Anda di halaman 1dari 58

TUGAS 6

“TUGAS RANGKUMAN PERENCANAAN


TRANSPORTASI”
Mata Kuliah Perencanaan transportasi
Dosen pengampu : Muhammad Sofwan ST, MT.

Disusun Oleh:
SAID MUHAMMAD REYNALDO
NPM : 163410096
KLS: VA

JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM RIAU

1
DAFTAR ISI

1. Konsep Dasar Transportasi


1.1 Bangkitan Dan Tarikan Pergerakan
1.1.1 Pengertian Bangkitan Dan Tarikan
1.1.1 Intensitas Aktivitas Tata Guna Lahan Dengan Bangkitan Dan Tarikan
1.2 Distribusi Pergerakan Lalu Lintas
1.3 Pemilihan Moda Dan Rute Transportasi
1.3.1 Pemilihan Moda
1.3.2 Rute Transportasi
2. Transportasi Dan Tata Guna Lahan
2.1 Pengertian Transportasi
2.2 Pengertian Tata Guna Lahan
2.3 Hubungan Transportasi Dan Tata Guna Lahan
2.4 Analisis Hubungan Transportasi Dan Tata Guna Lahan
2.5 Hubungan Transportasi Dengan Rtrw
3. Pengertian Sistem
3.1 Sistem Transportasi
3.1.1 Sistem Kegiatan
3.1.2 Sistem Jaringan
3.1.3 Sistem Pergerakan
3.2 Analisis Hubungan Sistem Aktivitas, Sistem Jaringan Dan Sistem
Pergerakan Terhadap Sistem Kelembagaan.
3.3 Kebijakan Sistem Transportasi
4. Permodelan Transportasi
4.1 Konsep Pemodelan Bangkitan Perjalanan
4.1.1 Metode Analisa Regresi Linier
4.2 Konsep Permodelan Sebaran Pergerakan
4.2.1 Metode Analogi
4.2.2 Metode Seragam :
4.2.3 Metode Rata-Rata :
4.2.4 Metode Detroit
4.2.5 Metode Furness
4.2.6 Meetode Fratar

2
4.3 Konsep Permodelan Pemilihan Moda
4.4 Konsep Permodelan Pemilihan Rute
4.4.1 Pembebanan Equilibrium
5. Perhitungan Model Transportasi
5.1 Perhitungan Bangkitan Transportasi
5.1.1 Studi Kasus
5.1.2 Tarikan Perjalanan Di Hari Minggu
5.1.3 Tarikan Perjaanan Di Hari Kerja
5.1.4 Bangkitan Perjalanan Di Hari Minngu
5.1.5 Bangkitan Perjalanan Di Hari Kerja
5.1.6 Kesimpulan
5.2 Perhitungan Sebaran Transportasi
5.3 Perhitungan Pemilihan Moda Transportasi
5.3.1 Uji Sensivitas
5.4 Perhitungan Pemilihan Rute Transportasi

3
1. KONSEP DASAR TRANSPORTASI

Konsep perencanaan transportasi yang paling populer adalah


Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap (Four Stages Transport
Model), yang terdiri dari:
1. Bangkitan dan tarikan pergerakan (Trip Generation)
2. Distribusi pergerakan lalu lintas (Trip Distribution)
3. Pemilihan moda (Modal choice/modal split)
4. Pembebanan lalu lintas (Trip assignment)

1.1 BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN


1.1.1 PENGERTIAN BANGKITAN DAN TARIKAN

Bangkitan dan tarikan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang


memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tataguna
lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu zona atau tata guna lahan.

4
Bangkitan lalu lintas ini mencakup:
􀂾 Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi (trip production)
􀂾 Lalu lintas yang menuju ke suatu lokasi (trip attraction)

Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalulintas berupa


jumlah kendaraan, orang, atau angkutan barang per satuan waktu, misalnya
kendaraan/jam. Kita dapat dengan mudah menghitung jumlah orang atau
kendaraan yang masuk atau keluar dari suatu luas tanah tertentu dalam satu hari
(atau satu jam) untuk mendapatkan bangkitan dan tarikan pergerakan. Bangkitan
dan tarikan lalulintas tersebut tergantung pada dua aspek tata guna lahan yaitu:
A. Tipe tataguna lahan
Dengan semakin beragamnya tipe tataguna lahan seperti permukiman,
perkantoran/pemerintahan, peribadatan, kesehatan, pendidikan, perdangan dan
jasa serta tipe tata guna lahan lainnya akan mempunyai suatu karakteristik
bangkitan yang berbeda pula seperti :
- jumlah arus lalu lintas
- jenis lalu lintas (pejalan kaki, truk, mobil)
- waktu yang berbeda (contoh: kantor menghasilkan lalu lintas pada pagi dan
sore).
B. Jumlah aktivitas dan intensitas pada tataguna lahan tersebut
Semakin tinggi tingkat penggunaan sebidang tanah, semakin tinggi pula
lalu lintas yang dihasilkan. Salah satu ukuran intensitas aktivitas adalah
kepadatannya.

5
Jumlah dan jenis lalulintas yang dihasilkan oleh setiap tata guna lahan merupakan
hasil dari fungsi parameter sosial dan ekonomi; seperti contoh di Amerika Serikat
(Black, 1978):

• 1 ha perumahan menghasilkan 60−70 pergerakan kendaraan per minggu;

• 1 ha perkantoran menghasilkan 700 pergerakan kendaraan per hari; dan

• 1 ha tempat parkir umum menghasilkan 12 pergerakan kendaraan per hari.

1.1.2 INTENSITAS AKTIVITAS TATA GUNA LAHAN DENGAN


BANGKITAN DAN TARIKAN

1
Bangkitan pergerakan bukan saja beragam dalam jenis tata guna lahan,
tetapi juga tingkat aktivitasnya. Semakin tinggi tingkat penggunaan sebidang
tanah, semakin tinggi pergerakan arus lalulintas yang dihasilkannya. Salah satu
ukuran intensitas aktivitas sebidang tanah adalah kepadatannya. Tabel 2.7
memperlihatkan bangkitan lalulintas dari suatu daerah permukiman yang
mempunyai tingkat kepadatan berbeda di Inggris

1
Tamin Ofyar Z. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi

6
Walaupun arus lalulintas terbesar yang dibangkitkan berasal dari daerah
permukiman di luar kota, bangkitan lalulintasnya terkecil karena intensitas
aktivitasnya (dihitung dari tingkat kepadatan permukiman) paling rendah. Karena
bangkitan lalulintas berkaitan dengan jenis dan intensitas perumahan, hubungan
antara bangkitan lalulintas dan kepadatan permukiman menjadi tidak linear.

1.2 DISTRIBUSI PERGERAKAN LALU LINTAS

Distribusi pergerakan lalu lintas adalah tahapan pemodelan yang


memperkirakan sebaran pergerakan yang meninggalkan suatu zona atau yang
menuju suatu zona. 

Untuk Setiap Pasangan Zona (ij), Berapa Arus dari zona (i) ke zona (j);
Distribusi pergerakan dapat direpresentasikan dalam bentuk garis keinginan
(desire line) atau dalam bentuk Matriks Asal Tujuan, MAT (origin-destination
matrix/O-D matrix).

7
Pola sebaran arus lalulintas antara zona asal i ke zona tujuan j adalah hasil
dari dua hal yang terjadi secara bersamaan, yaitu lokasi dan intensitas tata guna
lahan yang akan menghasilkan arus lalulintas, dan pemisahan ruang (Spatial
separation), interaksi antara dua buah tata guna lahan yang akan menghasilkan
pergerakan manusia dan/atau barang. Contohnya, pergerakan dari rumah
(permukiman) ke tempat bekerja (kantor, industri) yang terjadi setiap hari. Pola
distribusi lalu lintas antara zona asal dan tujuan adalah hasil dari dua hal yang
terjadi secara bersamaan yaitu:
􀂙 Lokasi dan intensitas tataguna lahan yang akan menghasilkan lalu lintas
􀂙 Spatial separation (pemisahan ruang), interaksi antara 2 buah tataguna lahan
akan menghasilkan pergerakan.

A. Intensitas tataguna tanah


Makin tinggi tingkat aktivitas suatu tataguna tanah, makin tinggi
kemampuannya menarik lalu lintas.
Contoh: Supermarket menarik lalu lintas lebih banyak dibandingkan rumah sakit
(untuk luas yang sama).
B. Spatial separation
Jarak antara dua buah tata guna lahan merupakan batas pergerakan. Jarak
yang jauh atau biaya yang besar akan membuat pergerakan antara dua buah tata
guna lahan menjadi lebih sulit (aksesibilitas rendah). Oleh karena itu, pergerakan
arus lalulintas cenderung meningkat jika jarak antara kedua zonanya semakin
dekat. Hal ini juga menunjukkan bahwa orang lebih menyukai perjalanan pendek
daripada perjalanan panjang. Pemisahan ruang tidak hanya ditentukan oleh jarak,

8
tetapi oleh beberapa ukuran lain, misalnya hambatan perjalanan yang diukur
dengan waktu dan biaya yang diperlukan.

C. Spatial separation dan intensitas tataguna lahan


Daya tarik suatu tata guna lahan akan berkurang dengan meningkatnya
jarak (dampak pemisahan ruang). Tata guna lahan cenderung menarik pergerakan
lalulintas dari tempat yang lebih dekat dibandingkan dengan dari tempat yang
lebih jauh. Pergerakan lalulintas yang dihasilkan juga akan lebih banyak yang
berjarak pendek daripada yang berjarak jauh. Interaksi antardaerah sebagai fungsi
dari intensitas setiap daerah dan jarak antara kedua daerah tersebut dapat dilihat
pada tabel

Jaringan transportasi dapat menyediakan sarana untuk memecahkan


masalah jarak tersebut (misalnya perbaikan sistem jaringan transportasi akan
mengurangi waktu tempuh dan biaya sehingga membuat seakan-akan jarak antara
kedua tata guna lahan atau aktivitas tersebut menjadi semakin dekat). Sistem
transportasi dapat mengurangi hambatan pergerakan dalam ruang, tetapi tidak
mengurangi jarak. Jarak hanya bisa diatasi dengan memperbaiki sistem jaringan
transportasi. Oleh karena itu, jumlah pergerakan lalulintas antara dua buah tata
guna lahan tergantung dari intensitas kedua tata guna lahan dan pemisahan ruang
(jarak, waktu, dan biaya) antara kedua zonanya. Sehingga, arus lalulintas antara
dua buah tata guna lahan mempunyai korelasi positif dengan intensitas tata guna
lahan dan korelasi negatif dengan jarak.

