Intan Ariba Nuulhuda, Prodi D 3 Gizi TK 1 B
Intan Ariba Nuulhuda, Prodi D 3 Gizi TK 1 B
DOSEN PENGAJAR:
Dewi Erowati, S.Gz, MPH
Terdapat 4 (empat) pilar dari RPJMN ke IV tahun 2020-2024 yang merupakan amanat
RPJPN 2005- 2025 untuk mencapai tujuan utama dari rencana pembangunan nasional periode
terakhir. Keempat pilar tersebut diterjemahkan ke dalam 7 agenda pembangunan yang
didalamnya terdapat Program Prioritas, Kegiatan Prioritas, dan Proyek Prioritas. Empat pilar
tersebut yaitu:
1. Kelembagaan politik dan hokum yang mantap
2. Kesejahteraan masyarakat yang terus meningkat
3. Struktur ekonomi yang semakin maju dan kokoh
4. Terwujudnya keanekaragaman hayati yang terjaga
Tujuh agenda pembangunan RPJMN IV tahun 2020-2024 :
1. Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas
2. Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan & Menjamin Pemerataan
3. Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dan Berdaya Saing
4. Membangun Kebudayaan dan Karakter Bangsa
5. Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi & Pelayanan
Dasar
6. Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim
7. Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik
Kerangka Ekonomi Makro 2020-2024
Selepas krisis ekonomi 1998, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya pada
kisaran 5,3 persen per tahun. Bahkan dalam empat tahun terakhir pertumbuhan ekonomi
Indonesia cenderung stagnan pada kisaran 5,0 persen. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi
tersebut, sulit bagi Indonesia untuk dapat naik kelas menjadi negara berpendapatan tinggi atau
mengejar ketertinggalan pendapatan per kapita negara peers.
Stagnannya pertumbuhan ekonomi disebabkan utamanya oleh tingkat produktivitas yang rendah
seiring tidak berjalannya transformasi struktural. Adapun faktor-faktor yang menjadi
penghambat adalah: (1) regulasi yang tumpang tindih dan birokrasi yang menghambat; (2) sistem
dan besarnya penerimaan pajak belum cukup memadai; (3) kualitas infrastruktur yang masih
rendah terutama konektivitas dan energi; (4) rendahnya kualitas SDM dan produktivitas tenaga
kerja; (5) intermediasi sektor keuangan rendah dan pasar keuangan yang dangkal; (6) sistem
inovasi yang tidak efektif; (7) keterkaitan hulu-hilir yang lemah.
Saat ini dunia telah memasuki era revolusi industri 4.0. Revolusi tersebut memberikan
tantangan dan peluang bagi perkembangan perekonomian ke depan. Di satu sisi, digitalisasi,
otomatisasi, dan penggunaan kecerdasan buatan dalam aktivitas ekonomi akan meningkatkan
produktivitas dan efisiensi dalam produksi modern, serta memberikan kemudahan dan
kenyamanan bagi konsumen. Digital teknologi juga membantu proses pembangunan di berbagai
bidang di antaranya pendidikan melalui distance learning, pemerintahan melalui e-government,
inklusi keuangan melalui fin-tech, dan pengembangan UMKM seiring berkembangnya e-
commerce. Namun di sisi lain, perkembangan revolusi industri 4.0 berpotensi menyebabkan
hilangnya pekerjaan di dunia. Studi dari Mckinsey memperkirakan 60 persen jabatan pekerjaan
di dunia akan tergantikan oleh otomatisasi. Di Indonesia diperkirakan 51,8 persen potensi
pekerjaan yang akan hilang. Di samping itu, tumbuhnya berbagai aktivitas bisnis dan jual beli
berbasis online belum dibarengi dengan upaya pengoptimalan penerimaan negara serta
pengawasan kepatuhan pajak atas transaksi-transaksi tersebut. Hal ini penting mengingat
transaksi digital bersifat lintas negara.
Sasaran Ekonomi Makro 2020-2024
Pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat meningkat rata-rata 5,4 – 6,03 persen per tahun
dan pertumbuhan PDB per kapita sebesar 4,0 +/- 1 persen, yang didorong oleh peningkatan
produktivitas, investasi yang berkelanjutan, perbaikan pasar tenaga kerja, dan peningkatan
kualitas SDM. Dengan target pertumbuhan ekonomi tersebut, GNI per kapita (Atlas Method)
diharapkan meningkat menjadi USD5.780 – 6.160 per kapita pada tahun 2024.
Untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dalam lima tahun ke
depan, perbaikan transformasi struktural menjadi salah satu kunci utama. Perbaikan transformasi
struktural utamanya didorong oleh revitalisasi industri pengolahan, dengan tetap mendorong
perkembangan sektor lain melalui modernisasi pertanian, hilirasi pertambangan, pembangunan
infrastruktur yang berkelanjutan, dan transformasi sektor jasa.
Dari sisi permintaan domestik, konsumsi masyarakat (rumah tangga dan LNPRT)
diharapkan akan tumbuh rata-rata 5,16 – 5,29 persen per tahun. Peningkatan konsumsi
masyarakat didorong oleh peningkatan pendapatan masyarat seiring dengan penciptaan lapangan
kerja yang lebih besar dan lebih baik, stabilitas harga, dan bantuan sosial pemerintah yang lebih
tepat sasaran.
