebutuhan
Nilai Lahan
Transportasi

Fasilitas
Aksesibilitas
Transpotasi

Siklus Tata Guna Lahan/Transportasi


10
Tata Guna Lahan Menentukan Pergerakan dan Aktivitas

Dalam konteks paling luas, aksesibilitas berarti kemudahan melakukan


pergerakan diantara dua tempat. Aksesbilitas meningkat dari sisi waktu
atau uang ketika pergerakan menjadi lebih mudah. Selain itu
kecenderungan untuk berinteraksi juga akan meningkat ketika biaya
pergerakan menurun (Blunden, 1971: Blunden dan Black, 1984).
Contoh 1:
Ke Titik Σ Perubahan
Dari A B C D
A 0(0) 6(4) 7(6) 9(8) 22(18) -18%
B 6(4) 0(0) 6(5) 4(2) 16(11) -31%
C 7(6) 6(5) 0(0) 7(5) 20(16) -20%
D 9(8) 4(2) 7(5) 0(0) 20(15) -25%

Catatan:
Angka diluar tanda kurung adalah waktu tempuh semula, angka
didalam kurung adalah waktu tempuh setelah peningkatan
transportasi

11
Tata Guna Lahan Menentukan Pergerakan dan Aktivitas

Setiap titik (A, B, C, D) mewakili sebuah pusat aktivitas, dan setiap


penghubung (misalnya AB, BC) mewakili waktu tempuh dalam menit.
Peningkatan transportasi diimplementasikan pada tiap penghubung
sedemikian rupa sehingga waktu tempuh berkurang. Apa pengaruh
peningkatan transportasi terhadap pusat-pusat aktivitas (tata guna
lahan)?

Jawaban:
Matriks diatas memperlihatkan waktu perjalanan sebelum dan sesudah
peningkatan transportasi. Jumlah baris adalah ukuran aksesibilitas pada
setiap titik. Dapat dilihat semakin kecil waktu tempuh berarti semakin
besar aksesibilitasnya. Pada seluruh kasus, terdapat waktu pengurangan
waktu tempuh; A= -18%, B= -31%, C= -20%, D= -25%. Tampak jelas bahwa
pusat aktivitas B mempunyai keuntungan yang paling banyak, diikuti
oleh D, C, dan A.

12
Tata Guna Lahan Menentukan Pergerakan dan Aktivitas

Contoh 2
Sebuah pusat kota D dihubungkan dengan jalan-jalan arteri ke pusat
aktivitas/permukiman A, B, C dan antara satu jalan dengan lainnya dengan
waktu tempuh diperlihatkan pada penghubung (link). Jalan arteri semakin
padat, terlihat dari waktu tempuh (dalam menit) yang meningkat, seperti
yang diperlihatkan dalam gambar. Hampir semua pusat komersial dan bisnis
yang terletak di pusat kota akan membangun pusat percabangan di A, B, dan
C. Pusat aktivitas manakah yang cenderung paling makmur? Apa tindakan
yang mungkin dilakukan dibagian kota ini yang akan meningkatkan pusta
kota.

D D
9 8
4 4
8 4
A B 7 A B 5
7 6 5 6
C C
13
Tata Guna Lahan Menentukan Pergerakan dan Aktivitas

Ke Titik Pusat Σ Perubahan


Dari A B C Kota D
A 0(0) 8(7) 10(9) 4(16) 22(32) 45%
B 8(7) 0(0) 12(11) 3(15) 23(33) 43%
C 10(9) 12(11) 0(0) 5(20) 27(40) 48%
D 4(16) 3(15) 5(20) 0(0) 12(51) 32.5%
Catatan:
Angka diluar tanda kurung adalah waktu tempuh semula, angka
didalam kurung adalah waktu tempuh setelah peningkatan
transportasi
Jawaban:
Pusat-pusat aktivitas A, B, dan C seluruhnya cenderung mendapatkan
keuntungan yang sama, terlihat dari perbedaan antara 43, 45, dan 48 yang
tidak signifikan. Pusat kota sudah dipastikan memburuk dengan cepat.
Cara yang mungkin dilakukan untuk menyelamatkan pusat kota adalah
dengan mengurangi waktu tempuh dengan cara meningkatkan arus lalu
lintas di jalan-jalan arteri atau menerapkan sistem bis kota yang
mempercepat waktu tempuh ke pusat-pusat aktivitas.
14
Tata Guna Lahan Menentukan Pergerakan dan Aktivitas

Aksesibilitas perorangan biasanya diukur dengan cara menghitung


jumlah lokasi kegiatan disebut juga peluang-opportunity yang tersedia
pada jarak tertentu dari rumah orang tersebut dan memfaktorkan jumlah
tersebut dengan jarak diantaranya. Perhitungan aksesibilitas dapat
dilakukan untuk berbagai jenis peluang, seperti belanja atau bekerja.

