Disusun Oleh:
SAID MUHAMMAD REYNALDO
NPM : 163410096
KLS: VA
1
DAFTAR ISI
2
4.3 Konsep Permodelan Pemilihan Moda
4.4 Konsep Permodelan Pemilihan Rute
4.4.1 Pembebanan Equilibrium
5. Perhitungan Model Transportasi
5.1 Perhitungan Bangkitan Transportasi
5.1.1 Studi Kasus
5.1.2 Tarikan Perjalanan Di Hari Minggu
5.1.3 Tarikan Perjaanan Di Hari Kerja
5.1.4 Bangkitan Perjalanan Di Hari Minngu
5.1.5 Bangkitan Perjalanan Di Hari Kerja
5.1.6 Kesimpulan
5.2 Perhitungan Sebaran Transportasi
5.3 Perhitungan Pemilihan Moda Transportasi
5.3.1 Uji Sensivitas
5.4 Perhitungan Pemilihan Rute Transportasi
3
1. KONSEP DASAR TRANSPORTASI
4
Bangkitan lalu lintas ini mencakup:
Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi (trip production)
Lalu lintas yang menuju ke suatu lokasi (trip attraction)
5
Jumlah dan jenis lalulintas yang dihasilkan oleh setiap tata guna lahan merupakan
hasil dari fungsi parameter sosial dan ekonomi; seperti contoh di Amerika Serikat
(Black, 1978):
1
Bangkitan pergerakan bukan saja beragam dalam jenis tata guna lahan,
tetapi juga tingkat aktivitasnya. Semakin tinggi tingkat penggunaan sebidang
tanah, semakin tinggi pergerakan arus lalulintas yang dihasilkannya. Salah satu
ukuran intensitas aktivitas sebidang tanah adalah kepadatannya. Tabel 2.7
memperlihatkan bangkitan lalulintas dari suatu daerah permukiman yang
mempunyai tingkat kepadatan berbeda di Inggris
1
Tamin Ofyar Z. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi
6
Walaupun arus lalulintas terbesar yang dibangkitkan berasal dari daerah
permukiman di luar kota, bangkitan lalulintasnya terkecil karena intensitas
aktivitasnya (dihitung dari tingkat kepadatan permukiman) paling rendah. Karena
bangkitan lalulintas berkaitan dengan jenis dan intensitas perumahan, hubungan
antara bangkitan lalulintas dan kepadatan permukiman menjadi tidak linear.
Untuk Setiap Pasangan Zona (ij), Berapa Arus dari zona (i) ke zona (j);
Distribusi pergerakan dapat direpresentasikan dalam bentuk garis keinginan
(desire line) atau dalam bentuk Matriks Asal Tujuan, MAT (origin-destination
matrix/O-D matrix).
7
Pola sebaran arus lalulintas antara zona asal i ke zona tujuan j adalah hasil
dari dua hal yang terjadi secara bersamaan, yaitu lokasi dan intensitas tata guna
lahan yang akan menghasilkan arus lalulintas, dan pemisahan ruang (Spatial
separation), interaksi antara dua buah tata guna lahan yang akan menghasilkan
pergerakan manusia dan/atau barang. Contohnya, pergerakan dari rumah
(permukiman) ke tempat bekerja (kantor, industri) yang terjadi setiap hari. Pola
distribusi lalu lintas antara zona asal dan tujuan adalah hasil dari dua hal yang
terjadi secara bersamaan yaitu:
Lokasi dan intensitas tataguna lahan yang akan menghasilkan lalu lintas
Spatial separation (pemisahan ruang), interaksi antara 2 buah tataguna lahan
akan menghasilkan pergerakan.
8
tetapi oleh beberapa ukuran lain, misalnya hambatan perjalanan yang diukur
dengan waktu dan biaya yang diperlukan.
9
1.3 PEMILIHAN MODA DAN RUTE TRANSPORTASI
1.3.1 PEMILIHAN MODA
10
1. TRANSPORTASI DAN TATA GUNA LAHAN
2.1 PENGERTIAN TRANSPORTASI
11
bagian permukaan bumi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia terbentuk
secara komplek oleh faktor-faktor fisik maupun non fisik yang terdapat di atasnya.
Sedangkan definisi tata guna Lahan menurut Malingreau (1978),
”Pengunaan Lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara
menetap ataupun berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya alam
dan buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk
mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual, ataupun kebutuhan kedua-
duanya”.
