Anda di halaman 1dari 49

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

HEMIPHARASE DEXTRA POST CVA INFARK


DI RUMAH SAKIT JIWA Dr.RADJIMAN
WEDIODININGRAT LAWANG

Diajukan untuk memenuhi Tugas Profesi Fisioterapi Stase


Neuromuscular Pusat

MAKALAH

OLEH :

ROSA SAFITRI

201910641011015

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................ii


RINGKASAN ....................................................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 2


A. Definisi.............................................................................................2
B. Anatomi Dan Fisiologi .....................................................................2
C. Patofisiologi Stroke Iskemik .............................................................4
D. Klasifikasi stroke ..............................................................................5
E. Gejala Stroke ....................................................................................6
F. Faktor Resiko Stroke ........................................................................7
G. Deskripsi Problematik Fisioterapi .....................................................8
H. Laporan Status Klinis .......................................................................9

BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................21


A. Keaslian Penelitian ...........................................................................21
B. Pembahasan ......................................................................................23

BAB V PENUTUP ............................................................................................41


A. Kesimpulan ......................................................................................41
B. Saran ................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................42


Lampiran Loogbook ..........................................................................................44

ii
RINGKASAN

Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang menjadi penyebab utama


kematian di Indonesia. Jumlah penderita stroke di seluruh dunia yang berusia dibawah
45 tahun terus meningkat. Badan Kematian akibat stroke diprediksi akan meningkat
seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker. Stroke merupakan
penyebab kematian tersering ketiga di Amerika dan merupakan penyebab utama
disabilitas permanen (Yunaidi, 2010).

Stroke dibagi menjadi 2, yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik.
Diperkirakan stroke non hemoragik (iskemik) mencapai 85% dari jumlah stroke yang
terjadi. Tujuan utama penatalaksanaan pasien stroke meliputi tiga hal, yaitu
mengurangi kerusakan neurologik lebih lanjut, menurunkan angka kematian dan
ketidakmampuan gerak pasien (immobility) dan kerusakan neurologik serta mencegah
serangan berulang (kambuh) (Fagan & Hess, 2005).

Permasalahan yang timbul sebelum pasien menjalani program fisioterapi adalah


pasien merasakan kelemahan separuh sisi badan pada anggota gerak atas dan aggota
gerak bawah, penurunan keseimbangan, penurunan kekuatan otot, nyeri gerak,
gangguan berbicara, keterbatasan gerak, dan gangguan aktifitas fungsional lainnya.
Kemudian pasien menjalani pemeriksaan fisioterapi berupa nyeri dengan NRS,
kekutan otot dengan MMT, lingkup gerak sendi dengan goneometri dan
keseimbangan.

Setelah dilakukan pemeriksaan didapat permasalahan kapasitas fisik dan


kemampuan fungsional kemudian oleh fisioterapi diberikan modalitas terapi latihan.
Dengan pemberian terapi latihan diharapkan adanya peningkatan pada kapasitas fisik
dan kemapuan fungsional pasien.

iii
HALAMAN PENGESAHAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS


HEMIPHARASE DEXTRA POST CVA INFARK
DI RUMAH SAKIT JIWA Dr.RADJIMAN
WEDIODININGRAT LAWANG

MAKALAH

Disusun Oleh:

ROSA SAFITRI
201910641011015

Clinical Educator

Tugiyo SST.Ft
NIP.197902112005011002

Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Fisioterapi
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang

Safun Rahmanto, SST. Ft., M. Fis


NIP. 11414100563

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,
progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan sematamata di sebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik . Menurut World Health
Organization (WHO) stroke didefinisikan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi
secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak. Sebagian besar kasus dijumpai pada orang-orang yang
berusia di atas 40 tahun. Makin tua umur, resiko terkena stroke semakin besar (Aliah,
Kuswara et al, 2007).
Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya stroke non hemoragik, antara lain:
usia lanjut, hipertensi, DM, penyakit jantung, hiperkolesterolemia, merokok dan
kelainan pembuluh darah otak (Mardjono, 2006). Menurut taksiran WHO, sebanyak
20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke tahun 2011. Dari jumlah tersebut 5,5
juta jiwa telah meninggal dunia. Penyakit darah tinggi atau hipertensi
menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Di Indonesia penyakit ini menduduki
posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia
dan sisanya memderita kelumpuhan sebagian atau total. Hanya 15% saja yang dapat
sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan (Lloyd, Jones et al, 2009).
Rumah Sakit Jiwa Dr.Radjiman Wediodiningrat Lawang adalah salah satu rumah
sakit jiwa yang berada di Lawang yang menangani tidak hanya gangguan mental
namun semua permasalahan dari non musculoskeletal sampai masalah neuro pusat
yang salah satunya adalah stroke. Berdasarkan hal tersebut, penulis melakukan
observasi penatalaksanaan fisioterapi pada kasus hemipharase dextra post CVA infark
di RSJ Dr.Radjiman Wediodiningrat Lawang dalam rangka menjalani Studi Profesi
Fisioterapi stase neuromuscular pusat dibawah naungan Universitas Muhammadiyah
Malang.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan oleh karena
berkurangnnya atau terhentinya suplai darah secara tiba-tiba (Depkes RI,1996).
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global
akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak
berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak.
Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi
terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel
saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke
(Junaidi, 2011).
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari
24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena
trauma maupun infeksi (WHO, 1986). Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA)
adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke
bagian otak secara tiba-tiba, dan merupakan keadaan yang timbul karena
gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian
jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian (Brunner & Suddarth, 2002).
B. Anatomi Dan Fisiologi
1. Otak
a) Anatomi Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih
100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu cerebrum (otak
besar), cerebellum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diencephalon
(bagian dalam otak yang terdiri dari thalamus dan hipotalamus)
(Kurniawati. 2014: 6).
Cerebrum (otak besar) terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum
dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus
frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis dan lobus oksipitalis

2
(Kurniawati. 2014:6). Cerebelum (otak kecil) adalah pusat tubuh dalam
mengontrol kualitas gerakan. Cerebelum juga mengontrol banyak fungsi
otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh (Moore & Argur, 2010:
114). Brainstem (batang otak) berada di dalam tulang tengkorak. Batang
otak bertugas untuk mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan,
kesadaran, serta pola makan dan tidur (Moore & Argur, 2010: 114).

Gambar 2.1 Anatomi Otak (Moore & Argur, 2010)

Diencephalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,epitalamus


dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi
subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus
yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada
satu sisi tubuh. Epitalamus berperan pada Gambar 2.1 Anatomi otak (Moore
& Argur, 2010: 114) beberapa dorongan emosi dasar seseorang.
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan
saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi (Moore &
Argur, 2010: 115).
b) Sirkulasi darah otak Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan
20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya.
Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri
vertebralis. Di dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling
berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam

3
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri
cerebri anterior dan media. Arteri cerebri anterior memberi suplai darah
pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia,
kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus
frontalis dan parietalis cerebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik. Arteri cerebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis,
parietalis dan frontalis korteks cerebri. Arteria vertebralis kiri dan kanan
berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki
tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula
oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri
basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang
menjadi dua membentuk sepasang arteri cerebri posterior. Darah vena
dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah,
ke sinus sagitalis superior dan 14 sinus-sinus basalis lateralis, dan
seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung
(Kurniawati, 2014: 8).
C. Patofisiologi Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi akibat obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri
besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus)
yang terbentuk didalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal
kemudian bekuan dapat terlepas pada trombus vaskular distal, atau mungkin
terbentuk didalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui
sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Pangkal arteria karotis interna
merupakan tempat tersering terbentuknya arteriosklerosis. Sumbatan aliran di
arteria karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang berusia
lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak arteriosklerosis di pembuluh
darah sehingga terjadi penyempitan (Burhanuddin, 2012).

