Anda di halaman 1dari 69

MAKALAH

FISIOTERAPI KARDIOVASKULAR

PENANGANAN FISIOTERAPI PADA ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)

Disusun oleh :

Rosa Safitri 201910641011015

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN

DAFTAR ISI

RINGKASAN

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Jantung
B. Patofisiologi
C. Tanda dan gejala

BAB III: PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA
RINGKASAN

Atrial Septal Defect (ASD) merupakan penyakit jantung bawaan (PJB) dengan
gejala minimal bahkan asimtomatik sehingga sering tidak terdiagnosis saat anak -
anak dan menjadi PJB tersering yang dijumpai pada usia dewasa. Dalam keadaan
normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan
kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini
biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri
ke atrium kanan (shunt). Penyebab dari tidak menutupnya lubang pada septum
atrium ini tidak diketahui. Penyebab belum diketahui pasti. Namun, ada beberapa
faktor tentang ASD, yaitu : 1. Faktor Prenatal a. Ibu menderita infeksi Rubella b. Ibu
alkoholisme c. Umur ibu lebih dari 40 tahun d. Ibu menderita IDDM e. Ibu
meminum obat-obatan penenang atau jamu 2. Faktor genetik a. Anak yang lahir
sebelumnya menderita PJB b. Ayah atau ibu menderita PJB c. Kelainan kromosom
misalnya Sindroma Down d. Lahir dengan kelainan bawaan lain. Dalam anamnesis
biasanya didapatkan mudah lelah, nyeri dada, sesak saat beraktivitas berat. Adapun
intervensi yang dapat dilakukan seperti deep breathing, breathing control, mobilisasi
exercise dan latihan aerobic untuk tujuan jangka panjang.
LEMBAR PENGESAHAN

Manajemen Fisioterapi Pada Kasus Atrial Septal Defect (ASD)

LAPORAN

Disusun Oleh :

ROSA SAFITRI
NIM: 2001910461011015
Diajukan pada tanggal 2020

Clinical Instructor

Ali Multazam S. Ft, Physio, M. Sc

NIDN. 0714049101

Mengetahui,

Kepala Prodi Profesi Fisioterapi

Universitas Muhammadiyah Malang

Safun Rahmanto, SST.Ft., M. Fis.


NIDN. 071008403
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Atrial Septal Defect (ASD) merupakan penyakit jantung bawaan (PJB) dengan gejala

minimal bahkan asimtomatik sehingga sering tidak terdiagnosis saat anak - anak dan menjadi

PJB tersering yang dijumpai pada usia dewasa. Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital

anomaly) yang ada, penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang sering ditemukan.

Di amerika serikat, insiden penyakit jantung bawaan sekitar 8 – 10 dari 1000 kelahiran hidup,

dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi sebagai kondisi kritis pada tahun pertama

kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan pertama kehidupan berakhir dengan kematian

penderita. Di indonesia, dengan populasi lebih dari 200 juta penduduk dan angka kelahiran

hidup 2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000 penderita.

Deteksi dini saat anak - anak saat ini di Indonesia masih berjalan kurang baik

sehingga banyak pasien ASD datang saat usia dewasa dengan komplikasi yang cukup serius,

bahkan telah mengalami Sindrom Eisenmenger. ASD diketahui tidak hanya terjadi secara

sporadik namun dapat juga diwariskan secara dominan autosom sehingga deteksi dini sangat

penting dilakukan terutama pada anggota keluarga pasien ASD. Dengan demikian, dapat

dilakukan intervensi untuk menurunkan morbiditas, mortalitas, serta meningkatkan kualitas

hidup pasien DSA. Saat ini di Indonesia belum diketahui prevalensi ASD pada anggota

keluarga pasien ASD. Atrial Septal Defect (ASD) adalah penyakit jantung kongenital

asianotik yang paling sering ditemukan pada pasien dewasa dengan insidensi 10% dari defek

jantung kongenital asianotik pada dewasa (terjadi pada 0,8% bayi lahir). Terdapat 4 tipe yang

berbeda dari ASD, yaitu ostium sekundum (85%), ostium primum (10%), sinus venosus (5%),

dan defek sinus coronarius (jarang). Pada hampir semua pasien dengan ASD lahir < 3 mm

akan menutup spontan dalam 18 bulan setelah lahir, namun pada pasien dengan defek 3-8

mm, hanya 80% yang menutup spontan. Defek yang kecil (< 5 mm) dihubungkan dengan

shunt yang kecil dan tanpa konsekuensi hemodinamik. Defek 20 mm dihubungkan dengan
shunt luas dan menyebabkan efek hemodinamik yang nyata. ASD menyebabkan pintasan kiri

ke kanan intrakardiak dengan overload volume ventrikular kanan, peningkatan aliran darah

pulmonal (pulmonary blood fl ow/PBF), hipertensi pulmonalhipertrofi ventrikel kanan dan

terkadang gagal jantung kongestif (congestive heart failure/CHF). Pada pasien dewasa, gejala

yang muncul dapat berupa sesak nafas, aritmia atrial atau gagal jantung.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan Anatomi Jantung
2. Menjelaskan Definisi Atrial Septal Defect (ASD)
3. Menjelaskan Patofisiologi Atrial Septal Defect (ASD)
4. Menjelaskan Klasifikasi Atrial Septal Defect (ASD)
5. Menjelaskan Gejala Klinis Atrial Septal Defect (ASD)
C. Tujuan Makalah
1. Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi program rehabilitasi pada kasus Atrial Septal Defect (ASD)
2. Tujuan Khusus
a) Untuk meningkatkan kemandirian pasien kasus Atrial Septal Defect (ASD)
D. Manfaat Makalah
1. Untuk pelayanan Fisioterapi
Yaitu sebagai masukan dan sebagai sumber informasi bagi fisioterapis dalam melakukan
tindakan terapi.
2. Untuk Keilmuan
Bermanfaat sebagai pengembangan pengetahuan fisioterapi khususnya tentang kasus
Atrial Septal Defect (ASD)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Insufisiensi Katup Mitral

1. Anatomi Jantung

Sistem karidovaskular terdiri dari jantung, pembuluh darah dan darah. Secara

sederhana, fungsi utamanya adalah untuk distribusi oksigen dan nutrisi (misalnya glukosa,

asam amino) ke semua jaringan tubuh, pengangkutan karbondioksda dan produk limbah

metabolik (misalnya urea) dari jaringan ke paru-paru dan organ eksretoris, distribusi air,

elektrolit dan hormon di seluruh sel tubuh, dan juga berkontribusi terhadap infrastruktur sistem

kekebalan tubuh dan termoregulasi (Aaroson et al, 2013).