12
Cara perencanaan transportasi untuk mencapai sasaran umum itu antara
lain dengan menetapkan kebijakan tentang hal berikut ini
A. Sistem kegiatan
Rencana tata guna lahan yang baik (lokasi toko, sekolah, perumahan,
pekerjaan, dan lain-lain yang benar) dapat mengurangi kebutuhan akan perjalanan
yang panjang sehingga membuat interaksi menjadi lebih mudah. Perencanaan tata
guna lahan biasanya memerlukan waktu cukup lama dan tergantung pada badan
pengelola yang berwewenang untuk melaksanakan rencana tata guna lahan
tersebut.
B. Sistem jaringan
C. Sistem pergerakan
Hal yang dapat dilakukan antara lain mengatur teknik dan manajemen
lalulintas (jangka pendek), fasilitas angkutan umum yang lebih baik (jangka
pendek dan menengah), atau pembangunan jalan (jangka panjang).
Penggunaan lahan adalah hasil akhir dari aktivitas dan dinamika kegiatan
manusia dipermukaan bumi yang bukan berarti berhenti namun tetap masih
berjalan (dinamis). Secara umum penggunaan lahan di Indonesia merupakan
akibat nyata dari suatu proses yang lama dari adanya interaksi yang tetap,
13
keseimbangan dan dinamis, antara aktifitasaktifitas penduduk diatas lahan, dan
keterbatasan-keterbatasan di dalam lingkungan tempat hidup mereka.
2
Landuse juga merupakan pemicu bangkitnya arus lalulintas yang mana
bisa kita lihat dari gambar di bawah ini
Tata guna lahan ini sangat dominan pada pergerakan yang sifatnya Spasial
(ruang terbatas). Pergerakan yang spasial sangat ditentukan oleh letak:
1. Daerah permukiman
2. Daerah industri
3. Daerah pertanian
2
Slideshare. Sistem Transportasi. Diperoleh pada 03 September 2018, dari
https://www.slideshare.net/muhammadalwaigami/sistem-transportasi-24710816
14
Transportasi (pergerakan orang dan barang) akan berkisar pada tiga daerah
tersebut. Orang bekerja ke daerah industri dan sore hari pulang kerumah,
demikian juga barang/hasil pertanian dan lainya yang dibawa ke pabrik untuk di
olah dan hasilnya dipasrkan ke daerah permukiman sebagai konsumen. Para
pekerja akan cenderung bertempat tinggal mendekati tempat kerjanya untuk
mengurang biaya transportasi karena makin jauh jarak kerjanya makin besar biaya
transportasi yang harus dikeluarkan. Dengan demikian terjadi urbanisasi.
Sebaliknya tanah di kota semakin mahal orang mencari lahan untuk kantor/pabrik
cenderung keluar kota, sehingga terjadi juga des-urbanisasi.
Selain pergerakan spasial ada juga pergerakan yang tidak dibatasi ruang
yaitu pergerakan yang didasari sebab terjadinya pergerakan seperti salah satunya
sosial budaya.
Dalam sistem transportasi, tata guna lahan merupakan salah satu hal yang
mempunyai pengaruh besar. Letak daerah permukiman, pertanian, industri dan
lainya yang berbeda setiap daerah menghasilkan pola dan karakteristik
pergerakan/transportasi yang berbeda pula masing-masing daerah. Perubahan dan
perkembangan daerah baru akan menimbulkan arus pergerakan orang dan barang.
Artinya timbul transportasi baru untuk melayani daerah tersebut. Termasuk dalam
hal ini adalah pemekaran kota sebagai akibat bertambahnya jumlah penduduk dan
aktifitas manusia.
15
Konsep:
Konsep yang digunakan dalam interaksi antara guna lahan dan transportasi adalah
seperti berikut.
3
Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata
guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang
menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau
kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan
‘mudah’ atau ‘susah’nya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan
transportasi (Black, 1981). Pernyataan ‘mudah’ atau ‘susah’ merupakan hal yang
sangat ‘subjektif’ dan ‘kualitatif’. Mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi
orang lain, begitu juga dengan pernyataan susah. Oleh karena itu, diperlukan
3
Tamin Ofyar Z. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi
16
kinerja kuantitatif (terukur) yang dapat menyatakan aksesibilitas atau kemudahan.
Sedangkan mobilitas adalah suatu ukuran kemampuan seseorang untuk bergerak
yang biasanya dinyatakan dari kemampuannya membayar biaya transportasi. Ada
yang menyatakan bahwa aksesibilitas dapat dinyatakan dengan jarak.