4
D. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan atas jenisnya, stroke dibagi menjadi :
A. Stroke Iskemik/Non Hemoragik
Stroke iskemik terjadi karena aliran darah ke otak terhenti karena
aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
darah. Pada 15 stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur
pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak di sediakan oleh
dua arteria karotis internal dan dua arteri vertebralis. Arteri – arteri ini
merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (Fatmawati, 2012).
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi
klinik danproses patologik (kausal):
a. Berdasarkan manifestasi klinik (Fatmawati, 2012):
1) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) Gejala
neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
2) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND). Gejala neurologik yang timbul akan
menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari
seminggu.
3) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation) Gejala
neurologik makin lama makin berat.
4) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Kelainan
neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan Kausal (Fatmawati, 2012):
1) Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah di otak. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi
akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah
yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya
kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL).
Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran
darah 16 ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan
hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.

5
2) Stroke Emboli/Non Trombotik Stroke emboli terjadi karena adanya
gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga,
terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak
bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
3) Stroke Hemoragik Diakibatkan karena pembuluh darah pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes
ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya (Fatmawati, 2012).
E. Gejala Stroke
Gejala Stroke Non Hemoragik Gejala stroke non hemoragik yang timbul
akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi,
maka gejala-gejala tersebut yaitu (Sutrisno, 2011):
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri cerebri anterior.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri cerebri media.
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri cerebri posterior
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
1. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua
yaitu aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara,
mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara
kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik
adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain, namun
masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian
diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.
2. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak.
Dibedakan dari dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu verbal
alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf.
Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat
membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut global alexia.
3. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan
otak.
4. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka
setelah terjadinya kerusakan otak.

6
5. Right-Left Disorientation & Agnosia jari adalah sejumlah tingkat
kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan
yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu.
Kelainan ini sering bersamaan dengan agnosia jari.
6. Hemi spatial neglect adalah hilangnya kemampuan melaksanakan bermacam
perintah yang berhubungan dengan ruang.
7. Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat
kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisfer dominan yang
menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
8. Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis,
infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.
9. Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah
kemampuan.
F. Faktor Resiko Stroke
Faktor resiko mayor (faktor dominan) biasanya merupakan penyakit dan
gangguan lain yang memang sudah bersarang di tubuh penderita stroke. Faktor –
faktor tersebut adalah sebagai berikut (Pudjiastuti, 2011: 165):
1. Hipertensi (tekanan darah tinggi) Hipertensi merupakan faktor risiko utama
terjadinya stroke. Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4
sampai 6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar
karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinya penyumbatan/ perdarahan otak.
2. Penyakit jantung Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke
adalah fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya
penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh
darah di otak. Di samping itu juga penyakit jantung koroner, kelainan katup
jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga memperbesar risiko
stroke. Fibrilasi atrium yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke 4-7 kali.
3. Sudah ada manifestasi aterosklerosis Secara klinis (gejala-gejala pengerasan
pembuluh darah), gangguan pembuluh darah koroner, gangguan pembuluh
darah karatis, klaudikasio intermiten (nyeri yang hilang timbul), denyut nadi
perifer tidak ada, dan lain-lain.
4. Diabetes mellitus Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke,
namun tidak sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya

7
aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga
berpengaruh terhadap terjadinya stroke.
5. Hal-hal lain seperti: polisitemia (banyak sel-sel darah), pernah terserang stroke,
hiperlipidemia (peninggian kadar lipid dalam darah), tingginya sel darah
merah, gangguan pembuluh darah, penyakit pada katup jantung atau otot
jantung yang disebut endocarditis, mengerasnya pembuluh arteri (atersklerosis,
atau penumpukan kolesterol pada dinding arteri) dan ketidak normalan irama
jantung seperti atrial fibrillation
G. Deskripsi Problematika Fisioterapi
Untuk mengetahui masalah yang timbul pada kasus hemipharase dextra post
CVA Infark maka tentang gambaran klinis dapat dijadikan dasar dalam penjelasan
masalah ini.
a. Impairment Suatu keluhan yang berkaitan dengan kondisi tersebut, impairment
yang dijumpai pada kasus ini berupa kelemahan anggota gerak sisi kanan tubuh
atas dan bawah, terdapat penurunan kekuatan otot, keterbatasan gerak anggota
sisi kanan tubuh atas dan bawah, terdapat nyeri gerak, gangguan keseimbangan
dan gangguan jalan.
b. Fungsional Limitation
Suatu masalah yang muncul berupa keterbatasan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari, Hal tersebut disebabkan karena impairment atau keluhan yang
membatasi aktifitas pasien. Adapun fungsional limitation yang ditemukan
dalam kasus ini adalah pasien kesulitan dalam duduk tegak dikursi secara
mandiri, kesulitan duduk ke berdiri, dan berjalan.
c. Disability
Pada penderita karena adanya masalah fungsional, pasien mengalami gangguan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari dirumah dan kembali bekerja sebagai
seorang pedagang ayam dipasar.

8
H. Laporan Status Klinis
NAMA MAHASISWA : Rosa Safitri
NIM : 201910641011015
TEMPAT PRAKTIK : RSJ dr.Radjiman Wediodiningrat Lawang
PEMBIMBING : Bapak Tugiyo SST.Ft
Tanggal Pembuatan Laporan: 20 April 2020
Kondisi/ Kasus: Post CVA Infark
 KETERANGAN UMUM PENDERITA
Nama : Ny. X
Umur : 59 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang ayam dipasar
Alamat : Jl. Candi mendut Barat, Mojolangu-Lowokwaru
 DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT
A. DIAGNOSIS MEDIS
Post CVA Infark
B. CATATAN KLINIS
(Medika mentosa, hasil lab, foto rontgen, MRI, CT-Scan, dll)
Medika Mentosa = Cedocard : Mengembalikan elastisitas pembuluh darah
Ramipiril : Mengatasi hipertensi
Citicolin : Vitamin saraf
C. RUJUKAN DARI DOKTER
Dokter Saraf
 SEGI FISIOTERAPI
A. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

Gangguan
berbicara (pelo)

Terdapat kelemahan Terdapat kelemahan


sisi kanan pada sisi kanan pada
anggota gerak atas anggota gerak atas
dan bawah Terdapat Oedem
dan bawah
Pada kaki kanan

9
B. ANAMNESIS (AUTO/HETERO)
1. KELUHAN UTAMA
Px mengeluhkan tangan dan kaki sebelah kanan sulit digerakkan, pasien sulit
berbicara (pelo)
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
(Sejarah keluarga dan genetic, kehamilan, kelahiran dan perinatal, tahap perkembangan, gambaran
perkembangan, dll)