Jantung adalah organ dengan empat berangka dan berotot yang terletak pada rongga

dada, dibawah perlindungan tulang rusuk, dan sedikit ke kiri sternum. Jantung berada didalam

kantung yang berisi cairan yang longgar, yang disebut dengan perikardium. Keempat ruangan

jantung yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan. Atria duduk berdampingan diatas

ventrikel. Atrium dan ventrikel dipisahkan satu sama lain dengan katup satu arah. Sisi kanan

dan kiri jantung dipisahkan oleh dinding jaringan yang disebut dengan septum (Lazenby et al,

2011).

a. Bentuk dan Ukuran Jantung

Jantung relatif kecil, kira-kira berukuran sama seperti kepalan tangan yang tertutup.

Sekitar 12 cm (5 inci) untuk panjangnya, 9 cm (3,5 inci) untuk lebarnya dan 6 cm (2,5 inci)

untuk tebalnya, dengan massa rata-rata 250 g pada perempuan dewasa dan 300 g pada pria

dewasa. Hati bertumpu pada diagfragma, berada didekat garis garis tengah rongga toraks.

Jantung terletak pada mediastinum, sebuah wilayah yang anatomis dan memanjang dari

sternum ke kolom vertebra, dari yang pertama tulang rusuk ke diagfragma, dan diantara

paru-paru. Sekitar dua pertiga massa jantung terletak pada sebelah kiri garis tengah tubuh.

Ujung apeks terbentuk oleh ujung ventrikel kiri (ruang bawah jantung) dan terletak diatas

digfragma yang mengarah kearah anterior, inferior, dan ke kiri. Dasar jantung berlawanan
dengan apeks dan posteriornya aspek yang terbentuk oleh atria (bilik atas) jantung,

kabanyakan atrium kiri (Tortora, 2014).

Posisi jantung terletak diantara kedua paru-paru dan berada di tengah-tengah dada,

bertumpu pada diagfragma thoracis. Selaput yang membungkus jantung disebut dengan

perikardium yang terdiri dari lapisan fibrosa dan serosa. Epikardium adalah lapisan lapisan

terluar dari jantung. Sedangkan, lapisan berikutnya adalah lapisan mioardium, lapisan yang

paling tebal. Miokardium merupakan lapisan otot jantung yang berperan sangat penting

dalam memompa darah melalui pembuluh arteri. Sementara itu, lapisan paling akhir jantung

adalah endokardium (Smeltzer, 2001).

Gambar 1 Bentuk Jantung (Anterior View)

Gambar 2 Bentuk Jantung (Posterior View)


b. Otot Jantung

Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan mulai dari luar ke dalam yaitu :

1) Epikardium berfungsi sebagai pelindung jantung atau merupakan kantong

pembungkus jantung yang terletak pada mediastinum minus dan dibelakang korpus

stemi dan rawan iga II-IV yang terdiri dari 2 lapisan fibrosa dan serosa yaitu lapisan

parietal dan viseral. Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lender yang digunakan

sebagai pelicin untuk menjaga agar gesekan perikardium tidak mengganggu jantung

(Syaifuddin, 2009).

2) Miokardium Miokardium tersusun atas miosit-miosit jantung (sel otot) yang

memperlihatkan struktur subseluler lurik. Sel miosit berukuran relatif kecil (100 x 20

�m ) dan bercabang, dengan nukleus tunggal, sel miosit kaya akan mitokondria

(Aaronson & Jeremy, 2010).

3) Endokardium Dinding dalam atrium yang meliputi membran yang mengkilat yang

terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender endokardium kecuali aurikula dan

bagian depan sinus vena kava (Syaifuddin, 2009).

Gambar 3 Otot Jantung


c. Ruang-ruang Jantung Jantung mempunyai empat rongga, yang terdiri dari dua atrium

dan dua ventrikel. Dimana kedua ventrikel jantung dipisahkan oleh septum

interventriculare (Wibowo,2015).

1) Atrium cordis dextrum Atrium cordis dextrum akan menerima darah dari v.cava

inferior dari tubuh bagian inferior dan dari v.cava superior dari tubuh bagian

superior (Wibowo,2015).

2) Ventriculus cordis dexter Berhubungan dengan atrium kanan melalui osteum

atrioventrikel. Dinding ventrikel kanan jauh lebih tebal dibandingkan atrium kanan

yang terdiri dari : 1. Valvula trikuspidal 2. Valvula pulmonalis (Syaifuddin, 2009)

3) Atrium Cordis sinistrum Darah yang kaya oksigen dari paru masuk ke atrium cordis

sinistrum melalui vv. Pulmonalis (Wibowo, 2015).

4) Ventrikulus cordis sinister Dari atrium cordis sinistrum, darah akan mengalir

melalui ostium atrioventriculare sinistrum dan kemudian mengisi ventrikuls cordis

sinistrer (Wibowo, 2015)

d. Katup jantung Katup jantung berfungsi untuk mempertahankkan aliran darah searah

melalui bilik jantung. Ada dua jenis katup jantung yaitu, katup atrioventrikuler dan

katup semilunar.

