Anda di halaman 1dari 5

Legowo 2:1

Sistem tanam Jajar Legowo merupakan pola tanam antara dua baris tanam
ataupun lebih yang diberi satu baris kosong. Istilah legowo berasal dari
kata “lego” yang berarti luas dan “dowo” yang berarti panjang. Penerapan
Jajar Legowo selain untuk meningkatkan populasi tanaman, juga mampu
menambah kelancaran sirkulasi sinar matahari dan udara disekitar tanaman
pinggir sehingga tanaman bisa berfotosintesis lebih baik. Selain itu tanaman yang
posisinya berada di pinggir diharapkan memberikan produksi lebih tinggi serta
kualitas panen lebih baik karena pada sistem tanam Jajar Legowo terdapat ruang
terbuka seluas 25- 50%, sehingga penerimaan cahaya matahari lebih optimal.
Sistem tanaman ini memberi kemudahan petani untuk melakukan pemeliharaan
tanaman (Abdulrachman et al, 2016).

Padi membutuhkan air yang cukup dari mulai tanam hingga pengisian
bulir, untuk menghindari kekurangan air, maka pembibitan padi dapat dilakukan
lebih awal, yakni pada saat air masih menggenangi lahan. Pembibitan menentukan
keberhasilan tanaman karena merupakan titik awal pertumbuhan, bibit tanaman
haruslah baik dan memiliki adaptasi tinggi (Basri dkk., 2016).

Benih harus disemai terlebih dahulu untuk mendapatkan bibit yang siap
tanam. Benih yang dibibitkan tidak semua dapat tumbuh, bibit yang mati dapat
disebabkan oleh suhu tinggi, lebih dari 45°C. Perlakuan benih pra tanam atau
conditioning bertujuan untuk menghilangkan sumber infeksi benih dari pathogen
tular benih, melindungi bibit ketika muncul dipermukaan tanah, dan
meningkatkan perkecambahan atau melindungi benih dari pathogen (Wartono
dkk., 2015).
Penanaman padi dengan pola penanaman jajar legowo merupakan
perubahan perkembangan teknologi penanaman padi dari sistem tanam tegel. Jajar
legowo terdiri dari beberapa jenis, seperti jajar legowo 2:1, jajar legowo 3:1, jajar
legowo 4:1, jajar legowo 6:1, dan jajar legowo 8:1. Metode ini dapat memberikan
hasil yang lebih tinggi dari metode penanaman lainnya. Penanaman dengan
metode ini memberikan kelebihan yaitu pemanfaatan sinar matahari yang lebih
baik, pemupukan, pengamatan dan pengendalian hama lebih mudah dilakukan
didalam lorong-lorong. Lorong kosong pada sistem jajar legowo mempermudah
pemeliharaan tanaman, pengendalian gulma, dan pemupukan (Ikhwani dkk.,
2016).

Menurut Suharno (2013) penerapan jajar legowo mempermudah pelaksanaan


pemeliharaan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit tanaman yang
dilakukan melalui barisan kosong atau lorong. Mengurangi kemungkinan
serangan hama dan penyakit terutama hama tikus. Menghemat pupuk, karena
yang dipupuk hanya bagian tanaman dalam barisan. Menerapkan sistem tanam
jajar legowo akan menambah kemungkinan barisan tanaman untuk mengalami
tanaman pingir dengan memanfaatkan sinar matahari secara optimal bagi tanaman
yang berada pada barisan pinggir

Berdasarkan hasil sidik ragam pada jenjang kesalahan 5% menunjukan bahwa


perlakuan sistem tanam jajar legowo 2:1 berbeda nyata dan lebih tinggi
dibandingkan dengan sistem tanam jajar legowo 4:1 dan 6:1. hal ini dikarenakan
sistem jajar legowo 2:1 memiliki barisan kosong sehingga tanaman tidak saling
bersaing dalam penyerapan unsur hara dan tanaman tidak saling menaungi
sehingga tanaman dapat menerima sinar matahari secara optimal yang berguna
dalam proses fotosintesis.