Pasien 3,5 bulan yang lalu ketika pulang dari berdagang dipasar tiba-tiba tangan
dan kaki lemes untuk digerakkan susah disertai dengan gangguan sulit berbicara,
lalu px dilarikan kerumah sakit dan dilakukan perawatan yang selanjutnya dokter
saraf menyarankan terapi ke poli fisioterapi untuk mengembalikan fungsi gerak
tubuh yng mengalami kelemahan tersebut.
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami stroke
4. RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA
Pasien mempunyai penyakit penyerta hipertensi
5. RIWAYAT PENGOBATAN
Tidak ada riwayat pengobatan sebelumnya selain ke dokter saraf dan poli
fisioterapi
6. ANAMNESIS SISTEM
a. Kepala dan Leher
Normal, tidak ada gangguan pusing dan nyeri leher ataupun kaku pada leher
b. Kardiovaskular
Normal, tidak ada gangguan jatung berdebar-debar dan detak jantung serta
irama jantung baik
c. Respirasi
Normal, tidak ada gangguan sesk nafas maupun susah bernafas
d. Gastrointestinal
Normal, tidak ada gangguan sakit lambung, mual dan BAB baik
e. Urogenital
Normal, tidak ada gangguan BAK
f. Musculoskeletal
Pasien mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan pada tangan dan
kaki kanan (Weakness)
Asimetris Postur tubuh
g. Nervorum
Normal, tidak ada nyeri menjalar dan gangguan sensibilitas

10
C. PEMERIKSAAN
1. PEMERIKSAAN FISIK
a) TANDA-TANDA VITAL
Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Denyut nadi : 72 x/menit
Pernapasan : 25x/menit
Temperatur : 370C
Tinggi badan : 156 cm
Berat badan :60 kg

b) INSPEKSI (STATIS & DINAMIS)


(Posture, Fungsi motorik, tonus, reflek, gait, dll)
Inspeksi :
Tampak Px duduk dikursi roda dengan sandaran dan tampak posisi fleksi
postur
Tampak ada oedem pada kaki kanan
Dinamis :
Tampak Px didorong oleh keluarga menggunakan kursi roda saat tiba di Poli
fisioterapi
Tampak Px kesusahan saat menggerakkan tangan dan kaki kanan
Tampak Px kesulitan untuk bergerak memposisikan badannya duduk tegak
dengan bersandar dikursi roda dan cenderung bergerak jatuh ke sisi
sebelah kanan
Tampak Px kesusahan saat diajak berbicara disertai artikulasi kata tidak jelas

c) PALPASI
(Nyeri, Spasme, Suhu lokal, tonus, bengkak, dll)
Terdapat oedem pada kaki kanan
Terdapat nyeri gerak pada elbow, knee dan ankle dextra
Tidak terdapat tonus otot pada otot AGA dan AGB dextra
Terdapat spasme pada elbow dan ankle dextra

d) PERKUSI
Tidak dilakukan perkusi
e) AUSKULTASI
Tidak dilakukan auskultrasi
f) GERAK DASAR
Gerak Aktif : Px mampu melakukan gerak aktif secara mandiri pada
aggota gerak atas dan bawah namun tidak full ROM serta terdapat terdapat
nyeri

Gerak Pasif : Px mampu melakukan gerak pasif dibantu oleh fisioterapi


pada anggota gerak atas dan bawah namun tidak full Rom serta terdapat nyeri

Isometrik : Pada otot AGA Px tidak mampu melawan tahanan minimal


namun mampu melawan gravitasi. Namun tidak terdapat nyeri saat
diperintahkan melawan tahanan dari terapis.
Pada otot AGB Px mampu melawan tahanan minimal.
Namun tidak terdapat nyeri saat diperintahkan melawan tahanan minimal dari
terapis.

11
g) KOGNITIF, INTRA-PERSONAL, INTER-PERSONAL
Kognitif : Cukup baik, Px mengalami gangguan berbicara tetapi
untuk masih bisa berkomunikasi saat diajak bicara oleh fisioterapis
Intra-Personal : Baik, Px memiliki semangat untuk sembuh dan mengikuti
program terapi secara rutin
Inter-Personal : Baik, Px memiliki hubungan baik dengan keluarga dan
mengikuti instruksi terapis secara baik

h) KEMAMPUAN FUNGSIONAL DASAR, AKTIVITAS FUNGSIONAL,


& LINGKUNGAN AKTIVITAS
Kemampuan Fungsional Dasar : Px tidak mampu menggerakkan otot AGA
dan AGB pada sisi tubuh sebelah kanan
Aktivitas Fungsional : Px belum mampu duduk tegak secara
mandiri di kursi. Px belum mampu berdiri ke duduk secara mandiri. Px
belum mampu berjalan secara mandiri
Lingkungan Aktivitas : Px belum mampu ke kamar mandi secara
mandiri, Px belum mampu duduk dan berjalan secara mandiri, Px belum
mampu melakukan aktivitas pekerjaannya menjadi pedagang ayam
dipasar.

2. PEMERIKSAAN SPESIFIK
(Nyeri, MMT, LGS, Antropometri, Sensibilitas, Tes Khusus, dll)
Tidak ada gangguan sensibilitas sensorik (panas-dingin),(tajam-
tumpul),dan(sentuhan kasar-ringan)
Koordinasi Finger To Finger : Baik
Finger To Nose : Baik
Finger To Therapist : Baik
Heel To Toe : Baik
Heel To Shin : Baik
Pengukuran Nyeri Menggunakan NRS
Nyeri gerak pada elbow dextra :4
Pada knee dextra :3
Pada ankle :3
Nyeri tekan pada elbow dextra :0
Pada knee dextra :0
Pada ankle dextra :0
Nyeri diam pada elbow dextra :0
Pada knee dextra :0
Pada ankle dextra :0
Pengukuran MMT tangan kanan : 3 (pada semua gerakan)
Kaki kanan : 4 (pada semua gerakan)
Rom AGA ROM AGB
(Elbow Dextra) : S = 00-00-1100 (Knee Dextra) : S = 00-00-1150
R = 550-00-50 (Ankle Dextra) : S = 35000-100
F = 50-00-100
Test Keseimbangan dengan Romberg Test = 22 detik (positif gangguan keseimbangan)

12
D. UNDERLYING PROCCESS

Faktor Resiko : Penyempitan pembuluh


Hipertensi darah menuju korteks
Obesitas cerebral
Pola Makan

Iskemik

Cedocard CVA/Stroke Infark Hemipharase


Ramipiril
citicolin
R
a
m
Weakness AGA i
dan AGB p
i
Penurunan
r
ROM
Penurunan Gangguan Berjalan
ES i
Keseimbangan
Terapi Latihan l
PNF Exc

: Core Stability Core Stability


M Balance Exc Latihan Berjalan
e
n
Meningkatkan g
Meningkatkan Meningkatkan
kekuatan otot AGA a Meningkatkan
ROM keseimbangan kontrol postural
dan AGB t
dan Pola Berjalan
a
s
i
h
i
Pasien mampu mengangkat dan menggerakkan tangan kanan secara full
p
ROM tanpa ada nyeri pada setiap gerakan
e
r
t
Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari,yaitu duduk secara
mandiri,duduk secara e mandiri, berdiri secara mandiri, kekamar mandi
n
berjalan secara mandiri dan pergi sholat ke masjid secara mandiri
s
i
Citicolin
Pasien dapat kembali melakukan aktivitasnya menjadi pedagang ayam
dipasar