1) Katup atrioventrikular, memisahkan antara atrium dan ventrikel. Katup ini

memungkinkan darah mengalir dari masing-masing atrium ke ventrikel saat

diastole ventrikel dan mencegah aliran balik ke atrium saat systole ventrikel. Katup

atrioventrikuler ada dua, yaitu katup trikuspidalis dan katup bikuspidalis. Katup

trikuspidalis memiliki tiga buah daun katup yang terletak antara atrium kanan dan

ventrikel kanan. Katup bikuspidalis atau katup mitral memiliki dua buah daun katu

dan terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri.


2) Katup semilunar, memisahkan antara arteri pulmonalis dan aorta dari ventrikel.

Katup semilunar yang membatasi ventrikel kanan dan arteri pulmonalis disebut

katup semilunar pulmonal. Katup yang membatasi ventrikel kiri dan aorta disebut

semilunar aorta. Adanya katup ini memungkinkan darah mengalir dari

masingmasing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama sistole ventrikel dan

mencegah aliran balik ke ventrikel sewaktu diastole ventrikel.

Gambar 4 Ruang dan Katup Jantung 8

e. Sirkulasi jantung

Aspiani (2015). Lingkaran sirkulasi jantung dapat dibagi menjadi dua bagian besar,

yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal. Namun demikian, terdapat juga

sirkulasi koroner yang juga berperan sangat penting bagi sikulasi jantung.

1) Sirkulasi sitemik

- Mengalirkan darah ke berbagai organ tubuh.

- Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda.

- Memerlukan tekanan permulaan yang besar.

- Banyak mengalami tahanan.


- Kolom hidrostatik panjang.

2) Sirkulasi pulmonal

- Hanya mengalirkan darah ke paru.

- Hanya berfungsi untuk paru.

- Mempunyai tekanan permulaan yang rendah.

- Hanya sedikit mengalami tahanan.

- Kolom hidrostatiknya pendek

Gambar 5 Siklus Jantung

2. Fisiologi Jantung

a. Sistem konduksi jantung

Siklus jantung adalah rangkaian kejadian dalam satu irama jantung. Dalam bentuk

yang paling sederhana, siklus jantung adalah kontraksi bersamaan kedua atrium, yang

mengikuti suatu fraksi pada detik berikutnya karena kontraksi bersamaan kedua ventrikel

(Aspiani, 2015). Otot jantung dapat menghantarkan implus listrik secara otomatis dan

berirama. Kemampuan serabut otot jantung menghantarkan implus listrik disebut

konduksi.

Adanya implus listrik memungkinkan otot jantung mengalami depolarisasi sehingga

jantung dapat berkontraksi, keadaan ini disebut eksitabilitas (kemampuan sel miokardium
untuk merespon stimulus). Sistem konduksi jantung terdiri atas nodus sinoatrial (SA

node), nodus atrioventrikular (AV node), berkas his, dan serat purkinje.

1) Nodus sinoatrial (SA Node)

Terletak diantara vena kava superior dengan atrium kanan. Merupakan pacemaker

alami dari jantung. Nodus ini dianggap khusus karena memiliki kontraksi paling

cepat sehingga mampu mendepolarisasi lebih cepat dibandingakan dengan

miokardium. Implus listrik yang ditimbulkan kira-kira 60-100 x/menit. Selanjutnya

implus akan dihantarkan ke AV node.

2) Nodus atrioventrikular (AV Node)

Terletak antara bagian bawah atrium kanan dan ventrikel atau dekat septum atrium.

AV node menerima implus listrik dari SA node yang kemudian akan diteruskan ke

berkas his. Penjalaran implus dari SA node ke nodus AV node dan miokardium atrial

saat istirahat menyebabkan sistole atrial. Implus dari jantung kemudian menyeber

dari SA node menuju sistem penghantar khusus atrium dan otot atrium. Suatu jalur

antara atrium, yaitu berkas bachman, mempermudah penyebaran implus dari atrium

kanan ke atrium kiri, jalur internodal, jalur anterior, jalur tengah dan posterior

menghubungkan SA node dan AV node. AV node merupakan jalur normal transmisi

implus antara atrium dan ventrikel serta mempunyai dua fungsi yang penting : i)

Implus jantung ditahan disini selama 0,08 0,12 detik untuk memungkinkan pengisian

ventrikel selama kontraksi atrium, ii) AV node mengatur jumlah implus atrium yang

mencapai ventrikel, biasanya tidak lebih dari 180 implus/menit dibolehkan mencapai

ventrikel.

3) Berkas His Dari AV node implus menyebar menuju ke berkas his, suatu berkas serabut

tebal yang menjulur kebawah di sebelah kanan septum interventrikularis. Berkas his

juga merupakan pacemaker dengan implus 40-60 x/menit. Berkas his ini bercabang

menjadi cabang menjadi cabang berkas his kanan dan cabang bundel his kiri,
kemudian pada cabang berkas his kiri bercabang menjadi bagian anterior dan

posterior. Baik berkas his kanan dan kiri berakhir pada serat purkinje.

4) Serat Purkinje Merupakan serat otot jantung dengan jaringan yang menyebar pada

otot endokardium bagian ventrikel. Serabut ini menghantarkan implus listrik dengan

cepat, kecepatanya lima kali lipat dari kecepatan hantaran serabut otot jantung.

Adanya aliran implus yang cepat ini 18 memungkinkan kontraksi dari atrium dan

ventrikel memungkinkan kontraksi dari atrium dan ventrikel dapat berlangsung

secara terkordinasi. Dengan demikian, urutan normal rangsangan melalui sistem

konduksi adalah SA Node, AV Node, berkas His, cabang-cabag berkas his, dan serat

Purkinje.

b. Bunyi Jantung Bunyi jantung menjadi gambaran kerja jantung. Bunyi jantung dibentuk

dari 3 faktor, yaitu :

1) Faktor otot, yaitu kontraktilitas otot. Sejumlah bunyi akan dihasilkan ketika jantung

berkontraksi.

2) Faktor katup, yaitu menutupnya katup. Bunyi tidak akan dihasilkan ketika katup

membuka karena terjadi secara pasif. Pada fase sistole akan terjadi penutupan katup

atrioventrikuler dan pada fase diastole akan terjadi penutupan katup semilunar.