9
1.3 PEMILIHAN MODA DAN RUTE TRANSPORTASI
1.3.1 PEMILIHAN MODA

Jika terjadi interaksi antara dua tataguna tanah, seseorang akan


memutuskan bagaimana interaksi tersebut dilakukan. Biasanya interaksi tersebut
mengharuskan terjadinya perjalanan. Dalam kasus ini keputusan harus
ditentukan dalam hal pemilihan moda yang mana:

A. Pilihan pertama biasanya antara jalan kaki atau menggunakan kendaraan.


B. Jika kendaraan harus digunakan, apakah kendaraan pribadi (sepeda, sepeda
motor, mobil, dll) atau angkutan umum (bus, becak, dll).
C. Jika angkutan umum yang digunakan, jenis apa yang akan digunakan (angkot,
bus, kereta api, pesawat, dll).

Pemilihan moda transportasi sangat tergantung dari:


1. Tingkat ekonomi/income ->  kepemilikan
2. Biaya transport
Orang yang mempunyai satu pilihan moda disebut
dengan captive terhadap moda tersebut. Jika terdapat lebih dari satu moda, moda
yang dipilih biasanya yang mempunyai rute terpendek, tercepat atau termurah,
atau kombinasi ketiganya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah
ketidaknyamanan dan keselamatan.

1.3.2 RUTE TRANSPORTASI

Semua yang telah diterangkan dalam pemilihan moda juga dapat


digunakan untuk pemilihan rute. Untuk angkutan umum, rute ditentukan
berdasarkan moda transportasi (bus dan kereta api mempunyai rute yang tetap).
Dalam kasus ini, pemilihan moda dan rute dilakukan bersama-sama. Untuk
kendaraan pribadi, diasumsikan bahwa orang akan memilih moda transportasinya
dulu, baru rutenya. Seperti pemilihan moda, pemilihan rute tergantung pada
alternatif terpendek, tercepat, dan termurah, dan juga diasumsikan bahwa pemakai
jalan mempunyai informasi yang cukup (misalnya tentang kemacetan jalan)
sehingga mereka dapat menentukan rute yang terbaik.

10
1. TRANSPORTASI DAN TATA GUNA LAHAN
2.1 PENGERTIAN TRANSPORTASI

Mengenai definisi Transportasi adalah perpindahan atau pergerakan orang,


barang, informasi, untuk tujuan spesifik dari area atau satu tempat ketempat lain.
Transporasi merupakan sebagai sesuatu hal yang berhubungan dengan
pemindahan orang atau barang dari suatu tempat asal ke tempat tujuan. Menurut
Morlok(1978), dalam pengertian yang lengkap, transportasi didefinisikan sebagai”
suatu tindakan, proses atau hal yang sedang dipindahkan dari suatu tempat
ketempat lain”. Pada prinsipnya, fungsi transportasi adalah untuk menghubungkan
orang dengan tata guna lahan, pengikat kegiatan dan memberikan kegunaan
tempat dan waktu untuk komoditi yang diperlukan.

2.2 PENGERTIAN TATA GUNA LAHAN

Menurut Vink (1975), ”Lahan merupakan suatu wilayah tertentu di atas


permukaan bumi, khususnya meliputi semua benda penyusun biosfer yang dapat
dianggap bersifat menetap atau berpindah berada di atas dan di bawah wilayah
tersebut, meliputi atmosfer, tanah, batuan induk, topografi, air, tumbuhan-
tumbuhan, binatang, serta akibat-akibat kegiatan manusia pada masa lalu maupun
sekarang, yang semuanya memiliki pengaruh nyata terhadap tata guna lahan oleh
manusia, pada masa sekarang maupun masa yang akan datang”. Lahan merupakan

11
bagian permukaan bumi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia terbentuk
secara komplek oleh faktor-faktor fisik maupun non fisik yang terdapat di atasnya.
Sedangkan definisi tata guna Lahan menurut Malingreau (1978),
”Pengunaan Lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara
menetap ataupun berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya alam
dan buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk
mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual, ataupun kebutuhan kedua-
duanya”.

2.3 HUBUNGAN TRANSPORTASI DAN TATA GUNA LAHAN

Sistem transportasi perkotaan terdiri dari berbagai aktivitas seperti bekerja,


sekolah, olahraga, belanja, dan bertamu yang berlangsung di atas sebidang tanah
(kantor, pabrik, pertokoan, rumah, dan lain-lain). Potongan lahan ini biasa disebut
tata guna lahan. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perjalanan
di antara tata guna lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan
transportasi (misalnya berjalan kaki atau naik bus). Hal ini menimbulkan
pergerakan arus manusia, kendaraan, dan barang.

Pergerakan arus manusia, kendaraan, dan barang mengakibatkan berbagai


macam interaksi. Terdapat interaksi antara pekerja dan tempat mereka bekerja,
antara ibu rumah tangga dan pasar, antara pelajar dan sekolah, dan antara pabrik
dan lokasi bahan mentah serta pasar. Beberapa interaksi dapat juga dilakukan
dengan telepon atau surat (sangat menarik untuk diketahui bagaimana sistem
telekomunikasi yang lebih murah dan lebih canggih dapat mempengaruhi
kebutuhan lalulintas di masa mendatang). Akan tetapi, hampir semua interaksi
memerlukan perjalanan, dan oleh sebab itu menghasilkan pergerakan arus
lalulintas. Sasaran umum perencanaan transportasi adalah membuat interaksi
tersebut menjadi semudah dan seefisien mungkin.

12
Cara perencanaan transportasi untuk mencapai sasaran umum itu antara
lain dengan menetapkan kebijakan tentang hal berikut ini

A. Sistem kegiatan

Rencana tata guna lahan yang baik (lokasi toko, sekolah, perumahan,
pekerjaan, dan lain-lain yang benar) dapat mengurangi kebutuhan akan perjalanan
yang panjang sehingga membuat interaksi menjadi lebih mudah. Perencanaan tata
guna lahan biasanya memerlukan waktu cukup lama dan tergantung pada badan
pengelola yang berwewenang untuk melaksanakan rencana tata guna lahan
tersebut.

B. Sistem jaringan

Hal yang dapat dilakukan misalnya meningkatkan kapasitas pelayanan


prasarana yang ada: melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru, dan lain-
lain.

C. Sistem pergerakan

Hal yang dapat dilakukan antara lain mengatur teknik dan manajemen
lalulintas (jangka pendek), fasilitas angkutan umum yang lebih baik (jangka
pendek dan menengah), atau pembangunan jalan (jangka panjang).

Jika membicarakan dan mengaitkan Landuse dan transportasi maka kedua


hal tersebut berhubungan sangat kuat, sehingga hal ini dianggap membentuk satu
landuse transport system. Agar landuse dapat terwujud dengan baik maka
kebutuhan transportasinya harus terpenuhi dengan baik pula. Sistem transportasi
yang macet tentunya akan menghalangi aktivitas landuse itu sendiri. Sebaliknya,
transportasi yang tidak melayani suatu landuse akan menjadi sia-sia dan tidak
termanfaatkan.

Penggunaan lahan adalah hasil akhir dari aktivitas dan dinamika kegiatan
manusia dipermukaan bumi yang bukan berarti berhenti namun tetap masih
berjalan (dinamis). Secara umum penggunaan lahan di Indonesia merupakan
akibat nyata dari suatu proses yang lama dari adanya interaksi yang tetap,

13
keseimbangan dan dinamis, antara aktifitasaktifitas penduduk diatas lahan, dan
keterbatasan-keterbatasan di dalam lingkungan tempat hidup mereka.

2
Landuse juga merupakan pemicu bangkitnya arus lalulintas yang mana
bisa kita lihat dari gambar di bawah ini

Perubahan fungsi dari lahan akan menaikan/membangkitkan perjalanan ke


tempat tersebut, dampaknya akan menaikan kebutuhan akan
transportasi/lalulintas. Untuk itu perlu penambahan fasilitas transportasi (angkutan
umum dll), selanjutnya dengan adanya penambahan fasilitas transportasi akan
memberikan kemudahan asesibilitas ke tempat tersebut. Dengan fasilitas dan
kemudahan akses yang ada nilai tanah tersebut jadi tinggi, tanah jadi mahal.
Dengan makin mahalnya tanah yang ada maka akan terjadi perubahan fungsu
lahan yang mana disitu akan berulang lagi siklus seperti di atas.

Tata guna lahan ini sangat dominan pada pergerakan yang sifatnya Spasial
(ruang terbatas). Pergerakan yang spasial sangat ditentukan oleh letak:

1. Daerah permukiman
2. Daerah industri
3. Daerah pertanian
2
Slideshare. Sistem Transportasi. Diperoleh pada 03 September 2018, dari
https://www.slideshare.net/muhammadalwaigami/sistem-transportasi-24710816

14
Transportasi (pergerakan orang dan barang) akan berkisar pada tiga daerah
tersebut. Orang bekerja ke daerah industri dan sore hari pulang kerumah,
demikian juga barang/hasil pertanian dan lainya yang dibawa ke pabrik untuk di
olah dan hasilnya dipasrkan ke daerah permukiman sebagai konsumen. Para
pekerja akan cenderung bertempat tinggal mendekati tempat kerjanya untuk
mengurang biaya transportasi karena makin jauh jarak kerjanya makin besar biaya
transportasi yang harus dikeluarkan. Dengan demikian terjadi urbanisasi.
Sebaliknya tanah di kota semakin mahal orang mencari lahan untuk kantor/pabrik
cenderung keluar kota, sehingga terjadi juga des-urbanisasi.

TP. Kerja Baru

TP. Tinggal TP. Kerja

Selain pergerakan spasial ada juga pergerakan yang tidak dibatasi ruang
yaitu pergerakan yang didasari sebab terjadinya pergerakan seperti salah satunya
sosial budaya.

Dalam sistem transportasi, tata guna lahan merupakan salah satu hal yang
mempunyai pengaruh besar. Letak daerah permukiman, pertanian, industri dan
lainya yang berbeda setiap daerah menghasilkan pola dan karakteristik
pergerakan/transportasi yang berbeda pula masing-masing daerah. Perubahan dan
perkembangan daerah baru akan menimbulkan arus pergerakan orang dan barang.
Artinya timbul transportasi baru untuk melayani daerah tersebut. Termasuk dalam
hal ini adalah pemekaran kota sebagai akibat bertambahnya jumlah penduduk dan
aktifitas manusia.

Guna Lahan 1 Guna Lahan 2


Transportadi

15
Konsep:

Konsep yang digunakan dalam interaksi antara guna lahan dan transportasi adalah
seperti berikut.

A. Guna lahan dan fasilitas transportaSi merupakan sistem tertutup


B. Kegiatan guna lahan memerlukan pengadaan prasaran transportasi
C. Sedang pengadaan prasaran transportasi mendorong timbulnya kegiatan
guna lahan.
D. Besarnya lalu lintas yang terjadi tergantung tingkat kegiatan guna lahan
dan karakteristik fisik fasilitas transportasi.

Dengan demikian seorang land use plannner dapat menghidupkan dan


mematikan suatu daerah dengan mengubah tata guna lahannya. Pengadaan saran
dan prasarana transportasi memacu timbulnya kegiatan guna lahan tampak pada
daerah yang baru dibuka, keramaian atau perkembangan terjadi disekitar jalan
baru. Pembutan jalan baru dapat memacu perkembangan daerah, demikian juga
sebaliknya keramaian suatu daerah atau pembangunan fasilitas umum baru ( mall,
pasar, campus dan lain-lain) akan menyebabkan dibukanya jalan baru. Oleh
karena itu pembangunan fasilitas umum yang baru pada daerah yang sudah padat
perlu hati-hati sebab akan mengakibatkan arus lalulintas

2.4 ANALISIS HUBUNGAN TRANSPORTASI DAN TATA GUNA


LAHAN

3
Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata
guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang
menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau
kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan
‘mudah’ atau ‘susah’nya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan
transportasi (Black, 1981). Pernyataan ‘mudah’ atau ‘susah’ merupakan hal yang
sangat ‘subjektif’ dan ‘kualitatif’. Mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi
orang lain, begitu juga dengan pernyataan susah. Oleh karena itu, diperlukan

3
Tamin Ofyar Z. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi

16
kinerja kuantitatif (terukur) yang dapat menyatakan aksesibilitas atau kemudahan.
Sedangkan mobilitas adalah suatu ukuran kemampuan seseorang untuk bergerak
yang biasanya dinyatakan dari kemampuannya membayar biaya transportasi. Ada
yang menyatakan bahwa aksesibilitas dapat dinyatakan dengan jarak.

Jika suatu tempat berdekatan dengan tempat lainnya, dikatakan


aksesibilitas antara kedua tempat tersebut tinggi. Sebaliknya, jika kedua tempat itu
sangat berjauhan, aksesibilitas antara keduanya rendah. Jadi, tata guna lahan yang
berbeda pasti mempunyai aksesibilitas yang berbeda pula karena aktivitas tata
guna lahan tersebut tersebar dalam ruang secara tidak merata (heterogen). Akan
tetapi, peruntukan lahan tertentu seperti bandara, lokasinya tidak bisa
sembarangan dan biasanya terletak jauh di luar kota (karena ada batasan dari segi
keamanan, pengembangan wilayah, dan lain-lain). Dikatakan aksesibilitas ke
bandara tersebut pasti akan selalu rendah karena letaknya yang jauh di luar kota.
Namun, meskipun letaknya jauh, aksesibilitas ke bandara dapat ditingkatkan
dengan menyediakan sistem jaringan transportasi yang dapat dilalui dengan
kecepatan tinggi sehingga waktu tempuhnya menjadi pendek. Oleh sebab itu,
penggunaan ‘jarak’ sebagai ukuran aksesibilitas mulai diragukan orang dan mulai
dirasakan bahwa penggunaan ‘waktu tempuh’ merupakan kinerja yang lebih baik
dibandingkan dengan ‘jarak’ dalam menyatakan aksesibilitas.

Dapat disimpulkan bahwa suatu tempat yang berjarak jauh belum tentu
dapat dikatakan mempunyai aksesibilitas rendah atau suatu tempat yang berjarak
dekat mempunyai aksesibilitas tinggi karena terdapat faktor lain dalam
menentukan aksesibilitas yaitu waktu tempuh. Beberapa jenis tata guna lahan
mungkin tersebar secara meluas (perumahan) dan jenis lainnya mungkin
berkelompok (pusat pertokoan). Beberapa jenis tata guna lahan mungkin ada di
satu atau dua lokasi saja dalam suatu kota seperti rumah sakit, dan bandara. Dari
sisi jaringan transportasi, kualitas pelayanan transportasi pasti juga berbeda-beda;
sistem jaringan transportasi di suatu daerah mungkin lebih baik dibandingkan
dengan daerah lainnya baik dari segi kuantitas (kapasitas) maupun kualitas
(frekuensi dan pelayanan). Contohnya, pelayanan angkutan umum biasanya lebih
baik di pusat perkotaan dan pada beberapa jalan utama transportasi dibandingkan
dengan di daerah pinggiran kota. Skema sederhana yang memperlihatkan kaitan

17
antara berbagai hal yang diterangkan mengenai aksesibilitas dapat dilihat pada
tabel

Apabila tata guna lahan saling berdekatan dan hubungan transportasi antar
tata guna lahan tersebut mempunyai kondisi baik, maka aksesibilitas tinggi.
Sebaliknya, jika aktivitas tersebut saling terpisah jauh dan hubungan
transportasinya jelek, maka aksesibilitas rendah. Beberapa kombinasi di antaranya
mempunyai aksesibilitas menengah.

2.5 HUBUNGAN TRANSPORTASI DENGAN RTRW

4
Sistem Kebutuhan akan Transportasi (KT) merupakan sistem pola
kegiatan tata guna lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi,
kebudayaan, dan lain-lain. Kegiatan dalam sistem ini membutuhkan pergerakan
sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap hari. Pergerakan
yang meliputi pergerakan manusia dan/atau barang itu jelas membutuhkan moda
(sarana) transportasi dan media (prasarana) tempat moda transportasi tersebut
bergerak. Prasarana transportasi yang diperlukan itu merupakan sistem
transportasi mikro yang kedua, yang meliputi sistem jaringan jalan raya dan
kereta api, terminal bus dan stasiun kereta api, serta bandara dan pelabuhan laut.
Peranan sistem jaringan transportasi sebagai prasarana perkotaan mempunyai dua
tujuan utama:

 sebagai alat untuk mengarahkan pembangunan perkotaan;


 sebagai prasarana bagi pergerakan orang dan barang yang timbul
akibat adanya kegiatan di daerah perkotaan tersebut.

Interaksi antara sistem Kebutuhan akan Transportasi dan sistem Prasarana


Transportasi ini akan menghasilkan pergerakan manusia dan/atau barang dalam

4
Tamin Ofyar Z. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi

18
bentuk pergerakan kendaraan dan/atau orang (pejalan kaki). Sistem pergerakan
yang aman, cepat, nyaman, murah, handal, dan sesuai dengan lingkungannya
dapat tercipta jika sistem pergerakan tersebut diatur oleh sistem Rekayasa dan
Manajemen Lalulintas yang baik. Kemacetan yang sering terjadi di kota besar di
Indonesia biasanya disebabkan oleh kebutuhan akan transportasi yang lebih besar
dibandingkan dengan prasarana transportasi yang tersedia tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Sistem Kebutuhan akan Transportasi (KT), Prasarana
Transportasi (PT), Rekayasa dan Manajemen Lalulintas (RL dan ML) saling
mempengaruhi Perubahan sistem KT jelas mempengaruhi sistem PT melalui
perubahan pada tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu juga, perubahan
sistem PT dapat mempengaruhi sistem KT melalui peningkatan mobilitas dan
aksesibilitas sistem pergerakan. Selain itu, sistem RL dan ML berperanan penting
dalam menampung sistem pergerakan agar tercipta sistem pergerakan yang aman,
cepat, nyaman, murah, handal, dan sesuai dengan lingkungan, yang akhirnya juga
pasti mempengaruhi sistem KT dan PT.