13
E. DIAGNOSIS FISIOTERAPI
Impairment
Nyeri pada elbow,knee dan ankle dextra
Kelemahan pada otot AGA dan AGB dextra
Penurunan ROM elbow,knee dan ankle dextra
Penurunan Keseimbangan
Kelemahan Postural Control
Functional Limitation
Px tidak dapat duduk tegak secara mandiri
Px belum mampu menggerakkan tangan dan kaki kanan dengan normal dan full
ROM
Px mengalami gangguan postural untuk berdiri dan berjalan
Disability
Px belum mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri seperti duduk ke
berdiri, berdiri ke berjalan, ke kamar mandi dan pergi sholat ke masjid
Px belum mampu melanjutkan aktivitas pekerjaanya menjadi pedagang ayam di
pasar
F. PROGNOSIS
Qua at Vitam : Bonam
Qua at Sanam : Sanam
Qua at Fungsionam : Bonam
Qua at cosmeticam : Bonam
G. PROGRAM/RENCANA FISIOTERAPI
1. Tujuan treatment
a) Jangka Pendek
Menurunkan Nyeri pada elbow,knee dan ankle dextra
Meningkatkan kekuatan otot AGA dan AGB
Meningkatkan ROM elbow,knee dan ankle dextra
Meningkatkan Keseimbangan
Meningkatkan/memperbaiki postural kontrol tubuh dan berjalan

b) Jangka Panjang
Memperbaiki pola berjalan Px
Mengembalikan aktivitas fungsional Px yang terganggu agar bisa melakukan
aktivitas sehari-hari secara mandiri dan melanjutkan pekerjaannya
berdagang di pasar

2. Rencana tindakan
a) Teknologi Fisioterapi
1. ES 5. Latihan Berjalan
2. Terapi Latihan 6. Core Stability
3. PNF Exc
4. Balance Exc

14
H. PELAKSANAAN FISIOTERAPI
1. ES bertujuan untuk menstimulasi dan menimbulkan kontraksi pada otot yang
lemah sehingga mampu memfasilitasi gerakan dan meningkatkan kekuatan otot
F : 1 x seminggu
I : Toleransi Px (continous)
T : 15 menit
T : Arus symetrical
a. Persiapan alat
Lakukan kalibrasi awal alat sebelum digunakan, meliputi cek kabel, pad
elektroda,intensitas dan ES sendiri.
b. Persiapan pasien
Pasien tidur terlentang dan posisikan senyaman mungkin sesuai pasien.
Kemudian minta ke pasien untuk menanggalkan pakaian atas dan menggulung
celana panjang pasien lalu jelaskan pada pasien bahwa yang akan dirasakan adalah
sepeti tertusuk ringan disertai kontraksi otot.
c. Pelaksanaan terapi
Pad elektroda 1 diletakan oleh terapis pada lengan kanan dan bahu kanan untuk
anggota gerak bawah pad 2 berada pada lutut dan kaki. Lakukan intervensi dan
diakhiri dengan evaluasi. Jika terapi selesai segera matikan ES dan tata kembali
seperti semula sebelum digunakan.
2. Terapi Latihan bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot dan menstimulasi
gerakan sendi ke arah yang normal.
a. Gerak Aktif ( Free Active Movement)
Posisi pasien tidur, pasien menggerakan sendi setiap sendi anggota gerak
atas dan bawah sisi kanannya secara aktif sesaui dengan perintah yang diberikan
oleh fisioterapis. Selain itu juga diberikan latihan dalam posisi miring dengan
gerakan yang sama. Setiap gerakan dilakukan pengulangan sebatas toleransi
pasien. Latihan ini dilakukan 5-10 kali pengulangan.
b. Ressisted Active Movement
Posisi pasien tidur terlentang, kemudian pasien menggerakan sendi setiap
anggota gerak atas dan bawah secara aktif kemudian terapis memberikan tahanan
ke arah sebaliknya saat pasien menggerakan. Latihan ini dilakukan 5- 10 kali
pengulangan.
c. Hold Relax
posisi pasien tidur terlentang kemudian pasien mengkontraksikan otot-
otot yang ingin digerakan terlebih dahulu, kemudian intruksikan kepada pasien
untuk menahan kontraksinya selama 6-10 detik, kemudian intruksikan lagi
untuk merilekskan kembali selama 3-5 detik. Latihan ini dilakukan dengan 12
kali pengulangan.
3. PNF Excercise bertujuan maksud melatih pola gerak yang hilang, memperbaiki
koordinasi dan meningkatkan kekuatan otot yang lemah serta meningkatkan ROM.
a) Latihan pada Anggota Gerak Atas
Posisi pasien tidur terlentang, terapis memberikan latihan sesuia dengan pola-
pola gerakan lengan yang ada dalam teknik PNF yaitu fleksi-aduksi- eksorotasi,
ekstensi-adduksi-endorotasi, ekstensi-abduksi-endorotasi
b) Latihan Pada Anggota Gerak Bawah
Posisi pasien tidur terlentang. Terapis memberikan latihan sesuai dengan pola-
pola gerakan tungkai yang ada dalam teknik PNF yaitu fleksi-abduksi-

15
eksorotasi, ekstensi-adduksi-endorotasi, dan fleksi-adduksi-endorotasi dengan
lutut fleksi.
 Teknik-teknik PNF yang digunakan adalah :
1) Rhythmical Initiation
Pertama fisioterapis menggerakan secara pasif terlebih dahulum
kemudian pasien diintruksikan oleh terapis untuk mengikuti gerakan
tersebut secara aktif. Kedua dilakukan gerakan melawan tahanan ringan
pada pola ekstensi dan fleksi. Latihan ini dilakukan pengulangan
sebatas toleransi pasein.
2) Timing For Emphasis
Pada tungkai kiri terapis menahan pada kaki untuk pola fleksi-abduksi-
endorotasi dengan lutut fleksi kemudian pasien diperintahkan untuk
menggerakan kakinya. Pada lengan kiri terapis menahan lengan kiri
bawah pasien untuk pola fleksi-adduksi-eksorotasi-eksorotasi. Pada
pola fleksi- abduksi-eksorotasi terapi menahan pergelangan tangan kiri
pasien kemudian terapis mengintruksikan pasien untuk menggerakan
tangannya. Latihan ini dilakukan pengulangan sebatas toleransi pasien.
3) Slow Reversal
Terapi menggerakan lengan secara pasif pada satu pola terlebuh dahulu,
tanpa ada relaksasi diganti dengan gerakan pada polsa yang berlawanan
kemudian kembali pada pola gerak awal tanpa relaksasi dengan diberi
tahanan ringan dan diberi instruksi untuk melawan tahanan terapi.
Laukan juga pada tungkai, latihan ini dilakukan pengulangan sebatas
toleransi pasien.
4. Balance Excercise bertujuan meningkatkan keseimbangan duduk dan
meningkatkan keseimbangan sat berdiri
a. Persiapan pasien : Latihan aktivitas fungsional untuk keseimbangan duduk
dilakukan dengan posisi pasien duduk.
b. Persiapan pelaksanaan : posisi terapis menyesuaikan posisi pasien. Setelah
pasien sampai ke posisi duduk dengan posisi kedua kaki menapak lantai dan
kedua lengan diletakkan di sisi tubuh kemudian dilatih keseimbangan dengan
pegangan terapis pada kedua bahu pasien. Pada saat itu pula dilanjutkan latihan
keseimbangan dengan pegangan terapi pada bawah leher, sedangkan posisi
kedua tangan pasien diletakkan diatas pangkuannya. Kemudian pasien
digoyangkan ke kanan kiri dan depan belakang untuk beberapa detik. Apabila
pasien belum bisa mempertahankan keseimbangannya selama 30 detik maka
latihan tersebut perlu ditingkatkan lagi.
5. Core Stability Bertujuan untuk meningkatkan kekuatan core pada Px untuk
memperbaiki keseimbangan maupun peningkatan postural control
F : 1x/hari
I : 8x rep/ 2 set
T : 20 menit
Uraian tindakan :
1) Posisi Supine
a) Posisi pasien : Pasien tidur terlentang di bed.
b) Posisi terapis : Terapis berada di samping bed pasien