3) Faktor pembuluh darah, pada saat darah keluar dari rongga ventrikel dengan tekanan

yang cukup akan menggetarkan dinding pembuluh darah dan menghasilkan bunyi. Bunyi

jantung terdiri atas bunyi jantung murni dan bunyi jantung tambahan.

Bunyi jantung murni terdiri atas bunyi jantung I (S1) akibat penutupan katup

atrioventrikular saat sistole ventrikel dan bunyi dan bunyi jantung II (S2) akibat

penutupan katup semilunar saat diastole ventrikel. Sedangkan bunyi jantung tambahan

seperti bunyi jantung III (S3), jantung IV (S4), murmur, dan irama gallop. S3 dan S4

terjadi akibat vibrasi pada dinding jantung saat darah mengalir dengan cepat dalam
ventrikel. Bunyi murmur terjadi akibat turbelensi aliran darah karena adanya penutupan

katup tidak sempurna atau penyumbatan. Pada orang dewasa S1 dan S2 terdengar dalam

keadaan istirahat. S3 biasanya saat seseorang berolahraga, bunyi ini dianggap patologis

apabila terdengar saat istirahat (Aspiani, 2015).

c. Frekuensi Jantung

Jantung berdenyut dalam satu menit sekitar 60 – 100 x atau 75x/menit. Jika lebih dari

100x/menit disebut takikardia dan jika kurang dari 60x/menit disebut bradikardia.

Frekuensi denyut jantung dipengaruhi oleh keadaan aktivitas fisik, umur, jenis kelamin,

endokrin, suhu, tekanan darah, kecemasan, stress dan nyeri. Pada saat aktivitas kebutuhan

oksigen dan pengeluaran CO2 meningkat sehingga meningkatkan denyut jantung.

Frekuensi denyut jantung lebih cepat pada orang yang berusia lebih muda. Wanita

memiliki frekuensi denyut jantung lebih cepat dibandingkan pria.

d. Curah Jantung Aspiani (2015). Curah jantung merupakan volume darah yang dipompakan

selam satu menit. Curah jantung ditentukan oleh denyut jantung per menit dan stroke

volume. Isi sekuncup ditentukan oleh :

1) Bebab awal (pre-load) :

- Beban awal (pre-load) adalah keadaan ketika serat otot ventrikel kiri jantung

memanjang atau meregang sampai akhir diastole. Pre-load adalah jumlah darah yang

berada dalam ventrikel pada akhir diastole.

- Volume darah yang berada dalam ventrikel saat diastole ini tergantung pada

pengambilan darah dari pembuluh darah vena dan pengembalian darah dari

pembuluh darah vena ini juga tergantung pada jumlah darah yang beredar serta tonus

otot.

- Isi ventrikel ini menyebabkan peregangan pada srabut miokardium.

- Dalam keadaan normal sarkomer (unit kontraksi dari sel miokardium) akan teregang

2,0 μm dan bila isi ventrikel makin banyak maka peregangan ini makin panjang.
- Sesuai hukum Frank Starling bahwa semakin besar regangan otot jantung semakin

besar pula kekuatan kontraksinya dan semakin besar pula curah jantung.

- Peregangan sarkomer yang paling optimal adalah 2,2 μm, dalam keadaan tertentu

apabila peregangan sarkomer melebihi kekuatan kontraksi berkurang sehingga akan

menurunkan isi sekuncup.

2) Daya kontraksi

-Kekuatan kontraksi otot jantung sangat berpengaruh terhadap curah jantung, makin

kuat kontraksi otot jantung makin banyak pula volume darah yang dikeluarkan.

- Daya kontraksi dipengaruhi oleh keadaan miokardium, keseimbnagan elektrolit

terutama kalium, natrium, kalsium, dan keadaan konduksi jantung. Peningkatan

kadar natrium dan penurunan kadar kalsium diekstrasel akan menyebabkan otot

jantung kurang peke terhadap rangsangan sehingga kontraksi jantung lema dan

berhenti dalam keadaan diastole. Penurunan kadar kalium dan peningkatan kadar

kalsium diekstrasel menyebabkan otot jantung sangat peka terhadap rangsangan

sehingga tidak dapat relaksasi dan kemudian berhenti pada sistole.

3) Bebah akhir (afterload)

- Afterload adalah jumlah tegangan yang harus dikeluarkan ventrikel selama

kontraksi untuk mengeluarkan darah dari ventrikel melalui katup semilunar

aorta. Afterload secara langsung secara langsung dipengaruhi oleh tekanan darah

arteri, ukuran ventrikel kiri dan karakteristik katup jantung. Jika tekanan darah

arteri tinggi, jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah ke

sirkulasi.

- Hal ini terutama ditentukan oleh tahanan pembuluh darah perifer dan ukuran

pembuluh darah.

- Kondisi yang menyebabkan beban akhir meningkat akan mengakibatkan

penurunan isi sekuncup.


- Dalam keadaan normal isi sekuncup ini akan berjumlah kurang lebih 70 ml

sehingga curah jantung diperkirakan kurang lebih 5 liter. Jumlah ini tidak tetap

tetapi dipengaruhi oleh aktivitas tubuh.

-Curah jantung meningkat pada waktu melakukan kerja otot, stress, peningkatan

suhu lingkungan, kehamilan, setelah makan, sedangkan saat tidur curah jantung

akan menurun.