Ketiga sistem transportasi mikro ini saling berinteraksi satu dengan yang
lainnya yang terkait dalam suatu sistem transportasi makro. Untuk menjamin
terwujudnya suatu sistem pergerakan yang aman, nyaman, lancar, murah, dan
sesuai dengan lingkungannya, terdapat satu sistem mikro lainnya yang perlu
diperhatikan yaitu Sistem Kelembagaan (KL) yang terdiri beberapa individu,
kelompok, lembaga, instansi pemerintah serta swasta yang terlibat dalam
masingmasing sistem mikro tersebut. Di Indonesia sistem kelembagaan (instansi)
yang berkaitan dengan masalah transportasi adalah:

• Sistem Kegiatan: BAPPENAS, BAPPEDA, BANGDA, PEMDA

• Sistem Jaringan: Departemen Perhubungan (Darat, Laut, Udara), Bina


Marga • Sistem Pergerakan: DLLAJ, Organda, Polantas, masyarakat
Bappenas,

Bappeda, Bangda, dan Pemda berperanan sangat penting dalam


menentukan sistem KT melalui kebijakan, baik wilayah, regional maupun
sektoral. Kebijakan sistem PT secara umum ditentukan oleh Departemen
Perhubungan, baik darat, laut, maupun udara serta Departemen PU melalui

19
Direktorat Jenderal Bina Marga. Sistem RL dan ML ditentukan oleh DLLAJ,
Dephub, Polantas, masyarakat sebagai pemakai jalan dan lain-lain. Kebijakan
yang diambil tentunya dapat dilaksanakan dengan baik melalui penerapan
peraturan yang secara tidak langsung juga memerlukan sistem penegakan hukum
yang baik. Jadi, secara umum dapat disebutkan bahwa pemerintah, swasta dan
masyarakat seluruhnya dapat berperan mengatasi masalah dalam sistem
transportasi perkotaan ini, terutama dalam hal mengatasi kemacetan. Keterkaitan
antara kebijaksanaan Sistem KT dengan Sistem PT pada berbagai tingkat dapat
diperlihatkan pada gambar

2. Pengertian Sistem

Sistem adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling


berkaitan. Dalam setiap organisasi sistem, perubahan pada satu komponen dapat
menyebabkan perubahan pada komponen lainnya. Dalam sistem mekanis,
komponen berhubungan secara ‘mekanis’, misalnya komponen dalam mesin
mobil. Dalam sistem ‘tidakmekanis’, misalnya dalam interaksi sistem tata guna
lahan dengan sistem jaringan transportasi, komponen yang ada tidak dapat
berhubungan secara mekanis, akan tetapi perubahan pada salah satu komponen
(sistem ‘kegiatan’) dapat menyebabkan perubahan pada komponen lainnya
(sistem ‘jaringan’ dan sistem ‘pergerakan’). Pada dasarnya, prinsip sistem
‘mekanis’ sama saja dengan sistem ‘tidak-mekanis’.

20
3.1 Sistem Transportasi
3.1.1 Sistem Kegiatan

Sistem kegiatan atau tata guna lahan mempunyai jenis kegiatan tertentu
yang akan membangkitkan pergerakan dan akan menarik pergerakan dalam proses
pemenuhan kebutuhan. Sistem ini merupakan sistem pola kegiatan tata guna lahan
yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain.

Pendekatan terhadap system kegiatan ini sebenarnya sangat banyak macam


dan faktornya, namun pada pembahasan ini ditekankan pada aspek pola tata guna
lahan dalam suatu kota. Keterkaitan antara system kegiatan (model tata guna
lahan) dengan system transportasi dapat dilihat bahwa perencanaan transportasi
untuk masa yang akan datang selalu dimulai dari perubahan dan perkembangan
tata guna lahan. Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui perencanaan tata guna
lahan dalam merencanakan system angkutan. 
Tata guna tanah/lahan perkotaan adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menunjukkan pembagian dalam ruang dari peran kota; kawasan tempat tinggal,
kawasan tempat kerja, kawasan tempat rekreasi dst.  Pola distribusi kegiatan guna
lahan pada saat sekarang sangat tidak teratur diakibatkan banyaknya rencana kota
yang diabaikan karena alasan ekonomi.

3.1.2 Sistem Jaringan

Sistem jaringan merupakan moda transportasi (sarana) dan media


(prasarana/infrastruktur) tempat mode bergerak. Sistem jaringan meliputi jaringan
jalan raya, kereta api, terminal bis, stasiun kereta api, bandara dan pelabuhan laut.

Jaringan jalan merupakan suatu kesatuan jalan yang mengikat dan


menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam
pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki. System jaringan jalan
dengan peranan pelayanan, jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah
ditingkat nasional dengan simpul jasa distribusi disebut jaringan jalan primer, dan
system jaringan jalan dengan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam
kota membentuk system jaringan jalan sekunder. 

21
Transport jalan raya seringkali dikatakan sebagai urat nadi bagi kehidupan
dan perkembangan ekonomi, social, dan mobilitas penduduk yang tumbuh
mengikuti maupun mendorong perkembangan yang terjadi pada berbagai sector
dan bidang kehidupan tersebut. Dalam hubungan ini transportasi khususnya
transportasi jalan raya, menjalankan dua fungsi, yaitu sebagai unsur penting yang
melayani kegiatan-kegiatan yang sudah/sedang berjalan (the servicing function)
dan sebagai unsur penggerak penting dalam proses pembangunan (the promoting
function). (Kamaluddin, 2003: 53). 

3.1.3 Sistem Pergerakan

Sistem pergerakan yang ditimbulkan karena interaksi antara sistem kegiatan


dan sistem jaringan. Sistem pergerakan yang ada merupakan sistem pergerakan
orang dan manusia.

3.2 Analisis Hubungan Sistem Aktivitas, Sistem Jaringan Dan Sistem


Pergerakan Terhadap Sistem Kelembagaan.

Untuk lebih memahami dan mendapatkan alternatif pemecahan masalah


yang terbaik, perlu dilakukan pendekatan secara sistem − sistem transportasi
dijelaskan dalam bentuk sistem transportasi makro yang terdiri dari beberapa
sistem transportasi mikro. Sistem transportasi secara menyeluruh (makro) dapat
dipecahkan menjadi beberapa sistem yang lebih kecil (mikro) yang masing-
masing saling terkait dan saling mempengaruhi seperti terlihat pada gambar

22
Sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan akan saling
mempengaruhi seperti terlihat pada gambar 2.2. Perubahan pada sistem kegiatan
jelas akan mempengaruhi sistem jaringan melalui perubahan pada tingkat
pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu juga perubahan pada sistem jaringan
akan dapat mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan
aksesibilitas dari sistem pergerakan tersebut. Selain itu, sistem pergerakan
memegang peranan penting dalam menampung pergerakan agar tercipta
pergerakan yang lancar yang akhirnya juga pasti mempengaruhi kembali sistem
kegiatan dan sistem jaringan yang ada dalam bentuk aksesibilitas dan mobilitas.
Ketiga sistem mikro ini saling berinteraksi dalam sistem transportasi makro.

Sesuai dengan GBHN 1993, dalam usaha untuk menjamin terwujudnya


sistem pergerakan yang aman, nyaman, lancar, murah, handal, dan sesuai dengan
lingkungannya, maka dalam sistem transportasi makro terdapat sistem mikro
tambahan lainnya yang disebut sistem kelembagaan yang meliputi individu,
kelompok, lembaga, dan instansi pemerintah serta swasta yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung dalam setiap sistem mikro tersebut.

Di Indonesia, sistem kelembagaan yang berkaitan dengan masalah


transportasi secara umum adalah sebagai berikut.

• Sistem kegiatan : Bappenas, Bappeda Tingkat I dan II, Bangda, Pemda

• Sistem jaringan : Departemen Perhubungan (Darat, Laut, Udara), Bina


Marga

• Sistem pergerakan : DLLAJ, Organda, Polantas, masyarakat

Bappenas, Bappeda, Bangda, dan Pemda memegang peranan yang sangat


penting dalam menentukan sistem kegiatan melalui kebijakan baik yang berskala
wilayah, regional, maupun sektoral. Kebijakan sistem jaringan secara umum
ditentukan oleh Departemen Perhubungan baik darat, laut, maupun udara serta
Departemen PU melalui Direktorat Jenderal Bina Marga. Sistem pergerakan
ditentukan oleh DLLAJ, Organda, Polantas dan masyarakat sebagai pemakai
jalan.

23
Kebijakan yang diambil tentunya dapat dilaksanakan dengan baik melalui
peraturan yang secara tidak langsung juga memerlukan sistem penegakan hukum
yang baik pula. Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa pemerintah, swasta, dan
masyarakat berperan dalam mengatasi masalah sistem transportasi ini, terutama
masalah kemacetan.

3.3 Kebijakan Sistem Transportasi

Sasaran umum perencanaan transportasi adalah membuat interaksi tersebut


menjadi semudah dan seefisien mungkin. Cara perencanaan transportasi untuk
mencapai sasaran umum itu antara lain dengan menetapkan kebijakan tentang hal
berikut ini.

 Sistem kegiatan

Kebijakan yang dapat dilakukan dalam sistem kegiatan yaitu rencana tata
guna lahan yang baik (lokasi toko, sekolah, perumahan, pekerjaan, dan lain-lain
yang benar) dapat mengurangi kebutuhan akan perjalanan yang panjang sehingga
membuat interaksi menjadi lebih mudah. Perencanaan tata guna lahan biasanya
memerlukan waktu cukup lama dan tergantung pada badan pengelola yang
berwewenang untuk melaksanakan rencana tata guna lahan tersebut.

 Sistem jaringan

Kebijakan sistem jaringan yang dapat dilakukan agar berkurangnya


permasalahan-permasalahan lalu lintas misalnya meningkatkan kapasitas
pelayanan prasarana yang ada: melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru,
dan lain-lain.

 Sistem pergerakan

Hal yang dapat dilakukan dalam mengurangi permasalahan sistem


pergerakan antara lain mengatur teknik dan manajemen lalulintas (jangka
pendek), fasilitas angkutan umum yang lebih baik (jangka pendek dan menengah),
atau pembangunan jalan (jangka panjang).

24
3. PERMODELAN TRANSPORTASI
3.1 Konsep Pemodelan Bangkitan Perjalanan
Model dapat didefenisikan sebagai alat bantu atau media yang dapat
digunakan untuk mencerminkan dan menyederhanakan suatu realita (dunia
sebenarnya) secara terukur (Tamin, 1997), termasuk diantaranya:

 Model fisik
 Peta dan diagram (grafik)
 Model statistika dan matematika (persamaan)

3.1.1 Metode analisa Regresi Linier


Metode analisa ini merupakan salah satu dari model-model yang
tergabung di dalam model statistik-matematika. Metode ini merupakan alat
analisa statistik yang menganalisis faktor-faktor penentu yang menimbulkan suatu
kejadian atau kondisi tertentu yang diamati, sekaligus menguji sejauh manakah
kekuatan faktor-faktor penentu yang dimaksud berhubungan dengan kondisi yang
ditimbulkan. (Miro, 2005).