Dapat disimpulkan bahwa suatu tempat yang berjarak jauh belum tentu
dapat dikatakan mempunyai aksesibilitas rendah atau suatu tempat yang berjarak
dekat mempunyai aksesibilitas tinggi karena terdapat faktor lain dalam
menentukan aksesibilitas yaitu waktu tempuh. Beberapa jenis tata guna lahan
mungkin tersebar secara meluas (perumahan) dan jenis lainnya mungkin
berkelompok (pusat pertokoan). Beberapa jenis tata guna lahan mungkin ada di
satu atau dua lokasi saja dalam suatu kota seperti rumah sakit, dan bandara. Dari
sisi jaringan transportasi, kualitas pelayanan transportasi pasti juga berbeda-beda;
sistem jaringan transportasi di suatu daerah mungkin lebih baik dibandingkan
dengan daerah lainnya baik dari segi kuantitas (kapasitas) maupun kualitas
(frekuensi dan pelayanan). Contohnya, pelayanan angkutan umum biasanya lebih
baik di pusat perkotaan dan pada beberapa jalan utama transportasi dibandingkan
dengan di daerah pinggiran kota. Skema sederhana yang memperlihatkan kaitan
17
antara berbagai hal yang diterangkan mengenai aksesibilitas dapat dilihat pada
tabel
Apabila tata guna lahan saling berdekatan dan hubungan transportasi antar
tata guna lahan tersebut mempunyai kondisi baik, maka aksesibilitas tinggi.
Sebaliknya, jika aktivitas tersebut saling terpisah jauh dan hubungan
transportasinya jelek, maka aksesibilitas rendah. Beberapa kombinasi di antaranya
mempunyai aksesibilitas menengah.
4
Sistem Kebutuhan akan Transportasi (KT) merupakan sistem pola
kegiatan tata guna lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi,
kebudayaan, dan lain-lain. Kegiatan dalam sistem ini membutuhkan pergerakan
sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap hari. Pergerakan
yang meliputi pergerakan manusia dan/atau barang itu jelas membutuhkan moda
(sarana) transportasi dan media (prasarana) tempat moda transportasi tersebut
bergerak. Prasarana transportasi yang diperlukan itu merupakan sistem
transportasi mikro yang kedua, yang meliputi sistem jaringan jalan raya dan
kereta api, terminal bus dan stasiun kereta api, serta bandara dan pelabuhan laut.
Peranan sistem jaringan transportasi sebagai prasarana perkotaan mempunyai dua
tujuan utama:
4
Tamin Ofyar Z. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi
18
bentuk pergerakan kendaraan dan/atau orang (pejalan kaki). Sistem pergerakan
yang aman, cepat, nyaman, murah, handal, dan sesuai dengan lingkungannya
dapat tercipta jika sistem pergerakan tersebut diatur oleh sistem Rekayasa dan
Manajemen Lalulintas yang baik. Kemacetan yang sering terjadi di kota besar di
Indonesia biasanya disebabkan oleh kebutuhan akan transportasi yang lebih besar
dibandingkan dengan prasarana transportasi yang tersedia tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Sistem Kebutuhan akan Transportasi (KT), Prasarana
Transportasi (PT), Rekayasa dan Manajemen Lalulintas (RL dan ML) saling
mempengaruhi Perubahan sistem KT jelas mempengaruhi sistem PT melalui
perubahan pada tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu juga, perubahan
sistem PT dapat mempengaruhi sistem KT melalui peningkatan mobilitas dan
aksesibilitas sistem pergerakan. Selain itu, sistem RL dan ML berperanan penting
dalam menampung sistem pergerakan agar tercipta sistem pergerakan yang aman,
cepat, nyaman, murah, handal, dan sesuai dengan lingkungan, yang akhirnya juga
pasti mempengaruhi sistem KT dan PT.
Ketiga sistem transportasi mikro ini saling berinteraksi satu dengan yang
lainnya yang terkait dalam suatu sistem transportasi makro. Untuk menjamin
terwujudnya suatu sistem pergerakan yang aman, nyaman, lancar, murah, dan
sesuai dengan lingkungannya, terdapat satu sistem mikro lainnya yang perlu
diperhatikan yaitu Sistem Kelembagaan (KL) yang terdiri beberapa individu,
kelompok, lembaga, instansi pemerintah serta swasta yang terlibat dalam
masingmasing sistem mikro tersebut. Di Indonesia sistem kelembagaan (instansi)
yang berkaitan dengan masalah transportasi adalah:
19
Direktorat Jenderal Bina Marga. Sistem RL dan ML ditentukan oleh DLLAJ,
Dephub, Polantas, masyarakat sebagai pemakai jalan dan lain-lain. Kebijakan
yang diambil tentunya dapat dilaksanakan dengan baik melalui penerapan
peraturan yang secara tidak langsung juga memerlukan sistem penegakan hukum
yang baik. Jadi, secara umum dapat disebutkan bahwa pemerintah, swasta dan
masyarakat seluruhnya dapat berperan mengatasi masalah dalam sistem
transportasi perkotaan ini, terutama dalam hal mengatasi kemacetan. Keterkaitan
antara kebijaksanaan Sistem KT dengan Sistem PT pada berbagai tingkat dapat
diperlihatkan pada gambar
2. Pengertian Sistem
20
3.1 Sistem Transportasi
3.1.1 Sistem Kegiatan
Sistem kegiatan atau tata guna lahan mempunyai jenis kegiatan tertentu
yang akan membangkitkan pergerakan dan akan menarik pergerakan dalam proses
pemenuhan kebutuhan. Sistem ini merupakan sistem pola kegiatan tata guna lahan
yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain.