16
c) Penatalaksanaan : Instruksikan pasien untuk menekuk kedua lutut dan
kedua tangan disatukan. Kemudian instruksikan pasien untuk
menggerakkan tangan ke depan sampai menyentuh tangan fisioterapis.
2) Posisi Duduk
a) Posisi pasien : Pasien duduk di tepi bed dengan kaki menapak di lantai
b) Posisi terapis : Posisi terapis di samping bed pasien
c) Penatalaksanaan : Instruksikan pasien untuk menyatukan kedua tangan.
Kemudian instruksikan pasien untuk menggerakkan tangan ke depan
sampai menyentuh tangan fisioterapis
3) Posisi Duduk
a) Posisi pasien : Pasien duduk di tepi bed dengan kaki menapak di lantai
b) Posisi terapis : Posisi terapis di samping bed pasien
c) Penatalaksanaan : Instruksikan pasien untuk menggerakkan badan ke
samping kanan/kiri dengan forearm menumpu di bed. Lakukan secara
berulang dan bergantian antara kanan dan kiri.
6. Latihan Berjalan
a. Persiapan pasien : Px diperintahkan berdiri tegak dan postur tubuh sikap
sempurna didepan cermin dengan jarak 3 meter.
b. Persiapan Pelaksanaan : Posisi terapis tidak jauh dari tubuh Px. Instruksikan
kepada pasien untuk berjalan dengan pola jalan yang baik dengan menapakkan
tumit kaki terlebih dahulu disertai dengan ayunan tangan saat berjalan serta
minta pasien pandangan selalu lurus ke depan saat berjalan. Diakhiri dengan
evaluasi.
I. HASIL EVALUASI TERAKHIR
Pengukuran Skala Nyeri dengan NRS
NRS Nama Otot T0 T1 T2 T3 T4 T5
Nyeri Gerak Elbow 4 4 4 3 3 3
Knee 3 3 3 2 2 2
Ankle 3 3 3 2 2 2
Nyeri Tekan Elbow 0 0 0 0 0 0
Knee 0 0 0 0 0 0
Ankle 0 0 0 0 0 0
Nyeri Diam Elbow 0 0 0 0 0 0
Knee 0 0 0 0 0 0
Ankle 0 0 0 0 0 0

Pengukuran MMT
AGA Gerakan T0 T1 T2 T3 T4 T5
Elbow Fleksi 3 3 3 4 4 4
Extensi 3 3 3 4 4 4
Supinasi 3 3 3 4 4 4
Pronasi 3 3 3 4 4 4
AGB
Knee Fleksi 4 4 4 4 4 4
Extensi 4 4 4 4 4 4
Ankle Dorso Fleksi 4 4 4 4 4 4
Plantar fleksi 4 4 4 4 4 4

17
Eversi 4 4 4 4 4 4
Inversi 4 4 4 4 4 4

Pengukuran ROM
AGA T0 T1 T2 T3 T4 T5
Elbow S = 00-00- S = 00-00- S = 00-00- S = 00-00- S = 00-00- S = 00-00-1300
1100 1100 1150 1250 1300
R = 550-00- R = 550-00- R = 550-00- R = 600-00- R = 650-00- R = 650-00-600
500 500 500 550 550

AGB
Knee S =00-00- S =00-00- S =00-00- S =00-00- S =00-00- S =00-00-1300
1150 1150 1180 1230 1300

Ankle S =350-00- S =350-00- S =350-00- S =400-00- S =430-00- S =480-00-150


100 100 100 100 150
F = 50-00- F = 50-00-100 F = 50-00-100 F = 70-00-130 F = 70-00-130 F = 70-00-150
100

J. EDUKASI DAN KOMUNIKASI


Mengedukasikan pasien dan keluarga tentang excercise yang biasa akan dilakukan
dirumah:
1. Pada posisi tidur
Pasien diminta untuk menggerakkan tangan dan kaki sesering mungkin dengan
aktif maupun pasif, dibantu keluarga maupun dengan usaha sendiri
2. Pada posisi duduk dikursi
Pasien diminta untuk control postural seperti yang dicontohkan saat sesi terapi
latihan control postural yang dalam posisi duduk menggerakkan badan ke samping
kanan/kiri dengan forearm menumpu di bed
3. Pada saat berjalan
Pasien tetap melakukan latihan berjalan dengan dibantu keluarga saat latihan
maupun mandiri untuk memaksimalkan penguatan otot bawah dalam persiapan
berjalan secara mandiri
4. Serta memberikan edukasi terkait manfaat dan target yang diinginkan atau
dicapai fisioterapis terhadap pasien

18
K. CATATAN PEMBIMBING PRAKTIK

L. CATATAN TAMBAHAN

Lawang, 28 April 2020


Pembimbing

Tugiyo SST.Ft
NIP.197902112005011002

19
BAB III

PEMBAHASAN

A. Keaslian Penelitian
Tabel 3.Keaslian Penelitian
No Nama Judul Penelitian Hasil
Penelitian

1 Vitor Antonio dos Combining Proprioceptive Variabel penelitian


Santos Junior, Matheus Neuromuscular Facilitation a. Variable bebas :
de Sales Santos1,Nildo and Virtual Reality for Proprioceptive
Manoel da Silva Improving Sensorimotor Neuromuscular
Ribeiro and Igor Lima Function in Stroke Facilitation and Virtual
Maldonado Survivors: A Randomized Reality
(Journal of Central Clinical Trial b. Variabel terikat :
Nervous System Diagnosis of stroke
Disease Volume 11: 1– presence of
2019) hemiparesis for at least
6months.
Instrumen penelitian:
Oswestry Disability
Questionnaire, visual
analog scale (VAS),
Roland Morris
Disability
Questionnaire (RMDS)
- Desain Penelitian:
A Randomized Clinical
Trial
Study Pretest-Postest Uji
stastik dengan Anova dan
wilcoxon dari P < .05
- Hasil Penelitian :
Semua kelompok
perlakuan secara

20
signifikan dapat
memprbaiki fungsi
motorik ekstremitas atas
dan bawah
2 Okonkwo U. Prosper, Effects of Proprioceptive Variabel penelitian
Okoye G. Chuba Neuromuscular a. Variable bebas :
, Ibeneme S. C. Facilitation and Balance roprioceptive
, Ihegihu Y. E., Training on Activities of Neuromuscular
Egwuonwu V. Afam Daily Living (ADL) of Facilitation and Balance
, Nwankwo M. J. Stroke Survivors with and Training on Activities of
, Ummuna J. Onuwa3 without Cognitive Daily Living (ADL)
(International Journal Impairment b. Variabel terikat :
of Stroke Research stroke survivors with and
2017, 5(1): 1-9 without cognitive
impairment
Instrumen penelitian:
Mini-mental State
Examination (MMSE)
and Indeks Barthel (BI)
- Desain Penelitian:
Sampling technique in a
quasi-experimental study
- Hasil Penelitian :
Semua kelompok
perlakuan secara
signifikan Ada
peningkatan dalam
Aktivitas Kehidupan
Sehari-hari (ADL) dari
penderita stroke subakut
dengan dan tanpa
gangguan kognitif
3 Joung Bok Lee, Sang Combined Therapy With Variabel penelitian
Beom Kim,,Kyeong Functional Electrical a. Variable bebas :
Woo Lee, Jong Hwa Stimulation and Standin Therapy With
Lee, Jin Gee Park, Frame in Stroke Patients Functional Electrical
Sook Joung Lee, Stimulation and
(journal of Ann Standing Frame
Rehabil Med b. Variabel terikat :
2019;43(1):96-105)