3. Definisi Atrial Septal Deffect

Adanya kebocoran septum yang menghubungkan atrium kanan dengan atrium kiri

karena kegagalan pembentukan septum. Defek dapat berupa defek sinus venosus didekat muara

vena kava superior, foramen ovale terbuka; defek septum sekundum, yaitu kegagalan

pembentukan septum sekundum (ASD II); defek septum primum, yaitu kegagalan penutupan

septum primum. Defek septum atrium (DSA) adalah defisiensi pada septum interatrial yang

memungkinkan aliran darah antara atrium. Berbeda dari patent foramen ovale (PFO), yang

merupakan kecacatan yang disebabkan oleh kegagalan septum primum untuk menyatu ke

superior limb septum secundum pada tepi fossa ovalis dalam kehidupan setelah melahirkan,

meninggalkan celah antar atrium. Ada beberapa tipe DSA.

a. Primum: Tipe DSA ini terjadi ketika ada kegagalan fusi normal dari bantalan endocardial

anterior dan posterior dengan septum primum, dengan akibat defisiensi pada bagian

inferior dari septum primum. Kecacatan ini sering muncul bersamaan dengan kelainan

katup atrioventrikular, umumnya menyebabkan celah anterior mitral.

b. Sekundum: Yang paling sering pada DSA; merupakan defisiensi yang terdapat di septum

primum atau septum sekundum, atau keduanya. Kecacatan ini paling sering terjadi pada

fossa ovalis.

c. Defek sinus venosus: Kecacatan ini terletak pada perhubungan atrium kanan dan vena cava

superior atau vena cava inferior. Pada defek sinus venosus, dinding yang memisahkan vena

pulmonal dan atrium kanan mengalami defisiensi, menyebabkan pirau kiri-ke-kanan.

Paling umum kecacatan ini melibatkan vena pulmonal kanan atas, yang masih terhubung
secara anatomis ke atrium kiri tetapi terjadi defisit dari arah anterior yang

mengakibatkan adanya aliran darah ke atrium kanan. Vena pulmonal kanan

inferior dapat terlibat, namun jarang.

d. Defek septum jantung koroner (unroofed coronary sinus): Defek ini terjadi

ketika dinding yang memisahkan sinus koroner dari atrium kiri terjadi

defisit, menyebabkan pirau kiri-ke- kanan. Cacat ini sering dikaitkan dengan

vena cava superior kiri persisten (Basman, 2018).

4. Etiologi Atrial Septal Deffect

Penyebab ASD belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor
yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD, faktor –
faktor tersebut diantaranya:
1. Faktor prenatal
a. Ibu menderita infeksi rubella
b. Ibu Alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 Tahun
d. Ibu menderita IDDM
e. Ibu meminum obat – obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetik
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
b. Ayah atau ibunya menderita penyakit jantung bawaan
c. Kelainan kromosom misalnya sindrom down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain
ASD merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Dalam keadaan normal,

pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan

sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini

biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium

kiri ke atrium kanan (shunt). Penyebab dari tidak menutupnya lubang pada septum

atrium ini tidak diketahui.

5. Manifestasi klinis Atrial Septal Deffect

a. Keletihan setelah melakukan aktivias fisik dan keadaan ini disebabkan oleh

penurunan curah jantung dari ventrikel kiri.

b. Bising (murmur) sistolik dini (early systolic) hingga bising midsistolik pada
ruang sela iga ke dua atau ke tiga kiri yang disebabkan tambahan darah yang

melewati katub pulmoner.

c. Bising diastolik bernada rendah pada tepi strenum kiri bawah dan terdengar

lebih jelas pada saat inspirasi. Keadaan ini disebabkan oleh peningkatan aliran

darah melalui katub trikuspid pada pasien dengan pintasan yang lebar.

d. Bunyi S2 yang terpecah serta terpisah lebar dan terfiksasi akibat

keterlambatan penutupan katub pulmoner yang disebabkan oleh peningkatan

volume darah.

e. Bunyi bising klik sistolik atau bising sistolik lambat pada apeks jantung yang

terjadi karena prolapsuskatup mitral pada anak yang lebih besar dengan ASD.

f. Clubbing dan sianosis jika terjadi pintasan atau shunt kanan ke kiri.

6. Patofisiologi Atrial Septal Deffect

Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang

mengandung oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak

sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat

ukuran dan complain dari atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir

complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada ventrikel kiri yang

menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga

berakibat volume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat. Jika

complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat

shunt dari kiri kekanan bisa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger

bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt

pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik

banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan

sianosis.

7. Modalitas Fisioterapi

a. Deep Breathing
Deep breathing merupakan latihan pernapasan dengan teknik bernapas

secara perlahan dan dalam menggunakan otot diagfragma, sehingga

memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh

(Smeltzer, et al., 2008). Tujuan deep breathing exercise yaitu untuk mencapai

ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi kerja pernapasan;

meningkatkan inflasi alveolar maksimal, relaksasi otot dan menghilangkan

ansietas; mencegah pola aktivitas otot pernapasan yang tidak berguna,

melambatkan frekuensi pernapasan, mengurangi udara yang terperangkap serta

mengurangi kerja bernapas (Smeltzer, et al., 2008).

Latihan pernapasan dengan teknik deep

breathing membantu meningkatkan compliance paru untuk melatih

kembali otot pernapasan berfungsi dengan baik serta mencegah distress

pernapasan (Ignatavicius, et al, 2006). Pemulihan

kemampuan otot pernapasan akan meningkatkan compliance paru

sehingga membantu ventilasi lebih adequat sehingga menunjang oksigenasi

jaringan (Westerdahl, et al., 2005). Tujuan latihan deep breathing adalah untuk

meningkatkan volume paru, meningkatkan dan redistribusi ventilasi,

mempertahankan alveolus tetap mengembang, meningkatkan

oksigenasi, membantu membersihkan sekresi, mobilisasi torak dan

meningkatkan kekuatan dan daya tahan serta efisiensi dari otot-

otot pernapasan (Nurbasuki, 2008).

Selama metode inspirasi dengan deep breathing berlangsung, akan

menyebabkan abdomen dan rongga dada terisi penuh mengakibatkan terjadinya

peningkatan tekanan intratoraks di paru. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar

oksigen di dalam jaringan tubuh. Oksigen yang meningkat akan mengaktivasi

kemoreseptor yang peka terhadap perubahan kadar oksigen di dalam jaringan

tubuh, kemudian kemoreseptor akan mentransmisikan sinyal saraf ke


pusat pernapasan tepatnya di medula oblongata yang juga menjadi

tempat medullary cardiovascular centre.