Ada 2 (dua) bentuk metode analisis regresi linier, yaitu:

A. Analisa Regresi Linier Sederhana


Persamaan:
Y = a + bx + e.........................................................................(1)

Dimana:

Y = variabel terikat yang akan diramalkan (dependent variable) atau


dalam studi transportasi berupa jumlah perjalanan (lalu lintas) manusia,
kendaraan, dan barang dari titik asal ke titik tujuan yang akan
diperkirakan.

x= variabel-variabel bebas (independent variable) berupa seluruh atau


faktor yang dimasukkan ke dalam model dan yang mungkin berpengaruh
terhadap timbulnya jumlah perjalanan (lalu lintas) seperti, jumlah

25
penduduk, tingkat kepemilikan kendaraan, pendapatan pekerja, luas
toko/pabrik dan lain-lain atau disebut juga dengan explanatory variable.

a = parameter konstanta (constant parameter) yang artinya, kalau seluruh


variabel bebas ( s/d ) tidak menunjukkan perubahan atau tetap atau
sama dengan nol, maka Y atau jumlah perjalanan diperkirakan akan
sama dengan a.

b = parameter koefisien (coefficient parameter) berupa nilai yang akan


dipergunakan untuk meramalkan Y.

e = nilai kesalahan yang mewakili seluruh faktor-faktor yang kita


anggap tidak mempengaruhi (disturbance terms).

B. Analisa Regresi Linier Berganda


Persamaan:

Y = a + b1x1 + b2x2 + ... + bnxn + e……...........................(2)

Dimana:
Y = variabel terikat yang akan diramalkan (dependent variable) atau
dalam studi transportasi berupa jumlah perjalanan (lalu lintas)
manusia, kendaraan, dan barang dari titik asal ke titik tujuan yang
akan diperkirakan.

x1,..xn = nvariabel-variabel bebas (independent variable) berupa seluruh


atau faktor yang dimasukkan ke dalam model dan yang mungkin
berpengaruh terhadap timbulnya jumlah perjalanan (lalu lintas) seperti,
jumlah penduduk, tingkat kepemilikan kendaraan, pendapatan pekerja,
luas toko/pabrik dan lain-lain atau disebut juga dengan explanatory
variable.

a = parameter konstanta (constant parameter) yang artinya, kalau


seluruh variabel bebas ( s/d ) tidak menunjukkan perubahan atau tetap

26
atau sama dengan nol, maka Y atau jumlah perjalanan diperkirakan
akan sama dengan a.

b1,b2,..bn = parameter koefisien (coefficient parameter) berupa nilai


yang akan dipergunakan untuk meramalkan Y.

e = nilai kesalahan yang mewakili seluruh faktor-faktor yang kita


anggap tidak mempengaruhi (disturbance terms).

Ada beberapa tahapan dalam pemodelan dengan metode analisis regresi


linier berganda (dikutip Simbolon, 2011 dari Algifari, 2000), adalah sebagai
berikut :

a. Tahap pertama adalah analisis bivariat, yaitu analisis uji korelasi


untuk melihat hubungan antar variabel yaitu variabel terikat dengan variabel
bebas. Variabel bebas harus mempunyai korelasi tinggi terhadap variabel terikat
dan sesama variabel bebas tidak boleh saling berkorelasi. Apabila terdapat
korelasi diantara variabel bebas, pilih salah satu yang mempunyai nilai korelasi
yang terbesar utuk mewakili.
b. Tahap kedua adalah analisis multivariat, yaitu analisis untuk
mendapatkan model yang paling sesuai (fit) menggambarkan pengaruh satu atau
beberapa variabel bebas terhadap variabel terikatnya, dapat digunakan analisis
regresi linear berganda (Multiple Linear Regression Analysis).

Analisis regresi linear berganda (Multiple Linear Regression Analysis)


yaitu suatu cara yang dimungkinkan untuk melakukan beberapa proses iterasi
dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Pada langkah awal adalah memilih variabel bebas yang mempunyai


korelasi yang besar dengan variabel terikatnya.
2. Pada langkah berikutnya menyeleksi variabel bebas yang saling
berkorelasi, jika ada antara variabel bebas memiliki korelasi besar maka untuk ini
dipilih salah satu, dengan kata lain korelasi harus kecil antara sesama variabel
bebas.

27
3. Pada tahap akhir memasukkan variabel bebas dan variabel terikat ke dalam
persamaan model regresi linear berganda:
Y = a + b1 X1 + b2 X2 …….. + bn Xn…………………………… (3)

Dimana:

Y = variabel terikat (jumlah produksi perjalanan), terdiri dari:

a = konstanta (angka yang akan dicari)

b1,b2….bn = koefisien regresi (angka yang akan dicari)

X1, X2 … Xn = variabel bebas (faktor-faktor berpengaruh)

3.2 KONSEP PERMODELAN SEBARAN PERGERAKAN

Bagian ini merupakan tahapan permodelan yang memperkirakan sebaran


pergerakan yang meninggalkan suatu zona atau yang menuju suatu zona.
Meskipun demikian, trip distribution sering disebut dengan production-attraction
pairs dibandingkan origin-destination pairs. Model distribusi ini merupakan suatu
pilihan jalan menuju destinasi yang diinginkan, biasanya direpresentasikan dalam
bentuk garis keinginan (desire line) atau dalam bentuk matriks asal tujuan
(MAT). Pola distribusi lalu lintas antara zona asal dan tujuan adalah hasil dari dua
hal yang terjadi secara bersamaan yakni lokasi dan intensiatas tata guna lah dan
interaksi antara 2 buah tata guna lahan. Tahap 2 ini juga menentukan apakah tipe
penghubung tersebut terpusat satu jalur atau tersebar. Biasanya factor paling
menentukan dari trip distribution adalahspatial separation dan biaya. Tata guna

28
tanah cenderung menarik lalu lintas dari tempat yang lebih dekat dibandingkan
dengan tempat yang jauh.

4.2.1 Metode Analogi 


Suatu nilai pertumbuhan yang digunakan pada data di masa sekarang
untuk mendapatkan data di masa mendatang.
Persamaan umumnya : Tid = tid . E

Keterangan :
Tid = pergerakan pada masa mendatang dari zona asal i ke zona tujuan d
tid = pergerakan pada masa sekarang dari zona asal i ke zona tujuan d
E= tingkat pertumbuhan

4.2.2 Metode Seragam :

Tid = tid . E
Dimana E = T/t

Keterangan :
T = Total pergerakan pada masa mendatang di dalam daerah kajian
t = Total pergerakan pada masa sekarang di dalam daerah kajian
E = angka Pertumbuhan

29
4.2.3 Metode Rata-rata :

Tid = tid . (Ei + Ed) / 2


Ei = Ti/ti dan Ed = Td/td 

Ketrerangan : 
Ei, Ed = tingkat pertumbuhan zona i dan d
Ti, Td = total pergerakan masa mendatang yang berasal dari zona asal I atau yang
menuju ke zona tujuan d
ti, td = total pergerakan masa sekarang yang berasal dari zona asal I atau yang
menuju ke zona tujuan d

4.2.4 Metode Detroit


Proses perhitungan dengan Metode Detroit prinsipnya mirip dengan
metode rata2, tetapi mempunyai asumsi bahwa walau jumlah pergerakan dari zona
i meningkat sesuai dengan tingkat pertumbuhan Ei pergerakan ini harus juga
disebar ke zona d sebanding dengan Ed dibagi dengan tingkat pertumbuhan global
(E) 
Rumus Umum: T id = t id (Ei . E d)/ E

4.2.5 Metode Furness 


sebaran pergerakan pada saat sekarang diulangi ke total pergerakan pada
masa mendatang secara bergantian antara total penjumlahan pergerakan (baris dan
kolom) 
Rumus Umum Metode Furness : T id = t id. E i 

Tahap perhitungan: pergerakan awal (masa sekarang) dikalikan dengan


tingkat pertumbuhan zona asal, hasilnya dikalikan dengan tingkat pertumbuhan
zona tujuan dan zona asal secara bergantian, sampai total sel untuk setiap arah
(baris dan koalom) sama dengan total sel MAT yang direncanakan 

30
4.2.6 Meetode Fratar 
Asumsi dasar :

 sebaran pergerakan dari zona asal pada masa mendatang


sebanding dengan sebaran pergerakan pada masa sekarang
 sebaran pergerakan pada masa mendatang dimodifikasi dengan
nilai tingkat pertumbuhan zona tujuan pergerakan tersebut.

Secara matematis : Tid = tid . Ei. Ed. (Li+Ld)/2 

3.3 KONSEP PERMODELAN PEMILIHAN MODA


Setelah adanya bangkitan dan pemilihan tipe distribusi, tahapan model
transportasi selanjutnya adalah memilih bagaimana interaksi
dari productiondan attraction itu dilakukan. Pemilihan moda transportasi
bergantung dari tingkat ekonomi dari pemilik tata guna lahan dan biaya
transportasi dari moda angkutan. Orang dengan ekonomi tinggi cenderung
memilih mode angkutan pribadi dibandingkan mode angkutan umum. Jika
terdapat lebih dari satu moda, moda yang dipilih biasanya yang memiliki rute
terpendek, tercepat atau termurah, atau kombinasi ketiganya.

Ada dua kemungkinan situasi yang dihadapi dalam meramal pemilihan moda:

a. Moda yang ditinjau telah beroperasi (revealed preference method,


RP). Dalam kasus ini survei dilakukan berdasarkan prilaku pangsa
pasar, misalnya atas dasar zona-zona asal/tujuan yang ada, dan
menghubungkannya dengan besaran-besaran yang menerangkan
tentang atribut masing-masing moda.
b. Moda yang ditinjau tidak harus ada (Stated preference method, SP).
Dalam kasus ini survei dilakukan berdasarkan pertanyaan andaian
(hipotesis) yang dihubungkan dengan atribut-atribut moda yang
baru. Metoda ini banyak digunakan dalam riset pasar.