21
Transport jalan raya seringkali dikatakan sebagai urat nadi bagi kehidupan
dan perkembangan ekonomi, social, dan mobilitas penduduk yang tumbuh
mengikuti maupun mendorong perkembangan yang terjadi pada berbagai sector
dan bidang kehidupan tersebut. Dalam hubungan ini transportasi khususnya
transportasi jalan raya, menjalankan dua fungsi, yaitu sebagai unsur penting yang
melayani kegiatan-kegiatan yang sudah/sedang berjalan (the servicing function)
dan sebagai unsur penggerak penting dalam proses pembangunan (the promoting
function). (Kamaluddin, 2003: 53).
22
Sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan akan saling
mempengaruhi seperti terlihat pada gambar 2.2. Perubahan pada sistem kegiatan
jelas akan mempengaruhi sistem jaringan melalui perubahan pada tingkat
pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu juga perubahan pada sistem jaringan
akan dapat mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan
aksesibilitas dari sistem pergerakan tersebut. Selain itu, sistem pergerakan
memegang peranan penting dalam menampung pergerakan agar tercipta
pergerakan yang lancar yang akhirnya juga pasti mempengaruhi kembali sistem
kegiatan dan sistem jaringan yang ada dalam bentuk aksesibilitas dan mobilitas.
Ketiga sistem mikro ini saling berinteraksi dalam sistem transportasi makro.
23
Kebijakan yang diambil tentunya dapat dilaksanakan dengan baik melalui
peraturan yang secara tidak langsung juga memerlukan sistem penegakan hukum
yang baik pula. Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa pemerintah, swasta, dan
masyarakat berperan dalam mengatasi masalah sistem transportasi ini, terutama
masalah kemacetan.
Sistem kegiatan
Kebijakan yang dapat dilakukan dalam sistem kegiatan yaitu rencana tata
guna lahan yang baik (lokasi toko, sekolah, perumahan, pekerjaan, dan lain-lain
yang benar) dapat mengurangi kebutuhan akan perjalanan yang panjang sehingga
membuat interaksi menjadi lebih mudah. Perencanaan tata guna lahan biasanya
memerlukan waktu cukup lama dan tergantung pada badan pengelola yang
berwewenang untuk melaksanakan rencana tata guna lahan tersebut.
Sistem jaringan
Sistem pergerakan
24
3. PERMODELAN TRANSPORTASI
3.1 Konsep Pemodelan Bangkitan Perjalanan
Model dapat didefenisikan sebagai alat bantu atau media yang dapat
digunakan untuk mencerminkan dan menyederhanakan suatu realita (dunia
sebenarnya) secara terukur (Tamin, 1997), termasuk diantaranya:
Model fisik
Peta dan diagram (grafik)
Model statistika dan matematika (persamaan)
Dimana:
25
penduduk, tingkat kepemilikan kendaraan, pendapatan pekerja, luas
toko/pabrik dan lain-lain atau disebut juga dengan explanatory variable.
Dimana:
Y = variabel terikat yang akan diramalkan (dependent variable) atau
dalam studi transportasi berupa jumlah perjalanan (lalu lintas)
manusia, kendaraan, dan barang dari titik asal ke titik tujuan yang
akan diperkirakan.
26
atau sama dengan nol, maka Y atau jumlah perjalanan diperkirakan
akan sama dengan a.
27
3. Pada tahap akhir memasukkan variabel bebas dan variabel terikat ke dalam
persamaan model regresi linear berganda:
Y = a + b1 X1 + b2 X2 …….. + bn Xn…………………………… (3)
Dimana:
28
tanah cenderung menarik lalu lintas dari tempat yang lebih dekat dibandingkan
dengan tempat yang jauh.
