Seiring dengan perkembangan waktu, transportasi dan pengunaan lahan menjadi satu bagian yang
tidak terpisahkan. Dalam konteks perencanaan, transportasi dan penggunaan lahan memiliki tujuan
yang terarah dan spesifik. Di dalam sistem transportasi, tujuan perencanaan adalah menyediakan
fasilitas untuk pergerakan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain atau dari berbagai
pemanfaatan lahan. Sedangkan di dalam penggunaan lahan, tujuan dari perencanaan adalah untuk
tercapainya fungsi bangunan dan harus menguntungkan. Melalui makalah ini, kami berusaha untuk
memberikan persepsi atau pandangan serta ulasan secara lebih mendalam mengenai aktifitas
penggunaan lahan dalam kaitannya dengan aktifitas transportasi. Apakah transportasi menjadi
faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan aktifitas penggunaan lahan, ataukah sebaliknya,
penggunaan lahan menjadi faktor yang mempengaruhi aktifitas transportasi. Pada konteks ini, kami
juga akan memberikan ulasan singkat mengenai faktor utama yang mempengaruhi perubahan tata
guna lahan dan aktifitas transportasi baik itu di perkotaan maupun di pedesaan.
Kota dikenal dengan banyaknya permasalahan yang kompleks yang terdapat didalamnya, dimana
terdapat kecenderungan bahwa berkembangnya suatu kota bersamaan pula dengan berkembangnya
masalah transportasi yang terjadi, sehingga masalah ini akan selalu membayangi perkembangan
suatu wilayah perkotaan.
Wilayah perkotaan dari tahun ke tahun telah berubah sebagai akibat terjadinya pergeseran yang
dramatis dari lahan pertanian menjadi daerah bisnis “terjadi perubahan fungsi guna lahan”. Daerah
– daerah tersebut saat ini menjadi pusat-pusat kegiatan financial dan peluang-peluang bisnis yang
ekstensif yang kompleksitas dan diversitasnya mengalami siklus perubahan akibat beragam
pengaruh social dan ekonomi. Dengan terjadinya perubahan fungsi lahan yang sering kita temui di
suatu kota dimana tata guna lahan yang ada tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
dibuat. (Sujarto, 2001:139)
Ada beberapa hal yang menjadi faktor utama dari timbulnya masalah tersebut, adalah sebagai
berikut;
1. Bahwa karena dinamika masyarakat yang menyebabkan perubahan yang cepat di dalam system
nilai dan kebutuhan masyarakat sering proses penyusunan terdahului oleh perkembangan yang
terjadi di dalam masyarakat. Hal ini menyebakan tidak sesuainya rencana dan kenyataan nyata
manakala suatu rencana selesai disusun.
2. Kelanggenang suatu rencana kota dalam arti konsekuen dan konsistennya pembangunan kota
dengan rencana kota sangat ditentukan juga oleh konsekwenan dan kekonsistenan pengelola kota
dan masyarakat dalam memegang arahan pembangunan yang ditetapkan. Adanya saling
ketergantungan antara tata guna lahan dan system transportasi, sehingga pola guna lahan dan
system transportasi tidak dapat dipisahkan. Kegiatan transportasi yang terwujud
pada hakikatnya adalah kegiatan yang menghubungkan dua lokasi guna lahan .Salah satu tujuan
utama perencanaan setiap tata guna lahan atau system transportasi adalah untuk menjamin adanya
keseimbangan yang efisien antara aktivitas guna lahan dengan kemampuan transportasi (Blunden
dan Black, 1984;ASCE, 1986 dalam Khisty dan Lall, 2003: 74).
Menurut Vink (1975), ”Lahan merupakan suatu wilayah tertentu di atas permukaan bumi, khususnya
meliputi semua benda penyusun biosfer yang dapat dianggap bersifat menetap atau berpindah
berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, meliputi atmosfer, tanah, batuan induk, topografi, air,
tumbuhan-tumbuhan, binatang, serta akibat-akibat kegiatan manusia pada masa lalu maupun
sekarang, yang semuanya memiliki pengaruh nyata terhadap tata guna lahan oleh manusia, pada
masa sekarang maupun masa yang akan datang”. Lahan merupakan bagian permukaan bumi yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia terbentuk secara komplek oleh faktor-faktor fisik maupun non
fisik yang terdapat di atasnya.
Sedangkan definisi tata guna Lahan menurut Malingreau (1978), ”Pengunaan Lahan adalah segala
macam campur tangan manusia, baik secara menetap ataupun berpindah-pindah terhadap suatu
kelompok sumberdaya alam dan buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan
untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual, ataupun kebutuhan kedua-duanya”.
TRANSPORTASI
Mengenai definisi Transportasi adalah perpindahan atau pergerakan orang, barang, informasi, untuk
tujuan spesifik dari area atau satu tempat ketempat lain. Transporasi merupakan sebagai sesuatu hal
yang berhubungan dengan pemindahan orang atau barang dari suatu tempat asal ke tempat tujuan.
Menurut Morlok(1978), dalam pengertian yang lengkap, transportasi didefinisikan sebagai” suatu
tindakan, proses atau hal yang sedang dipindahkan dari suatu tempat ketempat lain”. Pada
prinsipnya, fungsi transportasi adalah untuk menghubungkan orang dengan tata guna lahan,
pengikat kegiatan dan memberikan kegunaan tempat dan waktu untuk komoditi yang diperlukan.
Sistem transportasi perkotaan terdiri dari berbagai aktivitas seperti bekerja, sekolah, olahraga,
belanja, dan bertamu yang berlangsung di atas sebidang tanah (kantor, pabrik, pertokoan, rumah,
dan lain-lain). Potongan lahan ini biasa disebut tata guna lahan. Untuk memenuhi kebutuhannya,
manusia melakukan perjalanan di antara tata guna lahan tersebut dengan menggunakan sistem
jaringan transportasi (misalnya berjalan kaki atau naik bus). Hal ini menimbulkan pergerakan arus
manusia, kendaraan, dan barang.
Transportasi dan tata guna lahan berhubungan sangat erat, sehingga biasanya dianggap membentuk
satu landuse transport system. Agar tata guna lahan dapat terwujud dengan baik maka kebutuhan
transportasinya harus terpenuhi dengan baik. Sistem transportasi yang macet tentunya akan
menghalangi aktivitas tata guna lahannya. Sebaliknya, tranportasi yang
tidak melayani suatu tata guna lahan akan menjadi sia-sia, tidak termanfaatkan.Penggunaan lahan
adalah hasil akhir dari aktivitas dan dinamika kegiatan manusia dipermukaan bumi yang bukan
berarti berhenti namun tetap masih berjalan (dinamis). Secara umum penggunaan lahan di
Indonesia merupakan akibat nyata dari suatu proses yang lama dari adanya interaksi yang tetap,
keseimbangan dan dinamis, antara aktifitasaktifitas penduduk diatas lahan, dan keterbatasan-
keterbatasan di dalam lingkungan tempat hidup mereka.
Transportasi merupakan sebuah aktivitas manusia yang berlangsung di permukaan bumi.
Transportasi dilakukan atas dasar perbedaan kondisi lingkungan antara daerah satu dengan daerah
yang lain baik itu sosial, ekonomi, budaya, maupun sumberdaya alam. Terdapat hubungan yang
sangat erat antara masyarakat terhadap ruang sebagai wadah kegiatan. Kota sebagai tempat
terpusatnya kegiatan masyarakat, akan senantiasa berkembang baik kuantitas maupun kualitasnya,
sesuai perkembangan kuantitas dan kualitas masyarakat. Hal tersebut merupakan indikator
dinamika serta kondisi pembangunan masyarakat kota tersebut berserta wilayah di sekitarnya.