Ekspansi perekonomian 2020-2024 terutama akan didorong oleh peningkatan investasi
(pembentukan modal tetap bruto) yang tumbuh 6,88 – 8,11 persen per tahun. Untuk mencapai
target tersebut, investasi swasta (asing maupun dalam negeri) akan didorong melalui deregulasi
prosedur investasi, sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perizinan, termasuk meningkatkan
EoDB Indonesia dari peringkat 73 pada tahun 2018 menjadi menuju peringkat 40 pada tahun
2024. Peningkatan investasi juga didorong oleh peningkatan investasi pemerintah, termasuk
BUMN, terutama untuk infrastruktur. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan stok infrastruktur
menjadi 50,0 persen PDB dan belanja modal menjadi 2,3 – 2,8 persen pada tahun 2024.
Peningkatan investasi akan ditujukan pada peningkatan produktivitas, yang akan mendorong
peningkatan efisiensi investasi.
Secara keseluruhan, ekspor barang dan jasa tumbuh rata-rata 6,21 – 7,67 persen per
tahun. Peningkatan ekspor barang tahun 2020-2024 akan didukung oleh revitalisasi industri
pengolahan yang mendorong diversifikasi produk ekspor non-komoditas, dan mengurangi
ketergantungan impor. Peningkatan juga akan didorong oleh peningkatan ekspor jasa, utamanya
jasa perjalanan, melalui pengembangan sektor pariwisata. Sementara impor barang dan jasa
tumbuh rata 6,42 – 7,42 persen tahun didorong oleh peningkatan permintaan domestik, terutama
investasi.
Pemerintah berkomitmen untuk menjaga APBN yang sehat dengan tetap memberikan
dorongan stimulus terhadap perekonomian. Pendapatan negara ditargetkan meningkat menjadi
rata-rata 13,7 – 14,8 persen PDB per tahun, dengan rasio perpajakan mencapai rata-rata 11,7 –
12,7 persen PDB per tahun. Hal ini dicapai melalui perbaikan yang bersifat berkelanjutan baik
dari sisi administrasi maupun kebijakan. Dari sisi administrasi, akan terus dilakukan pembaruan
sistem administrasi perpajakan sebagai upaya perbaikan basis data perpajakan dan peningkatan
kepatuhan. Dari sisi kebijakan, pemerintah akan terus melakukan penggalian potensi
penerimaan, antara lain potensi yang berasal dari aktivitas jasa digital lintas negara dan
ekstensifikasi barang kena cukai. Adapun, kebijakan ini juga diimbangi dengan peran kebijakan
perpajakan sebagai instrumen pendorong investasi melalui penyediaan insentif fiskal yang
mendukung aktivitas penciptaan nilai tambah ekonomi (industri manufaktur, pariwisata,
ekonomi kreatif dan digital).
Sepanjang 2020-2024, nilai tukar stabil pada tingkat fundamentalnya untuk menjaga daya
saing ekspor. Hal ini dapat dicapai melalui penerapan kebijakan moneter pre-emptive dan ahead
the curve oleh bank sentral serta sinergi kebijakan yang diarahkan untuk penerapan reformasi
struktural yang mampu meningkatkan daya saing perekonomian domestik.
Tutupan hutan primer Indonesia cenderung terus berkurang. Walaupun laju deforestasi telah
berkurang secara signifikan dibandingkan pada masa sebelum tahun 2000, namun luas tutupan
hutan primer semakin menurun sehingga diperkirakan hanya akan tinggal tersisa 18,4 persen dari
luas lahan total nasional (189,6 juta ha) di tahun 2045 dibandingkan kondisi di tahun 2000 yang
mencapai 27,7 persen total luas lahan nasional. Agar tren kehilangan hutan primer tidak berlanjut
maka luas tutupan hutan primer harus dapat dipertahankan pada luas minimal 43 juta ha (kondisi
tahun 2019). Oleh karenanya, area moratorium hutan primer menjadi batasan mutlak yang harus
diperhatikan dalam perencanaan pembangunan.
Luas tutupan hutan, baik hutan primer maupun sekunder yang terletak di atas lahan gambut
semakin berkurang. Moratorium lahan gambut dari tahun 2015 belum mampu sepenuhnya
mencegah penurunan tutupan hutan di atas lahan gambut.
Habitat spesies kunci terancam punah semakin berkurang signifikan akibat pengurangan luas
tutupan hutan. Analisis menunjukkan bahwa tutupan hutan pada habitat species langka di sebelah
barat garis Wallacea akan menyusut dari 80,3 persen di tahun 2000 menjadi 49,7 persen di tahun
2045, terutama pada wilayah Sumatera dan Kalimantan. Diperkirakan luas key biodiversity areas
di sisi timur Garis Wallacea, khususnya wilayah Papua juga berkurang signifikan.