Keterangan :
Tid = pergerakan pada masa mendatang dari zona asal i ke zona tujuan d
tid = pergerakan pada masa sekarang dari zona asal i ke zona tujuan d
E= tingkat pertumbuhan
Tid = tid . E
Dimana E = T/t
Keterangan :
T = Total pergerakan pada masa mendatang di dalam daerah kajian
t = Total pergerakan pada masa sekarang di dalam daerah kajian
E = angka Pertumbuhan
29
4.2.3 Metode Rata-rata :
Ketrerangan :
Ei, Ed = tingkat pertumbuhan zona i dan d
Ti, Td = total pergerakan masa mendatang yang berasal dari zona asal I atau yang
menuju ke zona tujuan d
ti, td = total pergerakan masa sekarang yang berasal dari zona asal I atau yang
menuju ke zona tujuan d
30
4.2.6 Meetode Fratar
Asumsi dasar :
Ada dua kemungkinan situasi yang dihadapi dalam meramal pemilihan moda:
31
Model Pemilihan Moda Dan Kaitanny Dengan Model Lain
G : bangkitan pergerakan
MS : Pemilihan moda
A : Pemilihan rute
D : Sebaran pergerakan
32
Masa lalu banyak digunakan model jenis 1 dan 2 yaitu menempatkan
pemilihan moda bersama keputusan sama dan setelah bangkitan pergerakan. Model
ini menunjukkan variabel pemilihan moda dapat dijelaskan oleh karakteristik unit
bangkitan, misal ukuran rumah tangga atau karakteristik perorangan.
Model jenis 3, pemilihan moda dilakukan bersamaan dengan distribusi perjalanan dan
merupakan cara yang sering digunakan dalam praktek peramalan angkutan perkotaan.
Model ini termasuk dalam kategori model sintesis karena tidak langsung kepada data
eksisting yang diperoleh dari unit yang dikaji. Black (1981) menjelaskan sebagai
berikut:
33
Model jenis 4 disebut juga Trip Interchange Modal Split (post distribution).
Pemilihan moda dilakukan setelah distribusi, hal ini menguntungkan karena dapat
menyertakan karakteristik perjalanan dan modanya kedalam model.
Salah satu kelemahan yang terdapat dalam model ini adalah modelnya hanya
dapat digunakan bagi mereka yang memiliki pilihan, dalam hal ini hanya choice rider
(bagi mereka yang memiliki mobil). Pada kenyataannya pemilihan moda bisa
merupakan pemilihan beberapa moda angkutan umum yang tersedia. Umumnya
model ini dinyatakan dalam kurva pembagian(diversion curve) yang berbentuk kurva
S
34
MSt = persentase yang menggunakan angkutan umum
It = hambatan transportasi dari i ke d dengan angkutan umum
Ia = hambatan transportasi dari i ke d dengan mobil pribadi
b = faktor yang dikalibrasi dari data survei.
35
Arus lalulintas meningkat Æ kecepatan cenderung menurun secara perlahan.
Cl = Cl ({V })
Biaya pada suatu ruas jalan l merupakan fungsi dari semua pergerakan V pada
jaringan jalan tersebut. Rumus cocok untuk daerah perkotaan yang memiliki interaksi
yang erat antara arus di ruas jalan dengan tundaan di ruas jalan yang lain. Namun bila
kita mempertimbangkan ruas jalan yang panjang, rumus tersebut dapat
disederhanakan menjadi:
Cl = Cl (Vl )
36
dan ongkos perjalanan lainnya seperti ongkos parkir, terminal, transit, ongkos
operasi, kenyamanan, kemudahan dan lain-lain.
dimana cij* adalah biaya minimum dari i ke j. Tpij* adalah arus pada lintasan
yang memenuhi prinsip Wardrop pertama dan semua biaya dihitung setelah Tpij*
dibebani. Dalam hal ini arus pada lintasan a dihasilkan dari rumusan berikut :
37
4. PERHITUNGAN MODEL TRANSPORTASI
5.1 PERHITUNGAN BANGKITAN TRANSPORTASI
5.1.1 STUDI KASUS
Tabel 2 di bawah ini merupakan hasil olah data dengan SPSS yang
memperlihatkan bahwa terdapat dua variabel bebas yang layak dimasukkan dalam
permodelan, berturut-turut dari variabel bebas yang memiliki korelasi lebih kuat
terhadap variabel terikat tarikan perjalanan di hari minggu (Y 1), yaitu banyaknya
karyawan (X2) dan banyaknya poliklinik (X4).
Tabel 1 variable entered/removed
Variables
Model Variables Entered Method
Removed
1 Stepwise (Criteria:
Probability-of-F-to-
banyaknya
. enter <= ,050,
karyawan
Probability-of-Fto-
remove >= ,100).