Keterkaitan Antara Sistem Transportasi dan Pengembangan Lahan merupakan suatu kajian yang
tidak dapat terlepas dari eksistensi ruang dalam studi geografi. Sistem transportasi dan
pengembangan lahan (land development) saling berkaitan satu sama lain. Di dalam sistem
transportasi, tujuan dari perencanaan adalah menyediakan fasilitas untuk pergerakan penumpang
dan barang dari satu tempat ke tempat lain atau dari berbagai pemanfaatan lahan. Sedangkan di sisi
pengembangan lahan, tujuan dari perencanaan adalah untuk tercapainya fungsi bangunan dan harus
menguntungkan. Acapkali kedua tujuan tersebut menimbulkan konflik. Hal inilah yang menjadi
asumsi mendasar dari analisis dampak keruangan untuk menjembatani kedua tujuan di atas, atau
dengan kata lain, Proses perencanaan transportasi dan pengembangan lahan mengikat satu sama
lainnya. Pengembangan lahan tidak akan terjadi tanpa sistem transportasi, sedangkan sistem
transportasi tidak mungkin disediakan apabila tidak melayani kepentingan ekonomi atau aktivitas
pembangunan. Dari asumsi mendasar tersebut, maka perlu kajian yang mendalam mengenai analisis
keduanya (transportasi dan penggunaan lahan).
Efek dari pesatnya perkembangan system transportasai di Negara-negara berkembang seperti
Indonesia diantaranya adalah berkurangnya lahan pertanian subur di sepanjang jalur transportasi,
terjadinya konfersi lahan produktif menjadi lahan terbangun serta terjadinya perubahan dalam segi
kualitas, kwantitas serta pattern atau pola fisik penggunaan lahan secara keruangan. Pada dasarnya,
perubahan yang terjadi ini tidak dapat secara langsung memberikan argumen bahwa factor utama
yang mempengaruhi terjadinya perubahan pola penggunaan lahan adalah adanya sistem transportasi
yang berkembang di kawasan tersebut.
Sistem transportasi di perkotaan adalah faktor utama yang menentukan pola ruang
(spatial pattern), derajat kesemrawutan, dan tingkat pertumbuhan ekonomi dari suatu
daerah perkotaan. Ada tiga jenis utama transportasi yang digunakan orang di perkotaan
(Miller 1985) :
a. Angkutan pribadi (individual transit), seperti mobil pribadi, sepeda motor, sepeda, atau berjalan
kaki,
b. Angkutan masal (mass transit), seperti kereta api, bis, opelet, dan sebagainya.
c. Angkutan sewaan (para transit), seperti mobil sewaan, taksi yang menjalani rute tetap atau yang
disewa untuk sekali jalan, dan sebagainya.
Setiap jenis angkutan mempunyai keuntungan dan kerugian tersendiri. Sistem
transportasi perkotaan yang berhasil, memerlukan gabungan dari cara angkutan pribadi,
massal, dan sewaan, yang dirancang memenuhi kebutuhan daerah perkotaan tertentu.
KEBIJAKAN TRANSPORTASI
Pola jaringan jalan dapat mempengaruhi perkembangan tata guna lahan. Jaringan jalan yang
direncanakan secara tepat akan merupakan pengatur lalu lintas yang baik. Jadi ada kaitan antara
perencanaan kota dengan perencanaan transportasi. Perencanaan kota mempersiapkan kota untuk
menghadapi perkembangan dan mencegah timbulnya berbagai persoalan agar kota menjadi suatu
tempat kehidupan yang layak. Sedangkan perencanaan transportasi mempunyai sasaran
mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan orang atau barang bergerak dengan
aman, murah, cepat, dan nyaman, dan mencegah terjadinya kemacetan lalu lintas di jalan-jalan
dalam kota. Penyusunan kebijakan transportasi dilakukan oleh Departemen Perhubungan, setelah
berkoordinasi dengan beberapa departemen lain yang terkait, misal: Departemen Dalam Negeri,
Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pertahanan, dan Departemen Keuangan. Selanjutnya
pelaksanaan dari kebijakan transportasi tersebut dilakukan secara terpadu oleh unsur-unsur
pelaksana di daerah, seperti Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Dinas Bina Marga, Polisi Lalu
Lintas, dan instansi lain yang terkait, serta pihak swasta (perusahaan perangkutan).