31
Model Pemilihan Moda Dan Kaitanny Dengan Model Lain

G : bangkitan pergerakan
MS : Pemilihan moda
A : Pemilihan rute
D : Sebaran pergerakan

32
Masa lalu banyak digunakan model jenis 1 dan 2 yaitu menempatkan
pemilihan moda bersama keputusan sama dan setelah bangkitan pergerakan. Model
ini menunjukkan variabel pemilihan moda dapat dijelaskan oleh karakteristik unit
bangkitan, misal ukuran rumah tangga atau karakteristik perorangan.

Namun, model jenis 1 dan 2 diatas mengakibatkan sukarnya penyertaan atribut


perjalanan dan moda di dalam model karena asumsi perilakunya dalam hal ini
menganggap bahwa tarikan zona tujuan tidak memiliki pengaruh apapun terhadap
pemilihan moda. Sehingga meningkatkan pelayanan angkutan umum, membatasi
parkir di pusat kota tidak akan berpengaruh terhadap pemilihan moda. Model jenis 2
disebut juga sebagai Trip-end Modal Split.

Karaketristik umum Trip-end Modal Split adalah:

 Banyak menggunakan variabel zona atau rumah tangga, misal:


pemilikan kendaraan, kerapatan pemukiman
 Ukuran karakteristik sistem transportasi dinyatakan dengan indeks
daya hubung
 Pre-distribusi.

Model jenis 3, pemilihan moda dilakukan bersamaan dengan distribusi perjalanan dan
merupakan cara yang sering digunakan dalam praktek peramalan angkutan perkotaan.
Model ini termasuk dalam kategori model sintesis karena tidak langsung kepada data
eksisting yang diperoleh dari unit yang dikaji. Black (1981) menjelaskan sebagai
berikut:

33
Model jenis 4 disebut juga Trip Interchange Modal Split (post distribution).
Pemilihan moda dilakukan setelah distribusi, hal ini menguntungkan karena dapat
menyertakan karakteristik perjalanan dan modanya kedalam model.

Salah satu kelemahan yang terdapat dalam model ini adalah modelnya hanya
dapat digunakan bagi mereka yang memiliki pilihan, dalam hal ini hanya choice rider
(bagi mereka yang memiliki mobil). Pada kenyataannya pemilihan moda bisa
merupakan pemilihan beberapa moda angkutan umum yang tersedia. Umumnya
model ini dinyatakan dalam kurva pembagian(diversion curve) yang berbentuk kurva
S

34
MSt = persentase yang menggunakan angkutan umum
It = hambatan transportasi dari i ke d dengan angkutan umum
Ia = hambatan transportasi dari i ke d dengan mobil pribadi
b = faktor yang dikalibrasi dari data survei.

3.4 KONSEP PERMODELAN PEMILIHAN RUTE


Pembebanan lalulintas (trip assignment) adalah suatu proses dimana
permintaan perjalanan (yang didapat dari tahap distribusi) dibebankan ke jaringan
jalan. Tujuan trip assignment adalah untuk mendapatkan arus di ruas jalan dan/atau
total perjalanan di dalam jaringan yang ditinjau.

Kurva Kecepatan – arus dan biaya - arus

Hubungan kecepatan-arus sangat sering digunakan dalam rekayasa lalulintas.


Konsep ini pada awalnya dikembangkan untuk ruas jalan yang panjang pada jalan
bebas hambatan.

35
Arus lalulintas meningkat Æ kecepatan cenderung menurun secara perlahan.

Arus mendekati kapasitas Æ penurunan kecepatan semakin besar.

Model pembebanan rute yang mempertimbangkan kemacetan memerlukan


beberapa persamaan (fungsi) yang cocok untuk mengubungkan atribut suatu ruas
jalan seperti kapasitas dan kecepatan arus bebas serta arus lalulintas dengan
kecepatan dan biaya yang dihasilkan. Hal dinyatakan dalam rumus berikut:

Cl = Cl ({V })

Biaya pada suatu ruas jalan l merupakan fungsi dari semua pergerakan V pada
jaringan jalan tersebut. Rumus cocok untuk daerah perkotaan yang memiliki interaksi
yang erat antara arus di ruas jalan dengan tundaan di ruas jalan yang lain. Namun bila
kita mempertimbangkan ruas jalan yang panjang, rumus tersebut dapat
disederhanakan menjadi:

Cl = Cl (Vl )

4.4.1 Pembebanan Equilibrium

Asumsi dasar dari pemodelan equilibrium adalah masing-masing pengemudi


mencoba untuk meminimumkan ongkos perjalanannya. Bagi pengemudi, ongkos dari
semua pilihan yang ada diasumsikan diketahui secara implisit dalam pemodelan.
Ongkos disini menunjukkan ongkos untuk penggunaan perjalanan, terkadang ongkos
ini untuk menunjukkan generalised cost, yakni kombinasi dari waktu tempuh, jarak

36
dan ongkos perjalanan lainnya seperti ongkos parkir, terminal, transit, ongkos
operasi, kenyamanan, kemudahan dan lain-lain.

Pembebanan dikatakan memenuhi prinsip Wardrop pertama jika semua rute


yang digunakan (untuk setiap pasang O – D) harus mempunyai biaya perjalanan yang
lebih kecil (minimum) atau sama dibandingkan dengan rute yang tidak digunakan.
Secara matematis prinsip tersebut dapat dinyatakan sebagai :

dimana cij* adalah biaya minimum dari i ke j. Tpij* adalah arus pada lintasan
yang memenuhi prinsip Wardrop pertama dan semua biaya dihitung setelah Tpij*
dibebani. Dalam hal ini arus pada lintasan a dihasilkan dari rumusan berikut :

Dan biaya sepanjang lintasan dapat dihitung sebagai berikut:

dimana Va* dihitung berdasarkan persamaan (1).

37
4. PERHITUNGAN MODEL TRANSPORTASI
5.1 PERHITUNGAN BANGKITAN TRANSPORTASI
5.1.1 STUDI KASUS

Penelitian dilakukan pada 6 rumah sakit umum di Klaten, dengan


pertimbangan beberapa rumah sakit tersebut mempunyai kriteria layanan utama yang
hampir sama. Rumah sakit umum yang dijadikan lokasi penelitian adalah RSU
Suradji Tirtonegoro, RSI Klaten, RS Cakra Husada, RS PKU Delanggu, RSI Cawas,
dan RS Mitra Keluarga Pedan.

5.1.2 TARIKAN PERJALANAN DI HARI MINGGU

Tabel 2 di bawah ini merupakan hasil olah data dengan SPSS yang
memperlihatkan bahwa terdapat dua variabel bebas yang layak dimasukkan dalam
permodelan, berturut-turut dari variabel bebas yang memiliki korelasi lebih kuat
terhadap variabel terikat tarikan perjalanan di hari minggu (Y 1), yaitu banyaknya
karyawan (X2) dan banyaknya poliklinik (X4).
Tabel 1 variable entered/removed
Variables
Model Variables Entered Method
Removed
1 Stepwise (Criteria:
Probability-of-F-to-
banyaknya
. enter <= ,050,
karyawan
Probability-of-Fto-
remove >= ,100).
2 Stepwise (Criteria:
banyaknya Probability-of-F-to-
poliklinik . enter <= ,050,
Probability-of-Fto-
remove >= ,100).

a. Dependent Variable: tarikan perjalanan minggu

Keeratan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, dapat diketahui
dari besarnya nilai R dan nilai R2 pada Tabel berikut ini:

38
Tabel 2 model summary

Std. Error of
Adjusted R Durbin-
Model R R Square the
Square Watson
Estimate
1 .986a .973 .966 16.994
b
2 .999 .997 .995 6.452 1.874
a. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan
b. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan, banyaknya poliklinik
c. Dependent Variable: tarikan perjalanan minggu

Tabel Anova berikut akan memaparkan uji kelinieran dengan α 5%. Apabila
F hitung pada Tabel lebih besar dari F tabel, berarti masih signifikan dan Ho ditolak.
Sehingga model linier antara variabel terikat tarikan perjalanan pada hari minggu
dengan variabel bebas.
Tabel 3 ANOVA(b) pada tarikan di hari minggu

Sum of
Model df Mean Square F Sig.
Squares
1 Regression 40881.642 1 40881.642 141.558 .000 a
1155.191 4 288.798
Residual
Total 42036.833 5
2 Regression 41911.940 2 20955.970 503.373 .000 b
Residual 124.893 3 41.631
Total 42036.833 5
a. Predictors: (Constant), banyaknya
karyawan
b.Predictors: (Constant), banyaknya karyawan, banyaknya poliklinik
c. Dependent Variable: tarikan perjalanan minggu

Dengan melihat Tabel 4 di atas, dipilih model 2 yang mempunyai variabel


lebih banyak. Tabel 5 memperlihatkan besarnya koefisien dari masing-masing
variabel yang berpengaruh pada permodelan.

39
Tabel 4 coefficients(a) pada tarikan perjalanan di hari minggu
Standar
dized
Unstandardize d Coeffici
Coefficients ents
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 3.003 10.952 .274 .797
banyaknya 11.89
.264 .022 .986 .000
karyawan 8
2 (Constant) -
-
16.55 5.722 .063
2.892
1
banyaknya 15.76
.212 .013 .792 .001
karyawan 3
banyaknya
3.382 .680 .250 4.975 .016
poliklinik
a. Dependent Variable: tarikan perjalanan minggu

Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat disusun suatu persamaan regresi linier berganda
sebagai berikut:
Y1 = -16,551 + 0,212.X2 + 3,382.X4

5.1.3 TARIKAN PERJAANAN DI HARI KERJA


Tabel di bawah ini merupakan hasil olah data dengan SPSS yang
memperlihatkan bahwa terdapat tiga variabel bebas yang layak dimasukkan dalam
permodelan, berturut-turut dari variabel bebas yang memiliki korelasi lebih kuat
terhadap variabel terikat tarikan perjalanan di hari kerja ( Y 2), yaitu banyaknya
karyawan (X2) dan banyaknya poliklinik (X4), luas lahan (X1).
Table 1 variable entered/removed

Variables Variables
Model Method
Entered Removed
1 Stepwise (Criteria:
banyaknya Probability-of-F-to-enter <= ,
.
karyawan 050, Probability-ofF-to-
remove >= ,100).