21
Patients who had
hemiparesis and postural
instability after stroke
-Instrumen penelitian:
metode
assessor-blinded,
randomized controlled
trial.
- Hasil Penelitian :
Semua kelompok
perlakuan secara
signifikan dapat
meningkatkan
keseimbangan berdiri
pada pasien stroke
subakut
4 Young-Hyeon Bae, An efficacy study on Variabel penelitian
PT,PhD, YoungJun improving balance and gait a. Variable bebas :
Ko, MSc, PT, in subacute stroke patients improving balance and
HyunGeun Ha, MSc, by balance training with gait with additional
PT, So Yeon Ahn, PT, additional motor imagery: motor imagery
WanHee Lee, PT, PhD, A pilot study b. Variabel terikat :
Suk Min Lee, PT, PhD. pasien stroke subakut.
(J. Phys. Ther. Sci. -Instrumen penelitian:
27: 3245–3248, 2015) Berg Balance Scale
(BBS), TUG, Func-
tional Reach Test, and
Four Square Step test
scores significantly
- Hasil Penelitian :
Semua kelompok
perlakuan secara
signifikan dapat
meningkatkan hasil
rehabilitasi gaya berjalan
dan keseimbangan yang
lebih baik daripada
pelatihan keseimbangan
saja.

22
5 Koshiro Haruyama, Effect Of Core Stability Variabel penelitian
RPT, MSc, Michiyuki Training On Trunk a. Variable bebas :
Kawakami, MD, PhD, Function, Standing Stabilisasi Core training
dan Tomoyoshi Balance, And Mobility In b. Variabel terikat :
Otsuka, MD, PhD Stroke Patients: A Pasien stroke subakut
(Journal of Randomized Controlled dari rumah sakit
Neurorehabilitation Trial Higashisaitama National
and Neural Repair, Hospital
Vol. 31(3) 240 –249. -Instrumen penelitian:
2017) ADL dan uji parameter
statistika uji shapiro wilk
- Hasil Penelitian :
Semua kelompok
perlakuan secara
signifikan dapat
pelatihan stabilitas core
meningkatkan
keseimbangan dan
mobilitas selain fungsi
trunk, lebih dari program
terapi fisik konvensional
pada pasien stroke.
B. Pembahasan
1. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Hemipharase Dextra Post CVA
Infark
a. ES (Electrical Stimulation)
Stimulasi elektris adalah suatu modalitas fisioterapi dengan
menggunakan arus listrik untuk mengkontraksikan salah satu otot ataupun
grup otot (Inverarity, 2005 ). Alat listrik yang bisa digunakan adalah
Interrupted Direct Current, Interfernsi dan TENS (Kuntoro, 2007). Sistem
saraf pusat mempunyai kempuan yang progress untuk penyembuhan dari
injury melalaui proses collateral sprouting dan synaptic reclamation.
Neuro plasiticity merupakan hal yang sangat penting untuk mengajarkan
kembali fungsi otot dan aplikasi fasilitasi. Kemampuan otak beradaptasi
untuk memperbaiki perubahan lingkungannya melalui penyatu neural
kembali yang dikelompokan sebagai berikut :
a) Collateral Sprouting

23
Merupakan respon neuron daerah yang tidak mengalami cedera dari
sel-sel yang utuh ke daerah yang denervasi setelah cedera. Perbaikan
sistem saraf pusat dapat berlangsung beberapa bulan atau tahun setelah
cedera dan dapat terjadi secara luas di otak.
b) Unmasking
Dalam keadaan normal banyak akson dan synaps yang tidak aktif.
Apabila jalur utama mengalami kerusakan maka fungsinya akan
diambil oleh akson dan sinaps yang tidak aktif. Menurut Wall dan
Kabat, jalur sinapsis mempunyai mekanisme homeostatic, dimana
penurunan masukan akan menyebabkan naiknya eksitabilitas
sinapsnya.
c) Diaschisia (Dissipation of Diachisia)
Diaschisia keadaan dimana terdapat hilangnya kesinmabungan
fungsi atau adanya hambatan fungsi dari traktus-traktus sentral di otak.
Tujuan pemberian electrical stimulasi pada pasien stroke adalah sebagai
muscle reedukasi dan fasilitasi. Stimulas elktris pada prinsipnya harus
menimbulkan kontraksi otot, sehingga akan merangsang goli tendon
dan muscle spindle. Rangsangan pada muscle spindle dan golgi akan
diinformasikan melaluai afferent ke susunan saraf pusat sehingga akan
mengkontribusikan fasilitas dan inhibisi. Rangsangan elektris yang
berulang-ulang akan memberi informasi ke supraspinal sehingga terjadi
pola gerak terintegritas dan menjadi gerakan-gerakan pola fungsional.
Selain itu memberikan gerakan-gerakan pola fungsional.Selain itu juga
memberikan fasilitasi pada otot yang lemah dalam melakukan gerakan
(Kuntoro, 2007).
b. Terapi Latihan
Terapi latihan adalah salah satu modalitas fisioterapi dalam
pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik secara pasif maupun
secara aktif untuk pemeliharaan dan perbaikan kekuatan, ketahanan, dan
kemampuan kardiovaskuler, mobilitas, fleksibilitas, stabilitas, rileksasi,
koordinasi, keseimbangan, dan kemampuan fungsional (Kisner, 2007)
terapi latihan yang diberikan antara lain:
1. Gerak aktif

24
Gerak aktif adalah latihan yang dilakukan oleh otot-otot yang
bersangkutan dengan malawan gravitasi. Tujuan dari latihan ini adalah
melatih elastisitas otot, meningkatkan sirkulasu darah, meningkatkan
kekuatan otot, serta mengembangkan koordinasi dan ketrampilan untuk
aktivitas fungsional. Gerakan aktif dibagi menjadi 2, yaitu gerak yang
tidak disadari (involuntary movement) dan gerak yang disadari
(voluntary movement). Gerak yang disadari dibagi menjadi 3 yaitu :
1) Free Active Movement, yaitu pasien diminta untuk menggerakan
persendiannya secara mandiri.
2) Active Resisted Movement, yaitu pasien diminta untuk
menggerakan persendiannya dengan sedikit tahanan oleh terapis.
3) Active Asissted Movement, yaitu pasien diminta untuk
menggerakan persendiannya secara mandiri dan semampu mungkin,
kemudian terapis memberi bantuan.
2. Gerak Pasif
Gerakan pasif adalah latihan yang tidak bersangkutan dengan
melawan grafitasi, dengan kata lain terapis menggerakan setiap
persendian pasien tanpa harus melawan grafitasi. Tujuan dari gerakan
ini yaitu untuk mengetahui end feel, mencegah atrofi, memperlancar
sirkulasi darah, mencegah kontraktur, serta memfasilitasi otot. Gerakan
ini dibagi menjadi 3 juga, yaitu :
1) Relax passive, yaitu terapis menggerakan persendian pasien tanpa
perlu tenaga yang berarti.
2) Force passive movement, yaitu terapis menggerakan persendian
pasien dengan sedikit penguluran (stretching).
3) Terapi manipulasi, yaitu gerak pasif yang dilakukan pada pasien
yang tidak sadar.
c. PNF Exc
Propioceptif Neuromuscular Facilitation (PNF) adalah fasilitasi pada
sistem neuromuscular dengan merangsang propioceptif (reseptor sendi).
Metode ini berusaha memberikan rangsangan-rangsangan yang sesuai
dengan reaksi yang dikehendaki, yang pada akhirnya akan dicapai
kemampuan gerak yang terkoordinasi. Dengan pola gerakan aktivitas yang
bersifat spiral dan global. Gerakan ini mnyerupai dengan gerakan-gerakan