Sinyal yang ditransmisikan ke otak akan menyebabkan aktivitas kerja saraf

parasimpatis meningkat dan menurunkan aktivitas kerja saraf simpatis sehingga

akan menyebabkan penurunan tekanan darah. Peningkatan tekanan intratoraks di

paru tidak hanya menyebabkan peningkatan oksigen jaringan, namun juga

mampu mengaktivasi refleks baroreseptor melalui peningkatan tekanan arteri di

pembuluh akibat terjadinya peningkatan stroke volume dan curah jantung di

jantung kiri. Akibatnya adalah terjadi penurunan tekanan darah dari aktivasi

refleks baroreseptor yang mengirimkan sinyal ke medullary cardiovascular

centre di medula oblongata yang menyebabkan peningkatan kerja saraf

parasimpatis dan penurunan kerja saraf simpatis (Joohan, 2000).

Deep breathing exercise merupakan bagian dari fisioterapi khususnya

dalam kasus yang berhubungan dengan sistem kardiorespirasi.

Latihan pernapasan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan otot-otot

pernapasan yang berguna untuk meningkatkan compliance paru untuk

meningkatkan fungsi ventilasi dan memperbaiki oksigenasi.

Teknik deep breathing exercise yang dipublikasikan oleh Smeltzer, et al.,

(2008) adalah sebagai berikut:

1. Mengatur posisi klien dengan semi fowler/fowler di tempat tidur/kursi;

2. Meletakkan satu tangan klien di atas abdomen (tepat di bawah iga) dan

tangan lainnya pada tengah dada untuk merasakan gerakan dada dan abdomen

saat bernapas;

3. Menarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan

abdomen terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup

selama inspirasi, tahan napas selama 2 detik;

4. Menghembuskan napas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit terbuka

sambil mengontraksikan otot- otot abdomen dalam 4 detik;


5. Melakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik setiap

pengulangan, mengikuti dengan periode istirahat 2 menit;

6. Melakukan latihan dalam 5 siklus selama 15 menit, 2 kali sehari.

b. Breathing Control

Breathing control adalah suatu teknik bernapas dengan menggunakan

paru sisi bawah dan menghindari atau meminimalkan penggunaan otot bantu

napas sehingga diperoleh suatu kondisi yang santai. Bertujuan mendidik

kembali pola pernapasan tenang dan ritmis sehingga penderita dapat

menghemat energi untuk bernapas serta penderita akan terbiasa melakukan

pernapasan yang teratur ketika serangan sesak napas. Adapun prosedur

breathing control adalah :

1. Posisi pasien santai dan nyaman

2. Pasien bernapas biasa dan santai dengan irama yang teratur

3. Hindari memberi hambatan saat bernapas seperti pursed lip breathing

c. Mobilisasi Excercise

Mobilisasi Excercise adalah latihan yang dikombinasikan antara active

movement trunk dengan deep breathing. Tujuan dari latihan ini adalah

memelihara atau memperbaiki mobilitas dinding chest, trunk dan shoulder akibat

gangguan respirasi. Seperti contoh jika kelemahan otot trunk di satu sisi

menyebabkan dinding chest dibagian tersebut tidak mengembang dengan

maksimal selama inspirasi, maka dilakukan latihan kombinasi stretching otot

dan deep breathing dengan tujuan akan memperbaiki ventilasi samping chest

tersebut. Selain itu, mobilisasi excercise juga bertujuan memperkuat khususnya

deep breathing dan control ekspirasi, seperti pasien dapat memperbaiki ekspirasi

dengan leaning forward pada hip atau fleksi spine saat ekspirasi. Posisi ini

mendorong viscera superior ke dalam diapraghma dan selanjutnya mempekuat

ekspirasi.

Latihan Khusus yang pertama dalam melakukan mobilisasi excercise “To


Mobilize One Slide Of The chest”, yaitu :

1. Sitting : Pasien membengkokkan chest kesamping sehingga terjadi

penguluran dan ekspansi samping berlawanan selama inspirasi.

2. Kemudian pasien meletakkan genggaman tangan kesamping chest lalu

dibengkokkan chest kelateral kearah genggaman tangan sambil ekspirasi.

3. Tingkat latihan ini dengan menempatkan tangan lebih tinggi.

Gambar 1 To Mobilize One Slide Of The chest

Latihan Khusus yang kedua dalam melakukan mobilisasi excercise “To

Mobilize The Upper Chest and Stretch The Pectoralis Muscle”, yaitu :

1. Pasien sitting dikursi dengan tangan dibelakang kepala, kedua tangan posisi

abdusksi horizontal selama deep inspirasi.

2. Instruksikan pasien membungkuk kedepan bersama elbow lalu ekspirasi.


Gamba2 To Mobilize The Upper Chest and Stretch The Pectoralis Muscle

Latihan Khusus yang ketiga dalam melakukan mobilisasi excercise “To

Mobilize Upper Chest and Shoulder”, yaitu :

1. Pasien sitting : kedua tangan fleksi 180 derajat ketika inspirasi, lalu badan

bengkok kearah hip dan tangan menyentuh lantai sambil ekspirasi.

Gambar 3 To Mobilize Upper Chest and Shoulder

Latihan Khusus yang keempat dalam melakukan mobilisasi excercise “To

Increase Expiration During Deep Breathing”, yaitu :

1. Pasien inspirasi dalam posisi Hook-Lying (Hip dan Knee sedikit fleksi).

2. Instruksikan pasien membengkokkan lutut ke arah chest selama ekspirasi

(satu persatu untuk mencegah LBP), hal ini akan mendorong isi abdomen

suprior ke arah diapraghma untuk membantu ekspirasi.


Gambar 4 To Increase Expiration During Deep Breathing

Latihan Khusus yang kelima dalam melakukan mobilisasi excercise

“Wand Excercise”, yaitu pnekanan pada fleksi shoulder selama inspirasi atau

dapat dikombinasikan dengan breathing excrcise.