D. Area Pesisir Rentan Abrasi / Akresi
Total panjang pesisir rentan abrasi/akresi akibat perubahan tinggi muka air laut diperkirakan
mencapai 18.480 km di tahun 2045. Bila tidak dilakukan intervensi maka area yang rentan
abrasi/akresi tersebut tentunya tidak dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung
pembangunan, khususnya mengancam keberlangsungan pemukiman dan industri yang sudah
terdapat di area tersebut.
Secara geografis, Indonesia merupakan negara yang rawan akan bencana, baik bencana
hidrometeorologis maupun geologis. Sebagian besar wilayah Indonesia terletak di atas jalur-jalur
sumber gempa besar dari zona megathrust-subduksi lempeng dan sesar-sesar aktif sehingga
bukan hanya berpotensi menimbulkan kerusakan infrastruktur dan konektivitas dasar namun juga
dapat menimbulkan kerugian korban jiwa yang sangat besar. Sekitar 217 juta (77 persen)
penduduk berpotensi terpapar gempa >0.1 g, dan 4 juta tinggal 1 km dari sesar aktif; Sekitar 3,7
juta penduduk berpotensi terpapar tsunami;Sekitar 5 juta penduduk bermukim dan beraktivitas di
sekitar gunungapi aktif.
F. Ketersediaan Air
Kerusakan tutupan hutan diperkirakan akan memicu terjadinya kelangkaan air baku
khususnya pada pulau-pulau yang memiliki tutupan hutan sangat rendah seperti Pulau Jawa, Bali
dan Nusa Tenggara. Dari hasil proyeksi, kelangkaan air baku juga mulai merebak pada beberapa
wilayah lainnya dikarenakan dampak dari perubahan iklim global yang menerpa sebagian besar
wilayah Indonesia.Agar kelangkaan air tidak sampai menghambat pembangunan maka wilayah
aman air secara nasional perlu dipertahankan seluas minimal 175,5 juta ha (93 persen dari luas
wilayah Indonesia); sedangkan ketersediaan air pada setiap pulau harus dipertahankan di atas
1.000 m3/kapita/tahun. Khusus untuk Pulau Jawa, mengingat ancaman krisis air sudah sangat
mengkhawatirkan maka proporsi wilayah aman air perlu ditingkatkan secara signifikan.
G. Ketersediaan Energi
Suplai energi domestik diperkirakan hanya mampu memenuhi 75 persen permintaan energi
nasional pada tahun 2030 dan akan terus menurun hingga 28 persen di tahun 2045. Dengan
harapan pertumbuhan ekonomi yang relatif cukup tinggi, berkurangnya kemampuan produksi
energi domestik diperkirakan dapat mempengaruhi keseimbangan antara suplai dan kebutuhan
energi di tingkat nasional di masa yang akan datang. Bila kebutuhan energi jauh melampaui
suplai dalam negeri, hal ini diprediksi akan mengganggu defisit transaksi berjalan (Current
Account Deficit) pemerintah yang dapat berdampak pada kestabilan kurs Rupiah dan
pertumbuhan ekonomi.
H. Tingkat Emisi dan Intensitas Emisi GRK
Emisi GRK semakin meningkat pada kondisi baseline, sedangkan intensitas emisi meskipun
cenderung positif namun belum mampu mendukung upaya penurunan emisi secara keseluruhan.
Hal ini belum sejalan dengan komitmen Pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi GRK 26
persen dengan usaha sendiri, dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2020.
Bahkan dalam pertemuan UNFCCC COP 21 tahun 2015 di Paris komitmen ini ditingkatkan
sehingga target penurunan emisi menjadi minimal 29 persen di tahun 2030.
Kapasitas Fiskal dan Pendanaan Pembangunan
Sasaran tersebut dapat dicapai melalui investasi publik yang berkualitas yaitu: 1) tepat
sasaran dan waktu; 2) memberikan dampak positif yang signifikan dan berkelanjutan; 3)
konsisten dengan arah kebijakan, program, dan rencana pembangunan; serta 4) penggunaan
sumber daya dan dana yang efisien.
Dalam lima tahun terakhir, penerimaan perpajakan terhadap PDB (tax ratio) Indonesia
masih rendah, bahkan lebih rendah dibandingkan dengan tax ratio negara yang berpendapatan
setara. Akar permasalahan utama dari rendahnya tax ratio tesebut adalah kebijakan perpajakan
yang belum cukup memadai untuk mewujudkan sistem perpajakan yang mampu memobilisasi
penerimaan perpajakan secara optimal. Selain itu, sistem administrasi perpajakan, kepatuhan
individu dalam kewajiban perpajakan, serta peran kelembagaan perpajakan turut mempengaruhi
terhadap belum optimalnya kinerja perpajakan. Berbagai permasalahan perpajakan tersebut
menyebabkan terbatasnya ruang fiskal untuk mendanai kebutuhan pembangunan.
2. MENJAMIN KEADILAN
Keadilan adalah pembangunan dilaksanakan untuk memberikan manfaat yang
sesuai dengan apa yang menjadi hak warganegara, bersifat proporsional dan tidak
melanggar hukum dalam menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.
3. MENJAGA KEBERLANJUTAN
Keberlanjutan adalah memastikan bahwa upaya pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri pada saatnya nanti