25
yang digunakan dalam olahraga dan aktivitas sehari-hari. Sifat spiral dan
diagonal tersebut juga sesuai dengan karakteristik susunan sistem skeletal,
sendi-sendi, dan struktur ligament yang sifatnya juga spiral dan memutar.
Tiap diagonal terdiri dari pola-pola yang saling berlawanan satu dengan
yang lain. Teknik-teknik yang digunakan pada kasus ini adalah Rhytmical
Initiation, Timing For Emphasis, dan Slow Reversal.
1) Rhytmical Initiation Teknik yang dipakai utuk agonis yang
menggunakan gerakan-gerakan pasif dan dengan tahanan. tujuan
diberikan latihan ini adalah :
 Untuk normalisasi kecepatan gerak
 Untuk sebagai permulaan gerak atau mengarah gerak
 Untuk perbaikan koordinasi gerak dan rasa gerak
 Untuk relaksasi
 Untuk belajar tentang gerak
2) Timing For Emphasis Bentuk gerakan dimana bagian lemah dari
gerakan mendapat ekstra stimulasi bagian yang lebih kuat. Tujuan dari
latihan ini adalah :
 Untuk penguatan otot bagian dari satu pola gerak
 Untuk mobilisasi
3) Slow Reversal Teknik dimana kontraksi isotonic dilakukan bergantian
antara agonis dan antagonis tanpa terjadi pengendoran otot. Tujuan
diberikan latihan ini adalah :
 Untuk perbaikan mobilisasi
 Menaikan tingkat relaksasi
 Untuk menambah kekuatan otot
 Untuk belajar bergerak
 Untuk memperbaiki koordinasi
d. Latihan Keseimbangan dan Koordinasi
Latihan keseimbangan dan koordinasi pada pasien stroke stadium
recovery sebaiknya dilakukan dengan gerakan aktif dari pasien dan
dilakukan pada posisi terlentang, duduk dan berdiri. Latihan aktif dapat
melatih keseimbangan dan koordinasi untuk membantu pengembalian
fungsi normal serta melalui latihan perbaikan koordinasi dapat

26
meningkatkan stabilitas postur atau kemampuan mempertahankan tonus
ke arah normal (Pudjiastuti, 2003).
Latihan keseimbangan dan koordinasi pada pasien stroke non haemoragik
stadium recovery dapat dilakukan secara bertahap dengan peningkatan
tingkat kesulitan dan penambahan banyaknya repetisi. Latihan
keseimbangan dapat dilakukan pada posisi duduk dan berdiri. Latihan ini
merupakan latihan untuk meningkatkan reaksi keseimbangan
equilibrium berbagai keadaan serta merupakan komponen dasar dalam
kemampuan gerak untuk menjaga diri, bekerja dan melakukan berbagai
kegiatan dalam kehidupan sehari-hari (Davies, 1985). Latihan
keseimbangan dan koordinasi merupakan latihan yang saling berkaitan
yang dapat menimbulkan gerak volunter (Rahayu, 1992).
e. Core Stability
Core stability memerlukan gerakan trunk control dalam 3 bidang.
Dalam mempertahankan stabilisasi semua bidang gerak otot-otot
terkativasi dalam pola yang berbeda dari fungsi primer atau utamanya.
Diantaranya m. Quadratus Lumborum fungsi utamanya sebagai
stabilisator saat aktifasi dari bidang frontal. Gerakan yang terjadi pada m.
Quadratus Lumborum adalah gabungan dari gerakan fleksi, ektensi dan
lateral fleksi untuk menopang spine, sehingga membuatnya lebih dari
sekedar stabilisasi pada bidang frontal (Navalta et al, 2007).
Core stability dipengaruhi oleh fascia thorakolumbar yang merupakan
struktur penting yang menghubungkan extermitas bawah (melalui m.
Gluterus Maximus) ke extermitas atas (melalui m. Latisimus Dorsi).
Dalam hubungan ini core termasuk dalam intergritas rangkaian kinetik
untuk melangkah. Thorakolumbar memilki fungsi untuk melindungi otot
bagian dalam dari otot-otot pungggung dan trunk diantaranya termasuk m.
Multifidus. Fascia thorakolumbar juga terdiri dari m. Internal Obliques dan
m. Tranvesus Abdominalis yang memberikan 3 bidang pendukung pada
lumbar spine dan membantu core stability. Dalam membantu membentuk
suatu ‘hoop’ pada sekeliling abdomen terdiri dari fascia posterior,
abdominal fascia anterior dan M. Obliques lateralis yang membentuk efek
korset sebagai stabilisasi (Khosiro et al, 2017).

27
Core Stability merupakan co-activation dari otot-otot bagian dalam
dari lower trunk untuk mengontrol perpindahan berat badan, melangkah
selama proses berjalan. Adanya rangsangan awalan dalam persiapan
bergerak selalu didasari dari adanya tonus postural, seperti co-aktivasi dari
abdominal dan multifidus untuk stabilisasi trunk dan kepala selama
fasilitasi anggota gerak untuk beraktvitas. Aktivasi core stability
dipengaruhi fungsi ventromedial sistem yaitu untuk menangani daerah-
daerah proksimal sebagai stabilisasi dimana banyak otot anti gravitasi
yang tidak bekerja. Disertai retikulospinalis dan vestibulo sistem yang
berkontribusi dalam stabilisasi midline, kontrol postur dan tonus. Sehingga
membuat stabilisasi pada core untuk integrasi dari bagian proximal dan
distal (Khosiro et al, 2017).
Mekanisme otot-otot besar dalam core pusat (centre of core) membuat
sebuah rigid cylinder dan sebuah gerakan besar dalam gangguan inersia
tubuh yang berlawanan ketika masih dalam keadaan yang stabil dalam
mobilisasi distal. Selain itu, merupakan tempat motor terbanyak dari
perkembangan tekanan dalam core tengah (central core), terdapat sedikit
perubahan dalam rotasi mengitari pusat core (pusat tubuh/central core)
untuk memberikan perubahan besar dalam rotasi di bagian-bagian distal.
Adanya perpindahan saat melangkah merupakan bagian dari aktivasi otot-
otot core yang saling bersinergis. Aktifasi otot-otot core digunakan untuk
menghasilkan rotasi spine (Khosiro et al, 2017).
Core stability exercise adalah suatu aspek kontrol postural yang
dianggap sebagai dasar komponen dari konsep Bobath dalam pemulihan
keseimbangan karena kerusakan motor neuron. Asumsi dalam praktek
klinis adalah bahwa otot inti berperan penting dalam pemulihan
keseimbangan pada kondisi neurologis yang terganggu. Core stability
exercise melibatkan otot penggerak neck, trunk, scapula, palvik dan femur.
Core stability exercise yang dilakukan sesuai dengan kemampuan pasien
pasca stroke. Adapun latihan yang akan dilakukan dibagi menjadi 5
bagian, antara lain latihan pada posisi terlentang, latihan pada posisi
duduk, latihan pada posisi berdiri, latihan aktifitas fungsional dan latihan
menggunakan bola stabilisasi. Setiap gerakan dalam core stability exercise
dapat dilakukan sebanyak 4 – 6 kali 9 pengulangan, dan disesuaikan

28
dengan toleransi pasien pasca stroke, karena kemampuan pasien pasca
stroke sangat individual (Khosiro et al, 2017).
f. Latihan Berjalan
Spastisitas pada sistem saraf akan membentuk pola jalan tertentu,
apabila penanganan fisioterapi tidak sesuai dengan pola jalan yang benar,
maka pasien mungkin akan mampu untuk berjalan akan tetapi dengan pola
yang tidak tepat. Apabila proses berjalan dilakukan dengan pola yang tidak
tepat, maka aktivitas berjalan jadi sangat sulit, meski kekuatan otot sudah
sangat kuat. Jadi harus dilakukan latihan berjalan sedini mungkin supaya
pola jalannya dapat kembali normal. Dalam berjalan dikenal fase menapak
dan fase mengayun. Fase menapak dimulai dari heel strike atau heel on,
foot flat, mid stance, heel off dan diakhiri dengan toe off atau ball off.
Sedangkan fase mengayun dimulai dari toe off, swing dan diakhiri dengan
heel strike (Sujatno, 2002).