Latihan Khusus yang keenam dalam melakukan mobilisasi excercise

“Aktivasi Tambahan”, yaitu dilakukan untuk mobilisasi chest antara lain korksi

postur dan manual stretching pada dinding Chest, Trunk dan ekstremitas.

d. Aerobik Exercise

Latihan aerobik adalah latihan yang menuntut oksigen tanpa

menimbulkan hutang oksigen yang tidak terbayar. Latihan ini disebut juga

sebagai general endurance, sehingga dapat dikemukakan pengertian senam

aerobik, yaitu serangkaian gerak yang dipilih secara sengaja dengan cara

mengikuti irama musik yang juga dipilih sehingga melahirkan ketentuan

ritmis, kontinyuitas, dan durasi tertentu (Dinata, 2003).

Aerobik adalah olahraga yang dilakukan secara terus-menerus dimana

kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi dengan kecepatan dalam menempuh

waktu. Dua ciri dari latihan aerobik adalah

a. Olahraga tersebut cukup mengakibatkan tubuh berfungsi untuk jangka

waktu sedikitnya 20 sampai 30 menit setiap olahraga

b. Olahraga tersebut akan memberikan kegiatan yang cukup menarik hingga

ingin mengulanginya kembali gerakan yang sudah dilakukan tadi (Garrison &

Susanto, 2010)

Olahraga aerobik (dengan oksigen) melibatkan kelompok-kelompok


otot besar dan dilakukan dengan intensitas yang cukup rendah serta dalam

waktu yang cukup lama, sehingga sumber-sumber bahan bakar dapat diubah

menjadi ATP dengan menggunakan siklus asam sitrat sebagai jalur

metabolisme predominan. Olahraga aerobik dapat dipertahankan dari lima

belas menit sampai dua puluh menit hingga beberapa jam dalam sekali latihan

(Sherwood, 2001). Di dalam senam aerobik ada yang namanya intensitas, dan

cara menentukan intensitas senam aerobik. Untuk menentukan intensitas

senam aerobik pada dasarnya sama dengan menentukan intensitas latihan

pada olahraga lain. intensitas latihan ditandai dengan tercapainya tingkat

denyut nadi yang diharapkan meningkat. Secara umum, Intensitas latihan

yang ditentukan tercapainya denyut nadi sekitar 60-80% dari denyut nadi

maksimal. Denyut nadi maksimal tadi ditentukan berbeda-beda dari siap

orang bergantung pada usianya.

Cara Menentukan denyut nadi maksimal dengan rumus : 220

dikurangi usia. Sebagai contoh, jika berumur 20 tahun, denyut nadi

maksimalnya adalah (220–20 = 200), intensitas latihan adalah antara 60 –

80% dari denyut nadi maksimal, jadi denyut nadi berkisar antara 120 –

160 untuk orang yang berumur 20 tahun tadi, denyut nadinya harus mampu

mencapai jumlah denyut nadi tersebut.

Penentuan lama latihan harus disesuaikan dengan kemampuan dan

tingkat keterlatihan orang bersangkutan. Jika orang itu masih pemula latihan

cukup 10 menit saja, kemudian setelah kemampuannya meningkat, lama

latihan boleh ditambah. Bila orang yang terlatih latihan sebanyak ± 30 menit.
BAB III

PEMBAHASAN

Nn. Z 16th ke ft dg keluhan cepat lelah, nyeri dada, dan sesak saat beraktivitas

berat. Px sebelumnya pernah di dx ASD (atrial septum diffect) dan baru diketahui saat

usia 4th. Telah dianjurkan utk melakukan tindakan op penutupan septum namun tidak

diindahkan oleh keluarga px, keluarga hnya meangawasi aktv px utk tdk melakukan

kegiatan yg berat sampai usia saat ini. Wajah px pucat dan terlihat lemas. Seminggu yg

lalu, melakukan pemeriksaan lab dg hasil CK 24mg/ml, CKMB 15u/l Fungsi katup

normal. Apa yang harus fisioterapis lakukan?

FORM STATUS KLINIK FISIOTERAPI KARDIORESPIRASI

NamaPasien nn.Z Tanggal 25 Juni 2020

No RM 120547 Waktu 08.00 Wib

Usia 16 tahun Nama Fisioterapis Rosa Safitri

JenisKelamin L/P Perawatan Ranap/Rajal

Alasan rujukan : Ada gangguan pernapasan


Tanda Vital (Diperiksa oleh Fisioterapis)
RR 30x/menit, Sp O2 96%, O2 Flow 2L/menit, BP
95/70mmHg, Temp 37oC, HR 86x/menit
Ritme denyut nadi/jantung: Aritmia Urine Normal

Tingkat Kesadaran Sadar Merespon Suara Merespon Nyeri Tidak merespon

EWT 0 1 2 3

Pemeriksaan Kondisi Fisik (SOAP/PICO).


S : Adanya sesak nafas saat melakukan aktivitas, cepat lelah, mengeluhkan nyeri dada
O : RR 30x/menit, HR 86x/menit
A : Skala Borg 4, NRS Pain : 3
P : Deep Breathing, Brathing Control, Mobilisasi Excercise
Subyektifitas: Keluhan Utama
Pencetus Gejala : pasien mengeluhkan cepat lelah saat melakukan aktivitas berat.
Qualitas Gejala : Terdapat sesak nafas dan mudah lelah saat beraktivitas berat dan
berlebihan, gejala sering muncul secara tiba-tiba.
Radiasi/Perluasan Gejala : nyeri pada dada
Skala Gejala : Skala Borg 4, NRS pain 3
Time/Waktu Munculnya Gejala : Sejak usia 4 tahun baru timbul gejala.
Riwayat Penyakit :
Seminggu yang lalu pasien merasakan lemas, ssak dan juga mudah lelah saat beraktivitas
berat. Pemeriksaan lab dg hasil CK 24mg/ml, CKMB 15u/l fungsi katup normal.