2 Stepwise (Criteria:
banyaknya Probability-of-F-to-
poliklinik . enter <= ,050,
Probability-of-Fto-
remove >= ,100).
Keeratan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, dapat diketahui
dari besarnya nilai R dan nilai R2 pada Tabel berikut ini:
38
Tabel 2 model summary
Std. Error of
Adjusted R Durbin-
Model R R Square the
Square Watson
Estimate
1 .986a .973 .966 16.994
b
2 .999 .997 .995 6.452 1.874
a. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan
b. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan, banyaknya poliklinik
c. Dependent Variable: tarikan perjalanan minggu
Tabel Anova berikut akan memaparkan uji kelinieran dengan α 5%. Apabila
F hitung pada Tabel lebih besar dari F tabel, berarti masih signifikan dan Ho ditolak.
Sehingga model linier antara variabel terikat tarikan perjalanan pada hari minggu
dengan variabel bebas.
Tabel 3 ANOVA(b) pada tarikan di hari minggu
Sum of
Model df Mean Square F Sig.
Squares
1 Regression 40881.642 1 40881.642 141.558 .000 a
1155.191 4 288.798
Residual
Total 42036.833 5
2 Regression 41911.940 2 20955.970 503.373 .000 b
Residual 124.893 3 41.631
Total 42036.833 5
a. Predictors: (Constant), banyaknya
karyawan
b.Predictors: (Constant), banyaknya karyawan, banyaknya poliklinik
c. Dependent Variable: tarikan perjalanan minggu
39
Tabel 4 coefficients(a) pada tarikan perjalanan di hari minggu
Standar
dized
Unstandardize d Coeffici
Coefficients ents
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 3.003 10.952 .274 .797
banyaknya 11.89
.264 .022 .986 .000
karyawan 8
2 (Constant) -
-
16.55 5.722 .063
2.892
1
banyaknya 15.76
.212 .013 .792 .001
karyawan 3
banyaknya
3.382 .680 .250 4.975 .016
poliklinik
a. Dependent Variable: tarikan perjalanan minggu
Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat disusun suatu persamaan regresi linier berganda
sebagai berikut:
Y1 = -16,551 + 0,212.X2 + 3,382.X4
Variables Variables
Model Method
Entered Removed
1 Stepwise (Criteria:
banyaknya Probability-of-F-to-enter <= ,
.
karyawan 050, Probability-ofF-to-
remove >= ,100).
40
2 . Stepwise (Criteria:
banyaknya
poliklinik
Probability-of-F-to-enter <= ,
050, Probability-ofF-to-
remove >= ,100).
3 luas lahan . Stepwise (Criteria:
Probability-of-F-to-enter <= ,
050, Probability-ofF-to-
remove >= ,100).
4 . banyaknya Stepwise (Criteria:
karyawan Probability-of-F-to-enter <= ,
050, Probability-ofF-to-
remove >= ,100).
a. Dependent Variable: tarikan perjalanan hari kerja
Tabel Anova berikut akan memaparkan uji kelinieran dengan α 5%. Apabila
F hitung pada Tabel 8 lebih besar dari F tabel, berarti masih signifikan dan Ho
ditolak, sehingga model linier antara variabel terikat tarikan perjalanan pada hari
minggu dengan variabel bebas
41
Table 3 ANOVA (b) pada tarikan perjalanan di hari kerja
Mean
Model Sum of Squares df F Sig.
Square
1 Regression 49862.728 1 49862.728 84.91 7 .001a
2348.772 4 587.19 3
Residual 52211.500
5
Total
2 Regression 52010.929 2 26005.464 388.971 .000b
200.571 3 66.857
Residual
52211.500
5
Total
3 Regression 52210.079 17403.360 2.449.00
3 .000c
0
Residual 1.421 2 .711
Total 52211.500 5
4 Regression 52209.821 26104.910 4.664.00
2 .000d
0
Residual 1.679 3 .560
Total 52211.500 5
a. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan
b.Predictors: (Constant), banyaknya karyawan, banyaknya poliklinik
c. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan, banyaknya poliklinik, luas lahan
d.Predictors: (Constant), banyaknya poliklinik, luas lahan
e. Dependent Variable: tarikanperjalanan hari kerja
42
1000
banyaknya karyawan
800
600
Series1
400
Linear
200
( Series 1)
0
0 40000
luas lahan
30
banyaknya poliklinik
25
20
15 Series1
10
Linear
5 (Series 1)
0
0 500 1000
banyaknya karyawan
Dengan melihat Tabel 3, Gambar 1 dan Gambar 2 di atas, dipilih model 2 karena
antara variabel banyaknya karyawan (X2) dan banyaknya poliklinik (X4) tidak
saling mempengaruhi. Sedangkan antara variabel luas lahan (X1) dan banyaknya
karyawan (X2) saling berpengaruh.
