Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TRAUMA


ABDOMEN

Disusun oleh :
1. Erria Surya Sekar Gading (P07120119035)
2. Nur Anna Margiyati (P07120119036)
3. Kurniatin Nur Habsari (P07120119037)
4. Anisa Kartika Sari (P07120119038)

Prodi
DIII Keperawatan
Jurusan Keperawatan
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
Jl.Tatabumi No. 3, Banyuraden, Gamping, Sleman,Yogyakarta
Tahun Ajaran 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan
syafaatnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
makalah dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I dengan judul Asuhan
Keperawatan Pada Trauma Abdomen.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat kesalahpahaman makalah ini
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya kepada Ibu Ida
Mardalena, S.kep, Ns, M.si sebagai dosen Keperawatan Medikal Bedah I kami yang telah
membimbing dalam pembuatan makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Yogyakarta, 12 Agustus 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover…………………………………………………………………………........ i

Kata Pengantar……………………………………………………………………. ii

Daftar Isi. ………………………………………………………………………..... iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………... 1

A. Latar Belakang………………………………………………………......... 1

B. Tujuan Penulisan …………………………………………………….…... 2

C. Ruang Lingkup………………………………………………………...... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………… 5

A. Tinjauan Penyakit..………………………………………………………... 5

B. Etiologi.................................................…………………………………... 6

C. Patofisiologi...........….........................................………………………….. 7

D. Manifestasi Klinis....………………………………………………….......... 10

E. Tinjauan Askep Secara Teori..........................…………………………...... 13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN ………………… 16

A. Kasus............................................………………………………………….. 16

B. Pengkajian...................................………………………………………….. 17

C. Diagnosa Keperawatan..............…………………………………………... 18

D. Rencana Keperawatan......................……………………………………... 18

E. Evaluasi.............................................……………………………………... 21

BAB IV PENUTUP………………………………………………………............ 22

A. Kesimpulan ……………………………………………………….............. 22

B. Saran………………………………………………………...................... 22

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………......... 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dilapisi oleh otot-otot perut pada bagian
ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah dorsal. Bagian atas
abdomen berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas abdomninalis berbatasan
dengan cavitas thorax atau rongga dada melalui otot diafragma dan sebelah bawah
dengan cavitas pelvis atau rongga panggul.
Pada vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti sebagian
besar organ sistem pencernaan, sistem perkemihan. Organ yang dapat ditemukan di
abdomennantara lain : komponen dari saluran cerna: lambung (gaster), usus halus, usus
besar (kolon), caecum, umbai cacing atau appendix; Organ pelengkap dai saluran cerna
seperti: hati (hepar), kantung empedu, dan pankreas; Organ saluran kemih seperti:
ginjal, ureter, dan kantung kemih (vesica urinaria); Organ lain seperti limpa (lien).
Istilah trauma abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatdaruratan
dirongga abdomen yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan
utamanya. Keadaan ini memerlukan penanganan segera yang berupa tindakan berbeda-
beda tergantung kondisinya seperti pada obstruksi, perforasi atau pendarahan, infeksi,
dan strangulasi jalan cerna.
Pengkajian awal sangat bermanfaat namun terkadang sulit karena adanya jejas yang
tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh
trauma tumpul atau trauma tajam. Trauma tumpul velisitas rendah misalnya akibat
tinju, dapat menimbulkan kerusakan organ. Sedangkan trauma velositas tinggi sering
menimbulkan kerusakan organ multipel. Untuk trauma tajam abdomen dapat
menyebabkan berbagai komplikasi serius seperti perdarahan berat (syok), kerusakan
organ dalam perut, obstruksi usus dan lain lain. Apabila tidak segera ditangani dapat
menyebabkan perdarahan di organ dalam dan resiko tinggi kematian.
Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkinkan seseorang untuk terkena
injury yang bisa saja merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita mungkin hanya
mengenal luka robek atau luka sayatan saja namun ternyata di luar itu masih banyak
lagi luka atau trauma yang dapat terjadi pada daerah abdomen.