Dimana:
Ai = aksesibilitas orang i
Oj = jumlah peluang pada jarak d dari rumah orang i
dij = beberapa ukuran rentang antara i dan j (seperti waktu tempuh,
biaya perjalanan, atau hanya jarak saja)
b = sebuah konstanta

15
Tata Guna Lahan Menentukan Pergerakan dan Aktivitas

Indeks aksesibilitas seperti ini merupakan ukuran dari seberapa banyak


tujuan potensial yang tersedia bagi seseorang dan semudah apa orang
tersebut dapat mencapainya. Aksesibilitas suatu tempat dari tempat-
tempat lainnyadi dalam suatu kota dapat diukur dengan cara yang sama,
dimana dalam kasus ini Ai adalah aksesibilitas dari zona i.

Contoh 3
Sebuah kota kecil mempunyai tiga daerah permukimanR1, R2, dan R3
dengan masing-masing 1500, 2000, dan 2500 pekerja. Dan dua zona
tempat bekerja E1 dan E2dengan masing-masing 2000 dan 4000 peluang
kerja. Waktu tempuh antar zona (dalam menit) disajikan pada tabel.
Tentukan aksesibilitas zona aktual dan relatif dari daerah-daerah
permukiman tersebut dengan asumsi bahwa b = 1,0.

16
Tata Guna Lahan Menentukan Pergerakan dan Aktivitas

d
1 2 Ro
o
1 10 12 1500
2 7 9 2000
3 6 8 2500
Ed 2000 4000 6000

dimana
d = 1,2
o = 1,2,3
Ed = jumlah pekerjaan di zona d
Tod = fungsi waktu tempuh

17
Tata Guna Lahan Menentukan Pergerakan dan Aktivitas

2000 4000 533


𝐴 1= + =200+ 333=533 𝐴 1= =0,25
10 12 2096
2000 4000 730
𝐴 2= + =286 +444 =730 𝐴 1= =0,35
7 9 2096
2000 4000 833
𝐴 3= + =333+500=833 𝐴 1= =0,40
6 8 2096
Total = 2096 Total = 1,0
Pembahasan:
Disini aksesibilitas setiap orang yang tinggal di zona tertentu disatukan,
sehingga kita tidak dapat membedakan kelompok-kelompok orang yang ada
di zona tersebut, seperti misalnya kelompok orang yang memiliki mobil dan
yang tidak. Sebagai contoh 1500 pekerja yang tinggal di daerah R1
diasumsikan semuanya memiliki mobildan mencapai daerah E1 dalam waktu
10 menit. Kemampuan seseorang untuk mencapai lokasi-lokasi yang berbeda
dalam suatu kota tidak hanya bergantung pada lokasi relatif dari tempat-
tempat tersebut, tapi juga bergantung pada mobilitas (kemampuan untuk
bergerak ke tempat aktivitas) dan sistem transportasi yang ada.
18
Tata Guna Lahan dan Transportasi

Pergerakan manusia dan barang disebuah kota, disebut arus lalu lintas
(traffic flow), merupakan konsekuensi gabungan dari aktivitas lahan
(permintaan) dan kemampuan sistem transportasi dalam mengatasi
masalah arus lalu lintas (penawaran).
Hubungan antara transportasi dan pengembangan lahan dapat dijelaskan
dalam tiga konteks sebagai berikut:
1. Hubungan fisik dalam skala makro, yang memiliki pengaruh jangka
panjang dan umumnya dianggap sebagai bagian dari proses
perencanaan.
2. Hubungan fisik dalam skala mikro, yang mempengaruhi pengaruh
jangka pendek dan jangka panjang dan umumnya dianggap sebagai
masalah desain wilayah perkotaan .
3. Hubungan proses, yang berhubungan dengan aspek hukum,
administrasi, keuangan, dan aspek-aspek institusional tentang
pengaturan lahan dan pengembangan transportasi.