43
cients
B Std. Error Beta
1 (Constant) 10.144 15.617 .650 .551
banyaknya
.292 .032 .977 9.215 .001
karyawan
2 (Constant) -18.092 7.251 -2.495 .088
banyaknya
.216 .017 .725 12.698 .001
karyawan
banyaknya
4.884 .862 .324 5.668 .011
poliklinik
3 (Constant) -9.843 .895 -10.994 .008
banyaknya
-.008 .014 -.027 -.603 .608
karyawan
banyaknya
5.348 .093 .354 57.475 .000
poliklinik
luas lahan .004 .000 .731 16.741 .004
4 (Constant) -10.127 .676 -14.982 .001
banyaknya
5.326 .076 .353 70.100 .000
poliklinik
luas lahan .004 .000 .705 14.049 .000
a. Dependent Variable: tarikan perjalanan hari kerja
Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat disusun suatu persamaan regresi linier berganda
sebagai berikut:
Y2 = -18,092 + 0,216.X2 + 4,884.X4
44
Table 5 Variables Entered/Removeda
Variables Variables
Model Method
Entered Removed
1 banyaknya Stepwise (Criteria:
karyawan Probability-of-F-to-
. enter <= ,050,
Probability-of-F-
toremove >= ,100).
2 banyaknya . Stepwise (Criteria:
poliklinik Probability-of-F-to-
enter <= ,050,
Probability-of-F-
toremove >= ,100).
a. Dependent Variable: bangkitan perjalanan minggu
Keeratan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, dapat diketahui
dari besarnya nilai R dan nilai R2 pada Tabel 11 berikut ini:
Table 6 Model Summary pada Bangkitan Perjalanan dihari minggu
Tabel Anova berikut akan memaparkan uji kelinieran dengan α 5%. Apabila
F hitung pada Tabel berikut lebih besar dari Ftabel, berarti masih signifikan dan Ho
ditolak. Sehingga model linier antara variabel terikat tarikan perjalanan pada hari
minggu dengan variabel bebas.
45
Squares Square
1 Regression 34470.359 34470.359 153.60
1 .000a
4
Residual 897.641 4 224.41 0
Total 35368.000 5
2 Regression 35226.859 17613.430 374.38
2 .000b
1
Residual 141.141 3 47.047
Total 35368.000 5
a. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan
b. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan, banyaknya poliklinik
c. Dependent Variable: bangkitan perjalanan minggu
Dengan melihat Tabel di atas, dipilih model 2 yang mempunyai variabel lebih
banyak. Tabel dibawah memperlihatkan besarnya koefisien dari masing-masing
variabel yang berpengaruh pada permodelan.
46
Y3 = -11,343 + 0,198.X2 + 2,898.X4
Variables Variables
Model Method
Entered Removed
1 banyaknya Stepwise (Criteria:
karyawan Probability-of-F-to-
. enter <= ,050,
Probability-of-F-
toremove >= ,100).
2 banyaknya . Stepwise (Criteria:
poliklinik Probability-of-F-to-
enter <= ,050,
Probability-of-F-
toremove >= ,100).
a. Dependent Variable: bangkitan perjalanan hari kerja
Keeratan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, dapat diketahui
dari besarnya nilai R dan nilai R2 pada Tabel 15 berikut ini:
47
Tabel Anova berikut akan memaparkan uji kelinieran dengan α 5%. Apabila
F hitung pada Tabel dibawah lebih besar dari F tabel, berarti masih signifikan dan Ho
ditolak. Sehingga model linier antara variabel terikat tarikan perjalanan pada hari
minggu dengan variabel bebas.
Table 11 ANOVA(b) pada Bangkitan Perjalanan di Hari kerja
Sum of Mean
Model Squares df Square F Sig.
1 Regression 54764.818 54764.818 102.11
1 .001a
7
Residual 2145.182 4 536.296
Total 56910.000 5
2 Regression 56643.716 28321.858 319.07
2 .000b
9
Residual 266.284 3 88.761
Total 56910.000 5
a. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan
b. Predictors: (Constant), banyaknya karyawan, banyaknya poliklinik
c. Dependent Variable: bangkitan perjalanan hari kerja
Dari Tabel di atas, dipilih model 2 yang mempunyai variabel lebih banyak.
Tabel dibawah memperlihatkan besarnya koefisien dari masing-masing variabel
yang berpengaruh pada permodelan.