1
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Maraknya kekerasan yang
menggunakan benda tajam seperti copet, jambret, begal, dan rampok menyebabkan
semakin banyak pasien dengan trauma tajam.
Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma, gejala dan
tanda yang ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat
kewaspadaan yang tinggi untuk dapat menetapkan diagnosis.
Dalam dua tahun terakhir ini, kematian akibat trauma meningkat setiap tahunnya.
Data Kepolisian Republik Indonesia menyebutkan bahwa pada tahun 2012 terjadi
109.038 kasus trauma akibat kecelakaan dengan korban meninggal dunia sebanyak
27.441 orang. Sedangkan pada 2011 terjadi kasus trauma akibat kecelakaan sebanyak
109.776 kasus, dengan korban meninggal sebanyak 31.185 orang (Anonim,2016).
Data yang didapatkan dari Rumah Sakit Sanglah tercatat pada tahun 2015
menyatakan bahwa dari total 2.755 diruang operasi IRD RS Sanglah, didaptkan 720
kasus cedera kepala, 455 dengan fraktur ekstremitas, dan 64 kasus trauma abdomen,
sisanya berkaitan dengan kegawatdaruratan bedah non trauma (Anonim,2015).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur
Keperawatan Medikal Bedah I dan untuk memberikan wawasan kepada
mahasiswa/i tentang trauma abdomen dan tindakan asuhan keperawatan pada
pasien dengan trauma abdomen.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari trauma abdomen.
b. Untuk mengetahui klasifikasi trauma abdomen.
c. Untuk mengetahui etiologi trauma abdomen.
d. Untuk mengetahui patofisiologi trauma abdomen.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen.
f. Untuk mengetahui komplikasi trauma abdomen.
g. Untuk mengetahui pemeriksaan medis trauma abdomen.
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan trauma abdomen.
i. Untuk mengetahui asuhan keperawatan trauma abdomen.

2
C. Ruang Lingkup
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma
abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk
(Ignativicus & Workman, 2006). Salah satu kegawat daruratan pada sistem pencernaan
adalah trauma abdomen yaitu trauma atau cedera yang mengenai daerah abdomen yang
menyebabkan timbulnya gangguan atau kerusakan pada organ yang ada di dalamnya.
Jenis Trauma Abdomen
1. Trauma Tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritonium. Luka
tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan,
keselakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolah raga, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas
2. Trauma Tajam
Trauma tembus: merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau
luka tembak. Luka trauma tajam meliputi :
a. Luka tembak
Diamanatkan bahwa semua luka tembak dengan lintasan intra-abdomen
diperlukan laparotomi eksplorasi. Beberapa penulis telah menggambarkan
pendekatan yang kurang agresif untuk subset yang dipilih dengan cermat pasien
dengan trauma tembus ke perut termasuk beberapa luka tembak kecepatan
rendah. Manajemen nonoperative luka tembak yang menembus peritoneum
yang kontroversial. Pasien dengan hipotensi meskipun diberi resusitasi
kristaloid akan memerlukan laparotomi segera eksplorasi, antibiotik untuk
menutupi flora pada abdomen, dan booster tetanus. Untuk pasien hemodinamik
stabil, invasi intraperitoneal telah dikesampingkan, manajemen konservatif luka
yang dangkal dan tangensial ke abdomen dapat digunakan.
b. Luka Tusukan
Pasien dengan luka tusukan memerlukan resusitasi serta booster tetanus dan
antibiotik jika kemungkinan keterlibatan intraperitoneal diduga. DPL, CT scan,

3
dan laparoskopi dapat digunakan. Jika kemungkinan keterlibatan peritoneal
telah dikesampingkan, pasien dapat dengan aman diarahkan kepada instruksi
perawatan luka lokal. Jika peritoneum telah terkena, diperlukan laparotomi
eksplorasi. Serupa dengan pengelolaan luka tembak kecepatan rendah seperti
yang disebutkan di atas, beberapa ahli bedah telah mulai mengamati subset
yang dipilih dengan cermat pada pasien dengan tidak ada tanda cedera
intraperitoneal pada.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Penyakit
1. Definisi
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2002). Trauma juga disebut luka atau cedera fisik lainnya atau cedera
fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma abdomen adalah pukulan atau benturan langsung pada rongga abdomen
yang mengakibatkan cidera tekanan atau tindasan pada isi rongga abdomen,
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus
halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan
ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli 2000). Trauma
Abdomen dapat terjadi akibat kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imonologi dan gangguan faal berbagai organ (Sjamsuhidayat, 1997).

2. Klasifikasi
Menurut Fadhilakmal (2013), Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
a. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat
cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan
darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
b. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen
harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen

5
adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002)
terdiri dari:
1) Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada
dinding abdomen.
2) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli
bedah.
3) Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma,
atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.

B. Etiologi
Trauma merupakan penyebab kematian tersering ketiga pada populasi umum setelah
penyakit kardiovaskular dan kanker. Pada subgrup pasien usia dibawah 40 tahun,
trauma merupakan penyebab kematian utama (Guillion, 2011). Di Amerika Serikat,
angka korban akibat trauma diperkirakan sekitar 57 juta setiap tahunnya, yang
mengakibatkan sekitar 2 juta jiwa harus dirawat inap dan 150.000 kematian (Elliot dan
Rodriguez, 1996). Dengan beban ekonomi yang disebabkan oleh trauma cukup
signifikan, diperkirakan trauma mengakibatkan hilangnya angka kehidupan sebesar
26% dan lebih dari separuhnya kehilangan usia produtifnya (Tentillier dan Mason,
2000).
Trauma abdomen, merupakan penyebab kematian yang cukup sering, ditemukan
sekitar 7 – 10% dari pasien trauma (Costa, 2010). Di Eropa, trauma tumpul abdomen
sering terjadi, sekitar 80% dari keseluruhan trauma abdomen. Pada tigaperempat kasus
trauma tumpul abdomen, kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab tersering dan
sering ditemukan pada pasien politrauma. Diikuti oleh jatuh sebagai penyebab kedua
tersering. Hal ini seringnya berhubungan 10 dengan tindakan percobaan bunuh diri,
kecelakaan kerja, dan kecelakaan saat olahraga (Guillion, 2011).

6
Di Indonesia, didapatkan bahwa prevalensi cedera secara nasional adalah sebesar
8,2%, dimana prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah
di Jambi (4,5%). Penyebab cedera secara umum yang terbanyak adalah jatuh (40,9%)
dan kecelakaan sepeda motor (40,6%), selanjutnya penyebab cedera karena terkena
benda tajam/tumpul (7,3%), transportasi darat lain (7,1%) dan kejatuhan (2,5%).
Penyebab cedera transportasi sepeda motor tertinggi ditemukan di Bengkulu (56,4
persen) dan terendah di Papua (19,4%) (Riskesdas 2013).
Pada trauma tumpul abdomen, cedera organ intra abdomen yang didapatkan
umumnya merupakan organ solid, terutama lien dan hepar dimana kedua organ ini
dapat menyebabkan perdarahan intra abdomen. Sedangkan untuk organ berongga
cukup jarang terjadi, dan seringnya dihubungkan dengan seat-belt atau deselerasi
kecepatan tinggi (Guillion, 2009; Demetrios, 2011).
Menurut smaltzer (2002), penyebab trauma abdomen dapat terjadi karena
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.
Penyebab trauma yang lainnya sebagai berikut:
1. Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

C. Patofisiologi
Menurut Fadhilakmal (2013), bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh
manusia (akibat kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh
dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor–
faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi
berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang

7
akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang
menghentikan tubuh juga penting.
Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh.
Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya.
Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada
benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.
Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan
dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam
beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut
dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme:
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan
dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar
dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae
atau struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya
robek pada organ dan pedikel vaskuler.

8
Pathway
(Sumber : Mansjoer,2001)

Trauma paksa (jatuh, benda Trauma benda tajam (Pisau,


tumpul, kompresi dll) peluru, dll)

Gaya predisposisi trauma > elastisitas & Viskositas tubuh

Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi

Trauma Abdomen

Trauma Tajam Trauma Tumpul

Kerusakan Kerusakan organ Kerusakan Kompresi organ abdomen


Jaringan Kulit abdomen jaringan vaskuler

Perdarahan intra
Luka terbuka Perforasi lapisan Perdarahan abdomen
abdomen(Kontusio,
Laserasi, jejas,
hematoma) Resiko Peningkatan TIA
Resiko kekurangan
infeksi volume cairan
Distensi Abdomen
Nyeri akut
Syok Mual/muntah
D. Hipovilemik
Kerusakan
integritas kulit
Resiko ketidak
seimbangan nutrisi

9
D. Manifestasi klinis
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut
Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen,
demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
1. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen
2. Terjadi perdarahan intra abdominal.
3. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak
normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah,
dan BAB hitam (melena).
4. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
5. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding
abdomen.

Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:


1. Terdapat luka robekan pada abdomen.
2. Luka tusuk sampai menembus abdomen.
3. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah
keadaan.
4. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.

Menurut Effendi, (2005) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :


1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri
lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan
oleh iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat
pasien dalam posisi rekumben.
4. Mual dan muntah

10
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.
6. Komplikasi
Menurut smaltzer ( 2002), komplikasi dari trauma abdomen adalah :
a. Hemoragi
b. Syok
c. Cedera
d. Infeksi
7. Pemeriksaan penunjang
a. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
b. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan
leukosit yang melebihi 20.000 /mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan
adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum
amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas
atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan
trauma pada hepar.
c. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retro
perineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
d. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri.
Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital.
e. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma
pada ginjal
f. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga
perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL inihanya alat diagnostik.
Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).

11
1) Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut:
a) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
b) Trauma pada bagian bawah dari dada
c) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
d) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol,
cedera otak)
e) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
f) Patah tulang pelvis
2) Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut:
a) Hamil
b) Pernah operasi abdominal
c) Operator tidak berpengalaman
d) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
g. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retro peritoneum.
Pemeriksaan khusus
1) Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk
menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih
dari100.000 eritrosit /mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5
menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2) Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya.
3) Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
8. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer, (2002) penatalaksanaan adalah :
a. Abdominal paracentesis menentukan adanya perdarahan dalam rongga
peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi

12
b. Pemasangan NGT memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma
abdomen
c. Pemberian antibiotik mencegah infeksi
d. Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada trauma
tumpul bila ada persangkaan perlukaan intestinal.
e. Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan hebat yang
meragukan kestabilan sirkulasi atau ada tanda-tanda perlukaan abdomen
lainnya memerlukan pembedahan
f. Prioritas utama adalah menghentikan perdarahan yang berlangsung. Gumpalan
kassa dapat menghentikan perdarahan yang berasal dari daerah tertentu, tetapi
yang lebih penting adalah menemukan sumber perdarahan itu sendiri
g. Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan mengisolasikan
bagian usus yang terperforasi tadi dengan mengklem segera mungkin setelah
perdarahan teratasi.

E. Tinjauan Askep Secara Teori


Menurut krisanty, (2009) pengkajiandan diagnose secara teoritis yaitu:
1. Pengkajian
a. Pengkajian primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian.
Paramedik mungkin harus melihat. Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka
trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan
prosedur ABC jika ada indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka
dan bersihkan jalan napas.
1) Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas
menggunakan teknik ’head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan
mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan
tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.
2)  Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ’lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk

13
memastikan apakah ada napas atau tidak, selanjutnya lakukan pemeriksaan
status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3) Circulation, dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, makabantuan napas dapat dilakukan.
Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera.
Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali
kompresi dada dan 2 kali bantuan napas.
b. Pengkajian skunder
1) Pengkajian fisik
a) Inspeksi
 Harus teliti, meteorismus, darm contour, darm steifung, adanya
tumor, dilatasi vena, benjolan di tempat terjadi hernia, dll
 Sikap penderita pada peritonitis : fleksi artic. coxae dan genue
sehingga melemaskan dinding perut dan rasa sakit
b) Palpasi
 Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit tekan
titik McBurney, iliopsoas sign, obturator sign, rovsing sign, rebound
tenderness.
  Rectal toucher : untuk menduga kausa ileus mekanik, invaginasi,
tumor, appendikuler infiltrate.
  pemeriksaan vaginal  
c) Perkusi
 Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra abdominal
d) Auskultasi
 Harus sabar dan teliti.
 Borboryghmi, metalic sound pada ileus mekanik.
 Silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik.
c. Pengkajian pada trauma abdomen
1) Trauma Tembus abdomen
a) Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ;
kekuatan tumpul (pukulan).
b) Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk,
memar, dan tempat keluarnya peluru.

14
c) Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga
perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal
keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda iritasi peritonium,
biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga
abdomen).
d) Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi,
nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus,
hipotensi dan syok.
e) Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen,
observasi cedera yang berkaitan.
f) Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
2) Trauma tumpul abdomen
a) Metode cedera.
b) Waktu awitan gejala.
c) Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering
menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan
digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
d) Waktu makan atau minum terakhir.
e) Kecenderungan perdarahan.
f) Penyakit danmedikasi terbaru.
g) Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
h) Alergi, lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk
mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan.
2. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya
pertahanan tubuh
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
e. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang.

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN

A. Kasus
Begal Beraksi di tasik, Perut Pemuda Ini Ditusuk Setelah Motor Ditendang
Minggu, 1 Maret 2020 21:48 WIB
TRIBUNNEWS.COM, TASIKMALAYA
Seorang pria di Tasikmalaya, Ss (22), menjadi korban begal di Jalan By Pass Ir H
Djuanda, Kota Tasikmalaya, Minggu dini hari (1/3/2020).
Ketika melintasi jalan tersebut, tiba-tiba Ss disusul oleh sekelompok orang
bermotor.Seorang di antara kawanan tersebut menendang sepeda motor yang
dikendarai Ss hingga terjatuh.
Belum sempat bangun, seorang kawanan bermotor itu mengeluarkan senjata tajam lalu
menusuk korban.
Setelah beraksi, kawanan pergi meninggalkan korban yang menderita luka tusuk di
sekitar perut.
Tak lama, warga berdatangan dan membawa korban ke IGD RSU dr Soekardjo,
Kota Tasikmalaya.
Maman (52), ayah korban yang ditemui di RSU, mengatakan, anaknya tidak memiliki
musuh, apalagi masuk anggota berandalan bermotor. "Ia murni jadi korban
keganasan berandalanbermotor," ujarnya.Ia menyebut, aksi kawanan itu persis di depan
sebuah SPBU. "Tiba-tiba motor anak saya ditendang sampai tertuling. Lalu anak saya
ditusuk menggunakan pisau kujang (pisau tradisional adat Sunda)," kata Maman.
Kasatreskrim Polres Tasikmalaya Kota, AKP Dadang Soediantoro, mengatakan bahwa
pihaknya telah mengirim tim Inafis melakukan indentifikasi terhadap korban yang
terbaring di RSU.
"Dari situ kemudian bergerak ke lokasi kejadian, mengindentifiksi serta mencari
keterangan saksi mata, untuk mengungkap ciri-ciri pelaku," ujar Dadang. (Firman
Suryaman)

16
B. Pengkajian
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Brunner & Suddart (2001), adalah :
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera
(trauma)
2. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), polanapas (hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
6. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.

17
C. Diagnosa Keperawatan
1. DX 1: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
2. DX 2: Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen
3. DX 3: Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh.
4. DX 4: Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang.

D. Rencana Keperawatan
No. Tujuan Rencana Rasional

1. Tujuan: Setelah diberikan Mandiri


tindakan keperawatan
— Kaji tanda-tanda vital. — untuk
diharapkan volume
mengidentifikasi
cairan tidak mengalami
defisit volume cairan.
kekurangan. — Pantau cairan parenteral
— mengidentifikasi
Kriteria hasil: dengan elektrolit,
keadaan perdarahan,
antibiotik dan vitamin
 Intake dan output serta Penurunan
seimbang sirkulasi volume
 Turgor kulit baik cairan menyebabkan
 Perdarahan (-) kekeringan mukosa
dan pemekatan urin.
Deteksi dini
memungkinkan terapi
— Kaji tetesan infus. pergantian cairan
segera.
Kolaborasi : — awasi tetesan untuk
mengidentifikasi
— Berikan cairan parenteral
kebutuhan cairan.
sesuai indikasi.
— cara parenteral
membantu memenuhi
— Cairan parenteral ( IV kebutuhan nuitrisi