40
2 . Stepwise (Criteria:
banyaknya
poliklinik
Probability-of-F-to-enter <= ,
050, Probability-ofF-to-
remove >= ,100).
3 luas lahan . Stepwise (Criteria:
Probability-of-F-to-enter <= ,
050, Probability-ofF-to-
remove >= ,100).
4 . banyaknya Stepwise (Criteria:
karyawan Probability-of-F-to-enter <= ,
050, Probability-ofF-to-
remove >= ,100).
a. Dependent Variable: tarikan perjalanan hari kerja

Keeratan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, dapat


diketahui dari besarnya nilai R dan nilai R2 pada Tabel 7 berikut ini:
Table 2 model summary pada tarikan perjalanan di hari kerja

R Adjusted Std. Error Durbin-


Model R of the
Square R Square Estimate Watson
1 .977a .955 .944 24.232
2 .998b .996 .994 8.177
3 1.000c 1.000 1.000 .843
4 1.000d 1.000 1.000 .748 1.128
a. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan
b.Predictors: (Constant), banyaknya karyawan, banyaknya poliklinik
c. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan, banyaknya poliklinik, luas lahan
d.Predictors: (Constant), banyaknya poliklinik, luas lahan
e. Dependent Variable: tarikan perjalanan hari kerja

Tabel Anova berikut akan memaparkan uji kelinieran dengan α 5%. Apabila
F hitung pada Tabel 8 lebih besar dari F tabel, berarti masih signifikan dan Ho
ditolak, sehingga model linier antara variabel terikat tarikan perjalanan pada hari
minggu dengan variabel bebas

41
Table 3 ANOVA (b) pada tarikan perjalanan di hari kerja

Mean
Model Sum of Squares df F Sig.
Square
1 Regression 49862.728 1 49862.728 84.91 7 .001a
2348.772 4 587.19 3
Residual 52211.500
5
Total
2 Regression 52010.929 2 26005.464 388.971 .000b
200.571 3 66.857
Residual
52211.500
5
Total
3 Regression 52210.079 17403.360 2.449.00
3 .000c
0
Residual 1.421 2 .711
Total 52211.500 5
4 Regression 52209.821 26104.910 4.664.00
2 .000d
0
Residual 1.679 3 .560
Total 52211.500 5
a. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan
b.Predictors: (Constant), banyaknya karyawan, banyaknya poliklinik
c. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan, banyaknya poliklinik, luas lahan
d.Predictors: (Constant), banyaknya poliklinik, luas lahan
e. Dependent Variable: tarikanperjalanan hari kerja

Untuk menentukan model yang akan digunakan, dilakukan uji korelasi di


antara masing-masing variabel bebas yang berpengaruh. Hasilnya dapat dilihat pada
diagram scatter Gambar 1 dan Gambar 2

42
1000

banyaknya karyawan
800

600
Series1
400
Linear
200
( Series 1)
0
0 40000
luas lahan

Gambar 1. Hubungan antara luas lahan (X 1) dan


banyaknya karyawan (X2)

30
banyaknya poliklinik

25
20
15 Series1

10
Linear
5 (Series 1)
0
0 500 1000
banyaknya karyawan

Gambar 2. Hubungan antara banyaknya karyawan ( X 2)


dan banyaknya poliklinik (X4)

Dengan melihat Tabel 3, Gambar 1 dan Gambar 2 di atas, dipilih model 2 karena
antara variabel banyaknya karyawan (X2) dan banyaknya poliklinik (X4) tidak
saling mempengaruhi. Sedangkan antara variabel luas lahan (X1) dan banyaknya
karyawan (X2) saling berpengaruh.

Table 4 memperlihatkan besarnya koefisien dari masing-masing variabel yang


berpengaruh pada permodelan.

Model Unstandardized Stand t Sig.


Coefficients ardize d
Coeffi

43
cients
B Std. Error Beta
1 (Constant) 10.144 15.617 .650 .551
banyaknya
.292 .032 .977 9.215 .001
karyawan
2 (Constant) -18.092 7.251 -2.495 .088
banyaknya
.216 .017 .725 12.698 .001
karyawan
banyaknya
4.884 .862 .324 5.668 .011
poliklinik
3 (Constant) -9.843 .895 -10.994 .008
banyaknya
-.008 .014 -.027 -.603 .608
karyawan
banyaknya
5.348 .093 .354 57.475 .000
poliklinik
luas lahan .004 .000 .731 16.741 .004
4 (Constant) -10.127 .676 -14.982 .001
banyaknya
5.326 .076 .353 70.100 .000
poliklinik
luas lahan .004 .000 .705 14.049 .000
a. Dependent Variable: tarikan perjalanan hari kerja

Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat disusun suatu persamaan regresi linier berganda
sebagai berikut:
Y2 = -18,092 + 0,216.X2 + 4,884.X4

5.1.4 BANGKITAN PERJALANAN DI HARI MINNGU


Tabel 10 di bawah ini merupakan hasil olah data dengan SPSS yang
memperlihatkan bahwa terdapat dua variabel bebas yang layak dimasukkan dalam
permodelan berturut-turut dari variabel bebas yang memiliki korelasi lebih kuat
terhadap variabel terikat bangkitan perjalanan di hari minggu (Y 3), yaitu banyaknya
karyawan (X2) dan banyaknya poliklinik (X4).

44
Table 5 Variables Entered/Removeda

Variables Variables
Model Method
Entered Removed
1 banyaknya Stepwise (Criteria:
karyawan Probability-of-F-to-
. enter <= ,050,
Probability-of-F-
toremove >= ,100).
2 banyaknya . Stepwise (Criteria:
poliklinik Probability-of-F-to-
enter <= ,050,
Probability-of-F-
toremove >= ,100).
a. Dependent Variable: bangkitan perjalanan minggu

Keeratan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, dapat diketahui
dari besarnya nilai R dan nilai R2 pada Tabel 11 berikut ini:
Table 6 Model Summary pada Bangkitan Perjalanan dihari minggu

R Adjusted Std. Error Durbin-


Model R of the
Square R Square Estimate Watson

1 .987a .975 .968 14.980


2 .998 b .996 .993 6.859 1.747
a. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan
b.Predictors: (Constant), banyaknya karyawan, banyaknya poliklinik
c. Dependent Variable: bangkitan perjalanan minggu

Tabel Anova berikut akan memaparkan uji kelinieran dengan α 5%. Apabila
F hitung pada Tabel berikut lebih besar dari Ftabel, berarti masih signifikan dan Ho
ditolak. Sehingga model linier antara variabel terikat tarikan perjalanan pada hari
minggu dengan variabel bebas.

Table 7 ANOVA(b) pada Bangkitan Perjalanan di Hari minggu

Model Sum of df Mean F Sig.

45
Squares Square
1 Regression 34470.359 34470.359 153.60
1 .000a
4
Residual 897.641 4 224.41 0
Total 35368.000 5
2 Regression 35226.859 17613.430 374.38
2 .000b
1
Residual 141.141 3 47.047
Total 35368.000 5
a. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan
b. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan, banyaknya poliklinik
c. Dependent Variable: bangkitan perjalanan minggu

Dengan melihat Tabel di atas, dipilih model 2 yang mempunyai variabel lebih
banyak. Tabel dibawah memperlihatkan besarnya koefisien dari masing-masing
variabel yang berpengaruh pada permodelan.

Table 8 Coefficients(a) pada Bangkitan Perjalanan dihari minggu

Unstandardiz ed Standardi zed


Coefficients Coefficie nts
Model t Sig.
Std.
B Beta
Error
1 (Constant) 5.413 9.654 .561 .605
banyaknya .242 .020 .987 12.394 .000
karyawan
2 (Constant) -
11.34 3 6.083 -1.865 .159
banyaknya
.198 .014 .805 13.839 .001
karyawan
banyaknya
2.898 .723 .233 4.010 .028
poliklinik
a. Dependent Variable: bangkitan perjalanan minggu

Berdasarkan Tabel di atas dapat disusun suatu persamaan regresi linier


berganda sebagai berikut:

46
Y3 = -11,343 + 0,198.X2 + 2,898.X4

5.1.5 BANGKITAN PERJALANAN DI HARI KERJA


Tabel 14 di bawah ini merupakan hasil olah data dengan SPSS yang
memperlihatkan bahwa terdapat dua variabel bebas yang layak dimasukkan dalam
permodelan berturut-turut dari variabel bebas yang memiliki korelasi lebih kuat
terhadap variabel terikat bangkitan perjalanan di hari kerja (Y4), yaitu banyaknya
karyawan (X2) dan banyaknya poliklinik (X4).

Table 9 Variables Entered/Removed

Variables Variables
Model Method
Entered Removed
1 banyaknya Stepwise (Criteria:
karyawan Probability-of-F-to-
. enter <= ,050,
Probability-of-F-
toremove >= ,100).
2 banyaknya . Stepwise (Criteria:
poliklinik Probability-of-F-to-
enter <= ,050,
Probability-of-F-
toremove >= ,100).
a. Dependent Variable: bangkitan perjalanan hari kerja

Keeratan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, dapat diketahui
dari besarnya nilai R dan nilai R2 pada Tabel 15 berikut ini:

Table 10 Model Summary pada Bangkitan Perjalanan di kerja

R Adjusted R Std. Error of Durbin-


Model R the
Square Square Watson
Estimate
1 .981a .962 .953 23.158
b
2 .998 .995 .992 9.421 1.467
a. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan
b. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan, banyaknya poliklinik
c. Dependent Variable: bangkitan perjalanan hari kerja

47
Tabel Anova berikut akan memaparkan uji kelinieran dengan α 5%. Apabila
F hitung pada Tabel dibawah lebih besar dari F tabel, berarti masih signifikan dan Ho
ditolak. Sehingga model linier antara variabel terikat tarikan perjalanan pada hari
minggu dengan variabel bebas.
Table 11 ANOVA(b) pada Bangkitan Perjalanan di Hari kerja

Sum of Mean
Model Squares df Square F Sig.
1 Regression 54764.818 54764.818 102.11
1 .001a
7
Residual 2145.182 4 536.296
Total 56910.000 5
2 Regression 56643.716 28321.858 319.07
2 .000b
9
Residual 266.284 3 88.761
Total 56910.000 5
a. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan
b. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan, banyaknya poliklinik
c. Dependent Variable: bangkitan perjalanan hari kerja

Dari Tabel di atas, dipilih model 2 yang mempunyai variabel lebih banyak.
Tabel dibawah memperlihatkan besarnya koefisien dari masing-masing variabel
yang berpengaruh pada permodelan.