29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Probelamtika fisioterapi yang muncul pada kasus hemipharase dextra post
CVA Infark dengan pelaksanaan terapi dilakukan sebanyak enam kali dengan
terapi Electrical stimulation (ES), Terapi latihan, PNF, Core stability, Balance Exc
dan latihan Berjalan, didapatkan hasil berupa peningkatan kekuatan otot dan
kemampuan fungsional pada pasien.

B. Saran
Setelah melakukan proses fisioterapi yaitu dengan menggunakan modalitas
fisioterapi berupa electrical stimulasi dan terapi latihan pada pasien hemiparese
sinistra non hemoragic, maka penulis memberikan saran kepada :

1. Kepada pasien
Kesungguhan pasein dalam melakukan latihan harus selalu ada karena tanpa
adanya kesungguhan dan semangat untuk melakukan latihan secara rutin maka
keberhasilan susah untuk dicapai. Pasien disarankan untuk melakukan latihan-
latihan yang telah diajarkan oleh terapis secara mandiri dan sering.
2. Kepada Fisioterapis
Dalam memberikan pelayanan hendaknya sesuai dengan prosedur yang ada,
oleh karena itu perlu suatu pemeriksaan yang teliti dan terarah. Meningkatkan
kemampuan diri baik secara teori maupun praktek sangat penting untuk
menghadapi IPTEK yang semakin maju.
3. Kepada masyarakat.
Bagi masyarakat umum untuk lebih berhati dalam melakukan segala aktivitas
dan gaya hidup yang beresiko terjadinya serangan stroke atau
cerebroventroaccident. Disamping itu jika sudah terjadi serangan maka
segeralah meminta bantuan medis untuk mendiagnosa jenis atau tipe serangan
stroke itu.

41
DAFTAR PUSTAKA

Aliah A, Kuswara FF, Limoa A, Wuysang G .2007. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak. Edisi ke 6. Editor Harsono. Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta. 81-115.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
EGC, Jakarta.

Burhanuddin, Mutmainna, Wahiduddin, Jumriani. 2012. Faktor Risiko Kejadian


Stroke Pada Dewasa Awal (18-40 Tahun) Di Kota Makassar Tahun 2010-
2012.Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin.

Fagan, S. C. & Hess, D. C. 2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach,


sixth edition. Columbus: The McGraw-Hill Companies.

Fatmawati, Ferdiana, D. 2012. Gambaran Pengobatan Dan Analisis Biaya Terapi


Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di Instalasi Rawat Inap Rs “X” Tahun
2011. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Inverarity L. 2005. physical therapy blog.electrical stimulation.diakses :26-04-2020.

http://www.about.com.

Junaidi, I. 2011. Stroke, Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: C.V. ANDI OFFSET.

Kisner C dan Colby A. 2007.Therapeutic exercise 5th ed. Philadelphia:FA DAVIS


company.
Kuntono H.2007. Penatalaksaan Stimulasi Elektris.diakses :06-07-2014.
http://fisiosby.com/penatalaksanaan stimulasi elektris.

Kurniawati, Agusti. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Persarafan “Stroke”. Padalarang: Program Studi D III Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santo Borromeus Padalarang.

Lloyd-Jones D., Adams R., Carnethon M., Simone G., Ferguson B., Flegal K. 2009.
Heart Disease and Stroke Statistics-2009 Update : A Report From the American
Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee.
Circulation. 119:e21-e181.

42
Moore K.R., Argur K.M. R. 2010. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipocrates- h. 114-
116.

Navalta, W. James and Hrncir P. Stephen, 2007. Core Stabilization Exercises Enhance
Lactate Clearance Following High Intensity Exercise. Journal of Strength and
Conditioning Research.

Pudjiastuti, Ratna, D. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Jogjakarta: Nuha Medika.(hal


152, 165-167).

Sujatno, Ig et al. 2002. Sumber Fisis. Surakarta: Politeknik Kesehatan Surakarta.

Jurusan Fisioterapi.

Sutrisno, A. 2011. Stoke? You Must Know Before You Get It. Sebaiknya Anda Tahu
Sebelum Anda Terserang Stroke. Jakarta: PT. Gramedia. (hal. 54-68).

Yunaidi, Y. 2010. Intervensi pada Stroke Non Hemoragik. Jurnal Kardiologi


Indonesia; 31; 153-155.

43
LAMPIRAN

Lampiran 1 Logbook

No Jenis Kegiatan Keterangan


1 Tgl 06 April 2020 Memperkenalkan diri dengan
Perkenalan diri dalam darling (via menyebutkan nama, asal dan stase
group WA) yang ditempuh
2 Tgl 07 April 2020 Membuat video pendek yang berisi
Membuat video pendek perkenalan diri secara singkat dengan
ditambahkan sekilas tentang neuro
pusat yang kita ketahui
3 Tgl 07 April 2020 SK, Makalah, video dan seputar tanya
Penjelasan mengenai tugas-tugas jawab mengenai penugasan
dan alur penugasan yang akan
ditempuh dalam sebulan
4 Tgl 08 April 2020 Perbedaan gambaran stroke iskemik
Tanya jawab dengan CI sekilas dan hemoragik pada hasil Ct
tentang Stroke scan/MRI
Perbedaan gambaran Ct scan pada
brain injury dan tumor
5 Tgl 10 April 2020 Berisi soal cerita dimana kita
Pembagian soal SK 1 menuliskan dari anamnesis,
Pemeriksaan Fisioterapi, Diagnosa
Fisioterapi, Perencanaan Fisioterapi,
Intervensi Fisioterapi, dan Evaluasi
6 Tgal 14 April 2020 Berisi soal cerita dimana kita
Pembagian soal SK 2 menuliskan dari anamnesis,
Pemeriksaan Fisioterapi, Diagnosa
Fisioterapi, Perencanaan Fisioterapi,
Intervensi Fisioterapi, dan Evaluasi
7 Tgl 15 Apil 2020 Adasedikit Revisi dari CI
Konsul SK 1

44
8 Tgal 15 April 2020 Urutan penulisan underlaying sampai
Penjelasan mengenai Underlaying dapat beraktivitas kembali ke profesi
oleh CI pekerjaanya
9 Tgl 17 April 2020 ACC
Memberikan hasil revisi SK 1
10 Tgl 22 April 2020 Sedikit Koreksi
Konsul SK 2
11 Tgl 23 April 2020 ACC
Revisi SK 2
12 Tgl 25 April 2020 Stroke, CTS, dan sekilas tentang
Diskusi mengenai beberapa kasus teknik pengeluaran cairan lympedia
dan penjelasan dari mahasiswa dan pada kasus kanker mamae
CI melalui via ZOOM
13 Tgl 26 April 2020 Berisi tentang video osce pada SK 2
Pengumpulan makalah dan video dan makalah dari penjelasan SK 2

45

Anda mungkin juga menyukai