Obyektifitas : Asesmen Fisik


Airway Sendiri/Mampu Terganggu √ Tracheostomy

Breathing Air Entry: Usaha Pernapasan: Dyspnea

O2 therapy:

Mampu mengeluarkan sputum: Tidak terdapat


sputum
FORM STATUS KLINIK FISIOTERAPI KARDIORESPIRASI

Warna dan suhu kulit:


1. Tidak adaperubahan warna kulit
Circulation 2. Tidak ada perbedaan suhu kulit

Capillary Refill (detik): 2 detik JVP (cm): 6cm

Pulsasi perifer Ada √ Lemah Hilang

Oedema: Tidak ada oedema

Disability Kecemasan Ya/Tidak Orientasi Waktu Tempat Orang

Ya/Tidak Gula darah___mmols Asuransi Ya/Tidak


Nausea/Emesis
Masalah Emosional&/ Psikologis: Baik

Exposure Abdomen
Thorax
Urine Output
Fluid Balance
Other losses
Bowel Function

Peripheral IVC PICC Central NGT IDC

Lines
Other:

Data penunjang

HR ≤ 50 > 130/min HR : 86x /min


RR ≤8 > 40/min RR : 30x /min
SBP <90 > 180 mm Hg SBP : 135 mm Hg
DBP > 120 mm Hg DBP : 90 mm Hg
Suhu > 38 °C Suhu :37 °C
Ph : 7,35
Ph < 7,35 > 7,45
PCO2 : 90 mEg/l
PCO2 <35 > 45 mEg/l
SpO2 : 96 mmHg
SpO2 < 80 mmHg ICP : 40 Cm H₂O
ICP > 20 Cm H₂O
FiO2: 0,8 Kpa/mmHg
FiO2 > 0,6 Kpa
PEEP : 12 Cm H₂O
PEEP > 10 Cm H₂O
GCS : 15

GCS<8

RASS : -4
RASS -4/+4
Hb : 14 g/dl
Hb < 8 g/dl Pletelet:
200.000 /mm
Pletelet < 20-50 000/mm

Kesan lab darah


FORM STATUS KLINIK FISIOTERAPI KARDIORESPIRASI

Radiologi CXR CT USS MRI ECHO Other:

Analisa Data /Kesan:

Status DokumentasiResusitasi(Lingkari)

CPR No CPR MET No MET Batasan lain: Tak terdokumen

Intervensi Fisioterapi

Rencana Terapi

1. Mengurangi sesak nafas


2. Meningkatkan distribusi
venstilasi
3. Meningkatkan volume paru
4. Mengembalikan kemampuan activity daily living dengan
meningkatkan dan mempertahankan kekuatan serta daya
tahan jantung paru.
Penatalaksanaan Intervensi

1. Deep Breathing
2. Breathing Control
3. Mobilisasi Excercise
4. Aerobic Excrcise
(Untuk Jangka
panjang)
Evaluasi:

Skala Borg : 4
NRS Pain : 3
Fisioterapis: Rosa Safitri Tanda Tangan:
DAFTAR PUSTAKA

Aryani, R. D., Widagdo, W., & Suharyanto, T. (2009). Prosedur klinik keperawatan
pada mata ajar kebutuhan dasar manusia. Jakarta: TIM.
Aspiani, R. Y. (2015). Buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan kardiovaskular:
aplikasi NIC & NOC. EGC.
Dinata, M. (2003). Senam Aerobik dan Peningkatan Kesegaran Jasmani. Cerdas Jaya.
Garison dan Susanto. 2010. Dasar-Dasar Terapi dan Dan rehabilitasi
Fisik’AhliBahasa :dr.Anton Cahaya Widjaya .Jakarta.Hipokrates
Publisher Indonesia, P. D. P. (2003). Penyakit Paru Obstruksi Paru
(PPOK) Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
Khasanah, S., & Maryoto, M. (2014). Efektifitas Posisi Condong Ke Depan (CKD)
Dan Pursed Lips Breathing (PLB) Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen
Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). In Prosiding Seminar
Nasional & Internasional.
Lazenby, R. B. (2011). Handbook of pathophysiology. Wolters
Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins Health.
Nichols, M., Townsend, N., Scarborough, P., & Rayner, M. (2014). Cardiovascular
disease in Europe 2014: epidemiological update. European heart journal,
35(42), 2950-2959.
Pomatahu, H. A. R. SENAM AEROBIK (Mosesahi) UNTUK KESEHATAN PARU.
Potter, P., & Perry, A. G. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and
Practice. Edisi I, 3. Purnamadyawati, “Nebulizer Work Shop II” : TITAFI XV &
KONAS VIII, Hal 4-20, Semarang,
2000
Putte, C. V., Regan, J., & Russo, A. (2015). Seeley’s essentials of anatomy &
physiology. McGraw- Hill. 61
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Alih bahasa Brahm U.
Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal-bedah
Brunner & Suddarth (Brunner & suddarth’s textbook of medical-surgical
nursing).
Syaifuddin, H. (2009). Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan.
Jakarta. Edisi, 2. Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2014). Principles of anatomy &
physiology. 944950.
Wibowo, F. S., & Ponco, S. H. (2015). Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian
Gagal Jantung Di Rumah Sakit Muhammadiyah Babat Kabupaten
Lamongan.
LOGBOOK

Nama : ROSA SAFITRI

NIM : 2019106410110015

Stase : Kardiovaskular

HARI/TANGGAL JAM KEGIATAN

Selasa , 9 Juni 2020 06.00 WIB PERKENALAN DIRI


DENGAN CI

Rabu, 10 Juni 2020 15.00 WIB PEMBAGIAN KASUS

Kamis, 25 Juni 2020 15.00 WIB KONSUL MAKALAH


DAN SK

Selasa, 30 Juni 2020 09.00 WIB PENGUMPULAN


MAKALAH, SK DAN
VIDEO
JAP, Volume 5 Nomor 2, Agustus
2017

Anda mungkin juga menyukai