Table 12 Coefficients(a) pada Bangkitan Perjalanan dihari kerja

Stand
Unstandardize d ardize d
Model Coefficients Coeffi t Sig.
cients
B Std. Error Beta
1 (Constant) 9.299 14.925 .623 .567
banyaknya
.306 .030 .981 10.105 .001
karyawan
2 (Constant) -
banyaknya 17.10 8 8.355 -2.048 .133
karyawan .235 .020 .755 11.982 .001

48
banyaknya
4.567 .993 .290 4.601 .019
poliklinik
a. Dependent Variable: bangkitan perjalanan hari kerja
Berdasarkan Tabel 12 di atas dapat disusun suatu persamaan regresi linier berganda
sebagai berikut:
Y4 = -17.108 + 0,235.X2 + 4,567.X4

5
5.1.6 Kesimpulan dan Saran Studi Kasus
Kesimpulan
a. Hasil analisis korelasi menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi bangkitan dan tarikan lalulintas di hari kerja maupun hari
minggu pada tata guna lahan rumah sakit umum di Klaten adalah
banyaknya karyawan (X2) dan banyaknya poliklinik (X4).
b. Model matematika yang diperoleh adalah sebagai berikut:
• Model tarikan perjalanan di hari minggu (Y1)
Y1 = -16,551 + 0,212.X2 + 3,382.X4
• Model tarikan perjalanan di hari kerja (Y2)
Y2 = -18,092 + 0,216.X2 + 4,884.X4
• Model bangkitan perjalanan di hari minggu (Y3)
Y3 = -11,343 + 0,198.X2 + 2,898.X4
• Model bangkitan perjalanan di hari kerja (Y4)
Y4 = -17,108 + 0,235.X2 + 4,567.X4

5.2 PERHITUNGAN SEBARAN TRANSPORTASI

Hasil yang dapat diambil dari analisis perhitungan pergerakan penumpang


pada saat sekarang dan masa mendatang Provinsi Jawa Barat, yaitu :
A. Model bangkitan pergerakan penumpang Provinsi Jawa Barat tahun
2011 adalah
Y = 3918278 + 16,008 X2
dengan :
X2 :Jumlah Penduduk.

5
Anik Rahmawati Wahyuningsih, Agus Riyanto, Ahmad Munawar, “Analisis
Bangkitan Dan Tarikan Lalulintas”. Universitas Muhammadiyah Surakarta

49
Model Persamaan regresi ini dipilih sebagai model persamaan
regresi, karena persamaan regresi tersebut mempunyai koefisien regresi
sesuai dengan yang diharapkan (tanda positif) . nilai koefisien determinasi
R2= 0,843, yang dihasilkan cukup besar atau mendekati satu.

B. Model tarikan pergerakan penumpang Provinsi Jawa Barat tahun


2011 adalah
Y = 6006512 + 14,769 X2
dengan :
X2 :Jumlah Penduduk.

Model Persamaan regresi ini dipilih sebagai model persamaan regresi,


karena persamaan regresi tersebut mempunyai koefisien regresi sesuai dengan
yang diharapkan (tanda positif) . nilai koefisien determinasi R 2= 0,843, yang
dihasilkan cukup besar atau mendekati satu.
Model sebaran pergerakan Provinsi Jawa Barat tahun 2016 fungsi
hambatan menggunakan jarak antar zona. Dari hasil pengelohan data Sebaran
pergerkan didapat nilai Cid rata-rata ( ā đ )= 141,25, dan didapatkan fungsi
aksesibilitas dengan menggunakan fungsi eksponensial negatif dengan mengasumsi
nilai k = 2 dan nilai
Dalam pengolahan data sebaran pergerakan dengan model DCGR nilai Ai dan
Bd dilakukan secara bergantian, Pengulangan dimulai dengan menganggap nilai
awal B1= B2 = Bn = 1. Hasil akhir nilai Ai dan Bd Tahun 2016 didapat pada
pengulangan ke-41 dimana nilai Ai untuk setiap i dan nail Bd untuk setiap d tidak lagi
mengalami perubahan ( atau telah mencapai konvergensi ). Jumlah pengulangan
sangat tergantung pada nilai awal faktor penyeibang. Semakin dekat nilai awal
tersebut kenilai faktor penyeimbang, semakin sedikit jumlah pengulangan yang
dibutuhkan.
Dalam pengolahan data sebaran pergerakan penumpang dengan model
DCGR tahun 2016 dan metode Furness tahun 2016 dibandingkan yang
mengahasilkan persamaan y = 0,8337x + 208180 dan nilai koefisien determinasi
perbandingan sebaran pergerakan penumpang model DCGR dan metode Furness
tahun 2016 adalah R2 = 0,837, cukup besar atau mendekati satu terdapat pada Gambar

50
51
5.3 PERHITUNGAN PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI
5.3.1 Uji Sensivitas

Berdasarkan analisa sensitivitas terhadap perubahan atribut biaya (cost)


sebagaimana diperlihatkan pada grafik di atas, maka dapat diambil kesimpulan.
Memperlihatkan arah kemiringan garis positif, yaitu semakin besar selisih perbedaan
ongkos perjalanan akan semakin memperbesar probabilitas memilih Shuttle Service.

52
Berdasarkan analisa sensitivitas terhadap perubahan atribut waktu perjalanan
(time) sebagaimana diperlihatkan pada grafik di atas, maka dapat diambil
kesimpulan. Memperlihatkan arah kemiringan garis positif, yaitu semakin besar
selisih perbedaan waktu perjalanan akan semakin memperbesar probabilitas memilih
Shuttle Service.

Berdasarkan analisa sensitivitas terhadap perubahan frekuensi waktu


perjalanan (headway) sebagaimana diperlihatkan pada grafik di atas, maka dapat
diambil kesimpulan. Memperlihatkan arah kemiringan garis positif yaitu semakin
besar selisih perbedaan frekuensi waktu perjalanan akan semakin memperbesar
probabilitas memilih Shuttle Service

53
Berdasarkan analisa sensitivitas terhadap perubahan tingkat kenyamanan
(service) sebagaimana diperlihatkan pada grafik di atas, maka dapat diambil
kesimpulan. Memperlihatkan arah kemiringan garis negatif, yaitu semakin besar
selisih perbedaan tingkat kenyamanan akan semakin memperkecil probabilitas
memilih Shuttle Service.

Berdasarkan analisa sensitivitas terhadap perubahan waktu tempuh ke titik


keberangkatana sebagaimana diperlihatkan pada grafik di atas, maka dapat diambil
kesimpulan. Memperlihatkan arah kemiringan garis positif, yaitu semakin besar
selisih perbedaan waktu tempuh menuju titik keberangkatan akan semakin
memperbesar probabilitas memilih Shuttle Service.

54
5.4 PERHITUNGAN PEMILIHAN RUTE TRANSPORTASI

Di dalam analisis transportasi pada suatu studi ini, hasil tahapan ini sangat
penting yaitu untuk menaksir atau memperkiraan berapa perubahan pergerakan
kendaraan apabila dibangun proyek tersebut.Berkenaan dengan hal tersebut maka
pada analisis ini dibuat dua skenario dasar yaitu :
a)Skenario I (Do Nothing), yaitu memperikarakan pergerakan kendaraan
bilamana tidak dilakukan pembangunan proyek jalan atau jembatan dimaksud.
Artinya pada scenario ini digunakan kondisi eksisting.
b) Skenario II (Do Something), yaitu memperkirakan pergerakan kendaraan
bilamana dilakukan pembangunan proyek jalan atau jembatan tersebut.
Dalam model ini akan dilihat bagaimana perubahan rute pergerakan terhadap
kedua skenario tersebut.Berdasarkan skenario ini maka kondisikarakteristik masing-
masing rute dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.Berdasarkan kondisi tiap rute dari
masing-masing skenario dan data lalulintas yang ada, maka analisisdilakukan dengan
menggunakan Model Interaksi Antarzona Sederhana seperti pada Gambar 3.

55
A. Analisis Untuk Skenario 1 (Kondisi Do Nothing)
Pada analisis ini, rute II belum/tidak dibangun maka yang beroperasi hanya
Rute I, sehingga:

Dari Persamaan (4) diperoleh Q1 = 34,2 ~ 34 smp/hari. Sehingga pada kasus


skenario I ini diperoleh besarnya pergerakan adalah sebesar 34 smp/hari.

56
B. Analisis Untuk Skenario II (Kondisi Do Something)

Pada analisis kasus ini, rute II sudah dibangun maka besarnya pergerakan
pada rute ini diperoleh dengan perhitungan berikut ini.

Persamaan (5) memberikan Q2 = 113,66 ~113 smp/hari. Sehingga pada


skenario II ini diperoleh besarnya pergerakan adalah 113 smp/hari. Dengan
demikian,pembangunan jalan Rute II ini mengakibatkan peningkatan volume
lalulintas yang cukup besar yaitu dari 34 smp/hari menjadi 113 smp/hari atau sebesar
lebih dari 300%. Kondisi ini secara grafis dapat dilihat pada Gambar 4.

57
58

Anda mungkin juga menyukai