Stand
Unstandardize d ardize d
Model Coefficients Coeffi t Sig.
cients
B Std. Error Beta
1 (Constant) 9.299 14.925 .623 .567
banyaknya
.306 .030 .981 10.105 .001
karyawan
2 (Constant) -
banyaknya 17.10 8 8.355 -2.048 .133
karyawan .235 .020 .755 11.982 .001
48
banyaknya
4.567 .993 .290 4.601 .019
poliklinik
a. Dependent Variable: bangkitan perjalanan hari kerja
Berdasarkan Tabel 12 di atas dapat disusun suatu persamaan regresi linier berganda
sebagai berikut:
Y4 = -17.108 + 0,235.X2 + 4,567.X4
5
5.1.6 Kesimpulan dan Saran Studi Kasus
Kesimpulan
a. Hasil analisis korelasi menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi bangkitan dan tarikan lalulintas di hari kerja maupun hari
minggu pada tata guna lahan rumah sakit umum di Klaten adalah
banyaknya karyawan (X2) dan banyaknya poliklinik (X4).
b. Model matematika yang diperoleh adalah sebagai berikut:
• Model tarikan perjalanan di hari minggu (Y1)
Y1 = -16,551 + 0,212.X2 + 3,382.X4
• Model tarikan perjalanan di hari kerja (Y2)
Y2 = -18,092 + 0,216.X2 + 4,884.X4
• Model bangkitan perjalanan di hari minggu (Y3)
Y3 = -11,343 + 0,198.X2 + 2,898.X4
• Model bangkitan perjalanan di hari kerja (Y4)
Y4 = -17,108 + 0,235.X2 + 4,567.X4
5
Anik Rahmawati Wahyuningsih, Agus Riyanto, Ahmad Munawar, “Analisis
Bangkitan Dan Tarikan Lalulintas”. Universitas Muhammadiyah Surakarta
49
Model Persamaan regresi ini dipilih sebagai model persamaan
regresi, karena persamaan regresi tersebut mempunyai koefisien regresi
sesuai dengan yang diharapkan (tanda positif) . nilai koefisien determinasi
R2= 0,843, yang dihasilkan cukup besar atau mendekati satu.
50
51
5.3 PERHITUNGAN PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI
5.3.1 Uji Sensivitas
52
Berdasarkan analisa sensitivitas terhadap perubahan atribut waktu perjalanan
(time) sebagaimana diperlihatkan pada grafik di atas, maka dapat diambil
kesimpulan. Memperlihatkan arah kemiringan garis positif, yaitu semakin besar
selisih perbedaan waktu perjalanan akan semakin memperbesar probabilitas memilih
Shuttle Service.
53
Berdasarkan analisa sensitivitas terhadap perubahan tingkat kenyamanan
(service) sebagaimana diperlihatkan pada grafik di atas, maka dapat diambil
kesimpulan. Memperlihatkan arah kemiringan garis negatif, yaitu semakin besar
selisih perbedaan tingkat kenyamanan akan semakin memperkecil probabilitas
memilih Shuttle Service.
54
5.4 PERHITUNGAN PEMILIHAN RUTE TRANSPORTASI
Di dalam analisis transportasi pada suatu studi ini, hasil tahapan ini sangat
penting yaitu untuk menaksir atau memperkiraan berapa perubahan pergerakan
kendaraan apabila dibangun proyek tersebut.Berkenaan dengan hal tersebut maka
pada analisis ini dibuat dua skenario dasar yaitu :
a)Skenario I (Do Nothing), yaitu memperikarakan pergerakan kendaraan
bilamana tidak dilakukan pembangunan proyek jalan atau jembatan dimaksud.
Artinya pada scenario ini digunakan kondisi eksisting.
b) Skenario II (Do Something), yaitu memperkirakan pergerakan kendaraan
bilamana dilakukan pembangunan proyek jalan atau jembatan tersebut.
Dalam model ini akan dilihat bagaimana perubahan rute pergerakan terhadap
kedua skenario tersebut.Berdasarkan skenario ini maka kondisikarakteristik masing-
masing rute dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.Berdasarkan kondisi tiap rute dari
masing-masing skenario dan data lalulintas yang ada, maka analisisdilakukan dengan
menggunakan Model Interaksi Antarzona Sederhana seperti pada Gambar 3.
55
A. Analisis Untuk Skenario 1 (Kondisi Do Nothing)
Pada analisis ini, rute II belum/tidak dibangun maka yang beroperasi hanya
Rute I, sehingga:
56
B. Analisis Untuk Skenario II (Kondisi Do Something)
Pada analisis kasus ini, rute II sudah dibangun maka besarnya pergerakan
pada rute ini diperoleh dengan perhitungan berikut ini.
57
58