Jarak tanam pada sistem tanam legowo 2:1 adalah 25 cm (jarak antar
barisan) x 12,5 cm (jarak dalam barisan) x 50 cm (jarak lorong). Jarak tanam
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan menggunakan sistim tanam legowo (diantaranya legowo 2:1 dan
4:1). Pada jarak tanam yang rapat sistem perakaran gulma akan lebih awal
memanfaatkan pupuk N. Jarak tanam yang terlalu rapat mengakibatkan terjadinya
kompetisi antar tanaman dengan gulma dalam hal cahaya matahari, air, dan unsur
hara. Akibatnya, pertumbuhan tanaman terhambat dan hasil tanaman pada
menjadi rendah (Hatta, 2015).
Sistem tanam jajar legowo 2 : 1 akan menghasilkan jumlah populasi
tanaman per ha sebanyak 213.300 rumpun, serta akan meningkatkan populasi
33,31 % dibanding pola penanaman tegel (25x25 cm) yang hanya mennghasilkan
160.000 rumpun/ha. Pola penanaman padi jajar legowo 4 : 1 dapat menghasilkan
populasi mencapai 256.000 rumpun/ha. Tingginya populasi tanaman pada sistem
jajar legowo 3 : 1 dapat meningkatkan produksi padi sebesar 10 – 15 % (BPS,
2016).
Pemupukan merupakan kegiatan menambahkan bahan atau materi yang
bertujuan untuk menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Pemupukan
umumnya berupa pemupukan dasar dan pemupukan lanjutan. Sistem pertanian
organik memanfaatkan pupuk kandang baik dari ternak ruminansia maupun
unggas sebagai pupuk dasar, karena mengandung unsur hara lengkap baik mikro
maupun makro. Pemupukan berperan besar dalam keberhasilan proses budidaya
tanaman karena perannya menyediakan hara. Pemupukan berimbang dengan tepat
dosis, waktu dan jenis pupuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk
(Rosadillah dkk., 2017).
Pemupukan yang seimbang dan tepat akan memberikan produksi yang
maksimal. Pemupukan yang dilakukan tepat dosis, tepat waktu, tepat jenis dan
sesuai kebutuhan tanaman dan status hara tanah berpengaruh dalam peningkatan
produksi padi sistem jajar legowo super. Pelaksanaan pemupukan harus
memperhatikan varietas tanaman dan kondisi lingkungan budidaya sehingga tidak
terjadi penggunaan pupuk yang berlebihan. Pemupukan dilaksanakan pada waktu
dengan resiko penguapan pupuk dan pencucian pupuk yang minim, serta pada
lahan yang telah diolah agar tidak terjadi penyerapan pupuk oleh gulma
(Rosadillah dkk., 2017).
Keuntungan jajar legowo

Menurut Sembiring (2001), ada lima keuntungan system tanam jajar legowo:

1. Sistem jajar legowo ini memberi kemudahan petani dalam pengelolaan


usahataninya seperti: pemupukan susulan, penyiangan, pelaksanaan
pengendalian hama dan penyakit (penyemprotan). Disamping itu juga lebih
mudah dalam mengendalikan hama tikus.
2. Meningkatkan jumlah tanaman pada kedua bagian pinggir, sehingga
berpeluang untuk meningkatkan produktivitas tanaman akibat peningkatan
populasi.
3. Sistem tanaman berbaris ini juga berpeluang bagi pengembangan sistem
produksi padi-ikan (mina padi) atau parlebek (kombinasi padi, ikan, dan
bebek).
4. Meningkatkan produktivitas padi hingga mencapai 10-15%.

DAFTAR PUSTAKA
Basri, A.B., Chairunnas, dan A. Azis. 2016. Pengaruh media tumbuh biochar
sekam padi terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit. Buletin Plasma. 16 (2)
: 195 – 202.
BPS. 2016. Produktivitas Padi Menurut Provinsi (kuintal/ha), 1993-2015. Badan
Pusat Statistik Indonesia.

Hatta, M. 2015. Pengaruh tipe jarak tanam terhadap anakan komponen hasil, dan
hasil dua varietas padi pada metode SRI. J. Floratek, 6 (3) : 104 - 113.

Rosadillah R, dkk. 2017. Penerapan Pngelolaan Terpadu Padi Sawah Di


Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Jurnal Penyuluhan.
Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Bogor
Wartono, Giyanto, dan K. H. Mutaqin. 2015. Efektivitas formulasi spora Bacillus
subtilis B12 sebagai agen pengendali hayati penyakit hawar daun bakteri
pada tanaman padi. J. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 34 (1) : 21 –
28.

Ikhwani, G. R. Pratiwi, E. Paturrohman, dan A. K. Makarim. 2016. Peningkatan


produktivitas padi melalui penerapan jarak tanam jajar legowo. J. Iptek
Tanaman Pangan, 8 (2) : 72 - 79.
Antralina, M. 2012. karakteristik gulma dan komponen hasil tanaman padi sawah
(Oryza sativa L.) sistem sri pada waktu keberadaan gulma yang berbeda. Jurnal
Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 3 No. 2.
Abdulrachman, S, M. J. Mejaya, N. Agustina, I. Gunawan, P. Sasmita, dan
A. Guswara. 2016. Sistem Tanam Legowo. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Kementerian Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai