Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kulit
1. Fungsi kulit
Kulit merupakan organ yang istimewa pada manusia.berbeda dengan organ lain,
kulit yang terletak pada sisi terluar manusia memudahkan pengamatan, baik dalam
kondisi normal maupun sakit. Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia,
dengan berat sekitar 5 kg dan luas 2 m 2 pada seseorang dengan berat badan 70 kg.
Kulit menjalankan berbagai tugas dalam memelihara kesehatan manusia secara
utuh yang meliputi fungsi antara lain sebagai perlindungan fisik (terhadap gaya
mekanik, sinar ultraviolet, bahan kimia, perlindungan imunologik, ekskresi,
pengindra, pengatur suhu tubuh, pembentukan vitamin D, dan kosmetis.

2. Struktur Kulit
a. Epidermis
Lapisan epidermis adalah lapisan kulit dinamis, senantiasa beregenerasi,
berespons terhadap rangsangan luar maupun dalam tubuh manusia. Tebalya
bervariasi antara 0,4 – 1,5 mm. Penyusun terbesar epidermis adalah keratinosit.
Keratinosit tersusun dalam beberapa lapisan, lapisan dalam hingga lapisan
terluar yaitu :
1) Stratum basalis
Keratinosit stratum basil berbentuk toraks, berjajar diatas lapisan struktural
yang disebut basal membrane zone. Terdapat tigas subpopulasi keratinosit di
stratum basalis yaitu sel punca (stem cell), transient amplifying cells (TAC),
sel pascamitosis (post-mitotic cells). Sel – sel ini tidak lama tinggal di stratum
basalis, setelah beberapa kali membelah diri (pascamitosis) dan
berdiferensiasi, mereka berpindah ke lapisan di atas stratum basalis
(suprabasal).
2) Stratum spinosum
Kertinosit stratum spinosum memiliki bentuk poligonal, berukuran lebih
besar daripada keratinosit stratum basal. Pada pemeriksaan mikroskop terlihat
struktur mirip taji (spina) pada permukaan keratinosit yang merupakan
penyambung antar keratinosit yang disebut demosom.
3) Stratum granulosum
Keratinosit stratum granulosum mengandung keratohyaline granules (KG).
KG mengandung profilagrin dan loricrin yang penting dalam pembentukan
comified cell envelope (CCE). Secara sederhana, keratinosit di stratum
granulosum memulai program kematiannya sendiri (apoptosis). Profilagrin
akan berubah menjadi makrofilamen dan akan dipecah menjadi molekul asam
uronat yang memberikan kelembaban stratum korneum dan menyaring sinar
ultraviolet.
4) Stratum Lucidum
Terletak tepat dibawah stratum korneum, merupakan lapisan tipis, jernih dan
sangat tampak jelas pada kulit tebal telapak tangan dan telapak kaki. Antara
stratum lucidum dan stratum granulosum terdapat lapisan keratin tipis yang
disebut rein’s barrier yang tidak dapat ditembus
5) Stratum korneum
CCE yang mulai dibentuk pada stratum korneum akan mengalami penataan
bersama dengan lipid yang dikiaskan sebagai brick-and-mortar, CCE menjadi
batu bata yang diliputi oleh lipid berbagai segmen di sekitarnya. Matriks lipid
ekstraselular ampuh menahan kehilangan air dan juga mengatur
permeabilitas, deskuamasi, aktivitas peptide antimikroba, eksklusi toksin dan
penyerapan kimia secaraselektif. Korneosit lebih berperan dalam memberi
penguatan terhadap trauma mekanis serta perlindungan terhadap sinar
ultraviolet.

b. Dermis
Dermis merupakan jaringan dibawah epidermis yang juga memberikan
ketahananpada kulit, termoregulasi, perlindungan imunologik, dan ekskresi.
Fungsi – fungsi tersebut mampu dilaksanakan dengan baik karena berbagai
elemen yaitu struktur fibrosa dan filamentosa, ground substance, dan selular
yang terdiri atas endotel, fibroblast, sel radang, kelenjar, folikel rambut dan
saraf. Serabut kolagen membentuk sebagian besar dermis, bersama – sama
serabut elastik memberikan kulit kekuatan dan elastisitasnya.

c. Subkutis
Subkutis terdiri atas jaringan lemak mampu mempertahankan suhu tubuh, dan
merupakan cadangan energy, juga menyediakan bantalan yang meredam trauma
melalui permukaan kulit. Deposisi lemak menyebabkan terbentuknya lekuk
tubuh yang memberikan efek kosmetis.

3. Penuaan kulit
Penuaan melibatkan proses intrinsik dan ekstrinsik yang terjadi secara pararel.
Penuaan intrinsik berbeda pada setiap individu dengan kecepatan yang telah
ditentukan secara genetik. Penyebab utama penuaan intrinsik adalah pembentukan
Senyawa Oksigen Reaktif (SOR) sebagai produk dari metabolisme selular dan
kerusakan akibat induksi SOR terhadap komponen selular seperti membran, enzim,
dan DNA. Sel kulit semakin menua seiring meningkatnya usia, laju poliferasi sel
pada epidermis menurun yang menyebabkan perubahan pada fungsi dan struktur
kulit. Penuaan ekstrinsik mempercepat proses penuaan dan meningkatkan efek
intrinsik yang disebabkan oleh pencemaran lingkungan, dan yang paling utama
adalah paparan seperti radiasi sinar ultraviolet dan radikal bebas. Seiring
meningkatnya usia, kulit menjadi tipis, kering, keriput, dan tidak berpigmen.
Textbook of Aging Skin p. 25

Penyebab / mekanisme penuaan dini liat jurnal!

B. Radikal bebas
Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih
electron tidak berpasangan pada orbital luarnya. Adanya electron yang tidak
berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan
cara menyerang dan mengikat electron molekul yang berada disekitarnya. Jika
electron yang terikat oleh senyawa radikal bebas tersebut bersifat ionik, dampak yang
timbul tidak begitu bahaya. Bila electron yang terikat radikal bebas berasal dari
senyawa yang berikatan kovalen, akan sangat berbahaya karena ikatan digunakan
secara bersama-sama pada orbital terluarnya. Umumnya senyawa yang memiliki
ikatan kovalen adalah molekul-molekul besar (biomakromolekulo) seperti lipid,
protein, maupun DNA. 15
Didalam tubuh terbentuk radikal bebas terus menerus, baik malalui proses
metabolism sel normal, peradangan, kekurangan gizi, dan akibat respons terhadap
pengaruh dari luar tubuh, seperti polusi lingkungan, ultraviolet, asap rokok dan faktor
lainya. Dengan meningkatnya usia seseorang, pembentukan radikal bebas juga
meningkat yang secara endogenus berkaitan dengan laju metabolism seiring
bertambahnya usia dan secara eksogenus tubuh terpapar dengan polutan yang semakin
tinggi. Radikal bebas juga mudah terbentuk dari senyawa yang bukan radikal bebas,
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas seperti (H2O2) dan ozon. Kedua kelompok
senyawa tersebut sering diistilahkan sebagai Senyawa Oksigen Reaktif (SOR).12
Reaktivitas radikal bebas merupakan upaya untuk mencari pasangan electron.
Sebagai dampak kerja radikal bebas tersebut, akan terbentuk radikal bebas baru yang
berasal dari atom atau molekul yang elektronnya diambil untuk berpasangan dengan
radikal sebelumnya. 16
Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein,
serta unsure DNA termasuk karbohidrat. Dari ketiga molekul target tersebut, yang
paling rentan terhadap serangan radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh. Senyawa
radikal bebas dalam tubuh dapat merusak asan lemak tak jenuh ganda pada membrane
sel sehingga dinding sel menjadi rapuh, merusak pembuluh darah dan menimbulkan
ateosklerosis, merusak basa DNA sehingga mengacaukan sistem info genetika,
merusak jaringan lipid sehingga terbentuk peroksida yang memicu penyakit generative
dan merusak molekul protein sehingga menimbulkan katarak. Untuk mencegah
penyakit akibat radikal bebas diperlukan substansi penting yaitu antioksidan yang
dapat meredam dampak negative radikal bebas.
Secara umum tahapan reaksi pembentukan radikal bebas melalui 3 tahapan reaksi
berikut.

1. Tahap inisiasi, yaitu awal pembentukan radikal bebas


• •
RH + OH  R + H20
Keterangan :
RH : Senyawa lipid

OH : Atom radikal bebas

R : senyawa radikal bebas yang baru terbentuk

2. Tahap propagasi, yaitu pemanjangan radikal bebas


• •
R + O2  ROO
• •
ROO + R1-H  R1 + ROOH
Keterangan :

R : Senyawa radikal bebas

ROO : Radikal peroksil
R1-H : Senyawa lipid lain

R1 : Senyawa radikal bebas baru

3. Tahap terminasi, yaitu beraksinya senyawa radikal bebas dengan radikal


lain atau dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagansinya rendah.
• •
R + R1  R-R1
Keterangan :

R : Senyawa radikal bebas

R1 : Senyawa radikal bebas lain 19
C. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi electron, atau reduktan. Senyawa ini
memiliki. Berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi
oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga mampu
menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat
reaktif sehingga kerusakan sel dihambat.
Berkaitan dengan reaksi oksidasi di dalam tubuh, antioksidan merupakan parameter
penting untuk memantau kesehatan seseorang. Tubuh manusia memiliki sistem
antioksidan untuk menangkal reaktivitas radikal bebas, yang secara kontinu dibentuk
sendiri oleh tubuh. Bila senyawa oksigen reaktif melebihi jumlah antioksidan dalam
tubuh, kelebihannya akan menyerang komponen lipid, protein, maupun DNA sehingga
menyebabkan stress oksidatif. Reaktivitas radikal bebas dapat dihambat melalui tiga
cara berikut.
1. Mencegah atau menghambat pembentukan radikal bebas baru.
2. Menginaktivasi atau menagkap radikal dan memotong propagasi (pemutusan
rantai).
3. Memperbaiki kerusakan oleh radikal bebas. 20

Tidak selamanya senyawa oksigen reaktif dalam tubuh merugikan. Senyawa


oksigen pada kondisi tertentu keberadaannya sangat dibutuhkan seperti untuk
membunuh bakteri yang masuk ke dalam tubuh. Keberadaan senyawa oksigen reaktif
perlu dikendalikan oleh sistem antioksidan dalam tubuh.
Antioksidan digolongkan menjadi dua yaitu antioksidan endogen yang diproduksi
di dalam tubuh berupa enzim dan antioksidan eksogen yang didapatkan dari luar
diantaranya vitamin seperti vitamin dan senyawa lain seperti flavonoid. Berdasarkan
mekanisme kerja antioksidan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Antioksidan primer
Antioksidan perimer merupakan sistem pertahanan utama terhadap kondisi stress
oksidatif dengan cara mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru. Contoh
antioksidan primer adalah enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan
glutation peroksidase.
2. Antioksidan sekunder
Antioksidan sekunder diperoleh dari asupan makanan. Antioksidan sekunder
bekerja dengan cara menangkap senyawa oksidan serta mencegah terjadinya reaski
berantai. Contoh antioksidan sekunder adalah vitamin E, C, A, β karoten, glutation,
asam urat, bilirubin, albumin dan flavonoid.
3. Antioksidan tersier
Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang
disebabkan oleh radikal bebas. Contoh antioksidan tersier adalah enzim yang
memperbaiki DNA pada inti sel yaitu metionin sulfoksida reduktase.

D. Uji Aktivitas Antioksidan DPPH (α,α-difenil-β-pikrilhidrazil)


DPPH (α, α-diphenyl-β-picrylhydrazyl) adalah metode penangkapan radikal yang
merupakan pendekatan pertama untuk mengevaluasi potensi antioksidan suatu
senyawa, ekstrak atau sumber biologis lainnya. Metode DPPH adalah metode yang
paling sederhana, dimana senyawa, ekstrak, dan sumber biologis dicampur dengan
larutan DPPH dan absorbansi dicatat setelah periode yang ditentukan. Metode ini
dikembangkan oleh Blois pada tahun 1958 dengan sudut pandang untuk mengetahui
aktivitas antioksidan cara dengan menggunakan radikal bebas stabil DPPH. Metode
DPPH cepat, sederhana, murah dan banyak digunakan untuk mengukur kemampuan
senyawa untuk bertindak sebagai penagkap radikal bebas atau pendonor hidrogen, dan
untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dalam sistem biologis yang kompleks,
sampel padat atau sampel cair. Pengujian didasarkan pada pengukuran kapasitas
penagkapan antioksidan terhadap DPPH. Elektron dari atom nitrogen dalam DPPH
direduksi dengan menerima atom hidrogen dari antioksidan ke hidrazin yang sesuai.
Mewakili radikal DPPH oleh Z • dan molekul donor oleh AH, reaksi utamanya adalah
• •
Z + AH  ZH + A
+ AH

+ A•

Antioksidan

Difenilpkrilhidrazin
Difenilpikrilhidrazil
(non-radikal)
(radikal bebas)
DPPH menunjukkan absorbansi yang kuat pada 517 nm karena ganjilnya elektron
menghasilkan larutan yang tampak berwarna ungu tua. Absorbansi menurun saat
elektronnya berpasangan dengan antioksidan. Hasil dekolorisasi adalah stoikiometri
sesuai dengan jumlahnya elektron yang diambil. Genesis and development of DPPH
method of antioxidant assay Sagar B. Kedare & R. P. Singh Revised: 11 March 2010 /
Accepted: 25 March 2010 / Published online: 25 February 2011 # Association of Food
Scientists & Technologists (India) 2011 p. 412-413

E. Kosmetik
Secara umum kosmetik didefinisikan sebagai produk yang digunakan dengan cara
dioleskan, ditaburkan atau dengan pengaplikasian lainnya pada tubuh manusia untuk
membersihkan, meningkatkan penampilan, mempercantik, dan mempengaruhi
penampilan pada tubuh manusia serta untuk memelihara kesehatan kulit dan rambut.
kosmetik dapat dikelompokan berdasarkan fungsi dan tempat pengaplikasian. New
cosmetic science membagi kosmetik berdasarkan kegunaan dan kelas ke dalam
kosmetik perawatan kulit, kosmetik make up, kosmetik tubuh, kosmetik perawatan
rambut, kosmetik oral dan pewangi. Kosmetik perawatan kulit disebut kosmetik wajah
yang memiliki fungsi utama yaitu membersihkan, menjaga keseimbangan kulit dan
melindungi kulit. Kosmetik make up digunakan terutama pada wajah, kosmetik make
up lainnya adalah cat kuku. Kosmetik tubuh meliputi tabir surya, antisperpirants,
deodorant, depilatori, pemutih kulit, sabun, produk perawatan tangan, dan produk
mandi. Kosmetik perawatan rambut meliputi sampo, produk perawatan rambut, dan
produk penataan rambut.kosmetik oral meliputi pasta gigi dan produk lain seperti dan
produk pencuci mulut. Pewangi umumnya digunakan pada tubuh namun dapat
digunakan pada rambut. (new cosmetic science takeo mitsui 97 elsevier 3-4)

F. Sediaan Serum Gel


1. Kosmetik serum

Kosmetik serum adalah produk dengan konsentrat berkonsentrasi tinggi dengan


dasar air atau minyak. Ketika menggunakan konsentrat, efek yang didapatkan tidak
hanya cepat tetapi juga akan mendapatkan kepuasan psikologis setelah perawatan
karena hasil yang didapat akan segera terlihat. Serum memiliki kemampuan
penyerapan yang cepat dan memiliki kemampuan menembus lapisan yang lebih
dalam pada kulit, bersama dengan hasil akhir yang tidak berminyak dan formula
yang intensif dengan konsentrasi zat aktif yang sangat tinggi. Serum, atau
konsentrat,mengandung zat aktif biologis sampai sepuluh kali lebih banyak
sdaripada krim, oleh karena itu efek yang didapat lebih cepat dan lebih efektif
mengatasi masalah pada kosmetik.Serum bertindak secara lokal pada bagian tubuh
yang berbeda seperti wajah, leher, dekolat, kelopak mata. (Formulation and
evaluation of fairness serum using polyherbal extracts Shan Sasidharan1*,
Pyarry Joseph 2, Junise2 1*National College of Pharmacy, Kozhikode , research
consultant in Solace research (P) Ltd ,Nirapara, cochin, Kerala, India 2Department
of Pharmaceutics, Al Shifa College of Pharmacy, Poonthavanam P O,
MalappuramDist., Kerala, India hlm 105-106)
2. Gel
Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu
dispersi yang tersusun baik secara partikel anorganik yang kecil atau molekul
organik yang besar dan saling diresapi. Cairan gel umumnya merupakan suatu
sediaan semi padat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif
makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai tidak terlihat
ada batas diantaranya, yang disebut dengan gel satu fase. Jika massa gel terdiri dari
kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda maka gel ini dikelompokan dalam
dua fase. Keuntungan sediaan gel yaitu memiliki kemampuan penyebaran yang
baik pada kulit, memberikan efek dingin melalui penguapan lambat dari kulit, tidak
ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis, kemudahan pencucian yang baik
dengan menggunakan air, memiliki efek pelepasan obat yang baik (17). Ansel HC.
Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4. Jakarta; UI Press; 1989, h. 96-147.
Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel farmasetik meliputi
gom alam, tragakan, pektin, agar asam alginat, serta bahan-bahan sintetis seperti
metil selulosa, hidroksimetilselulosa, karboksimetilselulose dan karbopol. Gel
dibuat dengan proses peleburan atau dipergunakan suatu prosedur khusus
berkenaan dengan sifat mengembang dari gel Ansel HC. Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi, Edisi 4. Jakarta; UI Press; 1989, h. 96-147.
Ada dua macam dasar gel yaitu :
a. Dasar gel hidrofobik
Dasar gel hidofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik bila
ditambahkan kedalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara
kedua fase. Berbeda dengan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan
menyebar tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus.
b. Dasar gel hidrofilik
Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul organik dari fase pendispersi.
Umumnya daya tarik menarik pada pelarut bahan-bahan hidrofilik merupakan
kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan-bahan hidrofobik.
Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memilik
stabilitas yang lebih besar. Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen
bahan pengembang air, humektan dan bahan pengawet.

G. Vitamin C
Vitamin C adalah salah satu antioksidan alami di alam. Banyak tumbuhan dan hewan
yang mampu mensintesis vitamin C secara in vivo dari glukosa. Manusia
membutuhkan vitamin C dari alam karena manusia memiliki sedikit enzim L-glucono-
gamma-lacton oksidase yang dibutuhkan dalam proses sintesis vitamin C secara in
vivo. L-ascorbic acid (LAA) adalah bentuk aktif dari vitamin C. Di alam, vitamin C
ditemukan dalam jumlah setara dengan LAA dan D-ascorbic acid. Diantara kedua
bentuk tersebut, bentuk LAA aktif secara biologi dan bermanfaat dalam praktek
kesehatan. Ketersediaan hayati dari vitamin C pada kulit tidak memadai bila diberikan
secara oral. Pemberian vitamin C secara topical lebih disukai dalam praktek
dermatologi.
Vitamin C merupakan antioksidan yang paling banyak digunakan pada kulit.
Vitamin C terbentuk sebagai bagian kompleks dari enzimatik dan non-enzimatik
antioksidan yang melindungi kulit dari Senyawa Oksigen Reaktif (SOR). Ketika kulit
terpapar cahaya ultraviolet, kulit membentuk SOR seperti ion superoksida, peroksida
dan oksigen tunggal. Vitamin C melindungi kulit dari stress oksidatif dengan cara
mendonor electron untuk menetralkan radikal bebas. Senyawa hasil oksidasi vitamin
C relatif tidak reaktif. Senyawa tersebut dan terkonversi kembali menjadi vitamin C
dengan bantuan enzim dehidro asam askorbat reduktase bersama glutation.
Vitamin C efektif melawan UVB (290-320 nm) dan UVA (320-400 nm). Dalam
kulit, UVA bermutasi dan merusak kolagen, elastin, proteoglikan dan struktur selular
lainnya. UVA menyebabkan penuaan kulit dan membentuk melanoma. UVB
menyebabkan sunburn, SOR, mutasi epidermal dan kanker kulit. Vitamin C tidak
mengabsorbsi sinar ultraviolet tetapi memiliki efek protektif terhadap sinar ultraviolet
dengan menetralisir radikal bebas. Fungsi lain vitamin C adalah mempengaruhi jumlah
kolagen dengan menstimulasi perubahan kualitatif pada molekul vitamin C, sebagai
agen depigmentasi, dan sebagai agen anti-inflamasi.

H. Polimer
Istilah polimer berasal dari basa Yunani ‘poli’ yang berarti banyak dan ‘mer’ yang
berarti bagian. Polimer terdiri dari molekul berukuran besar. Berdasarkn definisi
IUPAC, polimer adalah zat yang tersusun dari molekul yang ditandai dengan
pengulangan dari satu atau lebih spesies atom atau kelompok atom yang saling terkait
dalam jumlah yang cukup untuk memberikan satu sifat yang tidak berbeda dengan
penambahan dari satu atau beberapa constitutional repeating unit (CRU). CRU terikat
satu sama lain dengan ikatan kovalen. Monomer adalah substansi yang menyusun
polimer. Molekul dengan beberapa monomer disebut oligomer. Proses mengubah
monomer menjadi polimer disebut polimerisasi. Homopolimer terdiri dari satu tipe
monomer, sedangkan kopolimer tersusun dari dua jenis monomer atau lebih.
( poliymer physic gedde hl. 1,5)
Berdasarkan sumbernya polimer dapat dibagi menjadi polimer alam dan polimer
sistetik.
1. Polimer Alam
Polimer alam adalah polimer yang terbentuk melalui prose salami. Keuntungan
menggunakan polimer alam adalah biaya yang rendah, biokompatibilitas, dan larut
dalam air. Pengunaan polimer alam juga dibatasi karena adanya kontaminan asing,
variabilitas dari batch ke batch, hidrofobisitas yang rendah untuk menjebak zat
obat lipofilik.
Polimer alami memberikan keuntungan dengan riwayat keamanan,
penggunaan dan kompatibilitas yang baik pada tubuh manusia serta obat-obatan
dan komponen formulasi lainnya. Sebagian besar polimer alami larut dalam air
tetapi dapat berubah menjadi nanopartikel dengan cara denaturasi, menyebabkan
ikatan silang yang dapat mengurangi kelarutan air. Contoh polimer alam adalah
protein beserta derivatnya, gom alam beserta derivatnya, dan derivate polimer
alam.
2. Polimer sintetik
Polimer sintetik terbentuk melalui reaksi kimia. Kebanyakan nanopartikel
didasarkan pada polimer sintetis atau semi sintetis, karena pembuatannya yang
dapat direproduksi dan stabilitasnya yang baik. Polimer sintetis dapat disintesis
dalam rentyang yang luas pada berbagai panjang rantai serta dengan jenis dan
nomor rantai samping. Dengan menyesuaikan ini ke tingkat degradasi yang
diinginkan, berat molekul, dan komposisi kopolimer, kinerja polimer dapat
disesuaikan dengan tujuan aplikasi. Namun, polimer sintetis mungkin kurang
menguntungkan karena keterbatasan kelarutan dalam cairan yang kompatibel
secara fisik, seringkali hanya dapat larut dalam pelarut organik dan dengan
eksipien tertentu. Contoh polimer sintetik adalah derivate selulosa, derivate starch,
dan derivate alginat .( hl.14-15 nanotherapeutics alf lamprecht

I. Tiomer Kitosan
Kitosan, ((14),2-amino-2-deoxy-β-D-glucan) adalah suatu polisakarida yang
diperoleh dari kitin terdeasetilasi yang banyak digunakan karena memiliki potensi
yang tinggi dalam berbagai bidang termasuk bidang biomedik. Sumber chitin yang
paling penting saat ini adalah krustasea, seperti udang, cumi-cumi dan kepiting.
Artursson et al. melaporkan bahwa kitosan dapat meningkatkan permabilitas
paraselular dari epitel intestinal yang disebabkan oleh kemampuan polimer kitosan
dalam meningkatkan absorbsi transmukosa. Karena biaya produksi kitosan rendah dan
toksisitas yang rendah, kitosan menjadi eksipien yang disukai dalam penelitian.
Keuntungan dari nano-kitosan adalah dapat digunakan dengan pelarut organik. (hl.14-
15 nanotherapeutics. Kitosan adalah polimer kationik yang baik dan dapat
terbiodegradasi dan memiliki banyak keuntungan fungsi dan sifat sebagai
biokompatibilitas, antimikroba, hemostatik, anti-inflamasi, antioksidan, mukoadesif,
analgesic, peningkat absorbsi, antihipertensi, antikolesterol, antikanker, dan antidiabet.
( chitosan : derivatives, composites and application springer, ebbook)
Tiomer adalah makromolekul hidrofilik yang terbentuk dengan
menggabungkan bagian gugus tiol bebas pada bagian tulang belakang dari polimer.
dengan imobilisasi tiol pada polimer, sifat mukoadhesif, enzim-inhibitory, peningkat
permeasi, dan efflux pump-inhibiting meningkat dengan kuat. Ligan penggabung pada
thiol dapat secara kovalen diimobilisasi pada gugus amino primer pada posisi c-2
subunit glukosamin kitosan. Kelompok amino primer pada posisi c-2 subunit
glukosamin chitosan adalah target utama imobilisasi kelompok tiol. ( hydrogel hl.61-
64 tiomer yang berasal dari kitosan merupakan tiomer kationik seperti kitosan-sistein.
Kitosan memiliki sifat peningkat penetrasi yang telah menarik perhatian secara
signifikan karena merupakan peningkat absorpsi potensial untuk transportasi melintasi
epitel mukosa. Namun kitosan memiliki kelarutan air yang buruk pada pH> 6
membatasi keefektifannya pada lokasi penyerapan. Di atas pH 6, kitosan kehilangan
densitas muatan positifnya, menginduksi pembentukan agregat dan presipitat.
Untuk mengatasi masalah ini, tiomer kitosan, generasi baru dari polimer
mukoadhesif telah diproduksi. Tiomer Kitosan memiliki sifat mukoadhesif yang jauh
lebih baik daripada kitosan. Dibandingkan dengan kitosan, tiomer kitosan memiliki
beberapa keuntungan, seperti permeasi dan sifat mukoadhesif yang meningkat secara
signifikan. Selain itu, tiomer kitosan yang larut dapat menampilkan sifat pembentuk
gel pada pH fisiologis 10. Dalam penelitian ini, kami memilih asam thioglycolic
sebagai reagen tiruan untuk persiapan TCS. Dipendahuluan aja? Synthesis of thiolated
chitosan and preparation nanoparticles with sodium alginate for ocular drug delivery Xuan
Zhu,1 Meiqin Su,1 Shaoheng Tang,2 Lingsong Wang,1 Xinfang Liang,1 Feihong Meng,1 Ying
Hong,1 Zhiran Xu1 1School of Pharmaceutical Science, Xiamen University, Xiamen, China;
2College of Chemistry & Chemical Engineering, Xiamen University, Xiamen, China 1973

J. Nanopartikel
1. Nanoteknologi
Nanoteknologi adalah pengetahuan tentang materi yang berukuran sangat kecil,
kegunaan dan manipulasi materi dalam skala kecil. Pada ukuran ini, atom dan
molekul bekerja dengan berbeda, dan menghasilkan berbagai kegunaan yang
menarik dan penting. Nanoteknologi dan nanosains telah berkembang pesat dalam
beberapa tahun terakhir dalam berbagai domain produk, memberikan peluang untuk
mengembangkan materi termasuk kegunaanya dalam aplikasi medis dimana teknik
konvensional mencapai batasnya. Nanoteknologi tidak harus dipandang sebagai
teknik yang hanya mempengaruhi area yang spesifik. Nanoteknologi
mengambarkan desain, produksi, dan aplikasi dari materi pada skala atomic,
molecular, dan makromolekular untuk menghasilkan materi berukuran nano yang
baru. (nanoparticle : an overview of preparation, characterization, and application
konwar ranjit, ahmed abdul banquee international research journal of pharmacy p.
47)
Nanopartikel didefinisikan sebagai dispersi partikulat atau partikel padat dengan
ukuran 10-1000nm. Obat dapat diarutkan, diperangkap, dienkapsulasi atau
dilekatkan pada amatriks nanopartikel. Tujuan utama dalam merancang
nanopartikel sebagai penghantar obat adalah untuk mengontrol ukuran partikel,sifat
permukaan dan pelepasan agen aktif secara farmakologi untuk mencapai aksi pada
tempat yang spesifik. Nanoparticles – A Review VJ Mohanraj1* and Y Chen2
1Orchid Chemicals & Pharmaceuticals Limited, Chennai, India 2 School of
Pharmacy, Curtin University of Technology, Perth, Australia p 562 Tropical
Journal of Pharmaceutical Research, June 2006; 5 (1): 561-573 © Pharmacotherapy
Group,Faculty of Pharmacy, University of Benin,
Pada dasarnya nanopartikel dapat digolongkan menjadi dua jenis,yaitu nanocarrier
dan nanokristal. Nanocarrier terdiri dari berbagai macam jenis seperti, nanotube,
liposom, nanopartikel polimer, dendrimer, quantum dots dan nanopartikel logam
(Rachmawati,H. Curcumin nanoforms promise better therapeutic value. Int J Res
Pharm Sci. 2013; 4(2):211-220)

2. Nanopartikel Polimer
Nanopartikel polimer adalalah struktur koloid yang terbentuk dari polimer sintetis
atau semi-sintetis. Obat akan terlarut, terperangkap, terenkapsulasi atau dilekatkan
pada matrik nanopartikel. Bergantung pada metode preparasi, nanopartikel,
nanosfer atau nanokapsul dapat diperoleh. Nanokapsul adalah sistem dimana obat
terbatas pada rongga yang dikelilingi oleh membran polimer, sedangkan nanosfer
adalah sistem matriks dimana obat secara fisik dan seragam terdispersi.
Nanopartikel lipid padat, merupakan tipe baru dari sistem pembawa obat koloid
yang sesuai untuk pemberian intravena. Sistem ini terdiri dari partikel lipid padat
bulat dalam kisaran nanometer yang terdispersi dalam larutan air atau surfaktan.
nanoparticle : an overview of preparation, characterization, and application konwar
ranjit, ahmed abdul banquee international research journal of pharmacy p. 48)

3. Preparasi Nanopartikel
Nanopertikel dapat dipreparasi dari materi alami seperti protein, polisakarida dan
polimer. Metode preparasi nanopartikel dapat di bagi menjadi :
a. Reaksi kimia
Reaksi kimia seperti polimerisasi adalah salah satu cara untuk menghasilkan
nanopartikel, namun pada umumnya tidak digunakan untuk menghasilkan obat
nanopartikel yang mengandung API. Teknik ini sangat penting untuk
menghasilkan materi penyalut farmasetik pada pembentukan disperse latex.
b. Teknik Bottom-up
Bottom-up diawali dengan molekul obat dalam larutan. Dengan mengubah
kondisi sistem dalam larutan, molekul obat mulai mengendap dalam formasi
yang besar.
c. Teknik Top-down
pada teknik top-down dimulai dengan partikel yang besar kemudian dreduksi
menjadi obat nanopartikel. Teknologi yang sangat penting dalam teknik ini
adalah berdasarkan wet ball milling (WBM)
nanoparticle : an overview of preparation, characterization, and application
konwar ranjit, ahmed abdul banquee international research journal of pharmacy
p. 49-50)

4. Metode pembuatan nanopartikel


Metode pembuatan nanopartikel dapat dibagi menjadi :
a. Dispersi polimer
Dispersi polimer merupakan metode yang paling umum digunakan untuk
menghasilkan biodegradable nanopartikel dari poli (asam latat), poli (D, L
glikolida), poli (D, L-laktida-co-glikolida). Beberapa jenis metode dispersi
polimer :
1) Metode penguapan pelarut
Pelarut organik seperti diklorometana, kloroform, atau etil asetat digunakan
untuk melarutkan polimer yang juga digunakan untuk melarutkan obat
hidrofobik. Obat yang terlarut atau terdispersi di dalam larutan polimer
kemudian teremulsifikasi dalam larutan yang mengandung surfaktan atau
agen pengemulsi. Ketika emulsi yang stabil terbentuk, pelarut organic
menguap dengan cara mengurangi tekanan atau dengan pengadukan
berkelanjutan.
2) Emulsifikasi spontan
Metode emulsifikasi spontan adalah modifikasi dari metode penguapan
pelarut. Metode ini melibatkan pelarut yang larut dalam air dengan pelarut
yang tidak larut air menghasilkan pembentukan partikel kecil. Dengan
meningkatkan konsentrasi dari pelarut larut air akan mengurangi ukuran
partikel.
b. Metode polimerisasi
Pada metode polimerisasi, monomer terpolimerisasi membentuk nanopartikel
dalam larutan dimana obat terarut. Obat dapat dimasukan ke dalam nanopartikel
dengan adsorpsi setelah polimerisasi selesai. Nanopartikel yang terbentuk
dimurnikan untuk menghilangkan stabilizer dan surfaktan.
c. Metode gelasi ionic
Metode gelasi ionik melibatkan dua fase cair, antara polimer kitosan dengan
polianion sodium tripolifosfat. Pada metode ini kation dari kitosan berinteraksi
dengan anion tripolifosfat untuk membentuk coacervates sebagai hasil dari
interaksi elektrostatik antara dua fase cair dimana gelasi ionik menyebabkan
transisi material dari cair menjadi gel karena interaksi ionik pada suhu kamar.
nanoparticle : an overview of preparation, characterization, and application
konwar ranjit, ahmed abdul banquee international research journal of pharmacy
p. 51)

5. Manfaat
Beberapa keuntungan menggunakan nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat
adalah :
a. Memanipulasi ukuran partikel dan karakteristik permukaan nanopartikel untuk
mencapai drug targeting baik secara pasif maupun aktif setelah.
b. Permukaan nanopartikel dapat dimodifikasi untuk mengubah biodistribusi obat
dari klirens obat untuk meningkatkan efikasi terapeutik dengan efek samping
minimal.
c. Pelepasan terkontrol dan karakteristik degradasi partikel dapat termodulasi
dengan pemilihan matrix.
d. Obat dapat bergabung ke dalam sistem tanpa reaksi kimia.
e. Site-specific targeting dapat diperoleh dengan menempelkan ligan pada
permukaan partikel.
f. Nanopartikel berbasis liposom dan polimer umumnya dapat terbiodegradasi,
tidak terakumulasi di dalam tubuh dan memungkinkan bebas dari resiko.
g. Nanopartikel berukuran kecil dapat berpenetrasi menembus kapiler yang
menyebabkan akumulasi obat yang efisien pada target site. Berbagai cara
pemberian dapat diberikan termasuk oral, nasal, parenteral, topikal.
nanoparticle : an overview of preparation, characterization, and application
konwar ranjit, ahmed abdul banquee international research journal of pharmacy
p. 47)

6. Karakterisasi nanopartikel
a. Scanning electron microscopy ( SEM)
Scanning electron microscopy ( SEM) memberikan uji secara morfologi melalui
visualisasi secara langsung. Teknik ini didasarkan pada mikroskopi electron
yang menawarkan beberapa manfaat dalam analisis morfologi dan ukuran.
b. Transmission electron microscopy ( TEM)
TEM memiliki prinsip yang berbeda dari SEM. Preparasi sampel untuk TEM
lebih komplek dan membutuhkan waktu lebih banyak karena perlu dalam ukuran
ultra thin untuk transmitan electron. Data yang dihasilkan sering sama dengan
SEM. nanoparticle : an overview of preparation, characterization, and
application konwar ranjit, ahmed abdul banquee international research journal of
pharmacy p. 52)
c. Distribusi ukuran partikel
Distribusi ukuran partikel dapat memprediksi pola distribusi dan penyebaran
nanopartikel yang nantinya akan digunakan untuk pelepasan obat atau dalam
penghantaran obat untuk rencana drug targeting menuju tempat kerja yang
diharapkan.
d. Zeta potensial
Pengukuran zeta potensial dibuat untuk optimasi parameter formulasi dan untuk
membuat prediksi stabilitas penyimpanan dari dispersi koloid. Potensial zeta
merupakan suatu ukuran kekuatan tolak menolak antar partikel. Dalam sistem
dispersi koloid adanya pengaruh air membuat partikel-partikel terdispersi
memiliki muatan elektrostatik. Nanopartikel yang memiliki potensial zeta lebih
dari +/- 30 mV akan lebih stabil dan terhindar dari proses penggabungan atau
agregasi partikel (14). Ganti liat di jurnal.

K. Freeze drying
Freeze drying (liofilisasi) adalah proses pengeringan di mana media pelarut atau
suspensi dikristalisasi pada suhu rendah dan sesudahnya disublimasikan dari keadaan
padat langsung ke fase uap. Freeze drying telah menjadi salah satu proses yang paling
penting untuk menjaga kondisi materi biologis yang sensitif terhadap panas. Pol. J.
Food Nutr. Sci., 2011, Vol. 61, No. 3, pp. 165-171 Freeze-Drying – Application in Food
Processing and Biotechnology – A Review Agnieszka Ciurzyńska*, Andrzej Lenart Department
of Food Engineering and Process Management, Faculty of Food Sciences, Warsaw University
of Life Sciences (SGGW), Nowoursynowska 159c, 02–776 Warsaw, Poland
Freeze drying banyak digunakan untuk meningkatkan kestabilan berbagai produk
farmasi termasuk virus, vaksin, protein, peptida, atau pembawa koloid seperti liposom,
nanopartikel, nanoemulsi. Proses ini relatif lambat dan mahal, proses ini digunakan
terutama untuk produk yang memiliki nilai tambah yang tinggi. Siklus pengeringan
beku dibagi menjadi tiga tahap yaitu pembekuan (solidifikasi), pengeringan primer
(sublimasi es) dan pengeringan sekunder (desorpsi air yang tidak cair).
1. Tahap pembekuan
Pembekuan adalah tahap pertama pengeringan beku. Selama proses ini, suspensi
cairan didinginkan, dan kristal es dari air murni terbentuk. Seiring proses
pembekuan berlanjut, semakin banyak air yang terkandung dalam cairan membeku.
Hal ini menyebabkan meningkatnya konsentrasi dari cairan yang tersisa. Suspensi
cairan menjadi lebih terkonsentrasi, viskositasnya meningkat dan mendorong
penghambatan dari kristalisasi lebih lanjut. suspensi cairan sangat terkonsentrasi
dan viskositas cairan mengeras, menghasilkan amorf, kristal, atau gabungan fase
amorf-kristal. Persentase kecil air yang tersisa pada kondisi cair dan tidak membeku
disebut air terikat.
2. Tahap pengeringan primer
Tahap pengeringan primer melibatkan sublimasi es dari produk beku. Dalam proses
ini, panas dipindahkan dari self ke larutan beku melalui wadah dan vial, dan
dilakukan sublimasi, sublimasi es dan uap air yang terbentuk melewati bagian
kering produk ke permukaan sampel, uap air dipindahkan dari permukaan produk
melalui chamber ke kondensor dan uap air mengembun pada kondensor. Pada tahap
akhir sublimasi, sebuah steker berpori terbentuk. Pori-pori sesuai dengan ruang
yang ditempati oleh es Kristal.
3. Pengeringan sekunder
Pengeringan sekunder melibatkan pembuangan air yang terabsorbsi dari produk.
Air ini merupakan air yang tidak terpisah sebagai es selama pembekuan, dan tidaks
tersublimasi. Pengering beku skala produksi terdiri dari ruang pengeringan yang
mengandung suhu yang dikontrol, yang terhubung ke ruang kondensor melalui
katup besar. Ruang kondensor memiliki rangkaian kumparan yang bisa
dipertahankan pada suhu sangat rendah (kurang dari -50 ° C). Satu atau lebihpompa
vakum secara seri terhubung kekondensor ruangan untuk mencapai tekanan di
kisarandari 4 sampai 40 Pa di seluruh sistem selama operasi . Freeze-drying of
nanoparticles: Formulation, process and storage considerations☆ Wassim Abdelwahed a ,
Ghania Degobert a,⁎, Serge Stainmesse b , Hatem Fessi a 1692 W. Abdelwahed et al. /
Advanced Drug Delivery Reviews 58 (2006) 1688–1713 dvanced Drug Delivery Reviews 58
(2006) 1688–1713 elsevier
L. Monografi
1. Vitamin C Monografi FI IV hl. 39, HOPE hl. 43-44, Connors 180-181 (cek lagi
euy)
Nama Lain : L-ascorbic acid, Acidum ascorbicum
Bobot molekul : 176,13
Rumus molekul : C6H8O6
Rumus strutur :
Pemerian : Hablur atau serbuk putih agak kuning. Oleh
pengaruh cahaya lambat laun menjadi warna gelap.
Dalam keadaan kering stabil di udara, dalam larutan
cepat teroksidasi. Melebur pada suhu lebih kurang
190o
Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol,
tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam
benzen
pH : 2,2–2,5
Identifikasi : A. Spektrum serapan inframerah zat di dispersikan
dalam kalium bromida P menunjukan
maksimum hanya pada panjang gelombang yang
sama seperti pada BPFI.
B. Larutan (1 dalam 50) mereduksi tembaga (II)
tartrat alkali LP secara perlahan-lahan pada suhu
kamar, tetapi lenih cepat bila dipanaskan.
Rotasi Jenis : Antara ± 20,5o dan ± 21,5o , lakukan penetapan
menggunakan larutan dalam air bebas CO2 P dengan
kadar 1 g/10mL dan diukur segera setelah larutan
disiapkan.
Sisa pemijaran : Tidak lebih dari 0,1 %
Logam berat : Tidak lebih dari 20 bpj, lakukan penetapan dengan
melarutkan 1 g dalam 25 ml air.
Stabilitas : Dalam larutan air mudah teroksidasi. Laju
oksidasinya tergantung pada pH dan konsentrasi
oksigen serta dikatalisis oleh ion logam. Asam
askorbat juga mudah mengalami degradasi di bawah
kondisi an-aerob. Stabilitas maksimul terjadi pada
dekat pH 3 dan pH 6. Stabilitas asam askorbat dalam
bentuk sediaan padat cukup baik bila kelembabannya
dikendalikan.
Inkompatibilitas : Tidak sesuai dengan alkali, logam berat, sodium
salisilat, sodium nitrit, teobromin salisilat, agen
pengoksidasi dan agen pereduksi. Oksidasi
dikatalisis dengan adanya logam berat.
Khasiat : Sebagai antioksidan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya

2. Magnesium Ascorbyl Phosphate (BASF. Technical information : magnesium


ascorbyl phosphate. Australia: MEMC 04_050702; p. 2-3
Nama Lain : L-Ascorbic Acid Phosphate Magnesium Salt,
Magnesium-L-ascorbyl-2-phosphate
Bobot molekul : 759,22
Rumus molekul : C6H6O9P MG3/2
Rumus strutur :
Pemerian : Serbuk putih, tidak berbau
Kelarutan : 154 gr magnesium ascorbyl phosphate larut dalam 1
liter air
pH : 7 – 8,5 dalam larutan 3%
Stabilitas : magnesium ascorbyl phosphate merupakan bentuk
stabil dari asam askorbat. Sifat stabil ini didapatkan
karena penggantian gugus hidroksi dengan gugus
fosfat sehingga stabil diudara. magnesium ascorbyl
phosphate memiliki sifat-sifat stabil dikondisi
penyimpanan, lebih efektif daripada asam askorbat
dan dapat digunakan pada kulit.
Kegunaan : Sebagai antioksidan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, di tempat yang sejuk
dan kering.

3. Kitosan hope 159-160


Nama Lain : Chitosan Hydrochloride, 2-amino-2-deoxy-(1,4)-β-
D-glucopyranan; chitosani hydrochloridum;
deacetylated chitin; deacetylchitin; β-1,4-poly-D-
glucosamine
Bobot molekul : 10.000 – 1.000.000
Rumus molekul : R-H atau COCH3
Rumus strutur :
Pemerian : Serbuk atau butiran bewarna putih atau putih susu,
tidak berbau
Kelarutan : Larut sebagian dalam air, praktis tidak larut dalam
etanol dan pelarut organik lainnya, praktis tidak larut
pada larutan netral dan alkali pada pH diatas 6.5.
kitosan larut dengan mudah dalam larutan asam
organik (kecuali fosfor dan asam sulfur)
pH : 4,0-6,0 dalam 1% larutan
Stabilitas : Serbuk kitosan stabil pada suhu ruangan dan
higroskopis setelah dikeringkan.
Inkompatibilitas : Agen oksidator kuat
Kegunaan : Sebagai polimer mukoadhesif dan pembentuk
nanopartikel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, di tempat yang sejuk
dan kering.

4. HPMC
Nama Lain : Selulosa, hidroksi propel metil eter,
hidroksipropilmetilselulosa
Bobot molekul : 10.000 – 1.500.000
Rumus molekul : CH3CH(OH)CH2
Rumus strutur :
Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau
Kelarutan : Larut dalam air dingin dalam bentuk viscous
colloidal, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol
dan eter.
pH : 5,5 – 8,0 dalam 1% larutan.
Stabilitas : HPMC dalam bentuk serbuk adalah material yang
stabil dan higroskopis setelah dikeringkan. Larutan
stabil pada pH 3 – 11. Kenaikan suhu dapat
menurunkan viskositas dari larutan.
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan beberapa agen pengoksidasi
dan dengan adanya logam berat akan membentuk
endapan yang tidak larut.
Kegunaan : Peningkat viskositas dan gelling agent
Konsentrasi : 0,45 – 1 %
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, di tempat yang sejuk
dan kering.

5. Propilen Glikol
Nama Lain : Propylenglycolum, 1,2-propanadiol
Bobot molekul : 76,09
Rumus molekul : CH3CHOHCH2OH
Rumus strutur :
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas,
praktis tidak berbau, menyerap air pada udara
lembab.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton dan
dengan kloroform, larut dalam eter dan dalam
beberapa minyak esensial, tetapi tidak dapat
bercampur dengan minyak lemak.
Stabilitas : Stabil pada wadah yang tertutup tapi pada suhu yang
tinggi dan terbuka dapat teroksidasi. Propilen glikol
bersifat higroskopis.
Inkompatibilitas : Propilen glikol tidak bercampur dengan bahan
pengoksidasi seperti kalium permanganat.
Kegunaan : Sebagai humektan
Konsentrasi : ~~15%
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, di tempat yang sejuk
dan kering.

6. Nipagin
Nama Lain : Methyl paraben, p-hidroxy benzoate,
Bobot molekul : 152,15
Rumus molekul : C8H8O3
Rumus strutur :
Pemerian : Hablur kecil, tidak bewarna, atau serbuk hablur,
putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, sedikit
rasa terbakar.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzene, dan dalam
karbon tetra klorida, mudah larut dalam etanol dan
dalam eter, mudah larut dalam propilen glikol (1:5)
pH : 3–6
Stabilitas : Larutan pada pH 3 – 6 dapat disterilkan pada suhu
120oC selama 20 menit tanpa mengalami
dekomposisi. Dalam larutan air, stabil pada suhu
ruangan seama 4 tahun.
Inkompatibilitas : Aktivitas antimikroba dapat menurun dengan adanya
surfaktan nonionic seperti polisorbat 80. Dengan
adanya propilenglikol, menunjukan adanya
peningkatan potensi antimikroba dan dapat
mencegah interaksi antara metil paraben dengan
polisorbat 80.
Kegunaan : Sebagai antimikroba
Konsentrasi : 0,02 – 0,3 %
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, di tempat yang sejuk
dan kering.

7. Nipasol
Nama Lain : pr
Bobot molekul : 152,15
Rumus molekul : C8H8O3
Rumus strutur :
Pemerian : Hablur kecil, tidak bewarna, atau serbuk hablur,
putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, sedikit
rasa terbakar.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzene, dan dalam
karbon tetra klorida, mudah larut dalam etanol dan
dalam eter, mudah larut dalam propilen glikol (1:5)
pH : 3–6
Stabilitas : Larutan pada pH 3 – 6 dapat disterilkan pada suhu
120oC selama 20 menit tanpa mengalami
dekomposisi. Dalam larutan air, stabil pada suhu
ruangan seama 4 tahun.
Inkompatibilitas : Aktivitas antimikroba dapat menurun dengan adanya
surfaktan nonionic seperti polisorbat 80. Dengan
adanya propilenglikol, menunjukan adanya
peningkatan potensi antimikroba dan dapat
mencegah interaksi antara metil paraben dengan
polisorbat 80.
Kegunaan : Sebagai antimikroba
Konsentrasi : 0,02 – 0,3 %
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, di tempat yang sejuk
dan kering.

A. SPRAY DRYING
Spray-drying adalah proses dimana suatu produk cair diatomisasi dalam aliran gas panas secara
instan menghasilkan serbuk. Gas yang umumnya digunakan adalah udara atau lebih jarang gas
inert seperti nitrogen. Larutan awal semprotan dapat berupa larutan, emulsi atau suspensi. Meski
paling sering dianggap sebagai proses dehidrasi, spray drying dapat digunakan pada proses
enkapsulasi bahan aktif dalam matriks pelindung yang terbentuk dari polimer. Meskipun banyak
teknik telah dilakukan dikembangkan dalam proses mikroenkapsulasi, spray drying adalah
teknologi paling umum yang digunakan dalam industri karena biaya rendah dan peralatan yang
tersedia. Mikroenkapsulasi dengan spray-drying telah berhasil digunakan dalam makanan

Anda mungkin juga menyukai