18
line ) sesuai dengan tubuh.
umur. — Mengganti cairan dan
— Pemberian tranfusi elektrolit secara
darah. adekuat dan cepat.
— menggantikan darah
yang keluar.
2. Tujuan: setelah diberikan Mandiri
tindakan keperawatan
— Kaji karakteristik nyeri. — Mengetahui tingkat
diharapkan nyeri dapat
— Beri posisi semi fowler. nyeri klien.
hilang atau terkontrol.
— Anjurkan tehnik — Mengurngi kontraksi
Kriteria hasil:
manajemen nyeri seperti abdomen
 Skala nyeri 0
distraksi — Membantu
 Ekspresi tenang
— Managemant lingkungan mengurangi rasa
yang nyaman. nyeri dengan
mengalihkan
perhatian
— Kolaborasi pemberian
— lingkungan yang
analgetik sesuai indikasi.
nyaman dapat
memberikan rasa
nyaman klien
— analgetik membantu
mengurangi rasa
nyeri.
3. Tujuan: setelah diberikan Mandiri
tindakan keperawatan
— Kaji tanda-tanda infeksi. — Mengidentifikasi
diharapkan infeksi tidak
adanya resiko infeksi
terjadi.
lebih dini.
Kriteria hasil: — Kaji keadaan luka.
— Keadaan luka yang
 Tanda-tanda infeksi
diketahui lebih awal
(-)
dapat mengurangi
 Leukosit 5000-10.000
resiko infeksi.
mm3
— Kaji tanda-tanda vital. — Suhu tubuh naik
dapat di indikasikan
19
adanya proses
infeksi.
— Menurunkan resiko
— Lakukan cuci tangan
terjadinya
sebelum kntak dengan
kontaminasi
pasien.
mikroorganisme.
— Lakukan pencukuran
— Dengan pencukuran
pada area operasi (perut
klien terhindar dari
kanan bawah
infeksi post operasi
— Perawatan luka dengan
— Teknik aseptik dapat
prinsip sterilisasi.
menurunkan resiko
— Kolaborasi pemberian
infeksi nosokomial
antibiotik
— Antibiotik mencegah
adanya infeksi bakteri
dari luar.
4. Tujuan: setelah diberikan Mandiri
tindakan keperawatan
— Ajarkan dan bantu klien — Keletihan berlanjut
diharapkan nutrisi pasien
untuk istirahat sebelum menurunkan
terpenuhi
makan keinginan untuk
Kriteria hasil:
— Awasi pemasukan makan.
 Nafsu makan meningkat
diet/jumlah kalori, — Adanya pembesaran
 BB Meningkat
tawarkan makan sedikit hepar dapat menekan
 Klien tidak lemah
tapi sering dan tawarkan saluran gastro
pagi paling sering. intestinal dan
— Pertahankan hygiene menurunkan
mulut yang baik sebelum kapasitasnya.
makan dan sesudah
makan .
— Akumulasi partikel
makanan di mulut
dapat menambah baru
— Anjurkan makan pada dan rasa tak sedap
posisi duduk tegak. yang menurunkan

20
nafsu makan.
— Menurunkan rasa
penuh pada abdomen
— Berikan diit tinggi
dan dapat
kalori, rendah lemak
meningkatkan
pemasukan.
— Glukosa dalam
karbohidrat cukup
efektif untuk
pemenuhan energi,
sedangkan lemak
sulit untuk
diserap/dimetabolism
e sehingga akan
membebani hepar..

E. Evaluasi
Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan trauma abdomen
diharapkan sebagai berikut:
1. Kebutuhan cairan terpenuhi.
2. nyeri dapat hilang atau terkontrol.
3. Tidak terjadinya infeksi
4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi

21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma abdomen didefinisikan sebagai cedera yang terjadi anterior dari garis
puting ke lipatan inguinal dan posterior dari ujung skapula ke lipatan gluteal. Jenis
Trauma Abdomen yaitu trauma tumpul trauma tajam, luka tajam terbagi menjadi dua
yaitu luka tembak luka tusukan. Pemeriksaan trauma abdomen terdiri dari Bilas
Peritoneum, Eksplorasi bedah, Radiologi, Ultrasonografi , Skan Radionuklida ,
Angiografi.

B. Saran
1. Bagi petugas kesehatan atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan
kesehatan terutama pada trauma abdomenuntuk pencapaian kualitas keperawatan
secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara
berkesinambungan.
2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan
karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka
penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya
penjelasan pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.
3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan menerapkan
asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan trauma abdomen.

22
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC

Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan


Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI : Jakarta

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC

Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Sumber online :

https://www.tribunnews.com/regional/2020/03/01/begal-beraksi-di-tasik-perut-pemuda-ini-
ditusuk-setelah-motor-ditendang

https://www.alodokter.com/memahami-trauma-abdomen-dan-cara-penangannya

https://www.sehatq.com/penyakit/trauma-abdomen

23
24

Anda mungkin juga menyukai