STUDI KASUS
PERMASALAHAN TRANSPORTASI AKIBAT PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DI
JAKARTA
Jakarta merupakan kota terbesar di Indonesia, sebagai ibukota Negara, posisi Jakarta memegang
posisi sangat penting dalam hal; politik, ekonomi, dan perdagangan. Tidak salah, kalau akhirnya
Jakarta diserbu oleh pendatang (urban) yang berdatangan dari berbagai wilayah di Indonesia.
berdasarkan catatan resmi catatan sipil, tahun 2007, jumlah penduduk Jakarta adalah 7.706.392 jiwa,
sedangkan berdasarkan perkiraan, pada siang hari, penduduk Jakarta bisa mencapai 12 juta jiwa.
Yang menjadi persoalan dimana lahan yang tersedia tidak bertambah akan tetapi jumlah
penduduknya semakin hari semakin meningkat, dengan kata lain maka kebutuhan akan lahan pun
semakin meningkat.
Pengaturan tata guna lahan di Jakarta ini memang menjadi suatu permasalahan yang sangat sulit dan
rumit mengingat pertumbuhan dan perkembangan nilai lahan yang sedemikian tinggi serta
kepadatan bangunan yang sangat tinggi pula. Pengaturan ini sudah diarahkan, baik dalam Jakarta
1965-1985 Master Plan, maupun Jakarta 1985-2005 Structure Plan, namun implementasi-nya masih
seringkali berubah dan tidak sesuai karena adanya berbagai kebutuhan dan kendala. Sebagai contoh
adalah kasus di Kuningan, pada awalnya wilayah ini dalam Jakarta Struktur Plan 2005 diarahkan
untuk pengembangan kawasan campuran, dengan sebagian besar untuk pemukiman kelas atas yang
disediakan untuk para diplomat serta perkantoran. Tetapi sekarang kawasan ini tumbuh menjadi
kawasan perkantoran kelas satu termasuk kantor-kantor komersial. Hal ini terjadi karena lokasi
tersebut yang sangat strategis dibandingkan lokasi lain. Dari aspek accessibility kawasan ini mudah
dicapai dari segala arah, tetapi pelayanan transportasi tidak cukup baik. Jalur lalu lintas sangat padat
terutama pada jamjamsibuk.
Dengan kondisi ini maka kebijaksanaan tata guna lahan di kawasan ini dirumuskan kembali dengan
konsep superblock system dan high rise building. Sebagai dampaknya kebutuhan transportasi
meningkat pesat sedangkan sarananya sangat terbatas, akibatnya kemacetan dan kepadatan lalu
lintas tidak dapat dihindarkan. Dengan luas area 325 ha dan lebih dari setengah juta pekerja, maka
kawasan ini sangat memerlukan alat dan sarana transportasi baru. Namun dalam realitanya,
walau terjadi perubahan fungsi kegiatan (tata guna lahan), kebijaksanaan transportasi
masih mengacu pada Jakarta Struktur Plan 2005, yang jelas-jelas sudah tidak sesuai lagi
dengan kondisi perkembangan yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa kebijaksanaan
penggunaaN lahan belum didukung dengan kebijaksanaan pengembangan transportasi.
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa kebijaksanaan tata guna lahan yang baik belum tentu dapat
mendukung pemecahan masalah transportasi, Karena masih ditentukan oleh implementasi-nya
yang banyak dipengaruhi oleh factor-faktor lain yang dianggap lebih penting dan mendesak dari
penataan guna lahan itu sendiri.