19
Tata Guna Lahan dan Transportasi
Potensi tata guna lahan adalah satu ukuran dari skala aktivitas
sosioekonomi yang terjadi pada suatu lahan tertentu. Ciri khas dari tata
guna lahan adalah kemampuan atau potensinya untuk “membangkitkan”
lalu lintas.
Bangkitan perjalanan menyediakan hubungan antara tata guna lahan dan
perjalanan. Tata guna lahan untuk tujuan membangkitkan perjalanan
biasanya dijelaskan dalam bentuk intensitas tata guna lahan, ciri-ciri tata
guna lahan, dan lokasi didalam lingkungan perkotaan. Contoh potensi
tata guna lahan seperti disajikan pada tabel berikut:

20
Tata Guna Lahan dan Transportasi

Contoh
Data untuk perjalanan belanja ke lokasi perbelanjaan diberbagai daerah
dalam sebuah kota dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Jumlah Jumlah Perjalanan
Zona Jenis Lokasi
Karyawan Belanja
1 DPB 3000 7200
2 DPB 1400 2500
3 Pusat Perbelanjaan 1 600 6000
4 Pusat Perbelanjaan 2 1400 12000
5 Pusat Lokal 15 50
6 Pusat Lokal 50 140
7 Pusat Lokal 85 300
8 Pusat Lokal 105 380

Hitunglah tingkat perjalanan belanja berdasarkan tipe lokasinya, dan


uraikan jawaban anda!

21
Tata Guna Lahan Menentukan Pergerakan dan Aktivitas

Jawaban

DPB

Pusat perbelanjaan

Pembahasan:
Perjalanan belanja per karyawan untuk pusat-pusat perbelanjaan adalah yang
tertinggi, diikuti pasar lokas dan DPB. Analisis yang dilakukan tidak perlu
terikat dengan zona, tetapi dapat dilakukan secara individual. Sebagi contoh
ciri-ciri pusat perbelanjaan 1 mungkin sangat berbeda dengan pusat
perbelanjaan 2, disini jelas-jelas lokasi tersebut telah disatukan dan penyatuan
ini dapat menyembunyikan hasilnya.

22
Tata Guna Lahan dan Transportasi
Sistem tata guna lahan/transportasi dapat direpresentasikan oleh suatu
susunan spasial berupa lahan-lahan yang ditempatkan diatas suatu
jaringan yang mempresentasikan sistem transportasi seperti gambar
berikut:

Gambar tersebut memperlihatkan bahwa zona-zona tata guna lahan harus


menjelaskan secara ideal suatu daerah aktivitas tata guna lahan yang
homogen: permukiman, komersial, industri, dsb.
23
Tata Guna Lahan dan Transportasi

Transportasi adalah permintaan turunan, artinya seseorang biasanya


melakukan perjalanan bukan hanya dengan tujuan untuk melakukan
perjalanan semata melainkan untuk tujuan tertentu seperti bekerja,
belanja, sekolah, dsb.
Analisis tata guna lahan merupakan cara praktis untuk mempelajari
aktivitas-aktivitas yang menyebabkan terjadinya pembangkitan
perjalanan karena pola perjalanan (rute dan arus lalu lintas) dipengaruhi
oleh jaringan transportasi dan pengaturan tata guna lahan. Harus diingat
bahwa perjalanan adalah peristiwa yang menghubungkan tempat asal
(misalnya rumah) dan suatu tempat tujuan (misalnya tempat bekerja).
Sebuah contoh tujuan perjalanan dan tingkat pembangkitan perjalanan
berdasarkan jenis tata guna lahan untuk sebuah kota metropolitan tersaji
pada tabel berikut. Perhatikanlah bahwa daerah permukiman, kawasan
industri, dan lahan publikmenghasilkan perjalanan dengan tingkat rata-
rata yang hampir sama, sementara daerah komersial menghasilkan
perjalanan dengan tingkat sekitar empat kali lebih besar
24
Tata Guna Lahan dan Transportasi
Contoh tujuan perjalanan dan bangkitan perjalanan

Tabel Karakteristik umum perjalanan kerja didalam sebuah kota

25
Tata Guna Lahan dan Transportasi

Tabel panjang perjalanan rata-rata dari perjalanan orang berdasarkan jenis tata guna lahan

26
Referensi

Adisasmita, S.A.. 2011. Jarinagn Transportasi Teori dan Analisis, Edisi


Pertama, Graha Ilmu Yogyakarta
Khisty, C.J.. Lall, B.K.. 2005. Dasar-Dasar Rekayasa Transportasi, Edisi 3
Jilid 1. Erlangga Jakarta
Khisty, C.J.. Lall, B.K.. 1998. Transportation Engineering, An Introduction.
Prentice Hall International, Inc

27

Anda mungkin juga menyukai